Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
LEMBAR PENGESAHAN
Penyusun NIM : Amelia Budiman : 406118018
Perguruan Tinggi : Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Bagian Periode Judul Referat Pembimbing : Ilmu Penyakit Saraf : 22 Juli 2013-24 Agustus 2013 : Myasthenia Gravis : dr. Mintarti, Sp.S
Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal :........................................ Mengetahui dan Menyetujui, Ketua SMF Ilmu Penyakit Saraf RSUD Kota Semarang Pembimbing
Ilmu Penyakit Saraf RSUD Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 22 Juli 2013- 26 Agustus 2013
Page 1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur sebesar-besarnya penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunianya sehingga referat dengan judul Myasthenia Gravis ini dapat selesai dengan baik tepat pada waktunya. Referat ini disusun dalam rangka memenuhi syarat kepaniteraan klinik di bidang Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara di RSUD Kota Semarang periode 22 Juli 2013- 24 Agustus 2013. Di samping itu, referat ini ditujukan untuk menambah pengetahuan bagi kita semua tentang myasthenia gravis. Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih atas bantuan dan kerjasama yang telah diberikan selama penyusunan referat ini, kepada: 1. Dr. Dyah Nuraini, Sp.S 2. Dr. Mintarti, Sp.S 3. Bp. Puriyoso 4. Ibu Farida 5. Rekan-rekan anggota kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Saraf RSUD Kota Semarang Penulis menyadari penulisan referat ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak, supaya referat ini dapat menjadi lebih baik, dan dapat berguna bagi semua pihak yang membacanya. Penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila masih banyak kesalahan maupun kekurangan dalam penulisan referat ini. Semarang, 15 Agustus 2013
Penulis Ilmu Penyakit Saraf RSUD Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 22 Juli 2013- 26 Agustus 2013
Page 2
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.. ..1 KATA PENGANTAR. ...2 DAFTAR ISI ...3 BAB I : PENDAHULUAN...4 BAB II : PEMBAHASAN......6 II.1 Definisi...6 II.2 Epidemiologi..6 II.3 Patofisiologi.11 II.4 Manifestasi Klinis....12 II.5 Klasifikasi........................14 II.6 Diagnosis..16 II.6 Pemeriksaan Penunjang........20 II.8 Diagnosis Banding.. 24 II.9 Penatalaksanaan. 26 II.10 Komplikasi 33 II.11 Prognosis33 BAB III : KESIMPULAN.34 DAFTAR PUSTAKA........35
Ilmu Penyakit Saraf RSUD Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 22 Juli 2013- 26 Agustus 2013
Page 3
Page 4
Ilmu Penyakit Saraf RSUD Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 22 Juli 2013- 26 Agustus 2013
Page 5
Page 6
Gambar 1. Anatomi suatu Neuromuscular Junction4 2.3.2 Fisiologi dan Biokimia Neuromuscular Junction Celah sinaps merupakan jarak antara membran presinaptik dan membran post sinaptik. Lebarnya berkisar antara 20-30 nanometer dan terisi oleh suatu lamina basalis, yang merupakan lapisan tipis dengan serat retikular seperti busa yang dapat dilalui oleh cairan ekstraselular secara difusi5. Ilmu Penyakit Saraf RSUD Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 22 Juli 2013- 26 Agustus 2013
Page 7
Page 8
Ilmu Penyakit Saraf RSUD Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 22 Juli 2013- 26 Agustus 2013
Page 9
Merupakan reseptor nikotinik (nikotin adalah agonis terhadap reseptor) Merupakan glikoprotein bermembran dengan berat molekul sekitar 275 kDa. Mengandung lima subunit, terdiri dari ?2??? Hanya subunit ? yang mengikat asetilkolin dengan afinitas tinggi. Dua molekul asetilkolin harus berikatan untuk membuka saluran ion, yang memungkinkan aliran baik Na+ maupun K+.
Bisa ular ?-bungarotoksin berikatan dengan erat pada subunit ? dan dapat digunakan untuk melabel reseptor atau sebagai suatu ligand berafinitas untuk memurnikannya.
