Vous êtes sur la page 1sur 10

RESUME TENTANG ARBITRASE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

TUGAS : ALTERNATIF DISPUTE RESOLUTION (ADR) DOSEN : I WAYAN TANGUN SUSILA. SH. MH

OLEH : I MADE ASTAWA NIM : 0990561052

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

2010
1. Pendahuluan. Dalam kehidupan masyarakat majemuk dengan berbagai keinginan berbeda-beda pada setiap individu yang tidak dapat dipendam, maka konflik atau sengketa sulit untuk dihindari. Sengketa bisa timbul antara dua pihak secara personal, dan dapat juga secara komunitas bahkan dapat melibatkan banyak pihak, dari sengketa yang sederhana sampai yang paling krusial. Pada umumnya sengeketa berawal dari adanya perbedaan kepentingan yang terjadi antara para pihak tersebut. Berbagai sengketa dapat dikelompokan : 1. Sengketa keluarga, meliputi masalah waris, perceranan. 2. Sengketa bisnis, meliputi sengketa perburuhan, kontrak, persaingan usaha, konsumen, perbankan. 3. Sengketa pertanahan yang meliputi hak-hak atas tanah. 4. Sengketa adat, berkenaan denganotoritas penguasa adat, terjadi pada masyarakat yang menganut hukum adat. 5. Sengketa lingkungan yaitu sengketa yang berkaitan dengan persoalan lingkungan. 1. Penyelesaian sengketa yang didasarkan kepada hukum dapat melalui pengadilan muapun luar pengadilan. Seperti halnya penyelesaian sengketa melalui pengadilan adalah dengan menggunakan pasal-pasal hukum materiil maupun hukum formil sehingga banyak menimbulkan berbagai
1

Irawan, Candra,2010. Aspek Hukum dan Mekanisme Penyelesaian Snegketa di Luar Pengadilan di Indonesia. Bandung, Mandar Maju, hal 1

persoalan seperti waktu yang terlalu lama dan biaya yang dikeluarkan sangat mahal. Hal ini menunjukan bahwa penyelesaian sengketa melalui pengadilan (litigation) menunjukan banyak kelemahan dan menimbulkan kekecewaan bagi masyarakat. Pengadilan yang diharapkan mampu memberikan keadilan dan kepastian hukum dalam setiap penyelesaian sengketa, akan tetapi pada pelaksanaanya jauh dari yang diharapkan. Kekecewaan tersebut membuat masyarakat mencari cara penyelesaian sengketa yang lebih menjamin kepentingan dan efektivitas penyelesaian sengketa melalui lembaga penyelesaian sengketa diluar pengadilan. Arbitrase sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan dalam ruang lingkup sengketa perdata. Beberapa hal yang melatar belakangi munculnya arbitrase sebagai lembaga dalam penyelesaian sengketa, terutama sengketa bisnis adalah adanya

ketidakpuasan terhadap pengadilan, perkembangan globalisasi dan adanya tuntutan masyarakat dalam menyelesaikan sengketa. Pilihan penyelesaian sengketa melalui arbitrase dimaksudkan para pihak untuk mendapatkan penyelesaian sengketa yang cepat, murah dan efektif.

2. Arbitrase sebagai alternatif penyelsaian sengketa. Menurut Abdurasyid yang dimaksud dengan arbitrase adalah suatu tindakan hukum dimana ada para pihak yang menyerahkan sengketa atau selisih pendapat antara dua orang (atau lebih) kepada seseorang atau beberapa ahli yang disepakati bersama dengan tujuan memperoleh suatu

keputusan final dan mengikat.2 Sedangkan difinisi berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan umun yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Dari difinisi yang diberikan dalam ketentuan Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999, dapat dilihat unsur-unsur dari arbitrase sebagai berikut : 1. Arbitrase merupakan suatu perjanjian. 2. Merupakan penyelesaian sengketa di luar pengadilan umum, dan 3. Perjanjian arbitrase dibuat secara tertulis. 3 Sebagai salah satu bentuk perjanjian, maka sah atau tidaknya perjanjian arbitrase ini tergantung pada syarat-syarat yang ditentukan dalam

