Vous êtes sur la page 1sur 5

A. Abortus Abortus dapat terjadi secara sepontan atau secara buatan.

Abortus spontan dapat merupakan suatu mekanisme alamiah untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang abnormal. Abortus buatan ( terminasi kehamilan ) dapat bersifat ilegal ( abortus provacatus criminalis ) , atau legal (abortus provocatus therapeuticus). Abortus buatan ilegal yang dilakukan oleh tenaga tidak kompeten , biasanya memakai cara cara memijit mijit perut bagian bawah , memasukan benda asing atau jenis tumbuh-tumbuhan / rumput- rumputan kedalam leher rahim, pemakaian bahan bahan kimia yang dimasukan kedalam jalan lahir dan lain-lain, sehingga sering terjadi infeksi berat , bahkan dapat berakibat fatal. Dalam deklarasi oslo ( 1970) tentang pengguguran atas indikasi medik, disebutkan bahwa moral dasar yang dijiwai oleh seorang dokter adalah butir Lafal Sumpah Dokter yang berbunyi saya akan menghormati hidup insani sejak saat pembuahan . oleh karena itu maka abortus buatan dengan indikasi medik hanya dilakukan dengan syarat syarat berikut : 1. Pengguguran hanya dilakukan sebagai suatu tindakan terapeutik. 2. Suatu keputusan untuk menghentikan kehamilan , sedapat mungkin disetujui secara tertuis oleh dua orang dokter yang dipilih berkat kompetensi profesional mereka. 3. Prosedur itu hendaklah dilakukan oleh seorang dokter yang kompeten di instalasi yang di akui oleh suatu otoritas yang sah. 4. Jika dokter itu merasa bahwa hati nuraninya tidak membenarkan ia melakukan pengguguran tersebut , maka ia berhak mengundurkan diri dan menyerahkan pelaksanaan tindakan medik itu kepada sejawat yang lainnya yang kompeten. Meskipun pernyataan oslo itu didukungn oleh General Assembly dari WMA , namun tidak mengikat para anggotanya ( ada negara yang melegalkan abortus sebagai cara KB ,penulis ) Dalam UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan tersebut butir butir yang berkaitan dengan abortus buatan legal sebagai berikut : Pasal 15 1. Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya , dapat dilakukan tinfdakan medis tertentu. 2. Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan : a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut. b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli . c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau kelurganya d. Pada sarana kesehatan tertentu 3. Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu sebagai mana dimaksut dalam ayat ( 1) dan (2) ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

Penjelasan Ayat ( 1) Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun , dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan, dan norma kesopanan. Namun, dalam keadaan darurat sebagai upaya penyelamatan jiwa ibu dan atau janin yang dikandungnya dapat dilakukan tindakan medis tertentu. Ayat (2) Butir a Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar benar mengharuskan diambil tindakan medis tertentu, sebab tanpa tindakan medis tertentu itu ibu hamil atau bayinya terancam bahaya maut. Butir b Tenaga kesehatan yang dapat melakukan tindakan medis tertentu adalan tenaga medis yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukannya yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan. Sebelum melakukan tindakan medis tertentu tenaga medis harus meminta pertimbangan tim ahli, yang terdiri dari berbagai bidang seperti medis, agama, hukum , dan psikologi. Butir c Hak utama memberikan persetujuan ada pada ibu hamil yang bersangkutan kecuali dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan pesetujuannya , dapat meminta dari suami atau keluarganya. Butir d Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan yang memadai untuk tindakan tersebut dan telah ditunjuk oleh pemerintah. Ayat (3) Dalam peraturan pemerintah sebagai pelaksana dari pasal ini dijabarkan antara lain mengenai keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya,tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan, bentuki persetujuan , dan sarana kesehatan yang ditunjuk . Secra rinci KUHP mengancam pelaku pelaku abortus buatan ilegal sebagai berikut: 1. Wanita yang sengaja menggugurkan kandungan atau menyuruh orang lain melakukannya (KUHP pasal 347, hukuman maksimum 4 tahun) 2. Seseorang yang menggugurkan kandungan wanita tanpa seizinnya ( KUHP pasal 347, hukuman maksimum 12 tahun, dan bila wanita tersebut meninggal , hukuman maksimum 15 tahun) 3. Seseorang yang menggugurkan kandungan wanita dengan seizin wanita tersebut (KUHP pasal 348, hukuman maksimum 5 tahun 6 bulan, dan bila wanita tesebut meninggal , maksimum 7 tahun ) 4. Dokter, bidan, atau juru obat yang melakukan kejahatan diatas ( KUHP pasal 349 hukuman ditambah sepertiganya dan pencabutan hak pekerjaannya . 5. Barang siapa mempertunjukan alat/cara menggugurkan kandungan kepada anak dibawah usia 17 tahun / dibawah umur (KUHP pasal 283, hukuman maksimum 9 bulan, )

