Vous êtes sur la page 1sur 41

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Batu empedu atau gallstones adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis. Kejadian batu empedu di negara negara industri antara 10 15 %. Di Amerika Serikat, insiden kolelitiasis diperkirakan 20 juta orang, dengan 70% diantaranya didominasi oleh batu kolesterol dan 30% sisanya terdiri dari batu pigmen dan komposisi yang bervariasi, menurut Healthy Lifestyle Desember 2008. Sedangkan penelitian di Jakarta pada 51 pasien pasien didapatkan batu pigmen pada 73% pasien dan batu kolesterol pada 27% pasien hal ini menurut divisi Hepatology,Departemen IPD, FKUI/RSCM Jakarta. Prevalensi tergantung usia, jenis kelamin, dan etnis. Kasus batu empedu lebih umum ditemukan pada wanita. Faktor risiko batu empedu memang dikenal dengan singkatan 4-F, yakni Fatty (gemuk), Fourty ( 40th), Fertile (subur), dan Female (wanita). Wanita lebih berisiko mengalami batu empedu karena pengaruh hormon estrogen. Meski wanita dan usia 40th tercatat sebagai faktor risiko batu empedu, itu tidak berarti bahwa wanita di bawah 40th dan pria tidak mungkin terkena. Penderita diabetes mellitus, baik wanita maupun pria, berisiko mengalami komplikasi batu empedu akibat kolesterol tinggi. Bahkan, anak anak pun bisa mengalaminya, terutama anak dengan penyakit kolesterol herediter.2,3 Menurut gambaran makroskopik dan komposisi kimianya,batu empedu dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori mayor, yaitu : 1. Batu kolesterol dimana komposisi kolesterol melebihi 70%, 2. Batu pigmen coklat atau batu calcium bilirubinate yang mengandung Ca-bilirubinate sebagai komponen utama, dan 3. Batu pigmen hitam yang kaya akan residu hitam tak terekstraksi.1 Ada tiga faktor penting yang berperan dalam patogenesis batu kolesterol : 1. Hipersaturasi kolesterol dalam kandung empedu, 2. Percepatan terjadinya kristalisasi kolesterol dan 3. Gangguan motilitas kandung empedu dan usus.Sedangkan patogenesis batu pigmen melibatkan infeksi saluran empedu, stasis empedu, malnutrisi, dan faktor diet. Kelebihan

aktivitas -glucuronidase bakteri dan manusia (endogen) memegang peran kunci dalam patogenesis batu pigmen pada pasien di negara timur.1 Walaupun batu dapat terjadi dimana saja dalam saluran empedu, namun batu kandung empedu ialah yang tersering didapat.Bila batu empedu ini tetap saja tinggal di dalam kandung empedu, maka biasanya tidak menimbulkan gejala apapun.Gejala gejala biasanya timbul bila batu ini keluar menuju duodenum melalui saluran empedu, karena dapat menyebabkan kolik empedu akibat iritasi, hidrops, atau empiema akibat obstruksi duktus cysticus. Bila obstruksi terjadi pada duktus koledokus maka dapat terjadi kolangitis ascendens, ikterus, dan kadang kadang sirosis bilier.4,5Jika batu empedu tidak menimbulkan gejala biasanya pasien tidak memerlukan pengobatan. Meski demikian, banyak juga kasus batu empedu yang membutuhkan tindakan operasi yang disebut cholecystectomy.Saat ini operasi sudah biasa dilakukan dengan laparoskopi atau bedah minimal.Karena hanya dengan sayatan kecil, proses pemulihannya pun lebih cepat.Bedah minimal juga hanya menimbulkan sedikit nyeri dan kalaupun terjadi komplikasi hanya ringan saja, tidak seperti bedah terbuka.Ada pula kasus yang mengharuskan kantong empedu diangkat.Walaupun organ ini sudah dibuang, seseorang bisa saja melanjutkan kehidupannya dengan normal dan tetap produktif karena sebetulnya kantong empedu hanya berfungsi sebagai tempat penampungan. Setelah menjalani pengangkatan kantong empedu, pasien sebaiknya memperhatikan pola makan yaitu dengan membatasi asupan makanan berlemak atau berminyak.6 1.2 Tujuan Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui dan lebih memahami definisi, patogenesa, gejala klinis, diagnose dan penatalaksanaan kolelitiasis karena penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara barat, sedangkan di Indonesia baru mendapat perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian masih terbatas. Batu empedu walaupun merupakan kasus yang tidak begitu sering ditemui, tetapi gejalanya yang mirip penyakit maag, penyakit kuning ( hepatitis ), bahkan bisa mirip usus buntu, radang pankreas dan irritable bowel syndrome. Karena diagnosa banding yang banyak itu, butuh ketelitian pemeriksaan fisik dan diagnostik sehingga tidak terjadi kesalahan dalam diagnosa.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 ANATOMI Kandung empedu merupakan kantong berbentuk alpukat yang terletak tepat dibawah lobus kanan hati.Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, infundibulum, dan kolum.Fundus bentuknya bulat, ujungnya buntu dari kandung empedu.Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah bagian yang sempit dari kandung empedu.8 Empedu yang di sekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil dalam hati.Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan hati sebagai duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus.7,8

Gambar 1. Gambaran anatomi kandung empedu (Emedicine, 2007) 2.2 FISIOLOGI Salah satu fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu, normalnya antara 600-1000 ml/hari. Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu.Diluar waktu makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan di sini mengalami pemekatan sekitar 50 %.Fungsi primer dari kandung empedu adalah memekatkan empedu dengan absorpsi

air dan natrium.Kandung empedu mampu memekatkan zat terlarut yang kedap, yang terkandung dalam empedu hepatik 5-10 kali dan mengurangi volumenya 80-90%.8Empedu di bentuk di membran kanalikuli hepatosit. Sebagian juga pada duktulus-duktulus empedu dan di sekresi oleh proses aktif yang secara relatif tidak bergantung pada aliran darah. Empedu terdiri dari larutan ion-ion anorganik dan organik.Komponen organik utama empedu adalah asam empedu terkonjugasi, kolesterol, fosfolipid, pigmen empedu dan protein. Tekanan sekresi empedu sekitar 10 20 cm dengan tekanan sekresi maksimal 30 35 cm pada keadaan obstruksi biliaris total. Empedu disekresi dalam dua tahap oleh hepar : (1) Bagian awal disekresikan oleh sel-sel hepatosit ; sekresi awal ini mengandung sejumlah besar asam empedu dan kolesterol, kemudian empedu disekresikan kedalam kanalikuli biliaris yang terletak diantara sel-sel hati. (2) Kemudian, empedu mengalir ke perifer menuju septa interlobularis, tempat kanalikuli mengosongkan empedu ke dalam duktus biliaris terminal dan kemudian mencapai duktus hepatikus dan duktus biliaris komunis. Dari sini empedu langsung dikosongkan menuju ke duodenum atau dialihkan melalui duktus sistikus ke dalam kandung empedu. Empedu melakukan dua fungsi penting,menurut Guyton &Hall, 1997 : Empedu berperan penting dalam pencernaan dan absorbsi lemak, karena asam empedu yang melakukan dua hal antara lain : asam empedu membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar menjadi partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan dalam getah pankreas, Asam empedu membantu transpor dan absorpsi produk akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa intestinal. Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk buangan penting dari darah, hal ini terutama meliputi bilirubin, dan kelebihan kolesterol yang dibentuk oleh sel-sel hepar. Pengosongan kandung empedu dipengaruhi oleh hormon kolesistokinin, hal ini terjadi ketika makanan berlemak masuk ke duodenum sekitar 30 menit setelah makan. Dasar yang menyebabkan pengosongan adalah kontraksi ritmik dinding kandung empedu, tetapi efektifitas pengosongan juga membutuhkan relaksasi yang bersamaan dari sfingter oddi yang menjaga pintu keluar duktus biliaris komunis kedalam duodenum. Selain kolesistokinin, kandung empedu juga dirangsang kuat oleh serat-serat saraf yang

menyekresi asetilkolin dari sistem saraf vagus dan enterik. Kandung empedu mengosongkan simpanan empedu pekatnya ke dalam duodenum terutama sebagai respon terhadap perangsangan kolesistokinin. Saat lemak tidak terdapat dalam makanan, pengosongan kandung empedu berlangsung buruk, tetapi bila terdapat jumlah lemak yang adekuat dalam makanan, normalnya kandung empedu kosong secara menyeluruh dalam waktu sekitar 1 jam. 8

