Vous êtes sur la page 1sur 18

BAB I PENDAHULUAN

A. PENDAHULUAN Anak dengan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) adalah anak yang menunjukkan perilaku hiperaktif, impulsif, sulit memusatkan perhatian yang timbulnya lebih sering, lebih persisten dengan tingkat yang lebih berat jika dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya. Di samping gejala di atas, anak-anak dengan ADHD juga menunjukkan beberapa gejala lain seperti adanya ambang toleransi frustasi yang rendah, disorganisasi dan prilaku agresif. Kondisi ini tentunya menimbulkan penderitaan dan hambatan bagi anak dalam menjalankan fungsinya sehari-hari, seperti berinteraksi dengan teman sebaya, keluarga dan yang terpenting adalah mengganggu prestasi belajar anak. Secara keseluruhan membuat penurunan kualitas hidup anak dengan ADHD di kemudian hari. Gejala-gejala ADHD ini pada umumnya telah timbul sebelum anak berusia tujuh tahun. Walaupun demekian, biasanya orang tua dari anak dengan ADHD baru membawa anaknya ke ruang konsultasi saat anak mulai bersekolah normal. Pada saat itu anak dituntut untuk mampu mengontrol perilaku mereka dan mengikuti peraturan yang berlaku disekolah. Keluhan yang sering disampaikan adalah anak nakal, tidak kenal takut, berjalan-jalan didalam kelas, seringkali berbicara dengan kawannya pada saat pelajaran berlangsung, dan sebagainya. Pada anak yang berusia kurang dari 4 tahun, kondisi ini seringkali sulit dibedakan apakah anak menderita gangguan ini atau merupakan suatu hal yang wajar sesuai dengan tingkat perkembangannya. Namun pada anak dengan ADHD, gejala yang muncul tampak lebih sering dan intensitasnya lebih berat jika dibandingkan dengan anak lain dengan taraf perkembangan yang sama.1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A DEFINISI Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah kelainan pada masa kanak-kanak yang sering menetap hingga dewasa dan dikaitkan dengan defisit perkembangan kognitif dan fungsional dan gangguan komorbiditas. Gangguan cenderung terjadi di dalam satu keluarga dan banyak studi menemukan bahwa ADHD diwariskan, yang menunjukkan dominasi pengaruh genetik pada etiologi gangguan. Sementara studi tersebut tidak mengecualikan pentingnya faktor lingkungan, studi tersebut menyatakan bahwa dalam kebanyakan kasus ini berhubungan dengan faktorfaktor genetic, Meskipun adanya pengecualian pada lingkungan.2 Gangguan defisit atensi/hiperaktivitas (Attention-deficit/hyperactivity

disorder-ADHD) terdiri atas pola yang tidak menunjukkan atensi yang persisten dan/atau perilaku yang impulsif serta hiperaktif, yang bersifat lebih berat daripada yang diharapkan pada anak dengan usia dan tingkat perkembangan yang serupa.Untuk memenuhi kriteria diagnosis ADHD beberapa gejala harus ada sebelum usia 7 tahun, meskipun banyak anak tidak terdiagnosis sebelum usia 7 tahun, saat perilaku mereka menimbulkan masalah di sekolah dan di tempat lain. Hendaya akibat tidak adanya atensi dan/atau hiperaktivitas-impulsivitas harus ada pada sedikitnya dua keadaan dan mengganggu fungsi secara sosial, akademik,dan aktivitas ekstrakurikular yang sesuai perkembangan. Gangguan ini tidak boleh ada di dalam perjalanan gangguan perkembangan pervasif, skizofrenia, ata gangguan psikotik lain, serta tidak boleh disebabkan oleh gangguan jiwa lain.3 Klasifikasi gangguan ADHD digolongkan dalam tiga subtipe; 1. Tipe kombinasi (paling sering). Individu memiliki enam atau lebih gejala gangguan pemusatan perhatian dan enam gejala atau lebih gejala hiperaktivitas dan impulsivitas. 2. Tipe inatentif predominan. Individu memiliki enam atau lebih gejala gangguan pemusatan perhatian dan gejala hiperaktivitas dengan impulsivitas dari enam. 3. Tipe hiperaktivitas dan impulsivitas predominan. Individu memiliki enam atau lebih gejala hiperaktivitas dengan impulsivitas dan gejala gangguan pernapasan kurang dari enam.4

