Vous êtes sur la page 1sur 18

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Dewasa ini, terdapat beberapa macam kelainan dalam kehamilan, dan yang paling sering terjadi adalah abortus. Abortus adalah keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas, dimana masa gestasi belum mencapai usia 22 minggu dan beratnya kurang dari 500gr (liewollyn, 2002). Terdapat beberapa macam abortus, yaitu abortus spontan, abortus buatan, dan abortus terapeutik. Abortus spontan terjadi karena kualitas sel telur dan sel sperma yang kurang baik untuk berkembang menjadi sebuah janin. Abortus buatan merupakan pengakhiran kehamilan dengan disengaja sebelum usia kandungan 28 minggu. Pengguguran kandungan buatan karena indikasi medik disebut abortus terapeutik (Prawirohardjo, 2002). Angka kejadian abortus, terutama abortus spontan berkisar 10-15%. Frekuensi ini dapat mencapai angka 50% jika diperhitungkan banyaknya wanita mengalami yang kehamilan dengan usia sangat dini, terlambatnya menarche selama beberapa hari, sehingga seorang wanita tidak mengetahui kehamilannya. Di Indonesia, diperkirakan ada 5 juta kehamilan per-tahun, dengan demikian setiap tahun terdapat 500.000 - 750.000 janin yang mengalami abortus spontan. Abortus terjadi pada usia kehamilan kurang dari 8 minggu, janin dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua secara mendalam. Pada kehamilan 814 minggu villi koriales menembus desidua secara mendalam, plasenta tidak dilepaskan sempurna sehingga banyak perdarahan. Pada kehamilan diatas 14 minggu, setelah ketubah pecah janin yang telah mati akan dikeluarkan dalam bentuk kantong amnion kosong dan kemudian plasenta (Prawirohardjo, 2002). Menariknya pembahasan tentang abortus dikarenakan pemahaman di kalangan masyarakat masih merupakan suatu tindakan yang masih dipandang sebelah mata. Oleh karena itu, pandangan yang ada di dalam masyarakat tidak

boleh sama dengan pandangan yang dimiliki oleh tenaga kesehatan, dalam hal ini adalah perawat setelah membaca pokok bahasan ini. Peran perawat dalam penanganan abortus dan mencegah terjadinya abortus adalah dengan memberikan asuhan keperawatan yang tepat. Asuhan keperawatan yang tepat untuk klien harus dilakukan untuk meminimalisir terjadinya komplikasi serius yang dapat terjadi seiring dengan kejadian abortus. B. Tujuan 1. Tujuan Umum Mahasiswa dapat melakukan dan menerapkan asuhan keperawatan pada ibu dengan kejadian Abortus sesuai dengan konsep teori asuhan keperawatan 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui dan memahami definisi abortus b. Mengetahui dan memahami jenis jenis abortus beserta tanda dan gejalanya. c. Mengetahui dan memahami epidemiologi dari abortus d. Mengetahui dan memahami etiologi dan web of causation abortus e. Mengetahui dan memahami komplikasi dari abortus f. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan dari abortus g. Mampu menyusun dan melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan abortus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Abortus adalah pengeluaran atau ekstraksi janin atau embrio yang berbobot 500 gram atau kurang, dari ibunya yang kira kira berumur 20 sampai 22 minggu kehamilan (Moore, 2001). Abortus adalah keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas. Dimana masa gestasi belum mencapai usia 22 minggu dan beratnya kurang dari 500gr (Liewollyn, 2002). B. Epidemiologi Frekuensi Abortus sukar ditentukan karena Abortus buatan banyak tidak dilaporkan, kecuali apabila terjadi komplikasi. Abortus spontan kadangkadang hanya disertai gejala dan tanda ringan, sehingga pertolongan medik tidak diperlukan dan kejadian ini dianggap sebagai terlambat haid. Diperkirakan frekuensi Abortus spontan berkisar 10-15%. Frekuensi ini dapat mencapai angka 50% bila diperhitungkan wanita yang hamil sangat dini, terlambat haid beberapa hari, sehingga seorang wanita tidak mengetahui kehamilannya. Di Indonesia, diperkirakan ada 5 juta kehamilan per-tahun, dengan demikian setiap tahun 500.000-750.000 abortus spontan. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) diperkirakan 4,2 juta Abortus dilakukan setiap tahun di Asia Tenggara, dengan perincian : 1. 2. 3. 4. 1,3 juta dilakukan di Vietnam dan Singapura antara 750.000 sampai 1,5 juta di Indonesia antara 155.000 sampai 750.000 di Filipina antara 300.000 sampai 900.000 di Thailand Di perkotaan Abortus dilakukan 24-57% oleh dokter,16-28% oleh bidan/ perawat, 19-25% oleh dukun dan 18-24% dilakukan sendiri. Sedangkan di pedesaan Abortus dilakukan 13-26% oleh dokter, 18-26% oleh bidan/perawat, 31-47% oleh dukun dan 17-22% dilakukan sendiri.

