Vous êtes sur la page 1sur 36

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GAGAL GINJAL DENGAN DIAGNOSA KEPERAWATAN KELEBIHAN VOLUME CAIRAN DI UNIT HEMODIALISA RSUD

KABUPATEN KEBUMEN

DISUSUN OLEH : RATNA MINARSIH A1.0900540

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini telah mampu merubah gaya hidup manusia. Manusia sekarang cenderung menyukai segala sesuatu yang cepat, praktis dan ekonomis (Sherwood, 2001). Chronic Renal Failure (CRF), atau yang disebut juga dengan Chronic Kidney Disease (CKD) adalah ketidakmampuan ginjal dalam menjalankan fungsinya, yang salah satu tandanya ditunjukkan dengan adanya gangguan bersihan kreatinin yang seharusnya difiltrasi oleh glomerulus. Penatalaksanaan pasien dengan CRF di Rumah Sakit adalah dengan terapi Hemodialisa, obat-obatan seperti anti hipertensi, suplemenbesi, agen pengikat fosfat, suplemen kalsium, furosemid untuk membantu berkemih, terapi diit rendah protein dan tinggi karbohidrat, pemberian transfuse darah dan transplantasi ginjal pada pasien dengan tahap terminal. Sedangkan malnutrisi pada CRF dengan hemodialisa antaralain disebabkan oleh meningkatnya urea nitrogen, hilangnya asam amino saat hemodialisa, pengambilan darah berulang, gangguan endokrin dan

meningkatnya toksinuremik endogen (Indrasti, 2000). Prevalensi CRF telah mengalami peningkatan pada awal tahun 1990an dan hanya menyerang lansia ,juga merupakan penyakit orang kaya, di Asia. Prevalensi CRF berkembang secara merata CRF tidak pandang usia menyerang golongan muda, yaitu pada usia 15 tahun. Organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan bahwa 155 juta penduduk dunia tahun 2002 mengidap CRF. Jumlah ini akan meningkat hingga melebihi 200 juta pada tahun 2025 (Febrian, 2009). Di Indonesia, penderita CKD/CRF setiap tahun bertambah 20 orang per satu juta penduduk. Kasus ini ada kecenderungan meningkat dari waktu kewaktu. Data menunjukkan penderita CRF di Indnesia mendudukiurutan ke-

6 penyakit utama penyebab kematian di RumahSakit di Indonesia dengan prosentase 2,99% dengan jumlah kematian 5.521 penderita (Depkes RI, 2007). Klien CRF yang menjalani rawat inap antara lain dikarenakan penurunan kadar hemoglobin dan membutuhkan transfusi darah, atau karena indikasi lain yang membutuhkan perawatan lebih lanjut baik pre maupun post HD. Karena diruangan Barokah berkapasitas 43 tempat tidur, dan keterbatasan tenaga perawat, jadi sering kebutuhan cairan klien CRF tidak terpantau secara maksimal dan tidak menutup kemungkinan terjadi kekurangan atau bahkan kelebihan cairan. Pada klien CRF cenderung lebih sering mengalami kelebihan volume cairan. Apabila overhidrasi terjadi sangat cepat, penderita akan menunjukkan kekacauan mental, kejang dan koma. Pada kelebihan volume cairan, cairan terkumpul di sekitar sel-sel di dada, perut dan tungkai bawah, seperti edema paru, cardiomegali, ascites, sehingga pasien bisa terjadi sesak nafas sampai apnea.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka didapatkan rumusan masalah sebagai berikut : Bagaimana Keseimbangan Cairan pada Klien CRF yang menjalani Rawat Inap di Ruang Barokah RS PKU Muhammadiyah Gombong ?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui keseimbangan cairan pada klien CRF yang menjalani rawat inap di Ruang Barokah RS PKU Muhammadiyah Gombong. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui gambaran karakteristik responden penderita CRF di RS PKU Muhammadiyah Gombong. b. Mengetahui keseimbangan cairan pada klien CRF yang menjalani rawat inap di Ruang Barokah RS PKU Muhammadiyah Gombong.

D. Manfaat 1. Bagi ilmu keperawatan Dapat digunakan sebagai bahan atau masalah yang dapat di angkat dalam penyuluhan kesehatan bagi pasien, keluarga, komunitas yang menderita CRF untuk lebih memperhatikan keseimbangan cairan. 2. Bagi perawat Untuk menambah kepustakaan dalam penelitian lebih lanjut untuk mengembangkan ilmu keperawatan dan asuhan keperawatan mengenai penanganan penderita CRF. 3. Bagi institusi pelayanan Menentukan kebijakan Rumah Sakit dalam mengevaluasi program pemantauan keseimbangan cairan dan memperhatikan kebutuhan cairan dan mampu menanamkan sikap positif pada perawat dan penderita CRF, serta lebih menyediakan fasilitas-fasilitas yang menunjang kesehatan. 4. Bagi penderita dan keluarga Diharapkan penderita CRF lebih memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan cairan dan pengeluaran cairan, sehingga dapat mengurangi dampak penumpukkan cairan yang berlebihan.

