Vous êtes sur la page 1sur 16

BAB I PENDAHULUAN

I. Latar Belakang Sitomegalovirus adalah virus herpes DNA yang dapat ditemukan dimana-mana.1 Infeksi virus ini biasanya digabung dengan infeksi Toxoplasma, Rubella, dan Herpes simplex virus sehingga disingkat menjadi TORCH. Ada juga yang menambahkan others pada huruf O. Infeksi kelompok ini pada wanita hamil memiliki efek negatif terhadap janin. Infeksi sitomegalovirus atau CMV (Cytomegalo virus) dapat berdiri sendiri karena selain pada ibu hamil dan janin, infeksi ini dapat menyerang semua orang.2 Infeksi CMV merupakan infeksi endemik pada semua bagian dunia tanpa mengenal variasi musiman. Prevalensi infeksi beragam sesuai dengan status sosial, keadaan lingkungan, serta higien.3 Pada populasi dengan sosio ekenomi yang baik didapatkan 60-70 % terinfeksi CMV, sedangkan pada negara dengan sosio ekonomi yang buruk didapatkan 80-90% orang telah terinfeksi.2 Virus ini merupakan penyebab tersering malformasi kongenital

intrauterine yang disebabkan oleh virus.4 Infeksi ini menyebabkan anomali kongenital yang berat pada 3000-6000 bayi di Amerika Serikat.3 Infeksi kongenital menyebabkan penyakit inklusi sitomegalovirus yaitu sindrom yang terdiri dari berat badan lahir rendah, mikrosefalus, kalsifikasi intracranial, koriorenitis, retardasi mental dan motorik, defisit sensorineural,

hepatosplenomegali, ikterus, anemia hemolitik, dan purpura trombositopenik.1

Infeksi primer sitomegalovirus pada 0,15-2 % wanita hamil dapat ditransmisikan ke janin sebesar 40%. Sebesar 15% infeksi sitomegalovirus intrauterine menyebabkan kelainan kongenital simptomatik saat kelahiran dan 1015% menyebabkan kelainan kongenital asimptomatik dan akan menyebabkan sekuel.4 Infeksi CMV pada kehamilan menyebabkan masalah kesehatan yang penting karena kejadian infeksi kongenital yang ditimbulkan tinggi. Sayangnya, kesadaran tentang infeksi ini sangat rendah. Survey di Amerika menunjukkan pengetahuan wanita mengenai infeksi ini paling rendah padahal sebaliknya, infeksi kongenital yang ditimbulkan menempati urutan pertama.5 Pengetahuan mengenai infeksi CMV pada kehamilan diharapkan dapat membantu dalam mendiagnosa dan pada akhirnya menurunkan kejadian infeksi kongenital yang diakibatkannya.3

II. Tujuan Penulisan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan penulis dan pembaca mengenai infeksi sitomegalovirus pada kehamilan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. Sifat-sifat Virus Sitomegalovirus (CMV) adalah virus golongan herpesvirus yang paling besar. Virus ini memiliki inti DNA double heliks, dalam bentuk toroid yang dikelilingi oleh lapisan protein ikosahedral dengan 162 kapsomer. Genom DNA yang dimiliki oleh virus ini yaitu BM 150 x 106, 240 kbp lebih besar dibandingkan virus herpes simpleks (HSV), namun hanya beberapa protein tersandi oleh virus yang berhasil dikarakterisasi. Suatu glikoprotein permukaan sel bekerja sebagai reseptor Fc yang mengikat Fc immunoglobulin, sehingga sel terinfeksi dapat menghindari penghancuran imun dengan membuat lapisan pelindung dari immunoglobulin host.3

