Vous êtes sur la page 1sur 3

"kista dentigerous" Istilah ini diciptakan oleh Paget pada tahun 1853.

Kista ini adalah jenis yang paling sering ditemukan dari kista odontogenik dimana kista ini berkembang dari mahkota gigi yang impaksi, tertanam, atau tidak erupsi. Kista ini merupakan lesi kistik kedua yang paling umum terjadi pada rahang setelah kista radikuler. Arti harfiah dari dentigerous adalah 'bantalan gigi` yang paling sering dikaitkan dengan mahkota gigi permanen, meskipun pada kasus yang jarang ditemukan ada kaitannya dengan mahkota gigi desidui, kompleks odontoma, dan gigi supernumerary. Kista dentigerous yang terjadi akibat gigi supernumerary dilaporkan sekitar 5-6% dari seluruh kista dentigerous dan sekitar 90% berkaitan dengan gigi mesiodens maksila. Menurut teori kista merupakan hasil dari akumulasi cairan di antara gigi yang tidak erupsi dan dikelilingin oleh epitel enamel yang berkurang. Hal ini dua kali sering terjadi pada lakilaki dari pada perempuan. Sekitar 70% dari kista dentigerous terjadi pada mandibula dan 30% pada maksila. Gigi taring maksila dan molar ketiga mandibula adalah gigi yang paling sering terlibat, diikuti premolar mandibula dan gigi molar ketiga maksila. Kista dentigerous berhubungan dengan gigi yang ektopik dalam sinus maksilaris terjadi cukup langka, dan hanya 20 kasus telah dilaporkan di Medline sejak tahun 1980 termasuk 3 kasus yang dilaporkan oleh Buyukkurt et al. yang mengkaji laporan literatur terkait kondisi ini sejak tahun 1980 hingga 2009. Dalam tulisan ini, dilaporkan kasus kista dentigerous tambahan yang terkait dengan ektopik molar tiga dalam sinus maksilaris. Gigi ektopik adalah gigi yang terletak tidak pada tempatnya di rahang atau daerah lain selain lengkung alveolar. Erupsi ektopik merupakan keadaan yang jarang ditemukan, namun ada laporan beberapa gigi ditemukan di hidung, kondilus mandibula, prosesus coronoideus, dan sinus maksilaris, yang juga merupakan sinus terbesar dari sinus paranasal. Erupsi ektopik dapat terjadi sebagai akibat dari 1 dari 3 proses yang berbeda dijelaskan di bawah ini, atau mungkin idiopatik. Gangguan pada perkembangan gigi : Odontogenesis merupakan proses yang kompleks, dan interaksi jaringan abnormal antara epitel mulut dan jaringan mesenchymal yang menjadi dasar selama perkembangan yang berpotensi mengakibatkan perkembangan gigi ektopik dan erupsi.

Proses patologis : Hal ini diyakini bahwa perpindahan dari tooth buds dikarenakan ekspansi perkembangan yang progresif dari kista dentigerous yang menyebabkan berpindahnya gigi ke tempat lain. Dalam kasus ini, faktor etiologi dari kista dentigerous juga menentukan.

Iatrogenik : Selama ekstraksi gigi molar ketiga, perpindahan iatrogenik ke dalam antrum maksilaris dapat terjadi. Bonder et al. telah melaporkan kasus mengenai adanya suatu perpindahan iatrogenik dari molar tiga kanan atas ke antrum maksilaris yang terjadi pada wanita 40-tahun selama ekstraksi gigi tersebut.

Meskipun kasus kista dentigerous dilaporkan pada anak-anak, mereka biasanya hadir dalam dekade kedua atau ketiga kehidupan dan jarang terjadi di masa kanak-kanak. Insiden lebih tinggi pada laki-laki dari pada perempuan (M : F - 1.84 : 1).Kista dentigerous biasanya merupakan lesi tunggal. Beberapa kista bilateral telah dilaporkan pada pasien dengan sindrom seperti sindrom nevus sel basal, mucopolysaccharidosis dan displasia cleidocranial serta pada pasien non-sindromik. Kista dentigerous berlangsung lambat dan mungkin ada selama beberapa tahun tanpa diketahui. Ketika sinus maksilaris terlibat, gejala biasanya menjadi lambat. Hal ini dapat menyebabkan sakit kepala, obstruksi sinus, epiphora karena obstruksi saluran nasolacrimal, sinusitis berulang, rhinorrhea purulen, elevasi lantai orbital, dan patah tulang. Lesi pada lantai orbital dapat menyebabkan diplopia dan mungkin menyebabkan kebutaan. Pada pemeriksaan radiografis, kista dentigerous muncul sebagai radiolusen unilokular dengan berbagai ukuran, dibatasi dinding sklerotik terkait dengan mahkota gigi yang belum erupsi. Jika ruang folikuler pada radiografi lebih dari 5 mm, hal ini dapat dicurigai sebagai kista odontogenik. Teknik Waters view, OPG, dan cephalogram lateral merupakan proyeksi sederhana dan murah untuk evaluasi radiografi gigi ektopik di sinus maksilaris. Meski mahal, CT dan MRI tentu memiliki keunggulan dalam radiografi konvensional. CT scan memberikan detail tulang yang baik, membantu dalam penentuan ukuran dan luasnya lesi, dan berguna untuk membedakan lesi asal antral maksila dari lesi ekstra-antral. Bonder et al menemukan bahwa CT lebih unggul untuk melihat adanya ankilosis, menentukan bedah yang

tepat (sayatan crestal atau pendekatan Caldwell-Luc), serta dalam memprediksi prognosis atau komplikasi. Diagnosa banding dari kista dentigerous meliputi unicystic ameloblastoma, adenomatoid odontogenic tumor (AOT), Kista Gorlin tahap awal / calcifying epithelial odontogenic tumor (CEOT), ameloblastic fibroma, ameloblastic fibro-odontoma, and odontogenic keratocyst. Histologi, kista dentigerous dilapisi oleh lapisan epitel skuamosa berlapis non-keratin, dengan dikelilingi dinding jaringan ikat tipis yang mengandung epitel odontogenik. Kasus ameloblastoma atau karsinoma epidermoid berkembang dari epitel lapisan kista dentigerous secara memadai didokumentasikan, sedangkan karsinoma mucoepidermoid kurang terdokumentasi dengan baik. Juga, karsinoma sel skuamosa dapat berkembang dari epitel lapisan kista dentigerous. Pengobatan standar untuk kista dentigerous adalah enukleasi dan ekstraksi gigi yang terkait melalui prosedur Caldwell-Luc. Pada kista yang besar, sebuah marsupialisasi awal untuk mengurangi adanya cacat osseus, diikuti oleh enukleasi dan ekstraksi gigi sangat dianjurkan. Kerugian utama dari marsupialisasi adalah kekambuhan. Pendekatan endoskopik untuk manajemen kista juga dijelaskan dalam literatur, yang terkait dengan tingkat operasi yang lebih rendah serta morbiditas pasca-operasi. Kesimpulan Terjadinya gigi ektopik di sinus maksilaris dan hubungannya dengan kista dentigerous merupakan fenomena yang jarang terjadi. Pada awal kehadirannya mungkin tanpa gejala dengan manifestasi klinis, struktur yang berdekatan juga dapat terpengaruh. Radiografi konvensional dapat menentukan diagnosis, dengan pencitraan yang canggih dapat berguna dalam menentukan perencanaan pengobatan.

Vous aimerez peut-être aussi