Cara Abortus yang dilakukan oleh dokter dan bidan/perawat adalah berturut-turut: kuret isap (91%), dilatasi dan kuretase (30%) sertas prostaglandin / suntikan (4%). Abortus yang dilakukan sendiri atau dukun memakai obat/hormon (8%), jamu/obat tradisional (33%), alat lain (17%) dan pemijatan (79%). Data dan lapangan menunjukkan bahwa ternyata sekitar 70-80% wanita yang meminta tindakan aborsi legal ternyata dalam status menikah, karena tidak menginginkan kehamilannya. Sisanya antara lain dan kalangan remaja puteri, yang walaupun lebih sedikit namun menunjukkan

kecenderungan meningkat, terutama di kota besar atau di daerah tertentu seperti di Sulawesi Utara dan Bali. Bila ditinjaulebih lanjut, penyebab kehamilan yang tidak diinginkan antara lain meliputi kegagalan KB, alasan ekonomi, kehamilan di luar nikah atau kehamilan akibat perkosaan dan insest. Abortus terkomplikasi berkontribusi terhadap kematian ibu sekitar 15%. Data tersebut seringkali tersembunyi di balik data kematian ibu akibat perdarahan atau sepsis. Data lapangan menunjukkan bahwa sekitar 60-70% kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, dan sekitar 60% kematian akibat perdarahan tersebut, atau sekitar 35-40% dan seluruh kematian ibu, disebabkan oleh perdarahan postpartum. Sekitar15-20% kematian ibu disebabkan oleh sepsis. Manajemen aktif kala III dalam persalinan normal dikatakan dapat mencegah sekitar 50% perdarahan postpartum,atau sekitar 17-20% kematian ibu. Dengan demikian, paket intervensi berupa pelayanan paska keguguran dan pertolongan persalinan yang bersih dengan manajemen aktif kala III dapat berkontribusi dalam mencegah kematian ibu sampai sekitar 50%. C. Klasifikasi Abortus : 1. Abortus spontanea Abortus spontanea adalah abortus yang terjadi tanpa tindakan atau terjadi dengan sendirinya. Aborsi ini sebagian besar terjadi pada gestasi bulan kedua dan ketiga. Abortus spontan terdiri dari beberapa jenis yaitu:

a.

Abortus Imminens Abortus Imminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks. Gejala-gejala abortus imminens antara lalin : 1. perdarahan pervagina pada paruh pertama kehamilan. Perdarahan biasanya terjadi beberapa jam sampai beberapa hari. Kadangkadang terjadi perdarahan ringan selama beberapa minggu. 2. nyeri kram perut. Nyeri di anterior dan jelas bersifat ritmis, nyeri dapat berupa nyeri punggung bawah yang menetap disertai perasaan tertekan di panggul, atau rasa tidak nyaman atau nyeri tumpul di garis tengah suprapubis. Untuk pemeriksaan penunjang abortus imminen digunakan Sonografi vagina, pemeriksaan kuantitatif serial kadar gonadotropin korionik (HCG) serum, dan kadar progesteron serum, yang diperiksa tersendiri atau dalam berbagai kombinasi, untuk memastikan apakah terdapat janin hidup intrauterus. Selain itu, juga digunakan tekhnik pencitraan colour and pulsed Doppler flow per vaginam dalam mengidentifikasi gestasi intrauterus hidup. Jika konseptus meninggal, uterus harus dikosongkan. Semua jaringan yang keluar harus diperiksa untuk menentukan apakah abortusnya telah lengkap. Kecuali apabila janin dan plasenta dapat didentifikasi secara pasti, mungkin diperlukan kuretase.

