Vous êtes sur la page 1sur 28

KAMPANYE PARTAI POLITIK

Dalam tradisi visual culture

Lathiyfah Shanti Purnamasari


0510650038

JURUSAN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
KATA PENGANTAR

Assalamu ’alaykum Wr.Wb.

Bismillahirrahmannirrahim, dengan ini kami mengucapkan puji serta syukur kehadirat


Allah SWT yang atas rahmat-Nya serta hidayah-Nya sehingga Tugas yang berjudul
“Kampanye Partai Politik d a l a m Tr a d i s i Vi s ua l C u l t u r e ” ini dapat diselesaikan tepat
pada waktunya. Laporan ini dibuat untuk memenuhi tugas matakuliah Arsitektur dan
Masyarakat

Dalam tahap pelaksanaan sampai tahap penyelesaian Makalah “Kampanye Partai


Politik dalam Tradisi Visual Culture” ini, penyusun mengucapkan banyak terima kasih
kepada segala pihak yang telah terlibat dalam penyelesaian makalah ini, atas segala
bantuan, bimbingan, dan dukungan yang telah diberikan kepada penyusun. Penyusun juga
berterima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu terselesaikannya Makalah
“Kampanye Partai Politik dalam Tradisi Visual Culture” Rental Office ini.

Segala kemampuan serta pemikiran penyusun telah dicurahkan pada penyelesaian


Makalah ini, tetapi tak ada satu pun yang sempurna. Untuk itu, saran serta kritik yang dapat
membangun ataupun melengkapi Makalah “Kampanye Partai Politik dalam Tradisi Visual
Culture” ini sangat kami harapkan. Semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak yang membaca, terutama bagi partai politik yang seharusnya mencerdaskan
masyarakat dan bekerja untuk kemaslahatan masyarakat.

Wassalamu ’alaykum Wr. Wb.

Malang, 5 Januari 2008

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................................... i

Daftar Isi............................................................................................................................. ii

BAB I Permasalahan visual di Malang.............................................................................. 1

1. Partai Masuk Kampung; Guru Individualisme? ................................................ 2


2. Infrastruktur = Sarana Kampanye? .................................................................. 3
3. Pohon, Sumber Kehidupan atau Sarana Kampanye? ..................................... 4
4. Pohon dan Parpol = Persaingan? .................................................................... 5
5. Spanduk; Tak kenal Lokasi.............................................................................. 6
6. Serial Vision Parpol.......................................................................................... 7
7. Atribut Variatif = Permasalahan Variatif............................................................ 8
8. Berlomba menjadi tertinggi = Indvidualisme parpol.......................................... 9
9. Persimpangan Jalan = Sarana Persaingan Politik........................................... 10
10.Bendera Parpol vs Bendera Merah Putih.......................................................... 11
11.Node; Simpul Jalan yang Sesak Iklan Politik.................................................... 12
12.Taman Makam Pahlawan Kehilangan Kesakralan........................................... 13
13.Caleg Idol.......................................................................................................... 14
14.Selamat datang di Kampung Politik.................................................................. 15
15.Pohon, Sumber Kehidupan atau Sarana Kampanye? ..................................... 16
16.Sampah Politik Masuk Kampus? ..................................................................... 17
17.Berkibarlah bendera(parpol)ku......................................................................... 18
18.Node Dimakan Parpol...................................................................................... 19
19.Kampanye diatas papan penunjuk arah........................................................... 20

BAB II Solusi Permasalahan visual di Malang.................................................................... 22

Daftar Pustaka. ................................................................................................................... iii


BAB 1
Parpol dan Permaslahan Visual Kota

Bab 1
Permasalahan Visual di Malang
Partai Masuk Kampung;
Guru Individualisme?
1

Lingkungan kampung di Indonesia yang pada dasarnya merupakan


kehidupan sosial yang tepa selira tercermin dalam cara masyarakat
kampung Indonesia berarsitektur. Baik berupa penggunaan warna
maupun bentuk yang tidak saling bersaing satu sama lain.

Tradisi Kampanye partai politik dengan bendera berwarna menyala


merupakan sebuah bentuk keterpurukan dalam tradisi visual culture,
warna-warna yang mencolok dibandingkan lingkungan sekitarnya, dapat
memberikan pengaruh bagi masyarakat untuk mengikutinya dengan
membuat rumah tiap-tiap individu lebih menarik daripada yang lainnya.
Sehingga, secara tidak langsung penggunaan atribut kampanye seperti ini
akan mendidik masyarakat menjadi masyarakat yang individualis.
Infrastruktur = Sarana Kampanye?