E. Keaslian Penelitian Penelitian ini dititik beratkan pada Bagaimana keseimbangan cairan pada klien CRF yang menjalani rawat inap di Ruang Barokah RS PKU Muhammadiyah Gombong. Penelitian yang sama sepengetahuan peneliti belum pernah dilakukan oleh peneliti yang lain, namun ada beberapa yang mirip dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, yaitu : 1. Penelitian yang dilakukan oleh Ikha Septiana Wulansari pada tahun 2008 dengan judul Faktor Risiko Hipertensi Terhadap Kejadian Gagal Ginjal Kronis di Rumah Sakit Umum Kudus Periode 1 Januari-31 Desember 2007. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder dari rekam medik. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2008.

Populasi penelitian ini adalah semua pasien yang di rawat inap di bagian Penyakit Dalam di RS Kudus dari periode 1 Januari-31 Desember 2008. Dari penderita GGK, usia yang terbanyak yaitu rentang usia 50-59 tahun yaitu sebanyak 31,7% dan penderita GGK terendah pada rentang usia 7079 dan 80-89 tahun, yaitu sebanyak 4,9%. Penderita GGK wanita lebih banyak daripada penderita GGK pria, yaitu sebanyak 53,7%, sedangkan penderita GGK wanita sebanyak 46,3%. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan ratio prevalensi sebesar 1,756 (RP>1) dan IK = 1, 086-2,837. Hal ini menunjukkan bahwa hipertensi sebagai faktor risiko GGK. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa faktor risiko hipertensi terhadap kejadian Gagal Ginjal Kronis. Persamaan dengan penelitian ini adalah populasi yang diteliti yaitu pasien Gagal Ginjal Kronis/CRF. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Endah Setianingsih pada tahun 2008 dengan judul Hubungan Motivasi dengan Kinerja Perawat dalam Pelaksanaan Monitoring Balance Cairan di Ruang ICU RS PKU Muhammadiyah Gombong. Jenis penelitian ini non eksperimental, merupakan penelitian survey, penelitian survey ini bersifat deskriptif. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional.Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua perawat yang bertugas di ruang ICU RS PKU Muhammadiyah Gombong. Variabel independen (bebas) : motivasi dan kinerja perawat ICU. Variabel dependen (terkait) : pelaksanaan monitoring balance cairan. Analisa data menggunakan rumus korelasi Kendalls Tau. Hasil penelitian motivasi perawat persentase terbesar 71,4% dengan kategori baik kinerja perawat dalam pelaksanaan monitoring balance cairan dengan persentase terbesar yaitu 57,1% adalah berkinerja baik hasil analisis menggunakan Kendalls b didapatkan nilai korelasi sebesar 0,730 dengan taraf signifikasi p = 0,008 (<0,005), artinya ada hubungan motivasi dengan kinerja perawat dalam pelaksanaan monitoring balance cairan di Ruang ICU RS PKU Muhammadiyah Gombong. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan motivasi dengan kinerja perawat dalam pelaksanaan monitoring balance

cairan di Ruang ICU RS PKU Muhammadiyah Gombong. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel terkaitnya yaitu monitoring balance cairan. Perbedaan penelitian yang dilaksanakan ini adalah jenis penelitian studi kasus dengan pendekatan observasional. Waktu, tempat dan sampel yang berbeda pula.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Gagal Ginjal a. Pengertian Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, hal ini terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50 mL/min (Suyono, et al, 2001). Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddarth, 2001; 1448). Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun,

berlangsung progresif, dan cukup lanjut. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerulus kurang dari 50 ml/menit (Arjatmo Tjokonegoro, 2001; 427). Gagal ginjal kronik (GGK) adalah ketidak mampuan ginjal untuk mempertahankan keseimbangan dan integritas tubuh yang muncul secara bertahap sebelum terjun kefase penurunan faal ginjal tahap akhir (EndaySukandar, 2006). Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, berdasarkan kelainan patologik atau petanda kerusakan ginjal seperti kelainan pada urinalisis, dengan penurunan laju filtrasi glomerulus ataupun tidak. Penyakit ginjal kronik ditandai dengan penurunan semua faal ginjal secara bertahap, diikuti

penimbunan sisa metabolisme protein dan gangguan keseimbangan cairan dan elrektrolit. Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah (Arif Muttaqin, 2011; 166).

b. Klasifikasi Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah, seperti terlihat pada tabel 1. Tabel 1. Laju filtrasi glomerulus dan stadium penyakit ginjal kronik
Stadium Fungsiginjal Lajufiltrasi glomerulus (ml/menit/1,73m2 ) > 90 (ada factor risiko) > 90 (ada kerusakan ginjal, proteinuria) 60-89 30-59 15-29 < 15

Risikomen Normal ingkat Stadium 1 Stadium 2 Stadium 3 Stadium 4 Stadium 5 Normal/meningkat Penurunan ringan Penurunan sedang Penurunan berat Gagal ginjal

c. Penyebab Penyebab GGK menurut Price (1992), dibagimenjadidelapankelas, antaralain: 1) 2) Infeksi misalnya pielonefritis kronik Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis

3)

Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis.