Ultrasonografi abdomen atau probe vagina dapat membantu dalam proses pengambilan keputusan ini. Apabila di dalam rongga uterus terdapat jaringan dalam jumlah signifikan, maka dianjurkan dilakukan kuretase. Penanganan abortus imminens meliputi : 1. Istirahat baring. Tidur berbaring merupakan unsur penting dalam

pengobatan, karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsang mekanik.

2. Terapi hormon progesteron intramuskular atau dengan berbagai zat progestasional sintetik peroral atau secara intramuskular. Walaupun bukti efektivitasnya tidak diketahui secara pasti. 3. Pemeriksaan ultrasonografi b. Abortus Insipiens Abortus Insipiens adalah peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Gejala-gejala abortus insipiens adalah: 1. rasa mules lebih sering dan kuat 2. perdarahan lebih banyak dari abortus imminens. 3. Nyeri karena kontraksi rahim kuat yang dapat menyebabkan pembukaan. Pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuret vakum atau dengan cunam ovum, disusul dengan kerokan. Penanganan Abortus Insipiens meliputi : 1. Jika usia kehamilan kurang 16 minggu, lakukan evaluasi uterus dengan aspirasi vakum manual. Jika evaluasi tidak dapat dilakukan, maka segera lakukan : a. Berikan ergomefiin 0,2 mg intramuskuler (dapat diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang sesudah 4 jam bila perlu). b. Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus. 2. Jika usia kehamilan lebih 16 minggu : a. Tunggu ekspulsi spontan hasil konsepsi lalu evaluasi sisa-sisa hasil konsepsi. b. Jika perlu, lakukan infus 20 unit oksitosin dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologik atau larutan ringer laktat dengan kecepatan 40 tetes permenit untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi.

c. Pastikan untuk penanganan c. Abortus Inkompletus

tetap

memantau kondisi

ibu

setelah

Abortus Inkompletus merupakan pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Apabila plasenta (seluruhnya atau sebagian) tertahan di uterus, cepat atau lambat akan terjadi perdarahan yang merupakan tanda utama abortus inkompletus. Pada abortus yang lebih lanjut, perdarahan kadang-kadang sedemikian masif sehingga menyebabkan hipovolemia berat. Gejala-gejala yang terpenting adalah: 1. Setelah terjadi abortus dengan pengeluaran jaringan, perdarahan berlangsung terus. 2. Servux sering tetap terbuka karena masih ada benda di dalam rahim yang dianggap corpus allienum, maka uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan kontraksi. Tetapi setelah dibiarkan lama, cervix akan menutup. Penanganan abortus inkomplit : 1. Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang 16 minggu, evaluasi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg intramuskuler atau misoprostol 400 mcg per oral. 2. Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang 16 minggu, evaluasi hasil konsepsi dengan : a. Aspirasi vakum manual merupakan metode evaluasi yang terpilih. Evakuasi dengan kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan jika aspirasi vakum manual tidak tersedia. b. Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera beri ergometrin 0,2 mg intramuskuler (diulang setelah 15 menit bila perlu) atau

misoprostol 400 mcg peroral (dapat diulang setelah 4 jam bila perlu). 3. Jika kehamilan lebih dari 16 minggu: a. Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologik atau ringer laktat) dengan kecepatan 40 tetes permenit sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi b. Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg per vaginam setiap 4 jam sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg) c. Evaluasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus. d. Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah

penanganan.