B. EPIDEMIOLOGI Prevalensi ADHD di seluruh dunia diperkirakan antara 2-9.5 % diantaranya anak usia sekolah. Di Amerika Serikat, prevalensi ADHD antara 2-20 % dari jumlah anak-anak usia sekolah dasar. Sedangkan penelitian di Inggris menunjukkan angka 0.5-1 % dan di Taiwan angka prevalensi dari kasus ADHD ini adalah 5-10 %. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tanjung dkk, pada sejumlah SD di wilayah Jakarta Pusat pada tahun 2000-2001 didapatkan 4.2 % dari sekitar 600 anak sekolah dasar kelas 1-3 mengalami ADHD. Saputro D (2000) dalam penelitiannya pada anak-anak usia sekolah dasar di Kabupaten Sleman-DIY menemukan angka prevalensi ADHD sekitar 9.5 %. Pada tahun 2003, sebanyak 51 anak dari sekitar 215 anak sekolah dasar di diagnosis ADHD di Poli Klinik Jiwa Anak dan Remaja Rumah sakit Cipto Mangunkusom0 (RSCM). Prevalensi ADHD dipengaruhi oleh jenis kelamin dan anak. Angka kejadian ADHD pada anak nremaja dan dewasa dikatakan lebih rendah jika dibandingkan dengan anak usia sekolah dasar. Anak laki-laki memiliki insidensi yang lebih tinggi untuk mengalami gangguan ini dibandingkan dengan anak perempuan dengan rasio 34 : 1.1 C. ETIOLOGI Sampai saat ini belum ditentukan penyebab pasti dari ADHD. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan dikatakan adanya keterlibatan dari faktor genetik, struktur anatomi dan neurokimiawi otak terhadap terjadinya ADHD.1 Faktor Genetik. Bukti adanya dasar genetik untuk ADHD mencakup concordance yang lebih tinggi pada kembar monozigot dibandingkan dizigot. Saudara kandung anak hiperaktif juga memiliki risiko kira-kira dua kali untuk memiliki gangguan dibandingkan populasi umum. Saudara kandung tersebut dapat mempunyai gejala hiperaktif yang menonjol sedangkan saudara kandung yang lain dapat mempunyai gejala defisit atensi yang menonjol. Pola biologis anak-anak dengan gangguan ini memiliki risiko yanglebih tinggi untuk ADHD dibandingkan orang tua adaptif. Kerusakan Otak. Diperkirakan bahwa beberapa anak yang menderita ADHD mengalami kerusakan ringan pada sistem saraf pusat dan perkembangan otak selama periode janin dan dan perinatal. Kerusakan otak yang dihipotesiskan mungkin dapat
3

disebabkan karena gangguan sirkulasi, toksik, metabolik, mekanis, atau fisik pada otak selama masa bayi awal yang disebabkan oleh infeksi, peradangan, dan trauma. Tanda-tanda neurologis nonfokal (halus) ditemukan dengan angka yang lebih tinggi pada anak dengan ADHD dibandingkan dengan populasi umum Faktor Neurokimia. Obat yang paling luas dipelajari dalam terapi ADHD, yaitu stimulan, memengaruhi dopamin dan norephinepfrine, sehingga menimbulkan hipotesis neurotransmitter yang mencakup kemungkinan disfungsi pada kedua sistem adrenergik dan dopaminergik. Secara keseluruhan, tidak ada bukti jelas yang mengaitkan satu neurotransmitter didalam timbulnya ADHD, tetapi banyak neurotransmitter dapat terlibat di dalam prosesnya. Faktor Neurofisiologis. Hubungan fisiologis adalah adanya berbagai pola elektroensefalogram (EEG) abnormal nonspesifik yang tidak beraturan dibandingkan dengan kontrol normal. Sejumlah studi yang menggunakan positron emission tomography (PET) menemukan berkurangnya aliran darah otak serta laju metabolik di area lobus frontalis anak-anak dengan ADHD dibandingkan dengan kontrol. Pemindaian PET juga menunjukkan bahwa remaja perempuan dengan gangguan ini memiliki metabolisme glukosa yang berkurang secara global dibandingkan dengan kontrol normal perempuan dan laki-laki serta pada laki-laki dengan gangguan ini. Satu teori menjelaskan temuan ini dengan menganggap bahwa lobus frontalis anakanak dengan ADHD melakukan mekanisme inhibisinya dengan tidak adekuat pada struktur yang lebih rendah, suatu efek yang menghasilkan disinhibisi. Faktor Psikososial. Peristiwa psikik yang memberikan stress, gangguan pada keseimbangan keluarga, serta faktor pencetus ansietas lain turut berperan di dalam mulainya atau berlanjutnya ADHD. Faktor predisposisi dapat mencakup temperamen anak, faktor familial-genetik, dan tuntutan masyarakat untuk patuh dengan cara berperilaku atau berpenampilan dengan cara yang rutin.2 Cook EH dan rekan (1995) dan Barkley dan rekan (2000), menyatakan adanya peningkatan ambilan kembali dopamin ke dalam sel neuron di daerah limbic dan lobus prefrontal akibat dari perubahan aktivitas hipersensitivitas transporter dopamine. Hal ini dikaitkan dengan gangguan pada fungsi neurotransmisi dopaminergik di area frontostriatokortikal. Kondisi ini membuat anak dengan ADHD mengalami kesulitan dalam menjalankan fungsi eksekutifnya, berupa kontrol diri yang buruk dan gangguan dalam menginhibisi perilaku. Secara teoritis, dengan bertambahnya usia, seorang anak seharusnya mampu melakukan control diri dengan
4