ketentuan pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata. Penyelesaian sengketa pada masyarakat Indonesia sejak ratusan tahun lalu secara filosofis berpegang kepada prinsip musyawarah mufakat. Namun dengan adanya perkembangan jaman rinsip musyawarah mufakat mulai bergeser seiring dengan adanya lembaga penyelesaian sengketa melalui pengadilan yang lebih efektif dalam penyelesaian sengketa karena memiliki daya paksa. Akan tetapi kehadiran arbitrase sebagai bentuk alternatif penyelesaian sengketa di Indonesia bukan tanpa dasar hukum. Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, Keberadaan
2

Abdurasyid, Priyatna, 2002. Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Suatu Pengantar. Jakarta, Fikahati ,hal 76. 3 Widjaja, Gunawan, 2008. Seri Aspek Hukum Dalam Bisnis Arbitrase vs Pengadilan Persoalan Kompetensi (absolut) yang tidak terselesaikan. Jakarta, Kencana, hal 182

lembaga arbitrase sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan diperkenalkan melalui Reglement op de rechtsvordering (Rv) dan Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR) atau

Rechtsreglement Bitengewesten (RBg). Ketentuan yang dipakai sebagai dasar pemeriksaan arbitrase di Indonesia adalah pasal 615 sampai dengan paal 651. Reglemen Acara Perdata (Reglement op de rechtsvorderingstaatsblad 1874 : 52) Pasal 705 Reglemen Acara bagi Daerah luar Jawa dan Madura (Rechtsreglement Buitengewesten-Staatsblad 1927 : 227).4 Sebagai suatu bentuk alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan untuk mencapai penyelesaian secara efektif dan efisien menjadikan pertimbangan untuk memanfaatkan pranata arbitrase.

Dipilihnya pranata arbitrase oleh para pihak dalam menyelesaikan sengketa, karena arbitrase mempunyai kelebihan dibandingkan dengan lembaga peradilan umum lainnya antara lain : 1. Dijamin kerahasiaan sengketa para pihak. 2. Dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan administratif. 3. Para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya mempunyai pengetahuan, pengalaman, serta latar belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan, jujur dan adil. 4. Para pihak dapat menentukn pilihan hukum untuk menyelesaikan masalahnya serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase, dan
4

Irawan, Candra,2010. Aspek Hukum dan Mekanisme Penyelesaian Snegketa di Luar Pengadilan di Indonesia. Bandung, Mandar Maju, hal 53

5. Putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak dan dengan melalui tata cara (prosedur) sederhana saja ataupun langsung dilaksanakan. 5 Dilihat dari ketentuan Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999, arbitrasi dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu arbitrase institusional dan arbitrase ad hoc. Arbitrase institusional merupakan lembaga yang sengaja dibentuk sebagai lembaga penyelesaian sengketa di luar pengadilan secara permanen dan arbitrase ad hoc merupakan lembaga yang dibentuk secara insidental. Untuk dapat menggunakan arbitrase sebagai pilihan hukum untuk menyelesaikan permasalahan sengketa di luar pengadailan para pihak harus ada perjanjian arbitrase secara tertulis. Perjanjian dalam arbitrase dapat dibedakan menjadi dua yaitu : a. Perjanjian arbitrase yang dibuat sebelum terjadinya sengketa. Hal ini lazim dikena dengan istilah pactum de compromittendo. Para pihak telah melakukan antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya sengketa dikemudian hari. b. Perjanjian arbitrase yang dibuat setelah terjadinya sengketa. Hal ini lazim disebut acta compremise.6 Perjanjian arbitrase atau yang sering disebut dengan klausul arbitrase pada prinsipnya dibuat secara tertulis karena memudahkan dalam pembuktian tentang timbulnya perjanjian .