Ilmu Penyakit Saraf RSUD Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 22 Juli 2013- 26 Agustus 2013
Page 10
Gambar 2. Fisiologi Neuromuscular Junction5 2.4 PATOFISIOLOGI Mekanisme imunogenik memegang peranan yang sangat penting pada patofisiologi miastenia gravis. Observasi klinik yang mendukung hal ini mencakup timbulnya kelainan autoimun yang terkait dengan pasien yang menderita miastenia gravis, misalnya autoimun tiroiditis, sistemik lupus eritematosus, arthritis rheumatoid, dan lain-lain4. Sejak tahun 1960, telah didemonstrasikan bagaimana autoantibodi pada serum penderita miastenia gravis secara langsung melawan konstituen pada otot. Hal inilah yang memegang peranan penting pada melemahnya otot penderita dengan miatenia gravis. Tidak diragukan lagi, bahwa antibody pada reseptor nikotinik asetilkolin merupakan penyebab utama kelemahan otot pasien dengan miastenia gravis. Autoantibodi terhadap asetilkolin reseptor
Ilmu Penyakit Saraf RSUD Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 22 Juli 2013- 26 Agustus 2013
Page 11
neuromuskular melalui beberapa cara, antara lain : ikatan silang reseptor asetilkolin terhadap antibodi anti-reseptor asetilkolin dan mengurangi jumlah reseptor asetilkolin pada neuromuscular junction dengan cara menghancurkan sambungan ikatan pada membran post sinaptik, sehingga mengurangi area permukaan yang dapat digunakan untuk insersi reseptorreseptor asetilkolin yang baru disintesis4. 2.5 GEJALA KLINIS Miastenia gravis dikarakteristikkan melalui adanya kelemahan yang berfluktuasi pada otot rangka dan kelemahan ini akan meningkat apabila sedang beraktivitas. Penderita akan Ilmu Penyakit Saraf RSUD Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 22 Juli 2013- 26 Agustus 2013
Page 12
Kelemahan pada otot ekstraokular atau ptosis Ptosis yang merupakan salah satu gejala kelumpuhan nervus okulomotorius, seing
menjadi keluhan utama penderita miastenia gravis. Walupun pada miastenia gravis otot levator palpebra jelas lumpuh, namun ada kalanya otot-otot okular masih bergerak normal. Tetapi pada tahap lanjut kelumpuhan otot okular kedua belah sisi akan melengkapi ptosis miastenia gravis7. Kelemahan otot bulbar juga sering terjadi, diikuti dengan kelemahan pada fleksi dan ekstensi kepala4.
Gambar 3. Penderita Miastenia Gravis yang mengalami kelemahan otot esktraokular (ptosis) Ilmu Penyakit Saraf RSUD Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 22 Juli 2013- 26 Agustus 2013
Page 13
Page 14
e) Klas III Terdapat kelemahan yang berat pada otot-otot okular. Sedangkan otot-otot lain selain otot-otot ocular mengalami kelemahan tingkat sedang. f) Klas IIIa Mempengaruhi otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya secara predominan. Terdapat kelemahan otot orofaringeal yang ringan. g) Klas IIIb Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan, atau keduanya secara
predominan. Terdapat kelemahan otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya dalam derajat ringan. h) Klas IV tot-otot lain selain otot-otot okular mengalami kelemahan dalam derajat yang berat, sedangkan otot-otot okular mengalami kelemahan dalam berbagai derajat. i) Klas IVa Secara predominan mempengaruhi otot-otot anggota tubuh dan atau otot-otot aksial. Otot orofaringeal mengalami kelemahan dalam derajat ringan. j) Klas IVb
Ilmu Penyakit Saraf RSUD Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 22 Juli 2013- 26 Agustus 2013
Page 15
Ilmu Penyakit Saraf RSUD Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 22 Juli 2013- 26 Agustus 2013
Page 16
Ilmu Penyakit Saraf RSUD Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 22 Juli 2013- 26 Agustus 2013
Page 17
Ilmu Penyakit Saraf RSUD Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 22 Juli 2013- 26 Agustus 2013
Page 18