baik dan mengendalikan perilakunya dengan lebih terarah sehingga mampu melakukan tuntutan yang datang dari lingkungan sekitarnya. Tetapi kondisi ini tidaklah berjalan mulus pada anak dengan ADHD. Hal ini karena adanya hipersensitivitas transporter dopamine sehingga anak menunjukkan: a) Gangguan non-verbal working memory, dengan gambaran berupa: Kehilangan rasa kesadaran akan waktu Ketidakmampuan untuk menyimpan informasi didalam otaknya Persepsi yang tidak sesuai terhadap suatu obyek/kejadian Perencanaan dan pertimbangan yang buruk

b) Gangguan internalisiation of selfdirected speech, berupa: Kesulitan mengikuti peraturan yang berlaku Tidak disiplin Self guidance dan self questioning yang buruk

c) Gangguan regulasi, motivasi dan tingkat ambang kesadaran diri yang buruk. Kondisi ini memberikan gejala seperti: Kesulitan dalam menyensor semua bentuk reaksi emosi, ambang tol;eransi terhadap frustasi yang rendah Hilangnya regulasi diri dalam bidang motivasi dan dorongan kehendak

d) Gangguan kemmapuan merekontruksi berbagai perilaku yang sudah di observasi dalam usaha untuk membangun suatu bentuk perilaku baru untuk mencapai tujuan dari suatu kegiatan yang sudah ditargetkan, berupa: Keterbatasan untuk menganalisis perilaku-perilaku dan melakukan sintesis ke dalam bentuk yang baru Ketidakmampuan untuk menyelesaikan persoalan sesuai dengan taraf usianya Komplikasi perinatal juga dikaikan dengan timbulnya ADHD pada seorang anak. Studi retrospektif pada anak dengan ADHD menunjukkan adanya komplikasi perinatal yang lebih sering jika dibandingkan dengan anak tanpa ADHD. Beberapa komplikasi perinatal yang sering ditemukan adalah perdarahan antepartum, persalinan lama, nilai APGAR yang rendah dalam menit pertama kelahiran, dan lain-lain. Milberger dan rekan (1997) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ibu perokok dalam masa kehamilan mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk melahirkan anak dengan ADHD. Whitaker dkk (1997) menemukan bahwa bayi dengan berat badan
5

lahir rendah yang disertai dengan kerusakan substansia alba mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita ADHD di kemudian harinya. Walaupun masih kontroversi, beberapa kondisi seperti alergi, diet dan pebgaruh logam berat juga dikaitkan dengan terjadinya ADHD. ADHD mungkin akan bertambah berat pada anak dengan beberapa penyakit fisik tertentu seperti abnormalitas fungsi tyroid, infeksi telinga berulang dan tuli sensorineural.1