Gambar. Normal komposisi dari Empedu 2.3 EPIDEMIOLOGI Secara garis besar dapat disimpulkan dari segi epidemiologi pada kasus kolelitiasis : 1. Female 2. Fat 3. Forty 4. Fertile 5. Food 6. Flatulen wanita : pria dengan perbandingan 2 : 1. Bertambah dengan tambahnya usia. Lebih banyak pada multipara. orang dengan diet tinggi kalori dan obat-obatan tertentu. Sering memberi gejala-gejala saluran cerna. Lebih sering pada orang banyak yang gemuk.

2.4 ETIOLOGI, PATOGENESIS dan PATHOFISIOLOGI Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang pada saluran empedu lainnya dan diklasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya. Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna, akan tetapi, faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu,

stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Perubahan susunan empedu mungkin merupakan yang paling penting pada pembentukan batu empedu, karena terjadi pengendapan kolesterol dalam kandung empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat meningkatkan supersaturasi progesif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentukan batu, melalui peningkatan dan deskuamasi sel dan pembentukan mukus.1,8 Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu. Pada kondisi yang abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan pembentukan batu empedu. Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan pengendapan kolesterol adalah : terlalu banyak absorbsi air dari empedu, terlalu banyak absorbsi garam- garam empedu dan lesitin dari empedu, dan terlalu banyak sekresi kolesterol dalam empedu. Jumlah kolesterol dalam empedu sebagian ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol sebagai salah satu produk metabolisme lemak dalam tubuh. Untuk alasan inilah, orang yang mendapat diet tinggi lemak dalam waktu beberapa tahun, akan mudah mengalami perkembangan batu empedu.6 Batu kandung empedu dapat berpindah kedalam duktus koledokus melalui duktus sistikus. Didalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut dapat menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial atau komplet sehingga menimbulkan gejala kolik empedu. Kalau batu terhenti di dalam duktus sistikus karena diameternya terlalu besar atau tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada disana sebagai batu duktus sistikus.1,7

Gambar.Kelainan obstruksi sesuai letak lokasi Empedu dan salurannya.

Pathofisiologi pembentukan batu empedu atau disebut kolelitiasis pada umumnya merupakan satu proses yang bersifat multifaktorial. Kolelitiasis merupakan istilah dasar yang merangkum tiga proses litogenesis empedu utama berdasarkan lokasi batu terkait: 1. Kolesistolitiasis (litogenesis yang terlokalisir di kantung empedu) 2. Koledokolitiasis (litogenesis yang terlokalisir di duktus koledokus) 3. Hepatolitiasis (litogenesis yang terlokalisir di saluran empedu dari awal percabangan duktus hepatikus kanan dan kiri). Dari segi patofisiologi, pembentukan batu empedu tipe kolesterol dan tipe berpigmen pada dasarnya melibatkan dua proses patogenesis dan mekanisme yang berbeda sehingga patofisiologi batu empedu turut terbagi atas: 1. Patofisiologi batu kolesterol 2. Patofisiologi batu berpigmen A. Patofisiologi Batu Kolesterol. Pembentukan batu kolesterol merupakan proses yang terdiri atas 4 defek utama yang dapat terjadi secara berurutan atau bersamaan: 1. Supersaturasi Kolesterol Empedu. Kolesterol merupakan komponen utama dalam batu kolesterol. Pada metabolisme kolesterol yang normal, kolesterol yang disekresi ke dalam empedu akan terlarut oleh komponen empedu yang memiliki aktivitas detergenik seperti garam empedu dan fosfolipid (khususnya lesitin). Konformasi kolesterol dalam empedu dapat berbentuk misel, vesikel, campuran misel dan vesikel atau kristal. Umumnya pada keadaan normal dengan saturasi kolesterol yang rendah, kolesterol wujud dalam bentuk misel yaitu agregasi lipid dengan komponen berpolar lipid seperti senyawa fosfat dan hidroksil terarah keluar dari inti misel dan tersusun berbatasan dengan fase berair sementara komponen rantaian hidrofobik bertumpuk di bagian dalam misel. Semakin meningkat saturasi kolesterol, maka bentuk komposisi kolesterol yang akan ditemukan terdiri atas campuran dua fase yaitu misel dan vesikel. Vesikel kolesterol dianggarkan sekitar 10 kali lipat lebih besar daripada misel dan memiliki fosfolipid dwilapisan tanpa mengandung garam

empedu.Seperti misel, komponen berpolar vesikel turut diatur mengarah ke luar vesikel dan berbatasan dengan fase berair ekstenal sementara rantaian hidrokarbon yang hidrofobik membentuk bagian dalam dari lipid dwilapis.Diduga <30% kolesterol bilier diangkut dalam bentuk misel, yang mana selebihnya berada dalam bentuk vesikel. Umumnya, konformasi vesikel berpredisposisi terhadap pembentukan batu empedu karena lebih cenderung untuk beragregasi dan bernukleasi untuk membentuk konformasi kristal. Tingkat supersaturasi kolesterol disebut sebagai faktor paling utama yang menentukan litogenisitas empedu. Berdasarkan diagram fase, faktor-faktor yang mendukung supersaturasi kolesterol empedu termasuk: a. Hipersekresi kolesterol. Hipersekresi kolesterol merupakan penyebab paling utama supersaturasi kolesterol empedu. Hipersekresi kolesterol dapat disebabkan oleh: i. peningkatan uptake kolesterol hepatik ii. peningkatan sintesis kolesterol iii. penurunan sintesis garam empedu hepatik iv. penurunan sintesis ester kolestril hepatik b.Hiposintesis garam empedu/perubahan komposisi relatif cadangan asam empedu. c. Defek sekresi atau hiposintesis fosfolipid95% daripada fosfolipid empedu terdiri atas lesitin. Sebagai komponen utama fosfolipid empedu, lesitin berperan penting dalam membantu solubilisasi kolesterol. Mutasi pada molekul protein transpor fosfolipid (disebut protein ABCB4) yang berperan dalam sekresi molekul fosfolipid (termasuk lesitin) ke dalam empedu terkait dengan perkembangan kolelitiasis pada golongan dewasa muda 2. Hipomotilitas Kantung Empedu. Motilitas kantung empedu merupakan satu proses fisiologik yang mencegah litogenesis dengan memastikan evakuasi empedu dari kantung empedu ke dalam usus sebelum terjadinya proses litogenik. Hipomotilitas kantung empedu memperlambat evakuasi empedu ke dalam usus:

at dari evakuasi empedu peningkatan konsentrasi empedu proses litogenesis empedu. Hipomotilitas kantung empedu dapat terjadi akibat: a. Kelainan intrinsik dinding muskuler yang meliputi: Perubahan tingkat hormon seperti menurunnya kolesistokinin (CCK), meningkatnya somatostatin dan estrogen. Perubahan kontrol neural (tonus vagus). b. Kontraksi sfingter melampau hingga menghambat evakuasi empedu normal. Patofisiologi yang mendasari fenomena hipomotilitas kantung empedu pada batu empedu masih belum dapat dipastikan.Namun begitu, diduga hipomotilitas kantung empedu merupakan akibat efek toksik kolesterol berlebihan yang menumpuk di sel otot polos dinding kantung yang menganggu transduksi sinyal yang dimediasi oleh protein G. Kesannya, terjadi pengerasan membran sarkolema sel otot tersebut.Secara klinis, penderita batu empedu dengan defek pada motilitas kantung empedu cenderung bermanifestasi sebagai gangguan pola makan terutamanya penurunan selera makan serta sering ditemukan volume residual kantung empedu yang lebih besar.Selain itu, hipomotilitas kantung empedu dapat menyebabkan stasis kantung empedu. Stasis merupakan faktor resiko pembentukan batu empedu karena gel musn akan terakumulasi sesuai dengan perpanjangan waktu penyimpanan empedu. Stasis menyebabkan gangguan aliran empedu ke dalam usus dan ini berlanjut dengan gangguan pada sirkulasi enterohepatik.Akibatnya, output garam empedu dan fosfolipidberkurang dan ini memudahkan kejadian supersaturasi.Stasis yang berlangsung lama menginduksi pembentukan lumpur bilier (biliary sludge) terutamanya pada penderita dengan kecederaan medula spinalis, pemberian TPN untuk periode lama, terapi oktreotida yang lama, kehamilan dan pada keadaan penurunan berat badan mendadak. Lumpur bilier yang turut dikenal dengan

namamikrolitiasis atau pseudolitiasis ini terjadi akibat presipitasi empedu yang terdiri atas kristal kolesterol monohidrat, granul kalsium bilirubinat dan mukus. Patofisiologi lumpur bilier persis proses yang mendasari pembentukan batu empedu. Kristal kolesterol dalam lumpur bilier akan mengalami aglomerasi berterusan untuk membentuk batu makroskopik hingga dikatakan lumpur bilier merupakan prekursor dalam litogenesis batu empedu. 3. Peningkatan Aktivitas Nukleasi Kolesterol. Empedu yang supersaturasi dengan kolesterol cenderung untuk mengalami proses nukleasi. Nukleasi merupakan proses kondensasi atau agregasi yang menghasilkan kristal kolesterol monohidrat mikroskopik atau partikel kolesterol amorfus daripada empedu supersaturasi. Nukleasi kolesterol merupakan proses yang dipengaruhi oleh keseimbangan unsur antinukleasi dan pronukleasi yang merupakan senyawa protein tertentu yang dikandung oleh empedu, faktor pronukleasi berinteraksi dengan vesikel kolesterol sementara faktor antinukleasi berinteraksi dengan kristal solid kolesterol. Antara faktor pronukleasi yang paling penting termasuk glikoprotein musin, yaitu satu-satunya komponen empedu yang terbukti menginduksi pembentukan batu pada keadaan in vivo.Inti dari glikoprotein musin terdiri atas daerah hidrofobik yang mampu mengikat kolesterol, fosfolipid dan bilirubin. Pengikatan vesikel yang kaya dengan kolesterol kepada regio hidrofilik glikoprotein musin ini diduga memacu proses nukleasi. Faktor pronukleasi lain yang berhasil diisolasi daripada model sistem empedu termasuk imunoglobulin (IgG dan M), aminopeptidase N, haptoglobin dan glikoprotein asam -1. Penelitian terbaru menganjurkan peran infeksi intestinal distal oleh spesies Helicobacter (kecuali H. pylori) menfasilitasi nukleasi kolesterol empedu. Proses nukleasi turut dapat diinduksi oleh adanya mikropresipitat garam kalsium inorganik maupun organik. Faktor antinukleasi termasuk protein seperti imunoglobulin A (IgA), apoA-I dan apoA II.Mekanisme fisiologik yang mendasari efek untuk sebagian besar daripada

faktor-faktor ini masih belum dapat dipastikan. Nukleasi yang berlangsung lama selanjutnya akan menyebabkan terjadinya proses kristalisasi yang menghasilkan kristal kolesterol monohidrat. Waktu nukleasi pada empedu penderita batu empedu telah terbukti lebih pendek dibanding empedu kontrol pada orang normal. Waktu nukleasi yang pendek mempergiat kristalisasi kolesterol dan menfasilitasi proses litogenesis empedu. 4. Hipersekresi Mukus Di Kantung Empedu Saat ini, stimulus yang menyebabkan hipersekresi mukus belum dapat dipastikan namun prostaglandin diduga mempunyai peran penting dalam hal ini. B. Patofisiologi batu berpigmen Patofisiologi batu berpigmen untuk kedua tipe yakni batu berpigmen hitam dan batu berpigmen coklat melibatkan dua proses yang berbeda. 1. Patofisiologi batu berpigmen hitam Pembentukan batu berpigmen hitam diawali oleh hipersekresi blilirubin terkonjugat (khususnya monoglukuronida) ke dalam empedu. Pada keadaan hemolisis terjadi hipersekresi bilirubin terkonjugat hingga mencapai 10 kali lipat dibanding kadar sekresi normal. Bilirubin terkonjugat selanjutnya dihidrolisis oleh glukuronidase- endogenik membentuk bilirubin tak terkonjugat. Pada waktu yang sama, defek pada mekanisme asidifikasi empedu akibat daripada radang dinding mukosa kantung empedu atau menurunnya kapasitas buffering asam sialik dan komponen sulfat dari gel musin akan menfasilitasi supersaturasi kalsium karbonat dan fosfat yang umumnya tidak akan terjadi pada keadaan empedu dengan pH yang lebih rendah. Supersaturasi berlanjut dengan pemendakan atau presipitasi kalsium karbonat, fosfat dan bilirubin tak terkonjugat. Polimerisasi yang terjadi kemudian akan menghasilkan kristal dan berakhir dengan pembentukan batu berpigmen hitam. 2. Patofisiologi batu berpigmen coklat

Batu berpigmen coklat terbentuk hasil infeksi anaerobik pada empedu, sesuai dengan penemuaan sitorangka bakteri pada pemeriksaan mikroskopik batu.Infeksi traktus bilier oleh bakteri Escherichia coli, Salmonella typhii dan spesies Streptococcus atau parasit cacing seperti Ascaris lumbricoides dan Opisthorchis sinensis serta Clonorchis sinensis mendukung pembentukan batu berpigmen. Patofisiologi batu diawali oleh infeksi bakteri/parasit di empedu. Mikroorganisma enterik ini selanjutnya menghasilkan enzim glukuronidase-, fosfolipase A dan hidrolase asam empedu terkonjugat. Peran ketiga-tiga enzim tersebut didapatkan seperti berikut: i. ii. iii. Glukuronidase menghidrolisis bilirubin terkonjugat hingga menyebabkan pembentukan bilirubin tak terkonjugat. Fosfolipase A menghasilkan asam lemak bebas (terutamanya asam stearik dan asam palmitik). Hidrolase asam empedu menghasilkan asam empedu tak terkonjugat. Hasil produk enzimatik ini selanjutnya dapat berkompleks dengan senyawa kalsium dan membentuk garam kalsium. Garam kalsium dapat termendak lalu berkristalisasi sehingga terbentuk batu empedu. Proses litogenesis ini didukung oleh keadaan stasis empedu dan konsentrasi kalsium yang tinggi dalam empedu. Bakteri mati dan glikoprotein bakteri diduga dapat berperan sebagai agen perekat, yaitu sebagai nidus yang menfasilitasi pembentukan batu, seperti fungsi pada musin endogenic. 2.5 MANIFESTASI KLINIS Manifestasi Klinis Kurang lebih 10% penderita batu empedu asimtomatik. Gejala yang dapat timbul: Nyeri (60%). Bersifat kolik, mulai daerah epigastrium atau hipokondrium kanan dan menjalar ke bahu kanan.Nyeri ini sering timbul karena makanan berlemak. Bila terjadi penyumbatan duktus sistikus atau kolesistits dijumpai nyeri tekan hipokondrium kanan, terutama pada waktu penderita menarik napas dalam (MURPHYS SIGN). Demam. Timbul peradangan.Sering disertai menggigil.