Gambar 2.1 (A) CMV pada kultur sel fibroblast paru-paru embrionik manusia. (B)Inklusi intranuclear dengan gambaran Horseshoe. (C) Dense bodies. (D)Pematangan virus pada membran nucleus. Sitomegalovirus pada manusia hanya berkembangbiak secara in vivo di dalam fibroblast meskipun terkadang ditemukan dalam sel epitel.3 Dalam fibroblast, CMV membentuk formasi 3 badan inklusi intranukleus dan

intrasitoplasmik.6 Virus ini mampu mengubah sel manusia, namun tidak diketahui apakah virus ini bersifat onkogenik in vivo. Tampak sel dengan inti ganda, sel yang terinfeksi membesar.3 Replikasi CMV sangat lambat yaitu sampai di atas 70 jam bahkan lebih lambat daripada HSV maupun varisella-zoster yang hanya sekitar 18 jam. Infeksi menyebar dari sel ke sel sehingga perlu waktu beberapa minggu supaya seluruh lapisan tunggal terinfeksi. Sel yang terinfeksi akan mati, sintesis makromolekul host berhenti sejak awal infeksi. Sintesis protein dan DNA seluler normal sebenarnya berhenti saat replikasi dimulai.3

II. Epidemiologi Infeksi CMV pada negara maju merupakan penyebab utama kelainan kongenital dengan angka kejadian 0,3-2% dari kelahiran hidup.7 Sebesar 10-15 % bayi yang terinfeksi secara kongenital adalah simptomatik dengan manifestasi akibat terserangnya susunan saraf pusat, hepatosplenomegali, mikrosefali, retardasi mental, gangguan psikomotor, ikterus, petechie, korioretinitis, dan kalsifikasi serebral.7 Sebanyak 10-15 % bayi dengan infeksi kongenital virus ini adalah asimptomatik yang tampak normal saat lahir, namun akan ada sekuel pada 1-2 tahun kemudian berupa cacat neurologis atau gangguan pendengaran dan penglihatan.6,7 Stagno dan Whitley pada 1985 membagi resiko maternal terinfeksi CMV baik primer maupun rekuren pada kehamilan menjadi dua kelompok yaitu berdasar sosioekonomi.1,6

Wanita hamil dari golongan ekonomi mampu

Wanita hamil dari golongan ekonomi lemah

55% kebal

45% rentan

15% rentan

85% kebal

0,15% Infeksi kongenital (infeksi ibu rekuren)

1-4% Infeksi Primer

0,5-1% Infeksi kongenital (infeksi ibu rekuren)

0-1% Bayi yg terinfeksi mungkin memperlihatkan gejala atau sekuel klinis

40% Menularkan infeksi ke janin

0-1% Bayi yg terinfeksi mungkin memperlihatkan gejala atau sekuel klinis

10-15% Bayi terifeksi memeperlihatkan gejala klinis (ringan sampai berat)

85-90% Bsyi terinfeksi asimptomatik

10% tumbuh normal

90% mengalami sekuel

5-15% mengalami sekuel

85-95% tumbuh normal

Gambar 2.2 Karakteristik infeksi CMV pada kehamilan.1,6 Infeksi kongenital menyebabkan infeksi kronik yang dapat dideteksi selama bertahun-tahun. Beberapa infeksi diperoleh saat proses persalinan. Pengeluaran CMV melalui genital meningkat selama kehamilan. Kebanyakan infeksi pada bayi diperoleh saat bulan pertama kehidupan melalui air susu atau penyebaran selama perawatan.3 Infeksi primer ibu saat kehamilan menyebabkan sebagian besar infeksi sitomegalovirus. Bayi dan anak dengan infeksi CMV subklinik merupakan 5

sumber utama penularan. Infeksi kongenital lain disebabkan reaktivasi infeksi laten ibu.3 Infeksi CMV meningkat pada orang dengan imun yang rendah seperti penerima donor transplantasi sumsum tulang atau ginjal. Penderita HIV hampir seluruhnya bersifat seropositif dan beresiko tinggi terinfeksi sitomegalovirus.3