6. Barang siapa menganjurkan/merawat/ memberi obat kepada seseorang wanita dengan memberi harapan agar gugur kandungannya ( KUHP pasal 299 , hukuman maksimum 4 tahun ). B. Teknologi reproduksi buatan Dalam dua dasaTeknologi reproduksi buatan (TRB) merupakan dimana oosit maupun sebagai embrio . hal ini dilakukan dalam upaya terakhir pengobatan pasangan kurang subur. Pada tahun 1978 TRB telah dikembangkan dengan berbagai cara antara lain 1. Fetrilisasi In Vitro dan Tandur Alih Embio ( In Vitro Fertilization and Embrio Transfer , IVF & ET ) 2. Tandur Alih Embrio Intra Tuba ( Tubal Embrio Trasfer , TET atau Zygote Intra Fallopia Tube, ZIFT ) 3. Gamete Intra Tuba Fallopii ( Gamete Intra Fallopian Tube , GIFT). 4. Kriopreservasi Embrio ( Embryo Cryopreservation ) 5. Donasi Oosit ( Oocyte donation ) dan atau sperma ( Sperm donation ) 6. Suntikan Sperma Intra Sitoplasmik (Intra Cytoplasmic Sperm Injection, ICSI) 7. Pembelahan Embrio ( Embryo Splitting ) Semua cara cara tersebut diatas dan masalah masalah lain seperti donasi oosit untuk wanita pasca monopause , reproduksi pascsa meninggal dunia ( posthumous reproduction) , dan ibu pengganti (surrougate mother )mempunyai implikasi terhadap hukum , agama dan ethik , yang memerlukan pertimbangan dari beberapa pakar . Walaupun kemungkinan pengklonan individu manusia masih jauh dari penerapannya , namun pada waktu ini para pakar berpendapat bahwa pengklonan individu manusia itu tidak dapat diterima dari segi hukum, agama dan etik, karena itu riset kearah pengklonan individu tidak dapat dibenarkan. Dalam UU No.23 tahun 1992 tentang tenaga kesehatan terdapat butir butir tentang kehamilan di luar secara alami sebagai berikut: Pasal 16 1. Kahamilan diluar secara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk membantu suami istri mendapat ketururnan 2. Upaya kehamilan diluar secara alami sebagai mana dimaksut dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan : a) Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan , yang ditanamkan dalam rahim istri darimana ovum berasal b) Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu, c) Pada sarana kesehatan tertentu. 3. Ketentuan mengenai persyaratan dimaksut dalam ayat (1) dan (2) ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