d. Abortus kompletus Pada jenis abortus ini, semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan. Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup, dan uterus sudah banyak mengecil. Diagnosis dapat dipermudah apabila hasil konsepsi dapat diperiksa dan dapat dinyatakan bahwa semuanya sudah keluar dengan lengkap. Klien dengan abortus kompletus tidak memerlukan pengobatan khusus, hanya apabila penderita anemia perlu diberikan tablet sulfas ferrosus 600 mg perhari atau jika anemia berat maka perlu diberikan transfusi darah. 2. Abortus provokatus (abortus yang sengaja dibuat) Abortus provokatus adalah peristiwa menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibu. Pada umumnya dianggap bayi belum dapat hidup diluar kandungan apabila kehamilan belum mencapai umur 28 minggu, atau berat badan bayi belum 1000 gram, walaupun terdapat kasus bahwa bayi dibawah 1000 gram dapat terus hidup. a. Missed abortion Kematian janin berusia sebelum 20 minggu, tetapi janin yang telah mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih. Etiologi

missed abortion tidak diketahui, tetapi diduga pengaruh hormone progesterone. Pemakaian Hormone progesterone pada abortus imminens mungkin juga dapat menyebabkan missed abortion. Gejala missed abortion adalah : 1. Tanda-tanda abortus imminens yang kemudian menghilang secara spontan atau setelah pengobatan. 2. Gejala subyektif kehamilan menghilang, 3. Mamma agak mengendor lagi, 4. Uterus tidak membesar lagi malah mengecil, 5. Tes kehamilan menjadi negatif 6. Gejala-gejala lain yang penting tidak ada, hanya amenorhoe berlangsung terus. Dengan ultrasonografi dapat ditentukan segera apakah janin sudah mati dan besamya sesuai dengan usia kehamilan. Perlu diketahui pula bahwa missed abortion kadang-kadang disertai oleh gangguan pembekuan darah karena hipofibrinogenemia, sehingga pemeriksaan ke arah ini perlu dilakukan. Tindakan pengeluaran janin, tergantung dari berbagai faktor, seperti apakah kadar fibrinogen dalam darah sudah mulai turun. Hipofibrinogenemia dapat terjadi apabila janin yang mati lebih dari 1 bulan tidak dikeluarkan. Selain itu faktor mental penderita perlu diperhatikan karena tidak jarang wanita yang bersangkutan merasa gelisah, mengetahui ia mengandung janin yang telah mati, dan ingin supaya janin secepatnya dikeluarkan. Sekarang kecenderungan untuk menyelesaikan missed abortus dengan oxitocin dan antibiotic. Setelah kematian janin dapat dipastikan b. Abortus Habitualis Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut turut. Pada umumnya penderita tidak sukar menjadi hamil, tetapi kehamilannya berakhir sebelum 28 minggu.

D. Etiologi Sebab-sebab abortus tersebut antara lain: 1. Etiologi dari keadaan patologis Abortus spontan terjadi dengan sendiri atau yang disebut dengan keguguran.Prosentase abortus ini 20% dari semuajenis abortus. Sebabsebab abortus spontan yaitu : a. Faktor Janin Perkembangan zigot abnormal. Kondisi ini menyebabkan kelainan pertumbuhan yang sedemikian rupa sehingga janin tidak mungkin hidup terus. Abortus spontan yang disebabkan oleh karena kelainan dari ovum berkurang kemungkinannya kalau kehamilan sudah lebih dari satu bulan, artinya makin muda kehamilan saat terjadinya abortus makin besar kemungkinan disebabkan oleh kelainan ovum. Beberapa sebab abortus adalah : 1. Kelainan kromosom Pada umumnya kelainan kromosom yang terbanyak mempengaruhi terjadinya aborsi adalah Trisomi dan Monosomi X. Trisomi autosom terjadi pada abortus trisemester pertama yang disebabkan oleh nondisjuntion atau inversi kromosom. Sedangkan pada monosomi X (45, X) merupakan kelainan kromosom

tersering dan memungkinkan lahirnya bayi perempuan hidup (sindrom Turner). 2. Mutasi atau faktor poligenik Dari kelainan janin ini dapat dibedakan dua jenis aborsi, yaitu aborsi aneuploid dan aborsi euploid. Aborsi aneuploid terjadi karena adanya kelainan kromosom baik kelainan struktural kromosom atau pun komposisi kromosom. Sedangkan pada abortus euploid, pada umumnyanya tidak diketahuai penyebabnya. Namun faktor pendukung aborsi mungkin disebabkan oleh : kelainan genetik, faktor ibu, dan beberapa faktor ayah serta kondisi lingkungan. (Williams,2006)

b. Faktort ibu Berbagai penyakit ibu dapat menimbulkan abortus misalnya : 1. Infeksi yang terdiri dari : a. Infeksi akut Virus, misalnya cacar, rubella, dan hepatitis. Infeksi bakteri, misalnya streptokokus. Parasit, misalnya malaria.

b. Infeksi kronis Sifilis, biasanya menyebabkan abortus pada trimester kedua. Tuberkulosis paru aktif.