Ilmu Penyakit Saraf RSUD Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 22 Juli 2013- 26 Agustus 2013
Page 19
3) Uji Kinin Diberikan 3 tablet kinina masing-masing 200 mg. 3 jam kemudian diberikan 3 tablet lagi (masing-masing 200 mg per tablet). Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia gravis, maka gejala seperti ptosis, strabismus, dan lain-lain akan bertambah berat. Untuk uji ini, sebaiknya disiapkan juga injeksi prostigmin, agar gejala-gejala miastenik tidak bertambah berat. 2.7.2 Pemeriksaan Penunjang untuk Diagnosis Pasti 2.7.2.1 Pemeriksaan Laboratorium
Hasil dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendiagnosis suatu miastenia gravis, dimana terdapat hasil yang postitif pada 74% pasien. 80% dari penderita miastenia gravis generalisata dan 50% dari penderita dengan miastenia okular murni menunjukkan hasil tes anti-asetilkolin reseptor antibodi yang positif. Pada pasien thymoma tanpa miastenia gravis sering kali terjadi false positive anti-AChR antibody4. Ilmu Penyakit Saraf RSUD Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 22 Juli 2013- 26 Agustus 2013
Page 20
Klasifikasi : R = remission, I = ocular only, IIA = mild generalized, IIB = moderate generalized, III = acute severe, IV = chronic severe4 Pada tabel ini menunjukkan bahwa titer antibodi lebih tinggi pada penderita miastenia gravis dalam kondisi yang parah, walaupun titer tersebut tidak dapat digunakan untuk memprediksikan derajat penyakit miastenia gravis.
Antistriated muscle (anti-SM) antibody Merupakan salah satu tes yang penting pada penderita miastenia gravis. Tes ini
menunjukkan hasil positif pada sekitar 84% pasien yang menderita thymoma dalam usia kurang
Ilmu Penyakit Saraf RSUD Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 22 Juli 2013- 26 Agustus 2013
Page 21
Anti-muscle-specific kinase (MuSK) antibodies. Hampir 50% penderita miastenia gravis yang menunjukkan hasil anti-AChR Ab negatif
(miastenia gravis seronegarif), menunjukkan hasil yang positif untuk anti-MuSK Ab.
Antistriational antibodies Dalam serum beberapa pasien dengan miastenia gravis menunjukkan adanya antibody
yang berikatan dalam pola cross-striational pada otot rangka dan otot jantung penderita. Antibodi ini bereaksi dengan epitop pada reseptor protein titin dan ryanodine (RyR). Antibody ini selalu dikaitkan dengan pasien thymoma dengan miastenia gravis pada usia muda. Terdeteksinya titin/RyR antibody merupakan suatu kecurigaaan yang kuat akan adanya thymoma pada pasien muda dengan miastenia gravis. 2.7.2.2 Imaging4
Chest x-ray (foto roentgen thorak) Dapat dilakukan dalam posisi anteroposterior dan lateral. Pada roentgen thorak, thymoma dapat diidentifikasi sebagai suatu massa pada bagian anterior mediastinum.
Ilmu Penyakit Saraf RSUD Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 22 Juli 2013- 26 Agustus 2013
Page 22
Hasil roentgen yang negatif belum tentu dapat menyingkirkan adanya thymoma ukuran kecil, sehingga terkadang perlu dilakukan chest Ct-scan untuk mengidentifikasi thymoma pada semua kasus miastenia gravis, terutama pada penderita dengan usia tua.
MRI pada otak dan orbita sebaiknya tidak digunakan sebagai pemeriksaan rutin. MRI dapat digunakan apabila diagnosis miastenia gravis tidak dapat ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang lainnya dan untuk mencari penyebab defisit pada saraf otak.
CT scan of chest showing an anterior mediastinal mass (thymoma) in a patient with myasthenia gravis.
2.7.2.3 Pendekatan Elektrodiagnostik Pendekatan elektrodiagnostik dapat memperlihatkan defek pada transmisi neuromuscular melalui 2 teknik4 :
Repetitive Nerve Stimulation (RNS) Pada penderita miastenia gravis terdapat penurunan jumlah reseptor asetilkolin, sehingga pada RNS tidak terdapat adanya suatu potensial aksi.