4)

Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.

5)

Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal.

6)

Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.

7)

Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal.

8)

Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosisnetroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.

d. Tanda Gejala Penyakit Gagal Ginjal Karena pada gagal ginjal kronis setiap sisem tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan memperhatikan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari, dan usia pasien. Manifestasi kardiovaskuler, pada gagal ginjal kronis mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi system rennin-angiotenin-aldosteron), gagal jantung kongestif, dan edema pulmoner (akibat cairan berlebihan), dan perikarditis (akibat iritasi pada lapisan pericardial oleh toksin uremik). Gejala dermatologi yang sering terjadi mencakup rasa gatal yang parah (pruritis). Butiran uremik, suatu penumpukan kristal urea di kulit, saat ini jarang terjadi akibat penanganan dini dan agresif terhadap penyakit ginjal tahap akhir. Gejala gastrointestinal juga sering terjadi dan mencakup anoreksia, mual, muntah dan cegukan.

Perubahan neuromuskuler mencakup perubahan tingkat kesadaran, ketidakmampuan berkonsentrasi, kedutan otot dan kejang. Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996: 369): 1) Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresi. 2) Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.

Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001: 1449) antara lain: hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin-angiotensin-aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iritasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi). Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut: 1) Sistem kardiovaskuler Hipertensi Pitting edema Edema periorbital Pembesaran vena leher Friction sub pericardial

2) Sistem Pulmoner Krekel Nafas dangkal Kusmaull Sputum kental dan liat

3) Sistem gastrointestinal

Anoreksia, mual dan muntah Perdarahan saluran GI Ulserasi dan pardarahan mulut Nafas berbau ammonia

4) Sistem musculoskeletal Kram otot Kehilangan kekuatan otot Fraktur tulang

5) Sistem Integumen Warna kulit abu-abu mengkilat Pruritis Kulit kering bersisik Ekimosis Kuku tipis dan rapuh Rambut tipis dan kasar

6) Sistem Reproduksi Amenore Atrofi testis

e. Patofisiologi Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai dari nefron-nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana

timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu (Barbara C Long, 1996; 368). Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis (Brunner & Suddarth, 2001; 1448). Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium yaitu: 1) Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal) Di tandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN) normal dan penderita asimtomatik. 2) Stadium 2 (insufisiensi ginjal) Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration Rate besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen mulai meningkat diatas normal, kadar kreatinin serum mulai meningklat melabihi kadar normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri. 3) Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia). Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration rate 10% dari normal, kreatinin klirens 5-10 ml permenit atau kurang. Pada tahap ini kreatinin serum dan kadar blood ureum nitrgen meningkat sangat mencolok dan timbul oliguri (Price, 1992; 813-814).

f. Perjalanan Klinis Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium : 1) Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antara 40%75%). Tahap inilah yang paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita belum merasakan gejala-gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih dalam batas normal. Selama tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memberikan beban kerja yang berat, seperti tes pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan test GFR yang teliti. 2) Stadium II : Insufisiensi ginjal (faal ginjal antara 20%-50%). Pada tahap ini penderita dapat melakukan tugas-tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjal menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat dalam hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat-obatan yang bersifat mengganggu faal ginjal. Bila langkahlangkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita masuk ke tahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda, tergantung dari kadar protein dalam diit. Pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal. Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutama menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter/hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan faal ginjal diantara 5%-25%. Faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul gejala-

gejala kekurangan darah, tekanan darah akan naik, aktifitas penderita mulai terganggu. 3) Stadium III : Uremi gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10%) Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan dimana tak dapat melakukan tugas sehari-hari sebagaimana mestinya. Gejala-gejala yang timbul antara lain mual, muntah, nafsu makan berkurang, sesak nafas, pusing, sakit kepala, air kemih berkurang, kurang tidur, kejang-kejang dan akhirnya terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Stadium akhir timbul pada sekitar 90% dari massa nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10% dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5- 10 ml/menit atau kurang. Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat mencolok sebagai

penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/hari karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula-mula menyerang tubulus ginjal, kompleks menyerang tubulus ginjal, kompleks perubahan biokimia dan gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan mengenal kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.

g. Komplikasi Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain: 1) Hiperkalemia, akibat penurunan eksresiasi dosis metabolik, katabolisme dan masukan diit berlebih 2) Perikarditis, efusi perincalkdial dan temponade jantung

3)

Hipertensi, akibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi sistem rennin angio aldosteron

4)

Anemia, akibat penurunan eritroprotein, rentang usia sel darah merah, pendarahan gastrointestinal akibat iritasi

5)

Penyakit tulang, akibat retensi fosfat kadar kalium serum yang rendah metabolisme vitamin D, abnormal dan peningkatan kadar aluminium