2. Keracunan, misalnya keracunan tembaga, timah, air raksa, dll. 3. Penyakit kronis, misalnya : a. hipertensi jarang menyebabkan abortus di bawah 80 minggu, b. nephritis c. diabetes angka abortus dan malformasi congenital meningkat pada wanita dengan diabetes. Resiko ini berkaitan dengan derajat control metabolic pada trisemester pertama. d. anemia berat e. penyakit jantung f. toxemia gravidarum yang berat dapat menyebabkan gangguan sirkulasi pada plasenta 4. Trauma, misalnya laparatomi atau kecelakaan dapat

menimbulkan abortus 5. Kelainan alat kandungan hipolansia, tumor uterus, serviks yang pendek, retro flexio utero incarcereta, kelainan endometriala, selama ini dapat menimbulkan abortus. 6. Hubungan seksual yang berlebihan sewaktu hamil, sehingga menyebabkan hiperemia dan abortus 7. Uterus terlalu cepat meregang (kehamilan ganda,mola)

c. Pemakainan obat dan faktor lingkungan 1. Tembakau merokok dapat meningkatkan resiko abortus euploid. Wanita yang merokok lebih dari 14 batang per hari memiliki resiko 2 kali lipat dobandingkan wanita yang tidak merokok. 2. Alkohol abortus spontan dapat terjadi akibat sering mengkonsumsi alkohol selama 8 minggu pertama kehamilan. 3. Kafein konsumsi kopi dalam jumlah lebih daari empat cangkir per hari tampak sedikit meningkatkan abortus spontan 4. Radiasi 5. Kontrasepsi alat kontrasepsi dalam rahim berkaitan dengan peningkatan insiden abortus septik setelah kegagalan kontasepsi.

6. Toxin lingkungan pada sebagian besar kasus, tidak banyak informasi yang menunjukkan bahan tertentu di lingkungan sebagai penyebab. Namun terdapat buktibahwa arsen, timbal, formaldehida, benzena dan etilen oksida dapat menyebabkan abortus (barlow, 1982) d. Faktor Imunologis 1. Autoimun 2. Alloimun e. Faktor ayah Translokasi kromosom pada sperma dapat mnyebabkan abortus.(william,2006) 2. Etiologi non-patologis misalnya : aborsi karena permintaan wanita yang bersangkutan

E. Patofisiologi Patofisiologi abortus dimulai dari perdarahan pada desidua yang menyebabkan necrose dari jaringan sekitarnya. Selanjutnya sebagian / seluruh janin akan terlepas dari dinding rahim. Keadaan ini merupakan benda asing bagi rahim, sehingga merangsang kontraksi rahim untuk terjadi eksplusi seringkali fatus tak tampak dan ini disebut Bligrted Ovum. Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan nerkrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum menembus desidua secara dalam jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu janin dikeluarkan terlebih dahulu daripada plasenta hasil konsepsi keluar dalam bentuk seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang tidak jelas bentuknya (blightes ovum),janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus. F. Pemeriksaan ginekologi : 1. Inspeksi Vulva Perdarahan pervaginam ada atau tidak jaringan hasil konsepsi, tercium bau busuk dari vulva. 2. Inspekulo Perdarahan dari cavum uteri, osteum uteri terbuka atau sudah tertutup, ada atau tidak jaringan keluar dari ostium, ada atau tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium. 3. Colok vagina Porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan dalam cavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia

kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, cavum douglas tidak menonjol dan tidak nyeri. G. Komplikasi 1. 2. 4. 5. 6. Perdarahan (haemorrogrie) Perforasi Infeksi dan tetanus Payah ginjal akut Syok, yang disebabkan oleh syok hemoreagrie (perdarahan yang banyak) dan syok septik atau endoseptik (infeksi berat atau septis) 7. Pada missed abortion dengan retensi lama hasil konsepsi dapat terjadi kelainan pembekuan darah H. Pemeriksaan penunjang 1. Tes Kehamilan Positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu setelah abortus 2. Pemeriksaaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup 3. Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion I. Penatalaksanaan Abortus Teknik aborsi dibedakan menjadi dua jenis yaitu: 1. Teknik bedah a. Kuretose / dilatasi Kurotase ( kerokan ) adalah cara menimbulkan hasil konsepsi memakai alat kuretase (sendok kerokan) sebelum melakukan kuratase, penolong harus melakukan pemeriksaan dalam untuk menentukan letak uterus, keadaan serviks. Mengan isi uterus dengan mengerok isinya disebut kuretase tajam sedangang mengosongkan uterus dengan vakum disebut kuretase isap . b. Aspirasi haid Aspirasi rongga endometrium menggunakan sebuah kanula karman 5 atau 6 mm fleksibel dan tabung suntik, dalam 1 sampai 3

minggu setelah keterlambatan haid disebut juga induksi haid, haid instan dan mini abortus. c. Laporotomi Pada beberapa kasus, histerotomi atau histerektomi abdomen untuk abortus lebih disukai daripada kuretase atau induksi medis. Apabila ada penyakit yang cukup significanpada uterus, histerektomi mungkin merupakan terpa ideal. 2. Teknik medis a. Oksitosin b. Prostaglandin c. Urea hiperosomik d. Larutan hiperostomik intraamnion. J. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Nyeri b.d kerusakan jaringan intrauteri 2. Intoleran aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi 3. Cemas b.d kurang pengetahuan

K. NCP (Nursing Care Planing) No Diagnosa 1 Nyeri akut b/d Trauma, prosedur invasif NOC Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam nyeri berkurang / hilang, dengan kriteria hasil : Melaporkan nyeri berkurang / hilang Vital sign dalam batas normal (TD : 120/80 mmHg, N : 60100 x/mnt, , RR : 1624 x/mnt. Ekpresi wajah tenang Klien dapat menggunakan tindakan nonfarmakologik untuk mengurangi nyeri Tidak ada gangguan tidur Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, cemas berkurang/ hilang dengan kriteria hasil: Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas. Ekspresi wajah dan bahasa tubuh menunjukkan berkurangnya kecemasan NIC Pain Management: 1. Mengkaji nyeri secara komprehensif 2. Mengajarkan tentang management nyeri dengan relaksasi. 3. Memberikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, lamanya nyeri dan cara mengurangi nyeri. 4. Kolaborasi pemberian obat analgesik sesuai indikasi 5. Ciptakan lingkungan yang nyaman untuk kondisi pasien, agar pasaien dapat beristirahat, batasi pengunjung.

Cemas b/d Perubahan dalam status kesehatan

Anxiety Reduction: Gunakan pendekatan yang menenangkan, dengarkan dengan penuh perhatian Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan dan persepsi. Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi.

Intoleran aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam nyeri berkurang / hilang, dengan kriteria hasil : tidak nyeri apabila bergerak Vital sign dalam batas normal (TD : 120/80 mmHg, N : 60100 x/mnt, , RR : 1624 x/mnt. Keadaan umum baik Pasien bisa ikut serta dalam kegiatan sehari - hari

1. Kaji pola aktivitas klien 2. Kaji respon emosi, spiritual dan sosial terhadap aktivitas 3. Evaluasi motivasi dan keinginan untuk meningkatkan aktivitas 4. evaluasi Ajarka klien mengguanakn snafas terkontrol apabila beraktivitas 5. Penggunakan terknik relaksasi waktu beraktivitas 6. Kolaborasi pemberian obat analgesik sesuai indikasi 7. Ciptakan lingkungan yang nyaman untuk kondisi pasien, agar pasaien dapat beristirahat, batasi pengunjung.

DAFTAR PUSTAKA Smeltzer & Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed.8 Volume 2. Jakarta ; EGC. Hamilton, C. M. 1995. Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, edisi 6, EGC: Jakarta. Mansjoer, A. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media Aesculapius : Jakarta. R. Nancy & Wilkinson M. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 9, EGC: Jakarta.

Vous aimerez peut-être aussi