Ikterus. Ikterus obstruksi terjadi bila ada batu yang menyumbat saluran empedu utama (duktus hepatikus / koledokus). Trias Charcot, if ada infeksi (Demam, Nyeri didaerah ulu hati, Ikterus.) Hydrops vesica felea ( Couvousier Law ) : Teraba Vesica felea. Pruritus. Kulit Gatal-gatal Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan perut kanan atas disertai tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila terjadi kolangitis. Apabila timbul serangan kolangitis yang umumnya disertai obstruksi, akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya kolangitis tersebut. Kolangitis akut yang ringan sampai sedang biasanya kolangitis bakterial non piogenik yang ditandai dengan trias Charcot yaitu demam dan menggigil, nyeri didaerah hati, dan ikterus. Apabila terjadi kolangiolitis, biasanya berupa kolangitis piogenik intrahepatik, akan timbul 5 gejala pentade Reynold, berupa tiga gejala trias Charcot, ditambah syok, dan kekacauan mental atau penurunan kesadaran sampai koma. Koledokolitiasis sering menimbulkan masalah yang sangat serius karena komplikasi mekanik dan infeksi yang mungkin mengancam nyawa.Batu duktus koledokus disertai dengan bakterobilia dalam 75% persen pasien serta dengan adanya obstruksi saluran empedu, dapat timbul kolangitis akut.Episode parah kolangitis akut dapat menyebabkan abses hati.Migrasi batu empedu kecil melalui ampula vateri sewaktu ada saluran umum diantara duktus koledokus distal dan duktus pankreatikus dapat menyebabkan pankreatitis batu empedu. Tersangkutnya batu empedu dalam ampula akan menyebabkan ikterus obstruktif.7 2.6 DIAGNOSIS Penyakit batu empedu memiliki 4 tahap: 1) Tahap litogenik , pada kondisi ini mulai terbentuk batu empedu. 2) Tahap asimptomatik, pada tahap ini pasien tidak mengeluh akan sesuatu sehingga tidak memerlukan penanganan medis. Karena banyak terjadi, batu empedu biasanya muncul bersama dengan keluhan gastroitestinal lainnya. Beberapa penelitian menunjukkan batu empedu menyebabkan nyeri abdomen kronik, heartburn, distress postprandial, rasa kembung, serta adanya gas dalam abdomen, konstipasi dan diare. Dispepsia yang terjadi

karena makan makanan berlemak sering salah dikaitkan dengan batu empedu, dimana irritable bowel syndrome atau refluks gastroesofageal merupakan penyebab utamanya. 3) Tahap Kolik bilier, episode dari kolik bilier bersifat sporadik dan tidak dapat diperkirakan.Nyeri terlokalisir pada epigastrium atau kuadran kanan atas dan dirasakan sampai ke daerah ujung scapula kanan. Dari onset nyeri, nyeri akan meningkat stabil sekitar 10 menit dan cenderung meningkat selama beberapa jam sebelum mulai mereda. Nyeri bersifat konstan dan tidak berkurang dengan emesis, antasida, defekasi atau perubahan posisi. Nyeri mungkin juga bersamaan dengan mual dan muntah, muncul biasanya setelah makan ( Kolik pasca Prandial) 4) Komplikasi kolelitiasis, terjadi ketika batu persisten masuk ke dalam duktus biliar sehingga menyebabkan kantung empedu menjadi distended dan mengalami inflamasi progresif. Sebagian besar (90-95%) kasus kolesistitis akut disertai kolelithiasis dan keadaan timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan peradangan organ tersebut. Respon peradangan dapat dicetuskan 3 faktor: o Inflamasi mekanik yang dicetuskan oleh kenaikan tekanan intra lumen dan distensi menyebabkan iskemia mokusa dan dinding kandung empedu. o Inflamasi kimiawi akibat pelepasan lesitin dan faktor jaringan lokal lainnya. o Inflamasi bakteri yang memegang peran pada sebagian besar pasien dengan kolesistitis akut 2.7PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Laboratorium Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut dapat terjadi leukositosis, biasanya akan diikuti kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledokus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledokus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin kadar amylase serum biasanya meningkat sedang setiap kali terjadi serangan akut Pemeriksaan Radiologis Foto polos abdomen

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak.Kadang kandung empedu yang mengandung empedu berkalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos abdomen. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak dikuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, flexura hepatica.

Gambar. Foto Rongent pada kolelitiasis Ultrasonografi Pemeriksaan ini merupakan metode noninvasif yang sangat bermanfaat dan merupakan pilihan pertama untuk mendeteksi kolelitiasis dengan nilai sensitifitas dan spesifisitas lebih dari 95%.Ultrasonografi dapat memberikan informasi yang cukup lengkap mengenai : o Memastikan adanya batu empedu o Menunjukkan berapa batu empedu yang ada dan juga ukurannya. o Melihat lokasi dari batu empedu tesebut. Apakah di dalam kandung empedu atau didalam duktus. Ada 2 jenis pemeriksaan menggunakan ultrasonografi, yaitu :

1) Ultrasonografi transabdominal Pemeriksaan ini tidak menimbulkan rasa nyeri, murah dan tidak membahayakan pasien.Hampir sekitar 97% batu empedu dapat didiagnosis dengan ultrasonografi transabdominal, namun kurang baik dalam mengidentifikasi batu empedu yang berlokasi di dalam duktus dan hanya dapat mengidentifikasi batu empedu dengan ukuran lebih besar dari 45 mm. 2) Ultrasonografi endoskopi Ultrasonografi endoskopik dapat memberikan gambaran yang lebih baik daripada ultrasonografi transabdominal.Karena sifatnya yang lebih invasif dan juga dapat mendeteksi batu empedu yang berlokasi di duktus biliaris lebih baik.Kekurangannya adalah mahal dari segi biaya dan banyak menimbulkan risiko bagi pasien.Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik. Juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem karena peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledokus distal kadang sulit dideteksi, karena terhalang udara didalam usus.Dengan ultrasonografi punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang gangren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.

Gambar 3.Contoh Hasil USG yang menunjukan adanya batu pada kandung empedu

Kolesistografi Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubin serum diatas2 mg/dl, obstruksi pylorus, dan hepatitis karena pada keaadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Penilaian kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.

Gambar.Contoh Hasil Kolesistografi dan CT scan (CT-Scan abdomen atas menunjukkan batu empedu multiple) CT scan Menunjukan batu empedu dan dilatasi saluran empedu. ERCP ( Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography) Yaitu sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan duktus pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut. Fungsi ERCP ini memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier dan memudahkan akses ke dalam duktus koledukus bagian distal untuk mengambil batu empedu, selain itu ERCP berfungsi untuk membedakan ikterus yang disebabkan oleh penyakit hati (ikterus hepatoseluler dengan ikterus yang disebabkan oleh obstuksi bilier dan juga dapat digunakan untuk menyelidiki gejala gastrointestinal pada pasien-pasien yang kandung empedunya sudah diangkat.ERCP ini berisiko terjadinya tanda-tanda perforasi/ infeksi.