2. Hemodialisis a. Pengertian Hemodialisis adalah terapi pengganti ginjal pada pasien gagal ginjal akut, gagal ginjal kronis, dan gagal ginjal terminal melalaui mesin. Hemodialisis (cuci darah) adalah sebuah terapi . Kata ini berasal dari kata haemo yang berarti darah dan dialisis yang berarti dipisahkan. Hemodialisis merupakan salah satu dari terapi penggganti ginjal, yang digunakan pada penderita dengan penurunan fungsi ginjal, baik akut maupun kronik. Perinsip dasar dari Hemodialisis adalah dengan menerapkan proses difusi dan ultrafiltrasi pada ginjal buatan, dalam membuang sisa-sisa metabolisme tubuh. Hemodialisis dapat dikerjakan untuk sementara waktu (misalnya pada Gagal Ginjal Akut) atau dapat pula untuk seumur hidup (misalnya pada Gagal Ginjal Kronik). Pada dasarnya untuk dapat dilakukan Hemodialisa memerlukan alat yang disebut ginjal buatan (dialiser), dialisat dan sirkuit darah. Selain itu juga diperlukan akses vaskuler. Hemodialisis berfungsi membuang produk-produk sisa

metabolisme seperti potassium dan urea dari darah dengan menggunakan mesin dialiser. Mesin ini mampu berfungsi sebagai ginjal menggantikan ginjal penderita yang sudah rusak kerena penyakitnya, dengan menggunakan mesin itu selama 24 jam

perminggu, penderita dapat memperpanjang hidupnya sampai batas waktu yang tidak tertentu. Tekanan di dalam ruang dialisat lebih rendah dibandingkan dengan tekanan di dalam darah, sehingga cairan, limbah metabolik dan zat-zat racun di dalam darah disaring melalui selaput dan masuk ke dalam dialisat. Proses hemodialisis melibatkan difusi solute (zat terlarut) melalui suatu membrane semipermeable. Molekul zat terlarut (sisa metabolisme) dari kompartemen darah akan berpindah kedalam kompartemen dialisat setiap saat bila molekul zat terlarut dapat melewati membran semipermiabel demikian juga sebaliknya. Setelah dibersihkan, darah dialirkan kembali ke dalam tubuh.

b. Indikasi Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih.Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi: 1) Hiperkalemia 2) Asidosis 3) Kegagalan terapi konservatif 4) Kadar ureum atau kreatinin tinggi dalam darah 5) Kelebihan cairan 6) Mual dan muntah hebat

c. Proses Hemodialisis Mekanisme proses pada mesin hemodialisis, darah pompa dari tubuh masuk kedalam mesin dialisis lalu dibersihkan pada dializer (ginjal buatan), lalu darah pasien yang sudah bersih dipompakan kembali ketubuh pasien. Mesin dialisis yang paling baru dipasaran telah dilengkapi oleh sistim komputerisasi dan secara terus menerus memonitor array safty-critical parameter, mencangkup laju alir darah

dan dialysate, tekanan darah, tingkat detak jantung, daya konduksi, pH, dll. Bila ada yang tidak normal, alarm akan berbunyi. Dua diantara mesin dialisis yang paling besar adalah fresenius dan gambro. Dalam hemodialisis memerlukan akses vaskular (pembuluh darah) hemodalisis (AVH) yang cukup baik agar dapat diperoleh aliran darah yang cukup besar, yaitu diperlukan kecepatan darah sebesar 200 300 ml/menit secara kontinue selama hemodialis 4-5 jam. AVH dapat berupa kateter yang dipasang dipembuluh darah vena di leher atau paha yang bersifat temporer. Untuk yang permanen dibuat hubungan antara arteri dan vena, biasanya di lengan bawah disebut arteriovenous fistula, lebih populer bila disebut (brescia) cimino fistula. Kemudian darah dari tubuh pasien masuk kedalam sirkulasi darah mesin hemodialisis yang terdiri dari selang inlet/arterial (ke mesin) dan selang outlet/venous (dari mesin ketubuh). Kedua ujungnya

disambung ke jarum dan kanula yang ditusuk kepembuluh darah pasien. Darah setelah melalui selang inlet masuk ke dialiser. Jumlah darah yang menempati sirkulasi darah di mesin berkisar 200ml. Dalam dialiser darah dibersihkan, sampah-sampah secara kontinue menembus membran dan menyebrang ke kompartemen dialisat. Di pihak lain cairan dialisat mengalir dalam mesin hemodialisis dengan kecepatan 500ml/menit masuk kedalam dialiser pada kompartemen dialisat. Cairan dialisat merupakan cairan yang pekat dengan bahan utama elektrit dan glukosa, cairan ini dipompa masuk kemesin sambil dicampur dengan air bersih yang telah mengalami proses pembersihan yang rumit (water treatment). Selama proses hemodialisis, darah pasien diberi heparin agar tidak membeku bila berada diluar tubuh yaitu dalam sirkulasi darah mesin. Driving force yang digunakan adalah pebedaan konsentrasi zat yang terlarut berupa racun seperti partikel-partikel kecil, seperti urea, kalium, asam urea, fosfat dan kelebihan klorida pada darah dan dialysate. Semakin besar konsentrasi racun tersebut didalam darah dan