III. Patogenesis Infeksi CMV dengan paparan yang pertama kali disebut dengan infeksi primer. Infeksi ini dapat berlangsung simptomatis atau asimptomatis. Virus akan menetap dalam waktu yang lama dalam host dan kemudian masuk ke dalam sel-sel berbagai jaringan yang disebut dengan infeksi laten.7 Virus dilepaskan secara intermitten dari faring dan urin selama berbulan-bulan bahkan tahunan setelah infeksi primer. Infeksi yang lama pada ginjal tidak merusak ginjal pada orang normal, namun diduga turut mengganggu fungsi ginjal pada pasien transplantasi ginjal.3 CMV dapat ditularkan melalui berbagai cara melalui kontak yang erat dengan bahan yang berhubungan dengan virus. Masa inkubasi adalah 4-8 minggu pada remaja dan dewasa. Kebanyakan infeksi CMV bersifat subklinis. Mediated imunity ditekan oleh infeksi primer CMV dan perlu waktu beberapa bulan untuk memulihkan respon seluler.3 Pada orang dengan imun yang rendah seperti penerima transplantai organ, pasien keganasan dengan kemoterapi, atau pasien HIV, infeksi CMV jauh lebih berat dibandingkan orang normal. Pelepasan virus meningkat dan jauh lebih lama,

infeksi pun lebih condong menyebar. Respon imun host diduga mempertahankan CMV pada infeksi laten orang dengan seropositif. Reaktivasi lebih sering terjadi meski lebih ringan. Reaktivasi dapat bersifat virulen seperti infeksi primer tergantung keadaan lingkungan.3 Infeksi rekuren dapat disebabkan karena adanya penyakit tertentu atau supresi imun yang iatrogenic, dimana hal tersebut menyebabkan penekanan respon limfosit T. Keadaan ini menyebabkan munculnya stimulasi antigenik yang kronis dan terjadi reaktivasi virus.7 Infeksi rekuren terdiri dari reaktivasi dan reinfeksi. Reaktivasi disebabkan oleh strain virus yang menyebabkan infeksi primer, sedangkan reinfeksi disebabkan strain virus yang baru.6 Kehamilan tidak terbukti meningkatkan resiko maupun keparahan manifestasi klinis infeksi pada wanita hamil. Kebanyakan infeksi adalah asimptomatik, namun 15% penderita dewasa memperlihatkan gejala yang serupa dengan mononucleosis infeksiosa dengan gejala demam, faringitis, limfadenopati, dan poliartritis.1 Infeksi vertical melalui plasenta tidak selalu terjadi, namun angka kejadian akan meningkat apabila infeksi pada ibu terjadi pada paruh pertama kehamilannya. Imunitas ibu terhadap CMV tidak mampu mencegah reaktivasi dan infeksi kongenital CMV.1 Infeksi kongenital kebanyakan disebabkan oleh reinfeksi yang dibuktikan dengan adanya epitop baru dari glycoprotein H CMV yang sebelumnya tidak ditemukan, hal ini mengkonfirmasi adanya strain CMV yang baru.6 Namun, infeksi kongenital yang disebabkan oleh reaktivasi biasanya

bersifat asimptomatik dibandingkan dengan yang disebabkan oleh infeksi primer.1,6 Infeksi primer pada ibu hamil menyebabkan infeksi intrauterine hanya sebesar 30-40% karena barier inate mencegah transmisi tersebut. Diantara bayi yang terinfeksi tersebut, sebesar 15% memperlihatkan gejala klinik atau simptomatik. Kebanyakan infeksi kongenital yang simptomatik berasal dari ibu dengan infeksi primer.6 Infeksi reaktivasi merupakan faktor resiko yang kecil untuk menyebabkan infeksi kongenital, hal ini dibuktikan hanya sedikit kasus infeksi kongenital simptomatik dengan ibu yang telah memiliki imun terhadap CMV.6 Mekanisme transmisi infeksi CMV dari ibu ke janin masih sedikit yang diketahui. Transmisi ini terjadi melalui placenta, hal ini dibuktikan melalui eksperimen pada guinea pig yang memiliki jenis placenta serupa dengan manusia. Virus ini secara hematogen memasuki placenta kemudian ditransmisikan ke janin. Pada penelitian ini, CMV bertahan di jaringan placenta dalam waktu yang lama meski virus telah dibersihkan dari darah.6 Selama infeksi primer pada ibu, leukosit membawa virus sehingga terjadi infeksi intrauterine melalui sel mikrovaskular endothelial uterus. Sel-sel tersebut berhubungan secara langsung dengan cytotrophoblast yang menginvasi arteriol maternal. Cytotrophoblast yang terinfeksi menyebarkan infeksi ke inti villous termasuk fibroblast dan sel endothelial sehingga infeksi menyebar ke janin.6 Alternatif penularan infeksi primer pada ibu ke janin yaitu melalui stroma villous dimana leukosit ibu yang terinfeksi CMV menembus lapisan