Gambar 6. Contoh ERCP yang menunjukkan batu empedu di duktus ekstrahepatik (panah pendek) dan di duktus intrahepatik (panah panjang) Magnetic Resonance Cholangio-pancreatography (MRCP) Magnetic resonance cholangio-pancreatography atau MRCP adalah modifikasi dari Magnetic Resonance Imaging (MRI), yang memungkinkan untuk mengamati duktus biliaris dan duktus pankreatikus.MRCP dapat mendeteksi batu empedu di duktus biliaris dan juga bila terdapat obstruksi duktus.Gambar 7.Contoh Hasil MRCP

2.8 PENATALAKSANAAN 2.8.1 Konservatif a). Lisis batu dengan obat-obatan Sebagian besar pasien dengan batu empedu asimtomatik tidak akan mengalami keluhan dan jumlah, besar, dan komposisi batu tidak berhubungan dengan timbulnya keluhan selama pemantauan. Kalaupun nanti timbul keluhan umumnya ringan sehingga penanganan dapat elektif.Terapi disolusi dengan asam ursodeoksilat untuk melarutkan batu empedu kolesterol dibutuhkan waktu pemberian obat 6-12 bulan dan diperlukan

monitoring hingga dicapai disolusi.Terapi efektif pada ukuran batu kecil dari 1 cm dengan angka kekambuhan 50 % dalam 5 tahun1. b). Disolusi kontak Metode ini didasarkan pada prinsip PTC dan instilasi langsung pelarut kolesterol ke kandung empedu.Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi2. c).Litotripsi (Extarcorvoral Shock Wave Lithotripsy =ESWL) Litotripsi gelombang elektrosyok meskipun sangat populer beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pada saat ini hanya terbatas untuk pasien yang benar-benar telah dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.Efektifitas ESWL memerlukan terapi adjuvant asam ursodeoksilat10. 2.8.2 Penanganan operatif a). Open kolesistektomi Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien dengan batu empedu simtomatik.Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.Komplikasi yang berat jarang terjadi, meliputi trauma CBD, perdarahan, dan infeksi. Data baru-baru ini menunjukkan mortalitas pada pasien yang menjalani kolesistektomi terbuka pada tahun 1989, angka kematian secara keseluruhan 0,17 %, pada pasien kurang dari 65 tahun angka kematian 0,03 % sedangkan pada penderita diatas 65 tahun angka kematian mencapai 0,5 %. b). Kolesistektomi laparoskopik Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal, pemulihan lebih cepat, hasil kosmetik lebih baik, menyingkatkan perawatan di rumah sakit dan biaya yang lebih murah.Indikasi tersering adalah nyeri bilier yang berulang.Kontra indikasi absolut serupa dengan tindakan terbuka yaitu tidak dapat mentoleransi tindakan anestesi umum dan koagulopati yang tidak dapat dikoreksi.Komplikasi yang terjadi berupa perdarahan, pankreatitis, bocor stump duktus sistikus dan trauma duktus biliaris. Resiko trauma duktus biliaris sering dibicarakan, namun umumnya berkisar antara 0,51%. Dengan menggunakan teknik laparoskopi kualitas pemulihan lebih baik, tidak terdapat nyeri,

kembali menjalankan aktifitas normal dalam 10 hari, cepat bekerja kembali, dan semua otot abdomen utuh sehingga dapat digunakan untuk aktifitas olahraga. c). Kolesistektomi minilaparatomi. Modifikasi dari tindakan kolesistektomi terbuka dengan insisi lebih kecil dengan efek nyeri pasca operasi lebih rendah. Ringkasan penatalaksanaan : Batu kantong empedu : Kolesistektemi (ICOPIM 5.511) Disertai batu saluran empedu : kolesistektomi + koledokolitotomi (ICOPIM 5.513) + antibiotika profilaksis : ampisilin 1 g i v + aminoglikosida 60 mg i v (1x) atau sefalosporin generasi III 1 g i. v. (1x), kombinasi dengan metronodazol 0,5 gr i.v. (drip dalam 30 menit) Disertai keradangan (kolesistitis / kolangitis) + antibiotika kombinasi terapi :tripel antibiotika ampisilin 3x1 g/hari i.v. - aminoglikosida 3x6 mg/hari i.v. - metronidazol 3x 0,5 g i.v. (drip dlm 30 mnt) atau - antibiotika ganda : sefalosporin gen.III 3x1 g/hari i.v. + metronidazol 3x1 g/hari i.v

2.9 CHOLANGITIS 2.9.1 Definis dan Etiologi Kholangitis Akuta adalah inflamasi pada sistem bilier akibat adanya infeksi dan hambatan aliran empedu.Penyebab Kholangitis tersering adalah batu primer pada ductus choledochus yang disebabkan oleh infeksi, stasis empedu, striktur dan parasit ("recurrent pyogenic cholangitis"). Berbagai jenis etiologi dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Choledocholithiasis Striktur sistem bilier Neoplasma pada sistem bilier Komplikasi iatrogenik akibat manipulasi "CBD" (Common Bile Duct) Parasit : cacing Ascaris, Clonorchis sinensis Pankreatitis kronis Pseudokista atau tumor pankreas Stenosis ampulla Kista Choledochus kongenital atau penyakit Caroli Sindroma Mirizzi atau Varian Sindroma Mirizzi Diverticulum Duodenum 2.9.2 Patofisiologi Dalam keadaan normal sistem bilier steril dan aliran cairan empedu tidak mengalami hambatan sehingga tidak terdapat aliran balik ke sistem bilier.Kholangitis terjadi akibat adanya stasis atau obstruksi di sistem bilier yang disertai oleh bakteria yang mengalami multiplikasi.Obstruksi terutama disebabkan oleh batu "CBD", striktur, stenosis, atau tumor, serta manipulasi endoskopik "CBD". Dengan demikian pasase empedu menjadi lambat sehingga bakteri dapat berkembang biak setelah mengalami migrasi ke sistem bilier melalui vena porta, sistem limfatik porta ataupun langsung dari duodenum. Oleh karena itu akan terjadi infeksi secara asenderen menuju duktus hepatikus, yang pada akhirnya akan menyebabkan tekanan intrabilier yang tinggi dan melampaui batas 250 mmH20. Oleh karena itu akan terdapat aliran balik empedu yang berakibat terjadinya infeksi pada kanalikuli biliaris, vena hepatika dan limfatik perihepatik, sehingga pada gilirannya akan terjadi bakteriemia yang bisa berlanjut menjadi sepsis (25-40%). Apabila pada keadaan tersebut disertai dengan pembentukan pus maka terjadilah Kholangitis supurativa. Terdapat berbagai bentuk patologis dan klinis kholangitis yaitu : Kholangitis dengan cholecystitis. Tidak ditemukan obstruksi pada sistem bilier, maupun pelebaran dari duktus intra maupun ekstra hepatal. Keadaan ini sering disebabkan oleh batu "CBD" yang kecil, kompresi oleh vesica felea / kelenjar getah bening / inflamasi pankreas, edema/spasme sphincter Oddi, edema mukosa "CBD", atau hepatitis.

"Acute Non Suppurative Cholangitis" . Terdapat baktibilia tanpa pus pada sistem bilier yang biasanya disebabkan oleh obstruksi parsial. "cute suppurative cholangitis". CBD berisi pus dan terdapat bakteria, namun tidak terdapat obstruksi total sehingga pasien tidak dalam keadaan sepsis. "Obstructive Acute Suppurative Cholangitis" . Terjadi obstruksi total sistem bilier sehingga melampaui tekanan normal pada sistem bilier yaitu melebihi 250 mm H20 sehingga terjadi bakterimia akibat reflluk cairan empedu yang disertai influs bakteri ke sistem limfatik dan vena hepatika.