dialysate maka proses difusi semakin cepat. Berlawanan dengan peritoneal dialysis, dimana pengangkutan adalah antar kompartemen cairan yang statis, hemodialisis bersandar pada pengangkutan konvektif dan menggunakan konter mengalir, dimana bila dialysate mengalir kedalam berlawanan arah dengan mengalir extracorporeal sirkuit. Metoda ini dapat meningkatkan efektivitas dialisis. Dialysate yang digunakan adalah larutan ion mineral yang sudah disterilkan. urea dan sisa metabolisme lainya, seperti kalium dan fosfat, berdifusi ke dalam dialysate. Selain itu untuk memisahkan yang terlarut dalam darah digunakan prinsip ultrafiltrasi. Driving force yang digunakan pada ultrafiltrasi ini adalah perbedaan tekanan hidrostatik antara darah dan dialyzer. Tekanan darah yang lebih tinggi dari dialyzer memaksa air melewati membran. Jika tekanan dari dialyzer di turunkan maka kecepatan ultrafiltrasi air dan darah akan meningkat. Jika kedua proses ini digabungkan, maka akan didapatkan darah yang bersih setelah dilewatkan melalui dialyzer. Prinsip inilah yang digunakan pada mesin hemodialisis modern, sehingga

keefektifitasannya dalam menggantikan peran ginjal sangat tinggi.

d. Komplikasi Hemodialisis Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama tindakan hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain : 1) Kram otot Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.

2) Hipotensi Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan tambahan berat cairan. 3) Aritmia Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh terhadap aritmia pada pasien hemodialisa. 4) Sindrom ketidakseimbangan dialisa Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik diantara kompartemen-kompartemen ini. Gradien osmotik ini menyebabkan perpindahan air ke dalam otak yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan azotemia berat. 5) Hipoksemia Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar. 6) Perdarahan Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa juga merupakan factor risiko terjadinya perdarahan. 7) Ganguan pencernaan Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit kepala. Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.

8) Pembekuan darah Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak sesuai ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.

3. Therapy Komplementer a. Pengertian Terapi komplementer adalah terapi dalam ruang lingkup luas meliputi system kesehatan, modalitas, dan praktek-praktek yang berhubungan dengan teori-teori dan kepercayaan pada suatu daerah dan pada waktu atau periode tertentu. Terapi komplementer adalah terapi yang digunakan secara bersama-sama dengan terapi lain dan bukan untuk menggantikan terapi medis. Terapi komplementer dapat digunakan sebagai single therapy ketika digunakan untuk meningkatkan kesehatan (Sparber, 2005). Menurut WHO (World Health Organization), Pengobatan komplementer adalah pengobatan non-konvensional yang bukan berasal dari negara yang bersangkutan, sehingga untuk Indonesia jamu misalnya, bukan termasuk pengobatan komplementer tetapi merupakan pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional yang dimaksud adalah pengobatan yang sudah dari zaman dahulu digunakan dan diturunkan secara turu-temurun pada suatu negara. b. Jurnal terkait Pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK) dengan komplikasi Gagal Ginjal Terminal (GGT) memiliki ginjal yang telah mengalami penurunan fungsi sampai tidak mampu membuang limbah sisa metabolisme dan kelebihan cairan dari tubuh. Terapi hemodialisa merupakan tindakan yang tepat untuk menggantikan kerja ginjal meskipun harus dilakukan pembatasan asupan cairan yang

mengakibatkan sebagian besar pasien mengeluh mengalami mulut kering. Salah satu cara untuk merawat mulut kering (dry mouth)

adalah mengunyah permen karet rendah gula untuk merangsang sekresi saliva. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat pengaruh mengunyah permen karet rendah gula terhadap peningkatan sekresi saliva pada pasien yang menjalani hemodialisa di RSUD Kota Langsa tahun 2009 dengan quasy experimen dengan menggunakan rancangan kasus kontrol. Jumlah sampel yang diteliti sebanyak 40orang dengan menggunakan teknik total sampling. Pengumpulan data dilakukan tanggal 10 Oktober sampai 10 November 2009. Berdasarkan analisa data didapatkan jumlah sekresi saliva sebelum dilakukan tindakan pada kelompok intervensi rata-rata 0,7 mL/menit (40%) pada kelompok kontrol rata-rata 0,6 mL/menit (55%). Sekresi saliva setelah dilakukan tindakan pada kelompok intervensi seluruhnya meningkat dengan jumlah rata-rata 2,7 mL/menitdan 2,8 mL/menit, masing-masing 20% sedangkan pada kelompok kontrol tidak mengalami kenaikan dengan rata-rata 0,6 mL/menit (75%). Hasil uji korelasi terdapat adanya perbedaan bermakna antara jumlah sekresi saliva pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol, sebelum dan setelah pemberian tindakan

mengunyah permen karet rendah gula dengan nilai p = 0,000 (nilai p < 0,05). Dengan demikian perawat yang bertugas di ruang

hemodialisa hendaknya dapat lebih proaktif dalam menggali masalah yang dirasakan pasien hemodialisa seperti adanya penurunan sekresi saliva yang menimbulkan sensasi mulut kering sehingga dapat dilakukan upaya-upaya untuk membantu mengatasi masalah tersebut. Pengetahuan perawat tentang dampak dari tindakan pembatasan cairan pada pasien hemodialisa akan membantu meningkatkan kualitas hidup pasien sehingga tetapdapat berfungsi seoptimal mungkin dengan keterbatasan yang dimilikinya.