Ilmu Penyakit Saraf RSUD Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 22 Juli 2013- 26 Agustus 2013
Page 23
A typical recording of compound muscle action potentials with repetitive nerve stimulation at low frequency in a patient with myasthenia gravis. Note the gradual decline in the amplitude of the compound muscle action potential with slight improvement after the fifth or sixth potential.
Single-fiber Electromyography (SFEMG) Menggunakan jarum single-fiber, yang memiliki permukaan kecil untuk merekam serat
otot penderita. SFEMG dapat mendeteksi suatu jitter (variabilitas pada interval interpotensial diantara 2 atau lebih serat otot tunggal pada motor unit yang sama) dan suatu fiber density (jumlah potensial aksi dari serat otot tunggal yang dapat direkam oleh jarum perekam). SFEMG mendeteksi adanya defek transmisi pada neuromuscular fiber berupa peningkatan jitter dan fiber density yang normal. 2.7.3 Diagnosis Banding Beberapa diagnosis banding untuk menegakkan diagnosis miastenia gravis, antara lain3,4:
Ilmu Penyakit Saraf RSUD Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 22 Juli 2013- 26 Agustus 2013
Page 24
Adanya ptosis atau strabismus dapat juga disebabkan oleh lesi nervus III pada beberapa penyakit elain miastenia gravis, antara lain :
o o o o o
Meningitis basalis (tuberkulosa atau luetika) Infiltrasi karsinoma anaplastik dari nasofaring Aneurisma di sirkulus arteriosus Willisii Paralisis pasca difteri Pseudoptosis pada trachoma
Apabila terdapat suatu diplopia yang transient maka kemungkinan adanya suatu sklerosis multipleks.
Sindrom Eaton-Lambert (Lambert-Eaton Myasthenic Syndrome) Penyakit ini dikarakteristikkan dengan adanya kelemahan dan kelelahan pada otot
anggota tubuh bagian proksimal dan disertai dengan ke;emahan relatif pada otot-otot ekstraokular dan bulbar. Pada LEMS, terjadi peningkatan tenaga pada detik-detik awal suatu kontraksi volunter, terjadi hiporefleksia, mulut kering, dan sering kali dihubungkan dengan suatu karsinoma terutama oat cell carcinoma pada paru. EMG pada LEMS sangat berbeda dengan EMG pada miastenia gravis. Defek pada transmisi neuromuscular terjadi pada frekuensi renah (2Hz) tetapi akan terjadi ahmbatan stimulasi pada frekuensi yang tinggi (40 Hz). Kelainan pada miastenia gravis terjadi pada membran postsinaptik sedangkan kelainan pada LEMS terjadi pada membran pre sinaptik, dimana pelepasan asetilkolin tidak berjalan dengan normal, sehingga jumlah
Ilmu Penyakit Saraf RSUD Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 22 Juli 2013- 26 Agustus 2013
Page 25
Antikolinesterase (asetilkolinesterase inhibitor) dan terapi imunomudulasi merupakan penatalaksanaan utama pada miastenia gravis. Antikolinesterase biasanya digunakan pada miastenia gravis yang ringan. Sedangkan pada psien dengn miastenia gravis generalisata, perlu dilakukan terapi imunomudulasi yang rutin4. Terapi imunosupresif dan imunomodulasi yang dikombainasikan dengan pemberian antibiotik dan penunjang ventilasi, mapu menghambat terjadinya mortalitas dan menurunkan morbiditas pada penderita miastenia gravis. Pengobatan ini dapat digolongkan menjadi terapi yang dapat memulihkan kekuatan otot secara cepat dan terpai yang memiliki onset lebih lambat tetapi memiliki efek yang lebih lama sehingga dapat mencegah terjadinya kekambuhan2. 2.8.1 Terapi Jangka Pendek untuk Intervensi Keadaan Akut
Ilmu Penyakit Saraf RSUD Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 22 Juli 2013- 26 Agustus 2013