D. GAMBARAN KLINIS DAN DIAGNOSIS Perilaku anak ADHD seringkali berlebih dibandingkan dengan anak tanpa ADHD. Gejala kesulitan memusatkan perhatian, overaktivitas, impulsivitas dan kesulitan berinteraksi dengan lingkungannya sangat tergantung dengan usia anak. Semakin muda usia anak. Semakin muda usia anak, semakin kurang kemampuan anak untuk mengontrol prilakunya. Anak usia pra sekolah dengan ADHD akan bergerak dengan aktif di dalam ruangan dan terangsang untuk menyentuh dan memanipulasi semua benda, sesuka hati. Anak-anak ini sering melompat-lompat, berlari-lari atau memanjat-manjat tanpa kontrol seakan-akan digerakkan oleh mesin. Mereka menjadi liar dan overaktif, berisik dan sulit dikendalikan saat berinteraksi dengan teman-teman sebayanya. Anak-anak usia sekolah mungkin menunjukkan perilaku hiperaktif dan impulsivitas yang lebih ringan dibandingkan anak usia pra sekolah. Mereka sering mengalami kesulitan memutuskan perhatian di dalam kelas, tampak melamun, atau berpreokupasi. Anak sulit diam di tempat duduknya dan bergerak-gerak dengan gelisah. Kesulitan memusatkan perhatian berpengaruh pada prestasi akademik anak di sekolah, yang tampak dalam bentuk kecerobohan menulis, membuat kesalahankesalahan yang seharusnya tidak dilakukan, dan tidak mampu untuk rapi. Di rumah, orang tua menggambarkan anaknya sebagai anak yang tidak mau patuh bahkan untuk perintah yang paling sederhanapun, dan tidak mampu menyelesaikan pekerjaan rumah sampai tuntas.1 Gejala ADHD sebagaimana tercantum dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder terdiri dari tiga gejala utama, yaitu; 1. Inatensitivitas atau tidak ada perhatian atau tidak menyimak, terdiri dari: a. Gagal menyimak yang rinci b. Kesulitan bertahan pada satu aktivitas
6

c. Tidak mendengarkan sewaktu diajak bicara d. Sering tidak mengikuti instruksi e. Kesulitan mengatur jadwal tugas dan kegiatan f. Sering menghindar dari tugas yang memerlukan perhatian lam g. Sering kehilangan barang yang dibutuhkan untuk tugas h. Sering beralih perhatian oleh stimulus dari luar i. Sering pelupa dalam kegiatan sehari hari 2. Impulsivitas atau tidak sabaran, bisa impulsif motorik dan impulsif verbal atau kognitif, terdiri dari: a. Sering memberi jawaban sebelum pertanyaan selesai b. Sering mengalami kesulitan menunggu giliran c. Sering memotong atau menyela orang lain d. Sembrono, melakukan tindakan bernahaya tanpa pikir panjang e. Sering berteriak di kelas f. Tidak sabaran g. Usil, suka mengganggu anak lain h. Permintaannya harus segera dipenuhi i. Mudah frustasi dan putus asa 3. Hiperaktivitas atau tidak bisa diam, terdiri dari: a. Sering menggerakkan kaki atau tangan dan sering menggeliat b. Sering meninggalkan tempat duduk di kelas c. Sering berlari dan memanjat d. Mengalami kesulitan melakukan kegiatan dengan tenang e. Sering bergerak seolah diatur oleh motor penggerak f. Sering bicara berlebihan

Diagnosis ADHD biasanya ditentukan dengan menggunakan kriteria diagnosis yang terdapat dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV Text revesion (DSM-IV TR) dari American Psychiatric Association berdasarkan Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa III (PPDGJ III) yang sesuai dengan International Classification of Disease X (ICD X) Berdasarkan DSM IV maka kriteria diagnostic ADHD adalah sebagai berikut: a. Salah satu dari (1) atau (2):

1. Terdapat minimal enam (atau lebih) gejala-gejala inatensi berikut yang menetap dan telah berlangsung sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sampai ke tingkat yang maladaptive dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Sering gagal untuk memberikan perhatian yang baik terhadap hal-hal yang rinci atau sering melakukan kesalahan yang tidak

seharusnya/ceroboh terhadap pekerjaan sekolah, pekerjaan lain atau aktivitas-aktivitas lainnya Sering mengalami kesulitan untuk mempertahankan perhatian dalam melakukan tugas tanggung jawabnya atau dalam kegiatan bermain Sering tampak tidak mendengarkan (acuh) pada waktu diajak berbicara Sering tidak mampu mengikuti aturan atau intruksi dan gagal dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah, kegiatan sehari-hari atau pekerjaan di tempat kerja (tidak disebabkan oleh karena Gangguan Perilaku Menentang atau kesulitan untuk memahami intruksi Sering mengalami kesulitan dalam mengorganisasikan tugas tanggung jawab atau aktivitas-aktivitasnya Seringkali menghindari, tidak suka atau menolak kegiatan yang memerlukan konsentrasi lama seperti mengerjakan tugas-tugas sekolah Sering kehilangan barang-barang yang diperlukan untuk kegiatan atau aktivitasnya (seperti mainan, buku-buku, atau peralatan-peralatan lainnya) Mudah teralih perhatiannya oleh stimulus yang dari luar Mudah lupa akan kegiatan yang dilakukan sehari-hari