syntitiotrophoblast. Virion CMV melapisi antibodi, kemudian memasuki syntitiotrophoblast melalui mekanisme transcytosis yang didukung dengan transport IgG ibu ke janin.6 Infeksi kongenital CMV ditransmisikan melalui placenta sehingga mempengaruhi diferensiasi dan kemampuan invasi cytotrophoblast. Hal ini menjelaskan mengapa terjadi abortus pada wanita hamil dengan infeksi primer.6

IV. Manifestasi Klinis Saat ini belum ada bukti bahwa kehamilan akan meningkatkan keparahan infeksi CMV. Kebanyakan infeksi merupakan asimptomatik, namun sebesar 15% bersifat simptomatik dengan memperlihatkan gejala mononucleosis infeksiosa dengan demam, faringitis, limfadenopati, dan poliarthritis.1 Infeksi primer CMV umumnya tidak menampakkan gejala klinis pada orang dengan imun yang normal. Sebanyak kurang dari 5% wanita hamil dengan infeksi primer CMV merupakan simptomatik dan sedikit dari wanita tersebut yang mengalami sindrom mononucleosis. Hal ini membuat infeksi CMV tidak dapat didiagnosa hanya berdasarkan gejala klinis.6 Gejala klinis major mononucleosis CMV terdiri dari demam, adenopati cervical, sakit tenggorokan, splenomegaly, hepatomegali, dan rash, biasanya tidak terdeteksi. Gejala minor berupa malaise, fatigue, pusing, dan myalgia. Gejala tersebut dapat diketahui melalui anamnesa pada orang yang berpengalaman dan dapat diketahui waktu onset infeksi. Penentuan waktu onset infeksi merupakan hal yang penting karena beberapa hal. Pertama, menentukan prognosis dimana infeksi

yang terjadi sebelum konsepsi memiliki resiko yang lebih rendah dibandingkan saat kehamilan. Kedua, menentukan diagnosis prenatal disesuaikan dengan onset infeksi untuk mencegah negatif palsu. Telah ada laporan mengenai hasil negatif palsu meskipun telah menggunakan metode sensitif yang tersedia. Terakhir, infeksi primer pada awal kehamilan memiliki kemungkinan yang besar terjadinya infeksi kongenital.6 M. G. Revello dan G. Gerna melakukan survey terhadap 244 wanita hamil dengan infeksi primer CMV. Gejala klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium pada survey tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini (Tabel 2.1).6 Tabel 2.1 Gejala klinis dan hasil laboratorium infeksi primer CMV pada wanita hamil6 Gejala Klinis dan Hasil Jumlah (%) Laboratorium Asimptomatik 78 (32,0) Simptomatik 166 (68,0) Demam 100(60,2) Fatigue 81(48,8) Cephalgia 44(26,6) Arthralgia/Myalgia 25(15,1) Rhinitis 25(15,1) Faringitis 23(13,9) Batuk 16(9,6) Peningkatan enzim hati 60(36,1) Limfositosis 20(12,0) Kumulatif gejala tiap subjek Satu 49(29,5) Dua 48(28,9) Tiga atau lebih 70(42,2)

Pada bayi yang mengalami infeksi kongenital dengan memperlihatkan gejala akan muncul penyakit inklusi sitomegalovirus, penyakit ini adalah sindrom