Hampir tidak ada satupun ruang yang “lolos” dari sasaran


partai politik untuk berkampanye. Termasuk Infrastruktur yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, seperti tiang
listrik.

Sehingga, pemandangan kumuh menjadi tidak terelakkan.


Infrastruktur yang pada dasarnya digunakan untuk kemakmuran
masyarakat malah menjadi sarana kampanye.
Pohon, Sumber Kehidupan atau Sarana
Kampanye?
3

Pohon sebagai sumber kehidupan telah “terlukai”


dengan alih fungsi yang dipaksakan menjadi sarana
kampanye bagi partai politik. Akibatnya fitroh manusia
yang menyukai tempat-tempat yang rindang, teduh dan
asri menjadi terusik oleh adanya atribut kampanye.

Dengan warna-warna atribut partai yang mencolok,


pohon yang secara fitrah dicintai manusia menjadi “kalah”
bersaing dengan keberadaan atribut parpol. Sehingga
mengakibatkan pohon menjadi sumber kehidupan partai,
bukan manusia.
Pohon dan Parpol = Persaingan?

Keberadaan pohon sebagai penyejuk mata bagi


kota telah dikalahkan dengan kepentingan pragmatis
politik. Keberadaannya dikacaukan dengan adanya atribut
parpol yang berusaha “mengalahkan” keberadaan pohon
yang merupakan kecenderungan bagi manusia untuk
menikmati.

Dengan adanya kepentingan pragmatis parpol,


manusia yang pada fitrohnya menyukai hal yang hijau
menjdai tidak dapat menikmati keberadaannya.
Spanduk; Tak kenal Lokasi

Keberadaan spanduk-spanduk
kampanye telah mencapai seluruh sudut
kota. Mulai dari tempat-tempat public
yang sangat umum dilihat masyarakat,
hingga tempat-tempat kecil yang sempit.
Membuat tempat yang kecil semakin
dihimpit dengan keberadaan spanduk.

Menimbulkan kesan menghimit


dan tidak lapang bagi pengguna jalan
yang melintas.

6
Serial Vision Parpol

Tiap sikuen jalan terdapat atribut partai politik yang


diletakkan di sembarang tempat, sehingga membuat
sebuah serial vison tersendiri, yaitu serial vision Parpol.
Serial vision ini terlihat kumuh dan tidak terawat. Sehingga
menimbulkan polusi bagi mata pengguna jalan.
7
Atribut Variatif = Permasalahan Variatif

Berbagai atribut yang digunakan oleh partai politik


semakin memperburuk citra visual kota, apalagi dengan
penataan yang semrawut dan tidak teratur.

sistematika pola pemasangan berbagai media luar


ruang kampanye pilkada itu menjadi over communicated, dan
cenderung semrawut. Kesemrawutan pemasangan media luar
ruang ini masih ditambah penempelan berbagai poster dan
flyer yang direkatkan berulang-ulang dan berderet-deret pada
satu lokasi secara ‘’ilegal”.
8
Berlomba menjadi tertinggi =
Indvidualisme parpol

Bendera partai politik dipasang di tempat yang setinggi


mungkin, sehingg mengalahkan lingkungan binaan
disekelilingnya. Hal ini menunjukkan indevidualisme dan egoism
parpol untuk menjadi yang utama dan pertama, tanpa
memperhatikan aspek lain.
9
Persimpangan Jalan = Sarana
Persaingan Politik

Persimpangan jalan, terutama pada daerah-


daerah yang padat, sering dijadikan ajang
perlombaan pemasanggan atribut parpol maupun
caleg. Ketika salah satu partai atau caleg
memasang baliho dengan visualisasi wajah
pasangan calon kepala daerah tersebut,
dapat dipastikan di sisi kiri, sebelah kanan,
bahkan di bagian depan dipasang dan
ditempatkan pula media yang sama, ukuran
yang sebangun dengan pesaingnya.
Sehingga menimbulkan terror visual bagi
pengguna jalan.
1
Bendera Parpol vs Bendera Merah Putih