2. Terdapat minimal enam (atau lebih) gejala-gejala hiperaaktivitasimpulsivitas berikut yang menetap dan telah berlangsung sekurangkurangnya 6 (enam) bulan sampai ke tingkat yang maladaptive dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan anak: Hiperaktivitas (a) Sering gelisah dengan tangga atau kaki atau menggeliat di kursi (b) Sering meninggalkan bangku di ruang kelas atau di situasi lain padahal diharapkan ia tetap duduk

(c) Sering berlari di sekeliling atau memanjat pada situasi yang tidak sesuai (pada remaja atau orang dewasa, dapat terbatas pada perasaan gelisah subjektif) (d) Sering memiliki kesulitan di dalam bermain atau terlibat di dalam aktivitas senggang diam-diam (e) Sering sangat aktif atau sering bertindak seolah-olah dikendalikan oleh motor (f) Sering bicara berlebihan Impulsivitas a) Sering menjawab pertanyaan segera sebelu pertanyaannya selesai b) Sering memiliki kesulitan dalam menunggu giliran c) Sering mengganggu orang lain (misal, memotong percakapan atau permainan)

A. Beberapa geala hiperaktif-impulsif atau inatensi yang menyebabkan hendaya terjadi sebelum usia 7 tahun B. Beberapa hendaya akibat gejala ada dalam dua atau lebih keadaan (misal, di sekolah [atau tempat kerja] dan di rumah) C. Harus ada bukti jelas adanya hendaya di dalam fungsi sosial, akademik, atau pekerjaan yang secara klinis bermakna D. Gejala tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan perkembangan pervasif, skizofrenia, atau gangguan psikotik lain serta tidak disebabkan oleh gangguan jiwa lain (misal, gangguan mood, gangguan ansietas, gangguan disosiatif, atau gangguan kepribadian) Berdasarkan PPDGJ III, gangguan hiperkinetik dimasukkan dalam satu kelompok besar yang disebut sebgai Gangguan perilaku dan emosional dengan onset biasanya pada masa kanak dan remaja. Gangguan ini terdiri atas beberapa jenis, yaitu: 1. Gangguan aktivitas dan perhatian 2. Gangguan tingkah laku hiperkinetik 3. Gangguan hiperkinetik lainnya 4. Gangguan hiperkinetik yang tak terinci

Pedoman diagnosis gangguan hiperkinetik ini berdasarkan PPDGJ II adalah: Ciri-ciri utama ialah berkurangnya perhatian dan aktivitas berlebihan. Kedua ciri ini menjadi syarat mutlak untuk diagnosis dan haruslah nyata ada pada lebih dari satu situasi (misalnya di rumah, di kelas, di klinik). Berkurangnya perhatian tampak jelas dari terlalu dini dihentikannya tugas dan ditinggalkannya suatu kegiatan sebelum tuntas selesai. Anak-anak ini seringkali beralih dari satu kegiatan ke kegiatan lain, rupanya kehilangan minatnya terhadap tugas yang satu, karena perhatiannya tertarik kepada kegiatan lainnya (sekalipun kajian laboratorium pada umumnya tidak menunjukkan adanya derajat gangguan sensorik atau perceptual yang tidak biasa). Berkurangnya dalam ketekunan dan perhatian ini seharusnya hanya didiagnosis bila sifatnya berlebihan bagi anak dengan usia atau IQ yang sama. Hiperaktivitas dinyatakan dalam kegelisahan yang berlebihan, khususnya dalam situasi yang menuntut keadaan relative tenang. Hal ini, tergantung dari situasinya, mencakup anak itu berlari-lari atau melompat-lompat sekeliling ruangan, ataupun bangun dari duduk/kursi dalam situasi yang menghendaki anak tetap duduk, terlalu banyak bicara dan rebut, atau kegugupan/kegelisahan dan berputar-putar (berbelit-belit). Tolak ukur untuk penilaiannya adalah bahwa suatu aktivitas disebut berlebihan dalam konteks apa yang diharapkan pada suatu situasi dan dibandingkan dengan anak-anak lain yang sama umur dan IQ nya. Cirri khas perilaku ini paling nyata di dalam situasi yang terstruktur dan diatur yang menuntut suatu tingkat sikap pengendalian diri yang tinggi. Gambaran penyerta tidak cukup bahkan tidak diperlukan bagi suatu diagnosis, namun demikian dapat mendukung. Kecerobohan dalam hubungan-hubungan sosial, kesembronoan dalam situsi yang berbahaya dan sikap yang secara impulsive melanggar tata tertib sosial (yang diperlihatkan dengan mencampuri urusan atau mengganggu kegiatan orang lain, terlampau cepat menjawab pertanyan-pertanyaan yang belum lengkap diucapkan orang, atau tidak sabar menunggu gilirannya), semua ini merupakan ciri gambaran penyerta.