Kata kunci : Mengunyah Permen Karet Rendah Gula, Peningkatan Sekresi Saliva.

BAB III TINJAUAN KASUS A. Biodata 1. Identitas Pasien Nama Umur Jenis kelamin Pekerjaan Agama Alamat Tanggal pengkajian Diagnose medis : Tn. S : 53 Tahun : Laki-laki : Wirausaha : Islam : Padureso : 13 April 2013 : CKD stage V

2. Identitas penanggung jawab Nama Umur Jenis kelamin Pekerjaan Alamat Hub. Dengan klien : Sdr. N : 25 tahun : laki- laki :: Padureso : anak kandung klien

B. Riwayat penyakit 1. Keluhan utama Klien mengeluh bengkak pada kaki dan pusing. 2. Riwayat penyakit dahulu Klien mengatakan 4 bulan yang lalu klien merantau ke kalimantan dan disana klien sering mengkonsumsi serbuk minunan penambah stamina seperti kuku bima,extra joss,dll. Klien juga sering mengkonsumsi sayuran yang dirumah pantangan seperti kangkung,bayam.

3. Riwayat penyakit sekarang Klien mengalami penyakit gagal ginjal kronis stadium 5 dan seminggu 2x menjalani terapi hemodialisa setiap hari rabu dan sabtu. 4. Riwayat penyakit keluuarga Klien mengatakan keluarga tidak ada yang mengalami penyakit yang sama dengan klien ataupun menyakit menurun dan menular.

C. Pemeriksaan fisik 1. Keadaan umum 2. Kesadaran 3. Tanda Tanda Vital TD N RR S BB 4. Kepala 5. Mata penglihatan 6. Mulut 7. Leher 8. Dada 9. Jantung I Au Pe Pa : ictus cordis pada intercosta ke 2-4 : terdengar S1 dan S2 reguler : bunyi redup : tidak ada pembesaran jantung :Mukosa bibir kering, mulut dan gigi bersih :Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid : Simetris, tidak ada retraksi dinding dada. : 169/106 mmHg : 85 x/mnt : 24 x/mnt : 365 0 C : 57 Kg, BB post HD sebelumnya 55 Kg : Bentuk mesocephal, rambut beruban dan bersih :Konjungtiva anemis,tidak ada gangguan : Baik : Compos Mentis

10. Paru-paru I : Tidak ada lesi, tidak ada retraksi dinding dada, tidak menggunakan otot bantu pernapasan. Pe Pa : Terdengar suara sonor : Tidak ada oedema paru dan terdengar vocal vomitus Au : Tidak ada terdengar suara nafas tambahan RR : 24 x/m 11. Abdomen I Au Pa Pe : Tidak terlihat adanya lesi : Peristaltik 16x/menit : Tak ada massa, tak ada nyeri tekan : Terdengar bunyi tympani

12. Ekstremitas

: Ada oedema kedua kaki derajat 1

D. Pengkajian keperawatan, Menurut Virginia Handerson atau Gordon 1. Pola oksigenasi Sebelum HD : Klien mengatakan tidak ada sesak nafas, tidak ada gangguan pernafasan Setelah HD 2. Pola nutrisi Sebelum HD : klien mengatakan tidak ada masalah dengan nafsu makan, makan 3x/sehari dengan menu : nasi, sayur dan lauk dan minum klien minum air putih gelas sehari, klien dulu kalau merasa kurang enak badan langsung minum obat warung tanpa resep dokter : Klien mengatakan tidak sesak nafas.

Setelah HD

: Klien mengatakan makan 3x/sehari , minum air putih 2 gelas/hari

3. Pola eliminasi Sebelum HD : Klien mengatakan BAB 3x/sehari dan BAK 4-6 x/hari Sesudah HD : Klien mengatakan Diare ada ampasnya, warna hitam dan BAB 3-6x/sehari dan BAK tidak lancar. 4. Pola Aktivitas Sebelum HD : Klien mengatakan aktivitas sehari-hari bekerja sebagai petani, aktiivitas klien mandiri tanpa bantuan. Setelah HD : Klien mengatakan tidak bisa bekerja,karena bekerja sebentar klien mengatakan cepat lelah. 5. Pola istirahat dan tidur Sebelum HD : Klien mengatakan tidur antara jam 10 malam- 5 pagi, kira 6-7 jam/ sehari. Setelah HD : klien istirahatnya berkurang hanya 5-6 jam sehari