Apabila bakteriemia berlanjut maka akan timbul berbagai komplikasi yaitu sepsis berlarut, syok septik, gagal organ ganda yang biasanya didahului oleh gagal ginjal yang disebabkan oleh sindroma hepatorenal, abses hati piogenik (sering multipel) dan bahkan peritonitis. Jika sudah terdapat komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Beberapa kondisi yang memperburuk prognosis adalah Umur, Febris, Lekositosis, Syok Septik, Kultur darah (+), Gangguan sistem phagositosis, Immunosuppresi, Adanya Neoplasma hepar, Obstruksi intrahepatal multiple, Penyakit hepar kronis, Abses hepar. Bakteriologi Tabel :Bakteriologi Kholangitis Akut pada Empedu
Cholecystitis (%) 31 18 15 6 2 0.3 3 2 Cholangitis (%) 26 11 12 5 5 3 4 4 Keduanya (%) 44 13 11 5 4 3 4 3 Darah (%) 26 9 14 9 1 9 2 0.3

Escherichia coli Enterococcus Klebsiella spp Pseudomonas.spp Enterobacter sppStaphylococcus Bacteriodes spp Clostridium.spp

Faktor-faktor prediktor terjadinya baktibilia. Umur > 60 tahun Febris > 37.30 C Bilirubin Total > 8.6 mol/L Lekositosis > 14.000/mm3 Episode cholecystitis akuta atau Kholangitis yang baru lalu

2.9.3 Diagnosis Diagnosis kholangitis akuta dapat ditegakkan secara klinis yaitu dengan ditemukannya "Charcots Triad " yang terdiri dari nyeri di kuadran kanan atas, ikterus dan febris yang

dengan/tanpa menggigil. Namun demikian, kurang dari 50 % kasus ditemukan ketiganya secara bersamaan. Adapun frekuensi gejala-gejala dan tanda-tanda yang dapat ditemukan adalah :Febris > 38 C : 87 - 90 % Nyeri abdomen : 40 % Ikterus : 65 % Tidak ditemukannya ketiga tanda tersebut secara bersamaan terutama disebabkan oleh obstruksi saluran empedu yang tidak komplit. Apabila keadaan penyakit menjadi lebih berat yaitu disertai oleh sepsis atau syok maka akan ditemukan "Reynolds Pentad" yang ditandai oleh Charcots triad ditambah dengan "Mental confusion / Lethargy" dan syok. Perubahan tersebut disebabkan oleh obstruksi total saluran empedu sehingga tekanan yang meningkat menyebabkan refluks aliran empedu sehingga bakteri dapat mencapai sistem pebuluh darah sistemik dan terjadi sepsis. Oleh karena itu pada keadaan ini perlu segera dilakukan drainase untuk mengadakan dekompresi dan pengendalian terhadap sumber infeksi. 2.9.4 Pemeriksaan Penunjang Laboratorium, menunjukkan perubahan-perubahan sebagai berikut : Leukositosis > 10.000 / mm3 : 33-80% Serum bilirubin 2-10 mg / dl : 68-76 % Alkali phosphatase 2-3x normal pada 90% C-reactive protein : Biasanya ditemukan peningkatan USG hepatobilier dan pankreas : Dapat diemukan "CBD" yang berdilatasi. Kemungkinan disertai dengan batu "CBD". CT.Scan lebih sensitif dan spesifik dari pada USG dan memberikan gambaran : Batu "CBD". Tumor sistem bilier atau pankreas Batu pada sistem bilier intrahepatal Adanya atrofi pada hepar Abscess pada hepar (biasanya multipel bila penyebab batu) MRI Cholangiografi :

Pemeriksaan ini sangat sensitif dan spesifik, serta akurat, yaitu masing-masing 91.6 %,: 100 %, dan 96.8 %. Kelebihan alat ini adalah non invasif, dapat dilakukan hampir semua usia dan dapat membedakan jenis batu cholesterol dari jenis lainnya secara jelas. Cholangiography : Menimbulkan morbiditas 1-7 % dan mortalitas 0,25%, oleh karena itu sebaiknya dihindari, kecuali disertai oleh tindakan dekompresi yang dilakukan bersamasama. Dapat dilakukan secara ERCP (Endoscopic Retrograde Choalngio Pancreatography) ataupun PTC (Percutanues Transhepatic Cholangiography). Cholescintigraphy dengan HIDA : Menunjukkan "Liver uptake" Non visualisasi kandung empedu, CBD, & usus halus karena obstruksi total. 2.9.5 Penatalaksanaan Mengingat mortalitas yang tinggi jika terapi bedah dilakukan pada saat emergensi, maka langkah awal adalah sebagai berikut : Perbaikan keadaan umum : Pasien dipuasakan Dekompressi dengan NGT ("Naso Gastric Tube") Pemasangan infus dan dilakukan rehidrasi Dilakukan koreksi kelainan elektrolit Pemberian antibiotika parenteral Dengan melakukan tindakan tersebut, 80-85 % pasien akan mengalami perbaikan, sehingga dalam periode berikutnya (dalam 48 - 72 jam) dapat dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan diagnosis penyebabnya dan menentukan jenis operasi definitifnya. Namun, bila pasien datang dengan shock dan hipoperfusi jaringan yang berat maka diperlukan : "Invasive monitoring" Analgesik non narkotik , namun jika telah ada konfirmasi diagnostik, Meperidine atau Fentanyl dapat diberikan. Bila terapi medikamentosa tidak berhasil, maka tindakan dekompresi emergensi segera dilakukan dengan cara: Pembedahan terbuka, Drainase secara endoskopik, Drainase perkutan

sistem bilier. Setelah terapi medikamentosa dan suportif lainnya berhasil memperbaiki keadaan umum, maka tindakan bedah untuk dekompresi dapat dilakukan secara elektif dan pada umumnya yang dilakukan adalah : Cholecystectomy + Eksplorasi CBD +/- Drainase T-tube , +/- choledochoenterostomy Jenis antibiotika parenteral pilihan secara empirik Jenis Antibiotik Cholecystitis Akuta Aminoglikosida - penicillin Penicillin spektrum luas Cephalosporin generasi III Penicillin spektrum luas Aminoglikosida penicillin Cephalosporin generasi ke-tiga Imipenem-cilastatin Cephalosporin generasi ke-dua Penicillin spektrum luas Cephalosporin generasi ke-dua

Kholangitis Akuta

Prophylaxis :

Cephalosporin generasi III (Cefotaxime, Ceftriaxone, & Ceftizoxine) merupakan antibiotik spektrum luas yang kuat terhadap Eschericia coli, Klebsiela, enterococci & bakteri anaerob seperti Bacteroides yang sering ditemukan dalam cairan empedu dan menyebabkan pembentukan batu pada sistem bilier. Ceftriaxone merupakan pilihan terbaik, beberapa keuntungan: o Penetrasi jaringan 24 jam dan konsentrasi bilier cukup tinggi. o Proteksi 24 jam dengan dosis 1 gram sekali pemberian /hari. o Dual Excretion yaitu pada renal dan hepar, menambah keamanan. o Aktifitas bakterisidal cukup luas. o Keuntungan farmakoekonomik dari segi biaya & beban kerja staf rumah sakit.

o Efek samping yang rendah. o Dosis 1 kali sehari terbukti efektif secara klinis. Bila bilirubin yang > 5.0 mg/dl, Aminoglikosida harus dihindari karena resiko nephrotoksik yang semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh sensitasi ginjal oleh karena perfusi ginjal yang menurun, peningkatan bilirubin dan garam empedu lainnya, dan adanya endotoksemia bakteri gram negatif.Baktibilia dapat tetap bertahan walaupun obstruksi telah berhasil di atasi.Keadaan ini dapat disebabkan oleh bakteri jenis anaerob, bakteri yang resisten terhadap antibiotika, bakteri gram negatif, dan jamur.