10

Gangguan belajar serta kekakuan motorik sangat sering terjadi dan haruslah dicatat secar terpisah (dibawah F80-F89; Gangguan perkembangan psikologis) bila ada; namun demikian tidak boleh dijadikan bagian dari diagnosis aktual mengenai gangguan hiperkinetik yang sesungguhnya

Gejala-gejala dari gangguan tingkah laku bukan merupakan kriteria eksklusi ataupun criteria inklusi untuk diagnosis utamanya, tetapi ada tidaknya gejala-gejala itu dijadikan dasar untuk subdivisi utama dari gangguan tersebut.

F 90.0, gangguan aktivitas dan perhatian. kriteria umum mengenai gangguan hiperkinetik (F 90) telah terpenuhi, tetapiu kriteria untuk gangguan tingkah laku (F 91) tidak terpenuhi. Termasuk gangguan pemusatan perhatian dan hiperkinetik.

F 90.1, gangguan tingkah laku hiperkinetik. Memenuhi kriteria menyeluruh mengenai gangguan hiperkinetik (F 90) dan juga kriteria menyeluruh mengenai gangguan tingkah laku (F 91).1,5

E. Diagnosis banding dan kormobiditas Beberapa gangguan dapat menyerupai atau menyertai ADHD. Gangguan medis yang sering menyerupai ADHD yaitu epilepsi, sindroma tourette, gejala sisa dari trauma kepala, gangguan penglihatan atau pendengaran, kekurangan zat Fe, gangguan tidur. Gangguan psikiatri yang sering menyerupai ADHD adalah gangguan penyesuaian, gangguan cemas, gangguan depresi, gangguan afektif bipolar, serta retardasi mental. Adapun, gangguan medis yang sering menyertai (kormobiditas) dengan ADHD adalah gangguan depresi yang timbul sekunder akibat kegagalan reaksi penyesuaian anak dengan ADHD dengan tuntutan dari lingkungan sekitarnya. Gangguan psikiatri yang seringkali menyertai ADHD yaitu gangguan belajar, gangguan tingkah laku, gangguan perilaku menentang, serta gangguan obsesi kompulsif. Berbagai penelitian menunjukkan 35% kasus ADHD juga disertai dengan gangguan perilaku menentang dan sekitar 25%-75% kasus ADHD disertai dengan gangguan suasana perasaan.1

11

Dampak dari ADHD terhadap tumbuh kembang seorang anak.


-Kesulitan akademik -Sosialisasi buruk -Terdapat problem citra diri -Berurusan dengan hukum -Merokok -Risiko untik mendapatkan trauma atau cedera -Kegagalan dalam pekerjaan -Problem dalam membina hubungan interpersonal -Risiko mendapatkan cedera atau kecelakaan

Gangguan Perilaku

Usia Pra sekolah

Usia sekolah

Remaja

Usia disaat perguruan tinggi

Dewasa

-Gangguan Perilaku -Kegagalan akademik -Terganggunya hubungan dengan teman saya -Terdapatnya problem citra diri

-Kegagalan akademik -Kesulitan dalam pekerjaan -Terdapatnya problem citra diri -Penggunaan zat / obat-obatan -Risiko mendapatkan cidera / kecelakaan

F. Tatalaksana ADHD adalah gangguan yang bersifat heterogen dengan manifestasi klinis yang beragam. Saat ini belum ada terapi yang diakui untuk menyembuhkan anak ADHD secara total. Berdasarkan evidance based, tatalaksana ADHD adalah pendekatan kompherensif dengan prinsip Multi Treatment Approach (MTA), yaitu dengan mendapatkan terapi obat dan juga diberikan terapi psikososial seperti terapi perilaku, terapi kognitif,-perilaku, serta latihan keterampilan sosial. Disamping itu, juga dengan memberikan psikoedukasi kepada orangtua, pengasuh maupun guru yang sehari-harinya berhadapan dengan anak ADHD.

Perilaku perawatan dalam studi MTA termasuk tiga pendekatan: 1) Pelatihan untuk orang tua: Membantu orang tua belajar tentang ADHD dan caracara untuk mengelola perilaku ADHD.