10

yang terdiri dari berat badan lahir rendah, mikrosefalus, kalsifikasi intracranial, korioretinitis, retardasi mental dan motorik, defisit sensorineural,

hepatosplenomegali, ikterus, anemia hemolitik, dan purpura trombobositopenik. Di Amerika Serikat hanya 10% dari bayi yang terinfeksi yang mengalami sindrom ini. Kebanyakan bayi tersebut lahir dari ibu dengan infeksi primer CMV pada kehamilan.1

V. Diagnosis Isolasi virus merupakan cara diagnosis infeksi CMV yang terbaik. Virus ini dapat ditemukan dari usap tenggorokan, urin, dan cairan tubuh lainnya. Sayangnya, metode ini memerlukan waktu yang cukup lama yaitu 1-2 minggu sehingga terlalu lambat sebagai penuntun terapi pada penderita dengan imun yang tertekan. Saat ini telah dikembangkan metode diagnostik yang cepat antara lain observasi badan inklusi dalam jaringan atau sel deskuamasi dalam urin, deteksi langsung antigen virus, visualisasi virus dengan mikroskop electron, dan hibridisasi DNA.3 Metode serologis ditujukan untuk menemukan antibodi anti CMV. Diagnosis infeksi primer ditunjukkan dengan perubahan seronegatif menjadi seropositif pada pemeriksaan serial. Seropositif ditandai dengan adanya IgM dan IgG anti CMV. Pemeriksaan serial dilakukan dengan jarak tiga minggu.7 Apabila didapatkan hasil negatif, maka tindak lanjut dapat ditunda. Apabila didapatkan hasil postif maka diagnosis infeksi primer pada ibu dan diagnosis prenatal dapat ditegakkan.2

11

Selain itu, metode serologi juga dapat ditentukan dengan Low IgG Avidity yang dapat bertahan positif selama 20 minggu pada infeksi primer. lebih dari 90% infeksi primer CMV positif terhadap antibodi ini.7 Sayangnya, metode ini tidak dapat membedakan strain yang berbeda antara isolat klinik. Dalam hal ini, mungkin penentuan enzim DNA CMV lebih berguna.3 Diagnosis pranatal dilakukan melalui isolasi virus dan PCR dari cairan amnion yang diperoleh dari amniosentesis.7 Lazarotto dkk melaporkan bahwa cairan amnion lebih baik dalam diagnosis prenatal dibandingkan darah janin.8 Amniosentesis sendiri paling baik bila dilakukan pada usia kehamilan 21 sampai 23 minggu karena beberapa hal. Pertama, diuresis janin belum sempurna sebelum usia kehamilan 20 minggu sehingga dapat menimbulkan negatif palsu. Kedua, infeksi dari ibu baru dapat terdeteksi pada cairan ketuban setelah infeksi berlangsung 6-9 minggu. Ketiga, infeksi kongenital yang berat biasa terjadi bila infeksi maternal terjadi usia kehamilan 12 minggu.7 Efek infeksi CMV pada janin dapat dideteksi dengan USG, CT scan, maupun MRI.1 Pada hasil USG dengan oligohidramnion, polihidramnion, hidrops nonimun, asites janin, gangguan pertumbuhan janin, mikrosefali, hidrosefalus, kalsifikasi intracranial, hepatosplenomegali, dan kalsifikasi intrahepatik dapat dicurigai terjadi infeksi CMV intrauterine.7

VI. Penatalaksanaan Sampai saat ini belum ada terapi infeksi CMV yang memuaskan. Obat-obatan biasa digunakan pada infeksi CMV yang berat berupa retinitis, esofagitis pada

12

pasien dengan HIV, serta profilaksis pada penerima transplantasi organ. Obat yang biasa digunakan antara lain ganciclovir, foscarnet, cidofir, dan valaciclofir. Akan tetapi, sampai sekarang belum dievaluasi efektifitas obat tersebut. (7) Obatobatan tersebut tidak dapat digunakan pada wanita hamil karena memiliki efek samping terhadap janin.5