Supramono, Gatot, 2008. Menyelesaikan Sengketa Merek Menurut Hukum Indonesia. Jakarta, Rineka Cipta, 88. 6 Irawan, Candra, op cit, 65-67

Arbitrase sebagai suatu bentuk alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan memiliki kompetensi absolut yang berada di luar kewenangan pengadilan. Ketentuan tersebut secara tegas diatur dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, yang menyatakan bahwa Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase. Dalam ketentuan tersebut diketahui

bahwa penyelesaian perselisihan atau sengketa melalui arbitrase memiliki kompetensi absolut terhadap penyelesaian perselisihan atau sengketa

melalui pengadilan. Ini berarti bahwa setiap perjanjian yang telah mencantumkan klausula arbitrase yang dibuat oleh para pihak

menghapuskan kewenangan dari pengadilan (negeri) untuk menyelesaikan sengketa yang timbul dari setiap perjanjian yang memuat klausula arbitrase tersebut.
7

Untuk dapat menggunakan arbitrase sebagai pilihan hukum untuk menyelesaikan permasalahan sengketa para pihak harus ada perjanjian arbitrase secara tertulis. Adapun cara membuat perjanjian arbitrase ada dua macam yaitu perjanjiannya dibuat sebelum adanya sengketa, atau dibuat setelah timbulnya sengketa. Pada umumnya perjanjian arbitrase dibuat sebelum ada sengketa yang merupakan clausule dalam sebuah perjanjian pokok.8 Adanya suatu perjanjian arbitrase meniadakan hak para pihak

untuk mengajukan penyelesaian sengketa ke pengadilan dan pengadilan wajib menolak dan tidak ikut campur di dalam penyelesaian sengketa yang telah ditetapkan melalui arbitrase. Pada prinsipnya perjanjian arbitrase
7 8

Widjaja, Gunawan, op cit, hal 117 Supramono, Gatot, op cit, hal 65

dibuat secara tertulis karena memudahkan pembuktian tentang adanya perjanjian tersebut. Namun tidak semua sengketa dapat diselesaikan dengan arbitrase, melainkan hanya sengketa mengenai hak yang menurut hukum dikuasai sepenuhnya oleh para pihak yang bersengketa atas dasar kata sepakat mereka. Agar kewenangan arbitrase tidak membias menyelesaikan sengketa yang bukan menjadi kepetensi arbitrasi dapat merujuk pada ketentuan pasal 5 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 menyatakan bahwa : 1 Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. 2 Sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian. Artinya meskipun klausul perjanjian arbitrase bersifat umum (general) atau terbatas (parsial, enumeratif) jika bertentangan dengan ketentuan pasal 5 ayat 1 maka arbitrase tidak memiliki kopetensi untuk menyelesaikan.9 Arbitrase merupakan lembaga tunggal dan putusannya bersifat final, mempunyai berkekuatan hukum tetap, dan mengikat bagi para pihak yang bersengketa.10 Menurut ketentuan pasal 60 Undang Undang Nomor
9 10

Irwan, Candra, op cit hal 69 Supramono, Gatot, op cit , hal 83

30 Tahun 1999, putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai ketentuan hukum tetap dan mengikat para pihak. Dengan demikian kekuatan dari putusan arbitrase adalah mempunyai sifat eksekusi.

Daftar pustaka.

Abdurasyid, Priyatna, 2002. Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Suatu Pengantar. Jakarta, Fikahati. Irawan, Candra, 2010. Aspek Hukum dan Mekenisme Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan di Indonesia. Bandung, Mandar Maju. Supramono, Gatot, 2008. Menyelesaikan Sengketa Merek Menurut Hukum Indonesia. Jakarta, Rineka Cipta.

Widjaja, Gunawan, 2008. Seri Aspek Hukum dalam Bisnis, Arbitrase vs Pengadilan Persoalan Kompetensi (Absolut) yang Tidak Pernah Selesai. Jakarta, Kencana. Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penylesaian Sengketa.

10

Vous aimerez peut-être aussi