Vous êtes sur la page 1sur 4

Nama : Aditya Awal Sri L NPM : 1206250834 Review Materi Kuliah II Teori Kriminologi Post-Modern A Referensi : 1. Tierney, John.

. 2006. Criminology: Theory and Context. Essex, England: Pearson Longman. (p. 295-314) 2. Milovanovic, Dragon. Dueling Paradigms: Modernist v. Postmodrnist Thought dalam Red Feather Institute Transforming Sociology Series [Online]

Paradigma yang berkembang dewasa ini sudah jauh meninggalkan fase sebelumnya, post-modern dan modern. Ada banyak hal yang melatarbelakangi ini, seperti pemikiran modernis yang berkembang ketika masa pencerahan. Era kapitalisme menyebar, materialistik berkembang, hingga semua hal terpusat pada individu. Postmodern terjadi sebaliknya, dari awal perkembangan menolak mentah-mentah pemikiran dari era klasik seperti Marx, Weber, Durkheim hingga Freud. Postmodern muncul di akhir 1980-an dan awal 1990-an. Konsep utama dari apa yang ingin postmodern adalah berakar dari pemikiran Prancis dislusional dengan kritik pemikiran yang konvensional yang biasanya bermula dari teori kekacauan, teorema Godem, mekanik kuantum. Seperti yang Thomas Kuhn katakan paradigma ada untuk mengkristalisasi klaim vailiditas yang ada di sekitar premis ilmu pengetahuan (Dragon Milanovic, p.3). Gagasan seperti kebebasan individu, dirinya yang menentukan sendiri kemana arah hidupnya sekarang ini tidak lebih dilihat sebagai kemampuan diri. Pada akhirnya, premis-premis yang dikemukakan dalam postmodern tidak lebih dari pengembangan premis yang telah ada dan mengembangkan pertanyaan-pertanyaan untuk lebih membuka pemikiran manusia.

Ada beberapa dimensi yang dapat menjadi dasar dari perbedaan antara modern dan postmodern, dapat dilihat dalam tabel berikut ini Ciri Modern Postmodern saling berbeda

Struktur sosial dan Struktural fungsional, statis, Dinamis, masyarakat bergantung homogen Peraturan dikotomi, berpusat pada I pada

norma, hingga melahirkan toleransi tanpa batas, fragmentasi

Sistem yang melayani, statis, Ada perbedaan dalam I-me, membuat peran sesuai diri sendiri Mandiri dalam masyakat,

Subjektivitas

Positivistik, aku ada

subjek

yang Produktif

untuk asumsi

memenuhi terhadap tidak

berbicara, Aku berpikir maka keinginan, keinginan

orang,

berorientasi pada subjek Wacana Penting, keunggulan paradigma, bersifat terletak merasa global, Mengkoordinasikan linguistik pada dalam lebih sedikit penggunaan literatur bahasa, yang

berharga dalam bentuk noun- dipergunakan. form Ilmu pengetahuan Global, dominan, berorientasi Lokal, pada gelar representasi suara

sarjana-master lokal/daerah, sebagai fungsional

pendidikan ideologi dan

universitas

Waktu

Tiga

dimensi,

variablitas Ruang

khayalan,

waktu, kuntitatif Kausalitas (penyebab)

multidimensi, kuantum memercayai

Postivis adalah alur pemikiran Non-linear,

untuk mengambil keputusan, kebetulan, kuantum mekanik, prediktabilitas, masa depan paradoks, diskontinuitas adanya

tetap seperti masa lalu

Perubahan sosial

Darwinian,

rasionalisasi, Bermain

dalam

tingkat dialektika

sejarah sebagai arah untuk khayalan, kemajuan perjuangan, mengenai satu hal

revolusioner

Paham triumphalism, menjadi lebih luas bagaimana masyakat dan kriminolog dapat mengartikan kejahatan pada masa sekarang. Kesuksesan dalam menghadapi kejahatan pada masa sekarang seakan membuat kita merasa telah menang melawan perbuatan kriminal, hingga kita dapat mengontrol keadilan dalam tindak kejahatan. Tidak lagi masalah kemiskinan atau status ekonomi lain menjadi akar permasalahan tindak kriminal dewasa ini. Triumphalism mungkin telah mengorganisir dan mengganti pemahaman kita mengenai apa itu kejahatan menjadi kearah yang lebih baik, namun apakah sudah seperti itu kenyataannya? Ada beberapa kebenaran dalam kondisi kriminologi sekarang ini, seperti penolakan yang sering kali terjadi yang mengatasnamakan norma, benarkah terjadi seperti itu? Masalah konseptual meyakinkan kita mengenai grafik tingkat kejahatan yang terjadi semakin menurun sekarang ini, lalu menimbulkan pertanyaan apakah esensi dari memenjarakan seseorang di balik tembok penjara. Postmodern lahir dari kekecewaan atas gagalnya mencapai apa yang dicita-citakan masa modern. Kriminologi di era postmodern, mempertanyakan pertanyaan dasar kembali apakah kejahatan terjadi dengan sumbangsih kebudayaan yang ada di lingkungan tersebut? Dualisme yang terjadi di era modern ketika semakin banyak perangkat canggih yang digunakan untuk mendukung kehidupan manusia namun dipergunakan untuk merugikan orang lain seperti hack akun media sosial individu. Salah satu kejadian inilah yang membuat postmodern bertanya mengapa manusia semakin dibuat sibuk dengan peralatan semakin canggih namun tidak bisa memenuhi pertanyaan dirinya: untuk apa aku di dunia? atau sekadar membahagiakan dirinya sendiri. Hal lain yang dapat menjadi sorotan dalam era postmodern adalah ketenagakerjaan. Beberapa dekade tenaga kerja memang bertransformasi menjadi sesuatu yang baru namun ternyata permasalahan yang dihadapi masih sama, keadilan dan kesejahteraan

yang diharapkan bersama oleh tenaga kerja. Pembuatan kebijakan publik yang bersifat politik juga menjadi salah satu fokus perhatian postmodern kriminologi, dimana kriminolog dapat mengambil peran dalam mengontrol kejahatan yang mungkin terjadi dalam hal tersebut. Restorative justice, yang menjadi skema dari kriminologi anarki bersama dengan peacemaking. Restorative justice terjadi dengan memperhatikan tiga aspek yaitu pelaku-keluarga, korban-keluarga, dan masyarakat. Satu hal yang menjadi sorotan penting dalam perkembangan postmodern kriminologi adalah bagaimana cara dari paham ini untuk memandang suatu gejala sosial yang tidak hanya memperhatikan aspek sebab-akibat (seperti paham positivistik) namun dengan menggali lebih dalam ke individu masing-masing dengan menghargai perbedaan, menjunjung tinggi pluralitas. Gerakan postmodern tidaklah bersifat fatal, sinis dan non-visioner namun lebih cenderung mengarah pada kritik apa yang sudah ada dan menambah kekayaan sudut pandang individu.

Vous aimerez peut-être aussi