12

2) Pengobatan khusus untuk anak: Membantu anak-anak dan remaja dengan ADHD belajar untuk mengembangkan sosial, akademik, dan keterampilan memecahkan masalah 3) Intervensi Berbasis Sekolah: membantu guru untuk bertemu anak-anak dalam memenuhi kebutuhan pendidikan dengan mengajarkan mereka keterampilan untuk mengelola perilaku anak-anak ADHD di dalam kelas (seperti hadiah, konsekuensi, dan kartu laporan harian dikirim ke orang tua).6

Tujuan utama penatalaksanaan anak ADHD adalah memperbaiki pola perilaku dan sikap anak dalam menjalankan fungsinya sehari-hari dengan memperbaiki fungsi kontrol diri, sehingga anak mampu untuk memenuhi tugas tanggung jawab nya secara optimal sebagaimana usianya. Tujuan lainnya adalah memperbaiki pola adaptasi dan penyesuaian sosial anak sehingga terbentuk suata kemampuan adaptasi terbentuk suatu kemampuan adaptasi yang lebih baik dan matur sesuai dengan tingkat perkembangan anak. 1. Pendekatan psikofarmakologi pada anak dengan ADHD. Obat yang merupakan pilihan pertama adalah obat golongan psikostimulan. Terdapat 3 macam golongan obat psikostimulan yaitu golongan Metilfenidat (terdapat di Indonesia), golongan Deksamfetamin, golongan Pamolin. Menurut Barley dkk, efektivitas pemberian obat golongan metilfenidat sebesar 60-70% dalam mengurangi gejala hiperaktivitas-impulsivitas dan inatensi. Efek samping yang ditemukan dalam pemberian obat ini antara lain penarikan diri dari lingkungan sosial, over fokus, letargi, agitasi, iritabel, mudah menangis, cemas, sulit tidur, penurunan nafsu makan, sakit kepala, pusing dan timbulnya tics yang tidak ada sebelumnya. Efek samping ini biasanya timbul pertama kali pemakaian obat atau jika terjadi peningkatan dosis obat yang diberikan. Biasanya gejala efek samping obat akan hilang dalam beberapa jam setelah obat dihentikan atau dosisnya diturunkan. Penghentian pemakaian obat ini biasanya dilakukan secara bertahap untuk terjadi rebound phenomena.

13

Jenis Obat

Dosis

Metilfenidat 0,3(tablet, 10mg dan 0,7mg/KgBB 20 mg) /hr.Biasanya dimulai 5mg/hr(pagi). DosisMax 60mg/hr.

Efek Samping Insomnia, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan, sakit kepala, iritabel.

Lama Kerja Untuk jenis intermediate release(IR), lama kerja obat 3-4 jam. Mula kerja obat cepat (3060 menit). Efektif 70% kasus;keamana n cukup terjamin.

Perhatian Tidak dianjurkan pada pasien dengan kecemasan tinggi, tics motorik dan riwayat keluarga dengan sindroma Tourette Awitan kerja lambat (12jam setelah pemberian obat oral);tidak dianjurkan pada pasien dengan tingkat kecemasan yang tinggi, tics motorik atau riwayat keluarga dengan sindroma Tourettes Tidak dianjurkan pada pasien

Metilfenidat (slow Dosis dimulai release,20mg) dengan 20mg(pagi), dan dapat ditingkatkan dengan dosis 0,30,7mg/kgBB/ha ri. Kadangkadang perlu ditambahkan 510mg (pagi).Dosis max 60mg/hr

Insomnia, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan, sakit kepala, iritabel.

Untuk jenis slow release, sekitar 7 jam. Terutama berguna untuk remaja dengan GPPH sehingga dapat menghindari pemberian obat di siang hari.

MetilfenidatOROS (18mg,36mg,54mg )

Dosis dimulai dengan 18mg, 1 hari sekali di pagi hari.Dosis


14

Insomnia, penurunan nafsu makan,

Untuk jenis osmotic release oral system, sekitar

ditingkatkan dengan dosis 0,30,7mg/kgBB/hr

penurunan berat badan, sakit kepala, iritabel

12 jam dengan kadar plasma obat yang relatif stabil

dengan kecemasan tinggi, tics motorik dan riwayat keluarga dengan sindroma Tourette