VII. Pencegahan Belum ada tindakan yang benar-benar dapat mengendalikan infeksi CMV, yang dapat dilakukan adalah mengurangi penyebaran yaitu dengan menjaga hygiene. Misalnya dengan mencuci tangan dengan air dan sabun dengan baik selama 20 detik, terutama setelah kontak dengan cairan tubuh yang dapat menyebarkan infeksi seperti setelah mengganti popok, tidak mencium anak-anak di bawah 6 tahun pada mulut atau pipi mereka, dan tidak berbagi makanan, minuman maupun alat makan dengan anak kecil. Karena kontak dengan saliva dan urin anak kecil merupakan penyebab utama infeksi pada wanita hamil.5 Selain itu, perlu dilakukan isolasi pada bayi dengan penyakit inklusi sitomegalik untuk mencegah penyebaran.3 Pada transfusi darah dan transplantasi organ perlu dilakukan screening.3 Screening melaui uji laboratorium sebaiknya dilakukan pada semua donor baik transfusi darah maupun transplantasi organ, bila terdapat peningkatan IgG anti CMV pada pemeriksaan serial maka transfusi atau transplantasi tidak dilakukan.2 Apabila seorang calon ibu telah terbukti mengalami infeksi primer CMV, sebaiknya menunda kehamilan. Pada bayi yang baru lahir dari ibu dengan infeksi

13

CMV, seharusnya dilakukan deteksi IgM anti CMV untuk diagnosa infeksi kongenital.2 Saat ini telah dikembangkan vaksin untuk cytomegalovirus. Ada lima macam vaksin yaitu vaksin hidup yang dilemahkan, vaksin virus rekombinan, vaksin subunit, vaksin peptida, dan vaksin DNA.6

14

BAB III KESIMPULAN

Infeksi CMV merupakan infeksi endemik pada semua bagian dunia tanpa mengenal variasi musiman. Kebanyakan infeksi merupakan asimptomatik, namun sebesar 15% bersifat simptomatik dengan memperlihatkan gejala mononucleosis infeksiosa dengan demam, faringitis, limfadenopati, dan poliarthritis. Kehamilan tidak terbukti meningkatkan keparahan infeksi CMV, namun dapat mengakibatkan infeksi kongenital dengan angka kejadian yang tinggi. Infeksi kongenital menyebabkan penyakit inklusi sitomegalovirus yaitu sindrom yang terdiri dari berat badan lahir rendah, mikrosefalus, kalsifikasi intracranial, koriorenitis, retardasi mental dan motorik, defisit sensorineural,

hepatosplenomegali, ikterus, anemia hemolitik, dan purpura trombositopenik. Sayangnya, sampai saat ini belum ada terapi yang memuaskan untuk infeksi CMV.

15

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom DK. Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta: EGC 2005; 2, 1643-46. 2. Suromo MALB. Kewaspadaan Terhadap Infeksi Cytomegalovirus Serta Kegunaan Deteksi Secara Laboratorik. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2007; 2-32. 3. Jawetz E, Melnick J, Adelberg E. Setiawan I, [ed]. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta: EGC 1996; 10, 153-68. 4. Munro SC, Hall B, Whybin LR, dkk. Diagnosis of and Screening for Cytomegalovirus Infection in Pregnant Women. Journal of Clinical Microbiology 2005; 43, 9, 4713-18. 5. Centers for Disease Control and Prevention. Cytomegalovirus (CMV) Disease: The Congenital Disease Mothers Dont Know About. USA: CDC, 2009. [Online 23 Januari 2010] www.cdc.gov/cmv/treatment-vaccines.htm. 6. Revello MG, Gerna G. Diagnosis and Management of Human

Cytomegalovirus Infection in the Mother, Fetus, and Newborn Infant. Clinical Microbiology Reviews 2002; 15, 680-715. 7. Dachlan EG. Infeksi TORCH. Dalam: Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Winkjosastro GH, [ed]. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo.Edisi Keempat. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo 2008; 72, 935-44. 8. Lazarotto T, Guerra B, Spezzacatena, dkk. Prenatal Diagnosis of Congenital Cytomegalovirus Infection. Journal of Clinical Microbiology 1998; 36, 354044.

16

Vous aimerez peut-être aussi