Bendera partai dipasang setinggi-tingginya,


bahkan mengalahi ketinggian tiang bendera merah
putih yang biasa terdapat pada lembaga atau instansi
pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa individualism
dan pemenangan kepentingan golongan sudah
ditempatkan jauh lebih dari nesionalismme dan
kecintaan terhadap tanah air sendiri.
1
Node; Simpul Jalan yang Sesak Iklan
Politik

Jangankan berharap Ruang Terbuka Hijau yang aman


dari terror visual, bahkan node yang tidak sebarapa besarpun
menjadi sasaran empuk para partai untuk beradu umbel-
umbul. Membuat masyarakan menjadi sesak karena terror
visuall yang tiada hentinya.
1
Taman Makam Pahlawan Kehilangan
Kesakralan

Bahkan Taman Makan Ppahlawanpun dijadikan


tempat kampanye partainya, seakan tidak menghormati
jasa para pahlawan yang pada akkhirnya menjadi
berkurang nilai kesakralannya. Hal ini dapat ditafsirrkan
bahwa paratai politik ini hanya bersikap pragmatis, bahkan
tega menyulap Taman Makam pahlawan menjadasi ajang
jualan politik.
1 Caleg Idol

3
Fenomena sosial berbentuk perang wacana iklan politik ini
menggambarkan, betapa politisi Indonesia biasa berpikir instan. Iklan
politik yang mereka sebar lebih mengedepankan wajah. Raut muka caleg
dan kandidat presiden dijadikan komoditas yang dijual layaknya seorang
artis. Dengan andalan visualisasi peci, deretan gelar akademik, dan
aktivitas menyantuni orang miskin, diyakini mampu mencitrakan sosok
caleg dan kandidat presiden yang agamis, intelek, dan perhatian kepada
rakyat.

Padahal, semua itu hanya tanda yang serba permukaan. Iklan


politik dengan memajang wajah, mengindikasikan si pengiklan tidak
merakyat. Mereka memosisikan dirinya bagaikan sebuah produk
consumer goods yang layak diperjualbelikan. Mereka malah bagaikan
seorang peserta kontes idol. Mereka tidak mengutamakan ideologi. Tetapi
hanya sekadar idologi.
Selamat datang di Kampung Politik

1
4
Di mulut-mulut gang dipasang umbul-umbul
partai, seakan bahwa seluruh penghuni gang
tersebut merupakan pendukung partai itu saja. Hal
ini dapat menimbulkan konflik bagi penghuni gang
sendiri, maupun partai-partai politik.

Adanya fenomena seperti ini juga seakan


menghapus wajah kebinekaan bangsa kita. Baik
dari segi suku, bangsa, bahasa, agama, hingga
pilihan politik.
1
Pohon, Sumber Kehidupan atau Sarana
Kampanye?

5
Tim Kampanye partai politik secara membabi-buta
melakukan aktivitas kampanye yang cenderung memproduksi
sampah visual. Bahkan di dalam segala sepak terjangnya,
anggota tim sukses peserta kampanye pilkada dinilai
mengarah pada perilaku kekerasan visual dengan modus
operandinya menempelkan dan memasang sebanyak mungkin
coverboard, baliho, spanduk, umbul-umbul, poster, dan flyer
tanpa mengindahkan dogma sebuah dekorasi dan grafis kota
yang mengedepankan estetika kota ramah lingkungan.
Anggota tim sukses cenderung mengabaikan ergonomi
pemasangan media luar ruang yang artistik, komunikatif dan
persuasif.
1
Sampah Politik Masuk Kampus?

6
Tim Kampanye cenderung melanggar
Peraturan Komisi Pemilihan Umum No 19 Tahun 2008
yang melarang pemasangan alat peraga kampanye di
tempat ibadah, rumah sakit, lembaga pendidikan, jalan
protokol, dan jalan tol. Penempatannya pun harus
mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan dan
keindahan sesuai dengan peraturan pemerintah
daerah. Faktanya, banyak alat peraga kampanye
berbentuk spanduk, baliho, poster, umbul-umbul para
caleg sudah menjadi sampah visual. Membuat tata
ruang kota riuh rendah. Kalau dibiarkan terus, akan
menjadi teror visual.
1
Berkibarlah bendera(parpol)ku

Persaingan ketinggian pengibaran bendera


antar parpol sedemikian sengitnya, bahkan sampai
lebih tinggi dari lingkungan, baik alam maupun
binaan yang ada di sekelilingnya. Saling berlomba
dengan parpol lainnya, beradu dengan iklan rokok
dan serbagai advertisement yang merusak
pandangan.
1 Node Dimakan Parpol

8
Dampak negatif dari media
tersebut berujung pada teror visual.
Tebaran cengkeramannya dilemparkan
lewat visualisasi dan teks mencolok yang
seluruhnya memproduksi citraan budaya
konsumsi. Dan setiap orang, dalam ruang
yang disesakinya diprovokasi ke dalam
citraan-citraan tersebut.