Penjelasan ayat (1) jika secara medis dapat dibuktikan bahwa pasangan suami istri yang sah dan benar benar tidak dapat memperoleh keturunan secara alami , pasangan suami tersebut dapat melakukan kehamilan diluar cara alami sebagai upaya terakhir melalui ilmu pengetahuan dan tekhnologi kedokteran. Ayat (2) Pelaksanaan upaya kehamilan diluar secara alami harus dilakukan sesuai dengan norma hukum, norma kesusilaan , dan norma kesopanan. Butir c Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan yang telah memenuhi persyaratan untuk penyelenggaraan upaya kehamilan diluar secara alami dan ditunjuk oleh pemerintah. C. Keluarga berencana Dari sudut pandang hak hak pasien , maka segala cara kontrasepsi yang ditawarkan haruslah mendapat persetujuan pasangan suamu isteri setelah mendapat penjelasan , dengan secara lisan untuk cara cara non-bedah dan secara tertulis untuk tetap. Seorang dokter harus selalu mengingat akan kewajiban melindungi hidup insani (KODEKI pasal 10) bahkan menghormati setiap hidu[ insani mulai saat pembuahan ( LSDI butir 9 )jadi pemasangan alat kontrasepsi dianggap mengupayakan pemusnahan telur yang telah dibuahi . karena LSDI telah dikukuhkan dengan PP.No 26 tahun1960 maka seorang dokter yang melanggar sumpah tersebut berarti telah melanggar peraturan pemerintah , sehingga dapat diancam hukuman sesuai dengan peraturan yang telah berlaku.Namun, KB adalah program nasional , maka sanksi terhadap pelanggaran tersebut tidak diberlakukan. Dari segi etik kedokteran , cara kontap dapat dibenarkan sesuai dengan KODEKI bulir 10 dengan tujuan melindungi hidup insani dan mengutamakan kesehatan penderita. Namun tidak etis mewarkan kontap pada saat ibu sedang mengalami persalinan patologik.dari segi hukum kontap dapat dianggap melanggar KUHP pasal 534 yang melarang usaha pencegahan kehamilan dan melanggar pula pasal 351 karena tindakan tersebut merupakan mutilasi alat tubuh. Dalam UU RI No.10 tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan pembanguna keluarga berencana dari segi pasturi dan etik. Pasal 17 1) Pengaturan kelahiran diselenggarakan dengan tata cara yang berdaya guna dan berhasil guna serta dapat diterima pasangan suami istri sesuai dengan pilihannya. 2) Penyelenggaraan pengaturan kelahiran dilakukan dengan cara yang dapat dipertanggung jawabkan dari segi kesehatan, etik dan agama yang dianut penduduk yang bersangkutan, Penjelasan 1) Pelaksanaan pengaturan kelahiran harus selalu memperhatikan harkat dan mertabat manusia serta mengindahkan nilai nilai agama dan sosial yang berlaku di masyarakat.

2) Untuk menghindarkan dalam hal yang berakibat negatif , setiap alat , obat dan cara yang dipakai sebagai pengaturan kehamilan harus aman dari segi medik dan dibenarkan oleh segi agama, moral, dan etika. Pasal 18 Setiap pasangan suami istri dapat menentukan pilihannya dalam merencanakan dan mengatur jumlah anak , dan jarak antara kelahiran anak yang berlandaskan pada kesadaran dan rasa tanggung jawab terhadap generasi sekarang maupun generasi mendatang . Pasal 19 Suami dan istri mempunyai hak dan kewajiban yang sama serta kedudukan yang sederajat dalam menentukan cara pengaturan kelahiran. Penjelasan Suami dan istri sepakat mengenai pengaturan kehamilan dan cara yang dipakai agar tujuannya tercapai dengan baik. Keputusan atau tindakan sepihak dapat menimbulkan kegagalan dan masalah dikemudian hari. Pasal 20 1. Penggunaan alat , obat dan cara pengaturan kehamilan yang menimbulkan risiko terhadap kesehatan dilakukan atas petunjuk dan atau oleh tenaga kesehatan yang berwenang untuk itu. 2. Tata cara penggunaan sebagai dimaksut oleh ayat 1 dilakukan menurut standar profesi kesehatan sesuai ketentuan peraturan undang undang yang berlaku. Pasal 21 Menunjukan dan atau meragakan alat , obt, dan cara pengaturan kehamila hanya dapat dilakukan oleh tenaga yang berwenang dibidang penyelengaraan keluarga berencana serta dilaksanakan ditempat dan dengan cara yang layak.

Vous aimerez peut-être aussi