BAB III LAPORAN KASUS


A. IDENTITAS PASIEN Nama Jenis kelamin Umur Pendidikan Pekerjaan Status Perkawinan Agama Suku Kebangsaan Alamat B. ANAMNESIS Keluhan utama : Nyeri perut bagian kanan Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang sadar ke rumah sakit dengan mengeluh nyeri perut di bagian kanan sejak 5 hari SMRS. Nyerinya dikatakan tidak berkurang dan terasa seperti ditusuk-tusuk benda yang tajam.Nyeri ini dikatakan sering dialami oleh pasien dalam satu bulan terakhir dan bertambah buruk sejak 5 hari terakhir SMRS serta mengganggu aktivitas sehari hari.Nyeri ini tidak membaik dengan pasien melakukan perubahan posisi tubuh, obat-obatan.Nyeri juga bertambah buruk apabila pasien makan terutama makanan berlemak seperti daging babi atau gorengan.Rasa nyeri juga dirasakan pada ulu hati sejak satu bulan terakhir dan dirasakan menjalar sampai ke punggung dan bahu kanannya.Nyeri ulu hati ini sering dialami dan muncul mendadak pada saat pasien bekerja.Pasien mengatakan nyerinya tidak bertambah dengan batuk serta perubahan posisi badan ataupun mengedan.Keluhan tersebut disertai dengan rasa mual dan muntah lebih kurang 7-8 kali dengan volume + gelas tiap muntah.Muntahan tersebut dikatakan berisi makanan yang dimakan sebelum dan bercampur : NYA : Perempuan : 29 tahun : Tidak Tamat SD : Petani : Menikah : Hindu : Bali : Indonesia : Bangli

dengan cairan.Muntahan juga dikatakan agak berbau.Keluhan ini membuat nafsu makan pasien menurun. . Pasien juga mengeluh panas badan sejak 2 hari SMRS sehingga aktivitas pasien sehari-hari menurun. Keluhan ini pasien rasakan terus menerus namun sedikit berkurang bila pasien meminum obat penurun panas dan beristirahat.Pasien juga sempat mengeluh badan gatal-gatal sehingga pasien harus sering menggaruk badannya dan hal ini membuat pasien merasa tidak nyaman. Pasien juga mengeluh matanya kuning sejak 3 hari SMRS dan tidak ada perbaikan apabila pasien beristirahat Buang air besar (BAB) dengan tinja yang berwarna kuning dengan volume dan kosisten yang padat.Buang air kencing (BAK) dikatakan normal yaitu 3-4 kali sehari berwarna kuning, volume +1/2 gelas tiap bak.Riwayat kencing keluar darah, nyeri saat kencing disangkal oleh pasien.Pasien menyangkal ada keluhan perut kembung dan nyeri menelan. Riwayat Pengobatan: Pasien mengatakan pernah memeriksakan dirinya ke GP dan mendapatkan pengobatan di puskemas yaitu berupa syrup untuk meringkan sakitnya tetapi tidak ada perbaikan kondisi.Setelah itu pasien mendapatkan perawatan dari RS Bangli selama 3 hari dan dirujuk ke RS Sanglah. Riwayat Penyakit Sebelumnya: Pasien baru pertama kali merasakan keluhan seperti ini. Sebelumnya, Pasien memiliki riwayat sakit maag sejak kecil dan mengambil obat secara teratur di puskemas. Riwayat penyakit jantung, asma, hipertensi dan diabetes mellitus disangkal oleh pasien. Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama dengan pasien.Riwayat penyakit jantung, ginjal, asma, hipertensi dan diabetes mellitus disangkal pasien. Riwayat Sosial: Pasien sudah menikah dan mempunyai 2 anak.Sehari-hari pasien bekerja sebagai seorang petani.Pasien juga mengatakan memiliki kebiasaan makan tidak teratur dan sangat menyukai makanan berlemak, atau menggunakanan banyak bumbu (rempah-rempah).Pasien memiliki

kebiasaan minum kopi sejak lama dan baru berhenti ketika muncul sakitnya saat ini.Pasien menyangkal memiliki riwayat merokok ataupun minum minuman beralkohol. C.PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 20 Desember 2012) Pemeriksaan Fisik Umum: Kesan sakit Kesadaran Tinggi Badan Berat Badan IMT Keadaan kulit Tekanan darah Nadi Respirasi Temp. Axilla : Sedang : Compos mentis : 150 cm : 55 kg : 24,4 kg/m2 : Normal : 130/80 mmHg : 88 kali/menit, reguler, isi cukup : 20 kali/menit, regular : 38,3oC

Pemeriksaan Fisik Khusus: Mata THT Telinga Hidung Tenggorokan Lidah Mukosa bibir Leher JVP Kelenjar getah bening : PR + 0 cmH2O : tidak ditemukan pembesaran : sekret tidak ada, pendengaran menurun tidak ada : sekret tidak ada : tonsil T1/T1, hiperemis (-), pharing hiperemis (+) : ulkus (-), papil lidah atropi (-) : basah, stomatitis angularis (-) : anemis (-/-), ikterus (+/+), refleks pupil (+/+) isokor, oedema palpebrae (-/-)

Kelenjar parotis : tidak ditemukan pembesaran

Kelenjar parotis dan tiroid : tidak ditemukan pembesaran

Thoraks Cor: Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Pulmo : Inspeksi Palpasi Perkusi

: Simetris : iktus kordis tidak terlihat : iktus cordis tidak teraba : batas atas jantung ICS II midclavicular line sinistra, batas kanan jantung parasternal line dekstra, batas kiri jantung midclavicular line sinistra ICS V : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)

: simetris saat statis dan dinamis, : vocal fremitus (N/N) : sonor (+/+) (+/+) (+/+)

Auskultasi

: vesikuler (+/+), ronchi (-/-), wheezing (-/-) (+/+) (+/+) (-/-) (-/-) (-/-) (-/-)

Abdomen Inspeksi Auskultasi Palpasi : distensi (-) : bising usus (+) menurun : ascites (-), nyeri tekan (+) di perut kanan atas, di epigastrium, massa (-), hepar teraba sekitar 3cm, lien tidak teraba, ginjal tidak teraba, nyeri ketok CVA (-), murphy sign(+) Perkusi Extremitas : timpani di semua regio : hangat (+/+), edema (-/-) (+/+) Genitalia Eksterna : tidak di evaluasi D. PEMERIKSAAN PENUNJANG (-/-)

Pemeriksaan Darah Lengkap (20/12/ 2012) No. Parameter Result 1 WBC Neu Lym Mono Eos Baso 2 3 4 5 6 7 8 9 RBC HGB HCT MCV MCH PLT RDW MPV 15,68 62,80 6,60 5,70 1,30 0,10 4,58 12,60 39,50 86,30 27,60 107 13,80 9,20 Unit X103 u/L X103 u/L X103 u/L X103 u/L X10 u/L X103 u/L X106 u/L g/dL % fL Pg X103 u/L % fL
3

Range 4,1-11,0 47.0-80,0 13,0-40,0 2,0-11,0 0,00-0,50 0,00-2,0 4,00-5,20 12,00-16,00 36,00-46,00 80,00-100,00 26,00-34,00 140,00-440,00 11,6-14,8 6,80-10,0

Remarks Tinggi Normal Rendah Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Rendah Normal Normal

Pemeriksaan Kimia Darah (20/12/2012) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Parameter SGOT/AST SGPT/ALT Alkali Phospatase GDS BUN Creatinin Total Protein Albumin Globulin Bilirubin total Result 21,62 58,40 151,50 94,56 11,82 0,47 5,337 2,921 2,415 5,85 Unit IU/L IU/L IU/L mg/dL mg/dL mg/dL g/dL g/dL g/dL mg/dL Range 11,00-27,00 11,0-34,0 42,0-98,0 70,0-140,00 8,00-23,00 0,50-0,90 6,40-8,30 3,40-4,80 3,20-3,70 0,30-1,10 Remarks Normal Tinggi Tinggi Normal Normal Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah

11 12 13 14

Bilirubin indirek Bilirubin direk Na K

0,20 5,65 130.60 3,881

mg/dL mg/dL Mmol/L Mmol/L

<0,8 0,00-0,30 136,0-145,0 3,5-5,1

Normal Tinggi Rendah Normal

Pemeriksaan Urine (UL) 20/12/2012 No. Parameter 1 2 3 4 5 6 7 8 10 11 12 13 PH Leucocyte Protein Glucose Ketone Urobilinogen Biliruben Erytrocyte S.Gravity Colour Nitrite Sedimen urine -Lekosit -Eritrosit -Sel epitel -Gepeng -Lain-lain neg 1,0 3,0 250,0 1,015 brown neg 1-2 penuh 0-1 Bakteri(+) /Ip /Ip /Ip /Ip Result 8,00 25,0 75,0 norm Unit mg/dL mg/dL mg/dL mg/dL mg/dLery/ ml Range 5-8 Negatif Negatif normal negatif 1 mg/dL negatif negatif 1,005-1,020 p.yellow negatif <6/Ip <3/Ip Remarks Normal 1+ 2+ 1+ 2+ 5+ -

Pemeriksaan Elektrokardiografi (20/12/2012)

Uraian hasil pemeriksaan EKG: Irama : Sinus Heart Rate Axis : 84 x/menit : Normal : 142 ms :-

Gelombang P : Normal PR Interval Segmen ST

Kesimpulan

: Normal

Foto X-ray Thoraks AP (20/12/2012) Uraian hasil foto x-ray thorax AP: Cor : CTR 48%, Pulmo: Corakan bronkovaskular normal Infiltrat/nodul(-), Sinus pleurakanan dan kiri normal Diafragma kanan dan kiri normal Tulang-tulang tak tampak kelainan

Kesan : Cor and Pulmo normal

Foto BOF (20/12/2012) Tampak gambaran herring bone pada abdomen kiri,gas usus(+) dicavum pelvis Tak nampak bayangan radiopaque di sepanjang traktus urinarius Kontur ginjal kanan kiri tak nampak jelas Psoas line kanan kiri simetris Bayangan hepar dan lien tak tampak membesar Tulang tulang:corpus,pedicle,dan spatium intervertebralis baik Tampak plebolith di cavum pelvis Tak tampak batu apaque di sepanjang traktus uninarius USG Abdomen(20/12/2012) Kesan: o Cholesistitis disertai cholestasis (pelebaran IHBD dan EHBD) o Lesi hyperechoic multiple kecil kecil dengan posterior acoustic shadowing minimal o suspect cholelitiasis multiple o Ascites o Suspect Cystitis

Kesan: Suspect. illieus parsial

CT-Scan Abdomen(29/12/2012)

Kesan: Hepatomegali dengan pelebaran duktus bilier intrahepatic Kontrakted GB Tak tampak gambaran Ascites

E. Diagnosis Kerja Kolangitis akut Kolelitiasis -Suspek batu CBD

F. Penatalaksanaan MRS IVFD NS 20 tpm Diet rendah lemak Cefaperazon sulbactam 2 1 gr IV Cefotaxim 3 1 gr IV Paracetamol 3 500mg oral UDCA 3 1 gr

BAB IV PEMBAHASAN Berdasarkan anamnesis, pasien perempuan ini berumur 29 tahun dengan keluhan utama nyeri perut di bahagian kanan seperti ditusuk-tusuk benda yang tajam.Pasien juga mengeluh nyeri ulu hati yang dirasakan sejak 1 bulan dan menjalar ke punggung dan bahu kanan. Pasien juga sempat mengeluh matanya kuning sejak 3 hari SMRS dan panas yaitu deman diikuti gatal diseluruh badan. Dari riwayat sosialnya pasien memiliki kebiasaan makan tidak teratur dan menyukai makanan berlemak.Dari pemeriksaan fisik pula ditemukan mata pasien kuning(icterus),deman,murphy sign(+) serta nyeri tekan di bahagian epigastrium.Dari pemeriksaan darah lengkap dan kimia darah terdapat kenaikan sel darah putih (wbc) dan bilirubin direk.Dari pemeriksaan USG didapati pelebaran IHBD DAN EHBD dan CT-scan menunjukan hepatomegali dengan pelebaran duktus bilier intrahepatic. Dari data ini secara teori,kasus batu empedu lebih umum ditemukan pada wanita disebabkan kerana pengaruh hormon estrogen.Dari manifestasi klinis gelaja yang timbul terdiri daripada nyeri yang bersifat kolik di daerah epigastrium atau hipokondrium kanan danmenjalar ke bahu kanan serta nyeri ini sering timbul karena makanan berlemak.Dari teori pemeriksaan,Murphy sign(+) yang cocok dengan pasien ini dengannyeri tekan hipokondrium kananterutama pada waktu pasien menarik napas dalam disebabkan kerana penyumbatan duktus sistikus.Pemeriksaan fisik yang lain biasanya pasien mengeluh panas dan matanya kuning(icterus). Kolangitis akut dapat terjadi pada pasien dengan batu saluran empedu kerana adanya obstruksi dan inversi bakteri empedu.Gambaran klinis lonangitis akut yang klasik adalah trias Charcot yang meliputi nyeri abdomen kuadran kanan atas,ikterus dan deman.Ikterus obstruksi terjadi bila ada batu yang menyumbat saluran empedu utamadan deman timbul disebabkan oleh peradangan. Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut dapat terjadi leukositosis, biasanya akan diikuti kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktuskoledokus oleh batu.Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk

mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik serta CT-Scan menunjukan batu empedu dan dilatasi saluran empedu.

BAB V RINGKASAN
Kolelitiasis atau batu empedu merupakan penyakit yang cukup sering diderita oleh wanita, terutama usia antara 20-60 tahun. Batu empedu umumnya dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu: Batu kolesterol, batu bilirubin atau batu pigmen coklat dan batu pimen hitam. Batu kolesterol merupakan yang tersering ditemukan, dengan kandungan kolesterol lebih dari 70%. Batu empedu dapat ditemukan di dalam kandung empedu itu sendiri, atau dapat juga ditemukan di saluran-saluran empedu, seperti duktus sistikus atau duktus koledokus. Sekitar 80% pasien dengan batu empedu, biasanya asimtomatis. Sedangkan pada yang simtomatik, keluhan utamanya biasa berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau prekordium, dan kolik bilier. Penyebab dari batu empedu ini belum diketahui secara pasti, tetapi diperkirakan ada 3 faktor predisposisi terpenting, yaitu: Gangguan metabolisme yang menyebabkan perubahan komposisi empedu, stasis empedu, dan infeksi kandung empedu. Adanya faktor resiko terbentuknya batu empedu dikenal dengan 4F yaitu fatty, fourty, fertile dan female.Ada banyak cara untuk mendeteksi batu empedu, tetapi yang paling akurat dan sering digunakan adalah ultrasonografi. Tindakan operatif atau kolesistektomi merupakan terapi pilihan pada pasien dengan batu empedu.

DAFTAR PUSTAKA 1. Lesmana L. Batu Empedu dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.479 - 481 2. Lumbantobing S. M, Pemeriksaan fisik dan Mental, Jakarta: Fakultas kedokteran Univeritas Indonesia, 1998. 3. Brunner & suddart, Keperawatan medical bedah Vol 2. Jakarta.EGC, 2001 4. Wilkison, Judit M, buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC,2006 http://www.scribd.com/doc/26152642/makalah-kolelitiasis 5. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of Surgery.Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000.459-64. 6. Sjamsuhidayat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005. 570-9. 7. Guyton AC, Hall JE. Sistem Saluran Empedu dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Edisi ke-9. Jakarta: EGC, 1997. 1028-1029. 8. ClinicStaff.Gallstones.Availablefrom:http:/www.6clinic.com/health/digetivesystyem/DG 9999.htm 9. Cholelithiasis.Availablefrom:http:/www.7.com/healthmanagement/ManagingYourHealth/ HealthReference/Disease/InDepth.htm.

Vous aimerez peut-être aussi