6. Pola berpakaian Sebelum HD : klien mengatakan dalam berpakaian mandiri, rapih Setelah HD : klien mengatakan masih biasa sendiri kadang dibantu keluarga 7. Pola mempertahankan temperature tubuh Sebelum HD : Klien mengatakan menggunakan selimut dan jaket kalau merasa dingin Setelah HD : Klien mengunakan selimut kalau dingin, S : 365 0 C

8. Pola personal hygiene Sebelum HD : klien mengatakan mandi 2x sehari Setelah HD : klien mandi secara mandiri 2x sehari

9. Pola perlindungan diri Sebelum HD : klien mengatakan kalau beraktivitas mandiri tanpa bantuan Setelah HD : klien sering merasa lemas, jika akan melakukan aktivitas dibantu oleh keluarga

10. Pola berkomunikasi Sebelum HD : klien berkomunikasi dengan lancar tidak ada gangguan, mengunakan bahasa jawa dan indonesia Setelah HD : klien berkomunikasi dengan lancar tidak ada gangguan, mengunakan bahasa jawa dan indonesia 11. Pola spiritual Sebelum HD : klien mengatakan sholat 5 waktu dan berdoa setiap hari Setelah HD : klien masih bias sholat 5 waktu walaupun kadang dengan duduk karena kondisinya sekarang 12. Pola belajar Sebelum HD : klien mengatakan tidak pernah berfikir akan mengalami penyakit gagal ginjal Setelah HD : klien sudah mengetahui penyakitnya dari dokter dan perawat 13. Pola rekreasi Sebelum HD : klien mengatakan jarang berpergian hanya berkumpul dengan keluarga dan tetangga kalau ada waktu senggang Sesudah HD : klien hanya dirumah saja 14. Pola rasa aman dan nyaman Sebelum HD : klien mengatakan sering sakit pinggang sudah lama sebelum didiagnosa gagal ginjal Sesudah HD : klien mengatakan sekarang sering merasa lemas, sesak nafas karena penyakinya

E. Pemeriksaan penunjang 1. Hasil laboratorium tanggal 27 Maret 2013

Pemeriksaan Hb Ureum Creatinin Glukosa

Hasil 6.8 128,8 10,68 103

Unit g/dl Mg/dl Mg/dl Mg/dl

Normal L : 13,2- 17,3 P : 11,7- 15,5 10.0 50.0 0.60 1.10 70 -120

2. Hasil laboratorium tanggal 10 April 2013 Parameter WBC RBC HGB HCT MCV MCH MCHC PLT RDW-CV RDW-SD PDW MPV P-LCR NEUT# LYMPH# MONO# EO# BASO# NEUT% Result 8.06 x 10^3/ul 2.99 x 10 6/ul 8.7 g/dl 25.8 % 86.3 fL 29.1 pg 33.7 g/dL 57 10^3/uL 14.9 % 45.4 fL 10.9 fL 10.1 fL 29.5 % 5.51 10^3/uL 1.15 10^3/uL 0.50 10^3/uL 0.83 + 10^3/uL 0.07 10^3/ul 68.3 + %
^

Ref. range L:3,8-10,6 P: 3,6- 11.0 L: 4.4 -5.9 P: 3.8 5.2 L: 13.2-17.3 P :11.7-15.5 L:40-52 P:35-47 80.0 100.0 26.0 34.0 32.0 36.0 150 - 440 11.5 14.3 35 - 47 9.0 13.0 7.2 11.1 15.0 25.0 1.8 - 8 0.9 5.2 0.16 - 1 0.045 0.44 0 0.2 50 - 70

LYMPH% MONO% EO% BASO%

14.3 - % 6.2 % 10.3 + % 0.9 %

25 - 40 2-8 2-4 0-1

F. Terapi obat Tanggal 13 April 2013 1. Sulfas ferosis 3x1 tablet 2. Asam folat 3x1 tablet 3. CaCO3 3x1 tablet

ANALISA DATA

No. 1.

Tanggal/jam 13 April 2013 07.30 WIB

Analisa data Ds : klien mengatakan pusing, cemas. Do : Ada oedema

Pathway Zat toksik (obat warung)

Problem Kelebihan volume cairan

Etiologi Gangguan mekanisme regulasi (Retensi Na dan H2O naik)

Tertimbun diginjal

ekstremitas bawah, derajat 1 Klien lemah Konjungtiva anemis TD mmHg N : 85 x/mnt RR: 24 x/mnt S : 365 0 C BB sekarang 57 Kg, BB post HD sebelumnya 55 Kg. Hipertropi ventrikel kiri Beban jantung naik Preload naik Oedema : 169/106 Vol. intertisial naik Retensi Na Gagal ginjal kronis

COP turun, aliran darah ginjal turun

RAA turun

Retensi Na dan H2O naik

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Kelebihan Volume Cairan b.d Gangguan mekanisme regulasi (Retensi Na dan H2O naik)

INTERVENSI KEPERAWATAN

No. 1.