Page 26
Page 27
Page 28
Ilmu Penyakit Saraf RSUD Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 22 Juli 2013- 26 Agustus 2013
Page 29
Ilmu Penyakit Saraf RSUD Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 22 Juli 2013- 26 Agustus 2013
Page 30
Cyclosporine dapat menimbulkan efek samping berupa nefrotoksisitas dan hipertensi. 2.8.2.4 Cyclophosphamide (CPM) CPM adalah suatu alkilating agent yang berefek pada proliferasi sel B, dan secara tidak langsung dapat menekan sintesis imunoglobulin. Secara teori CPM memiliki efek langsung terhadap produksi antibodi dibandingkan obat lainnya. 2.8.3 Thymectomy (Surgical Care)2,4 Thymectomy telah digunakan untuk mengobati pasien dengan miastenia gravis sejak tahun 1940 dan untuk pengobatan thymoma denga atau tanpa miastenia gravis sejak awal tahun 1900. Telah banyak dilakukan penelitian tentang hubungan antara kelenjar timus dengan kejadian miastenia gravis. Germinal center hiperplasia timus dianggap sebagai penyebab yang mungkin bertanggungjawab terhadap kejadian miastenia gravis. Ilmu Penyakit Saraf RSUD Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 22 Juli 2013- 26 Agustus 2013
Page 31
Gambar 4. Kelenjar Thymus Ilmu Penyakit Saraf RSUD Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 22 Juli 2013- 26 Agustus 2013
Page 32
Prognosis
qPada anak, prognosis sangat bervariasi tetapi relatif lebih baik daripada orang dewasa. Dalam perjalanan penyakit, semua otot serat lintangdapat diserang, terutama otot-otot tubuh bagian atas, 10% Miastenia gravistetap terbatas pada otot-otot mata, 20% mengalami insufisiensi pernapasanyang dapat fatal, 10%,cepat atau lambat akan mengalami atrofi otot.Progresi penyakit lambat, mencapai puncak sesudah 3-5 tahun, kemudianberangsur-angsur baik dalam 15-20 tahun dan 20% antaranya mengalamiremisi. Remisi spontan pada awal penyakit terjadi pada 10% Miasteniagravis. (Endang Thamrin dan P. Nara, 1986)
Ilmu Penyakit Saraf RSUD Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 22 Juli 2013- 26 Agustus 2013
Page 33
thymomectomy ataupun dengan imunomodulasi dan imunosupresif terapi yang dapat memberikan prognosis yang baik pada kesembuhan miastenia gravis2,4.
Ilmu Penyakit Saraf RSUD Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 22 Juli 2013- 26 Agustus 2013
Page 34
DAFTAR PUSTAKA
1. Engel, A. G. MD. Myasthenia Gravis and Myasthenic Syndromes. Ann Neurol 16: Page: 519-534. 1984. 2. Lewis, R.A, Selwa J.F, Lisak, R.P. Myasthenia Gravis: Immunological Mechanisms and Immunotherapy. Ann Neurol. 37(S1):S51-S62. 1995. 3. Ngoerah, I. G. N. G, Dasar-dasar Ilmu Penyakit Saraf. Airlanga University Press. Page: 301-305. 1991. 4. Howard, J. F. Myasthenia Gravis, a Summary. Available at : http://www.ninds.nih.gov/disorders/myasthenia_gravis/detail_myasthenia_gravis.htm. Accessed : March 22, 2008. 1. Newton, E. Myasthenia Gravis. Available at : http://en.wikipedia.org/wiki/Myasthenia_gravis. accessed : March 22, 2008. 2. Murray, R.K, Granner, D.K, Mayes, P.A. Biokimia Harper: Dasar Biokimia Beberapa Kelainan Neuropsikiatri. Edisi 24. EGC. Jakarta. Page: 816-835. 1999. 3. Anonim, Myasthenia Gravis. Available at: http://www.myasthenia.org/docs/MGFA_Brochure_Ocular.pd. Accessed: March 22, 2008. 4. Anonim, Thymectomy, Available at : http://www.myasthenia.org/amg_treatments.cfm. Accessed : March 22, 2008
Ilmu Penyakit Saraf RSUD Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode 22 Juli 2013- 26 Agustus 2013
Page 35