Keberadaan node sebagai elemen


tata kota menjadi tenggelam dan
tergantikan menjadi tempat kampanye
partai-partai politik.
1
Kampanye diatas papan penunjuk arah

Infrastruktur pemerintah seperti


papan penunjuk arah seperti ini
semestinya digunakan untuk
menunjukkan arah bagi pengguna jalan.
Namun, rupanya papan penunjuk jalan
pun tidak luput dari terror visual yang
dilakukan oleh parpol.
Ada tiga masalah yang
muncul saat kita
memasuki masa
kampanye Pemilu.

Pertama, media-media propaganda tersebut menjadi sampah dalam arti


sesungguhnya. Kain bendera yang kadang berjatuhan, penempelan poster
yang sembarangan, pada akhirnya mengotori dinding dan taman
diberbagai pelosok kota. Selain itu bahan plastik yang kini sering
digunakan sebagai bahan untuk spanduk, baliho, dan billboard, adalah
bahan yang tidak dapat didaur-ulang.

Kedua, media-media yang dipasang di ruang-ruang publik itu berdesakan dan


berteriak berebut perhatian publik, sedemikian rupa sehingga menjadi
polusi estetik atau sampah visual. Media propaganda partai-partai itu
menjadi sampah visual karena media spanduk, bendera, dan sebagainya
dipasang di tempat-tempat yang sangat menyolok, yang sebelum
ditempati oleh media-media tersebut memberi kenyamanan visual pada
publik. Kini, tiba-tiba kenyamanan visual itu terenggut oleh berbagai jenis
kain bendera lusuh dengan teknik produksi murahan yang meluntur.
Bahkan secara desain grafis, begitu banyak logo partai yang dibuat asal-
asalan – mungkin sekedar mengejar deadline persyaratan administratif
dari KPU. Lihat misalnya logo partai Gerindra, bergambar kepala burung
Garuda yang tidak proporsional.

Ketiga, yang paling krusial, media-media propaganda itu tidak mampu menjadi
sebuah rangkaian tanda yang bermakna.
Solusi Permasalahan Visual
Terkait Partai Politik

1. Menegakkan peraturan yang telah berlaku, seperti Peraturan Komisi Pemilihan


Umum No 19 Tahun 2008 yang melarang pemasangan alat peraga kampanye di
tempat ibadah, rumah sakit, lembaga pendidikan, jalan protokol, dan jalan tol. Serta
menerapkan sanksinya secara tegas.

2. Memberikan sosialisasi bagi kalangan partai politik mengenai estetika kota, dengan
pihak yang berkompeten di bidangnya.

3. Memberikan nilai pajak yang cukup tinggi bagi partai politik yang akan menggunakan
media iklan, sehingga jumlah media iklan politik semakin berkurang.

4. Bagi partai politik, dapat menekan jumlah media iklan secara grafis, namun
meningkatkan jumlah kampanye efektiv yang edukatif, seperti debat terbuka, bakti
social, dan kegiatan lain yang dapat mendidik serta mensejahterakan masyarakat.

5. Membuat alokasi tempat khusus bagi parpol untuk bersosialisasi, sehingga tidak
perlu menteror masyarakat dengan sampah visual yang tidak bermutu.
DAFTAR PUSTAKA

http://sumbo.wordpress.com/2007/11/15/sampah-visual-pilkada/

http://sumbotinarbuko.blogspot.com/2008/12/perang-iklan-politik.html

http://grafisosial.wordpress.com/2008/10/05/media-kampanye-partai-pendidikan-atau-
sampah/

http://www.dannydarussalam.com/engine/artikel/art.php?lang=id&artid=3662

http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/12/14/01472163/mohon.doa..restu

Vous aimerez peut-être aussi