Dx. Kep Kelebihan Cairan Gangguan mekanisme regulasi (Retensi Na dan H2O naik)

NOC

NIC a. Ukur TTV b. Timbang BB pre dan post HD c. Keseimbangan intake dan output d. Tingkat 3 3 2 5 5 4 oedema

Volume Setelah dilakukan tindakan keperawatan b.d selama 1x4 jam, diharapkan keseimbangan cairan klien terpenuhi. criteria hasil : Indicator TD dalam batas yg diharapkan BB stabil Tidak ada asites tidak ada nafas tambahan IR 2 ER 4

dan turgor kulit e. Lakukan HD

dengan UF 2000 ml f. Pantau KU selama

Ket : 1. Keluhan ekstrim 2. Keluhan berat 3. Keluhan sedang 4. Keluhan ringan 5. Tidak ada keluhan

HD g. Kolaborasi pemberian deuretik obat

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

No. Dx 1

Tanggal / jam 13 April 2013 07.30 wib 07.30 wib

Implementasi a. Timbang berat

Respon klien a. BB sebelum HD : 57 Kg b. TD N RR S : 169/106mmHg : 85 x/mnt : 24 x/mnt : 365 0 C

badan sebelum HD b. Ukur TTV

08.00 wib

c. Monitor oedema

tingkat

c. Oedema derajat 1 dikaki

08.15 Wib

d. Melakukan HD

terapi

d. Klien tampak tenang

10.30 wib

e. Monitor selama HD

KU

e. Klien kooperatif, tenang

11.00 wib

f. Monitor intake dan output cairan

f. UF yang ditarik 1000 ml

11.40 wib

g. Mengukur

TTV

dan BB setelah HD h. Memonitor klien KU

g. TD : 130/70 mmHg S : 36 0C BB : 55 Kg h. Klien tampak lemas

EVALUASI KEPERAWATAN

Tanggal/jam No. Dx 13 April 2013 12. 00 wib 1.

Evaluasi (SOAP) S : klien mengatakan lebih nyaman O : masih ada oedema, cairan keluar 2000 ml A : masalah kelebihan volume cairan teratasi sebagian P : lanjutkan intervensi a. Monitor intake dan output cairan b. Anjurkan klien untuk mengatur asupan cairannya

G. Instrument pengumpulan data Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar pemantauan keseimbangan cairan dan gelas ukur untuk memantau cairan pada klien CRF.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Keperawatan perdiagnosa Dari hasil pengkajian pasien hemodialisa di RSUD Kebumen dengan nama Tn. S , Saya mengambil diagnose kelebihan volume cairan b.d Gangguan mekanisme regulasi (Retensi Na dan H2O naik). B. Pembahasan perdiagnosa Kelebihan volume cairan terjadi karena dulu klien sering mengonsumsi obat warung sehingga adanya Zat toksik (obat warung) kemudian tertimbun diginjal terjadi gagal ginjal kronis menyebabkan Retensi Natrium dan Volume intertisial naik menyebabkan oedema

preload naik dan beban jantung naik terjadi Hipertropi ventrikel kiri COP turun aliran darah ginjal turun dan RAA turun Retensi Na dan H2O naik.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Gambaran karakteristik responden penderita CRF di RS PKU Muhammadiyah Gombong persentase terbesar responden berumur antara 25-50 tahun (59,1%), berjenis kelamin laki-laki (68,2%) dan memiliki pekerjaan sebagai buruh yaitu sebesar 59,1%. 2. Keseimbangan cairan pada klien CRF yang menjalani rawat inap di ruang Barokah RS PKU Muhammadiyah Gombong responden yang memiliki keseimbangan cairan kurang baik memiliki persentase lebih besar dibanding dengan responden yang memiliki keseimbangan cairan baik yaitu sebanyak 68,2%. B. SARAN 1. Bagi perawat Agar lebih mengontrol pemberian terapi cairan pada klien dengan CRF. Apabila penderita CRF tidak membutuhkan cairan parenteral berupa infus, sebaiknya hanya dipasang panflon untuk memasukkan therapi dan meminimalkan cairan yang masuk, dan apabila klien membutuhkan transfusi darah bisa disambungkan dengan transfusi set, sehingga dapat meminimalkan terjadinya over hidrasi. 2. Bagi institusi pelayanan Agar membuat kebijakan rumah sakit dalam rangka mengevaluasi program pemantauan keseimbangan cairan dan memperhatikan kebutuhan caiaran dan mampu menanamkan sikap positif pada perawat dan penderita CRF, serta lebih menyediakan fasilitas-fasilitas yang menunjang kesehatan. 3. Bagi penderita dan keluarga Diharapkan penderita CRF lebih memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan cairan dan pengeluaran cairan, sehingga dapat mengurangi dampak penumpukan cairan yang berlebihan.

4. Bagi peneliti berikutnya Pada penelitian ini hanya study deskriptif keseimbangan cairan pada klien CRF untuk selanjutnya perlu dilakukan penelitian penyebab dari CRF, apakah karena faktor minuman instan atau infeksi virus.

Vous aimerez peut-être aussi