Obat golongan antidepresan juga dapat digunakan pada anak dengan ADHD. Obat ini bekerja sebagai inhibitor metabolisme dopamin dan norepineprin. Obat antidepresan seperti imipramin dapat memberikan hasil yang cukup memuaskan dalam mengurangi gejala ADHD, tetapi efikasinya lebih rendah dari obat golongan psikostimulan. Pemakaian obat ini pada anak menjadi terbatas karena efek samping dari obat ini terhadap kardiovaskuler, neurologik, dan anti kolinergik. Obat antidepresan lain yaitu golongan penghambat ambilan serotonin yang bekerja secara spesifik / serotonin specific reuptake inhibitor (SSRI), misalnya flouxetine. Pemberian flouxatine 0,6 mg/KgBB dapat memberikan respon sebesar 58% pada anak ADHD yang berusia7-15 tahun. Obat antidepresan golongan penghambat monoamin oksidase, seperti moclobemide dengan dosis 3-5mg/KgBB/hari yang dibagi dalam 2 dosis pemberian. Obat golongan antipsikotik seperti risperidon, obat antikonvulsi seperti golongan carbamazepin, dan obat antihipertensi seperti klonidin juga bermanfaat mengurangi gejala ADHD pada anak.

2. Pendekatan psikososial pada anak dengan ADHD yaitu a. Adanya pelatihan keterampilan sosial pada anak dengan ADHD sehingga diharapkan anak tersebut akan lebih mengerti norma-norma sosial dan mampu berinteraksi serta beraksi sesuai dengan norma yang ada. b. Edukasi bagi orang tua dan guru kelasnya, agar anak dengan ADHD mendapatkan suatu bentuk terapi perilaku yang disebut sebagai modifikasi perilaku. c. Modifikasi perilaku merupakan teknik perilaku dengan mengguanakan prinsip ABC (Antecendents Behaviour and Consequences).Dalam modifikasi
15

perilaku, orangtua diharapkan merubah antecendents dan consequences sehingga diharapkan anak dapat mengubah perilaku yang awalnya kurang adaptif menjadi lebih adaptif dengan lingkngan sekitarnya. Teknik ini umumnya membutuhkan waktu cukup lama dan dijalankan secara konsisten. d. Selain itu, edukasi dan pelatihan pada guru merupakan hal yang sangat penting karena salah satu permasalahan anak dengan ADHD adalah permasalahan akademis, dan edukasi ini juga dapat menghindari angggapan buruk terhadap anak dengan ADHD dan guru diharapkan akan meningkatkan kemampuan dalam mengempati sikap, perilaku dan reaksi emosi anak didik dengan ADHD. Kebutuhan akan kelompok dukungan keluarga atau kelompok antar orangtua. Di dalam kelompok ini, orangtua akan merasa lebih nyaman dan terbuka mengemukakan masalah yang dihadapi anak mereka, serta lebih mudah mengekspresikan apa yang mereka rasakan serta dapat saling berbagi pengalaman dalam menangani berbagai masalah yang dihadapi anak mereka.1

16

BAB III KESIMPULAN

Permasalahan maupun penyelesaian masalah anak dengan ADDH perlu mendapatkan perhatian yang lebih, terutama dari praktisi kesehatan jiwa yang bekerja dalam dunia anak. Angka kejadian ADDH yang cukup tinggi di masyarakat (4-10 % dari populasi anak usia sekolah dasar). Merupakan sinyal bagi kita semua untuk mulai memikirkan apa yang sebaiknya dan seharusnya dulakukan saat ini dan di masa mendatang. Anak-anak ADDH merupakan anak yang dengan kebutuhan khusus oleh karena itu perencanaan dan tatalaksana yang akan diberikan haruslah dirancang sedemikian rupa sehingga mencakup seluruh aspek kehidupan anak dan juga keluarganya.

17

DAFTAR PUSTAKA

1. T. Wiguna. 2010. Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas. Badan penerbit FKUI : Jakarta. Hal 441-454 2. Asherson, Philip Phd. ADHD and Genetics. Encyclopedia on Early Chilhood Development;2010;1-8 3. Sadock, J. Benjamin, Virginia A. Sadock. 2010. Gangguan Defisit Atensi. EGC : Jakarta. Hal 597-601. 4. US Department of health anf human service. Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD). National Instute of Mental Health.2008;1-28 5. Maslim, Rusdi. 2003. Gangguan Perilaku dan Emosional dengan Onset Biasanya Pada Masa Kanak dan Remaja dalam Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya : Jakarta. Hal 136-137 6. American Academy of Child and Adolescent Psychiatry and American Psychiatric. ADHD parents medication guides;2010;1-28

18

Vous aimerez peut-être aussi