Vous êtes sur la page 1sur 18

Aceh Pilkada 20111

Aryos Nivada2 (Telah di publikasi di Jurnal Akbar Tanjung Institute, Tanggal 9 Desember 2010. ) Abstrak Pemilihan langsung kepala daerah (Pilkada) 2011-2016 di Aceh akan dilaksanakan pada beberapa bulan lagi. Pelaksanaan Pilkada merupakan sarana demokratisasi di tingkat lokal yang dapat menegakkan kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Calon yang terpilih, akan kuat legitimasinya karena dipilih langsung oleh rakyat, sehingga diharapkan dapat tercipta stabilitas politik dalam pemerintahan daerah. Menjelang pilkada di Aceh memberikan perbedaan pada provinsi lain, dimana kekuatan politik di parlemen lebih di

dominasi partai lokal serta di akar rumput kekuatan partai lokal memiliki masa tersendiri. Disisi lain situasi keamanan dan pertarungan antar partai politik dan pertarungan para calon yang berkeinginan maju memicu gejolak politik di tingkat lokal Aceh.

I. Latar Belakang Pada negara demokrasi, sistem pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah merupakan mekanisme untuk mencari pemimpin yang sesuai dengan keinginan rakyat. Sekaligus juga, Pemilukada sebagai wujud partisipasi rakyat dalam perpolitikan di daerah. Tujuan dari Pilkada (Pemilukada) yaitu, agar terjadi regenerasi pemimpin dan pembatasan masa kekuasaan. Didalamnya juga terselip harapan besar rakyat, agar kepentingannya dapat terakomodir oleh pemimpin yang mereka pilih. Adapun syarat utama bagi calon kandidat pada tiap-tiap pemilukada secara idial yakni, harus memiliki kapasitas yang mumpuni, baik dari segi leadership, intelektualitas, humanisnya, dll. Pelaksanaan Pilkada secara langsung lahir berkat UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah--pengganti UU No. 22 tahun 1999--yang tidak lain merupakan produk pemerintahan Megawati Soekarnoputeri (2001-2004). Selain UU No. 32/2004, pemerintah juga menerbitkan Peraturan Pemerintah pengganti UU (Perpu) menyusul keluarnya Keputusan
1 2

Tulisan ini di buat untuk Jurnal Akbar Tanjung Institute. Aktivis CARe Aceh dan Pengamat Politik dan Keamanan

Page | 1

Mahkamah Konstitusi atas permohonan judicial review sejumlah KPUD atas UU tersebut. Sebagai operasionalisasi dari UU No.32/2004 dan Perpu, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 6 tahun 2005 yang kemudian diubah menjadi PP No. 17 tahun 2005. Khusus di Aceh terdapat perbedaan, dimana Pilkada dilakukan oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP). Komisi ini terintegral dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Kewenangan KIP menyelenggarakan pemilihan kepala daerah sebagai representasi eksekutif di tingkat daerah dan pemilihan eksekutif di tingkat pusat maupun legislative di daerah dan pusat dalam satu paket yaitu, pemilihan presiden/ wakil presiden, anggota DPR pusat dan daerah serta DPD. Keberadaan KIP bermula dari kekhususan dalam UU No.11 tentang Pemerintahan Aceh, sedangkan pelaksana teknisnya tertuang dalam Qanun (Perda) Nomor 2,3 dan 7 tahun 2006. Pengurus KIP dilantik oleh gubernur secara langsung, setelah menjalankan fit and test oleh anggota legislatif. Pada tahun 2011 mendatang, Aceh akan melaksanakan pemilihan gubernur/wakil gubernur baru untuk periode 2011 2016. Implikasi Pilkada 2011-2016 ini menjadi kian penting, mengingat hasilnya akan memberikan pengaruh langsung terhadap keberlanjutan pembangunan Aceh di masa transisi pasca konflik dan tsunami. Kendatipun musti diingat juga bahwa, sesungguhnya peran Pemerintah Pusat sampai saat ini dalam melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi bagi Aceh, telah memberikan perubahan yang cukup signifikan di semua aspek kehidupan masyarakat Aceh. Pemilihan kepala daerah di Aceh pada tahun 2011 mendatang, menurut hemat penulis akan mengalami dinamika politik yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan Pilkada sebelumnya, dimana puncak dinamika ini akan kian terasa menjelang Pilkada 2011 ini berlangsung. Adapun perbedaan yang penulis maksud antara lain adalah, karena adanya kecenderungan perubahan pada mekanisme pelaksanaan Pilkada Aceh untuk tahun 2011 mendatang, sebagai akibat dari status kekhususan Aceh. Hal ini adalah, berkaitan dengan adanya kemungkinan besar untuk tidak lagi melibatkan calon independent sebagai kandidat kepala daerah di Aceh.

Page | 2

Selain itu, perbedaan lainnya adalah, dilatarbelakangi juga oleh adanya perubahanperubahan yang terjadi sebagai hasil dari momentum politik yang diselenggarakan sebelumnya, baik pada Pilkada Aceh tahun 2006 dan Pemilu tahun 2009. Jika ditinjau ulang, maka perubahan itu dapat terlihat dengan cukup terang, dimana Aceh dalam bingkai politik ke Indonesia-an telah menunjukan nasionalismenya yang kuat, terutama pada momentum pemilu 2009 silam yakni, dengan memberikan suara kemenangan signifikan sebesar 92%, untuk salah satu calon pada pemilihan presiden/ wakil presiden. Artinya, reintegrasi ke-nasionalismean telah masyarakat Aceh buktikan pasca konflik berkepanjangan melalui momentum politik tersebut. Perubahan lain yang menjadi indicator perbedaan adalah, hampir sebagian besar kabupaten/ kota di Provinsi Aceh, Partai lokalnya, terutama Partai Aceh (PA) unggul dalam perolehan suara pada momentum Pemilu 2009 yakni, dengan mengkantongi rata-rata 70% - 80% suara di parlemen. Pada tingkat Provinsi-pun, Partai Aceh berhasil mendominasi kursi di parlemen sebanyak 33 kursi. Artinya, melalui komposisi ini, secara otomatis hanya Partai Aceh saja yang bisa mengajukan usulan calon kepala daerah untuk Pilkada tahun 2011 mendatang. Sehingga berangkat dari uraian atas hasil yang diperoleh dari kedua momentum politik diatas, setidaknya telah memberikan gambaran secara umum tentang perubahan yang penulis maksud yakni, tentang komposisi peta kekuatan politik di Aceh yang akan mempengaruhi pelaksanaan Pilkada Aceh tahun 2011 mendatang. Karena di dalamnya akan membicarakan tentang, (1) Bagaimana pemetaan sementara calon yang akan maju pada Pilkada 2011? (2) Bagaimana kekuatan dan pertarungan antar partai politik kedepan? 3 (3) bagaimana juga dengan situasi keamanan menjelang Pilkada 2011? Berangkat daripada itu, tulisan ini ingin mencoba memberikan analisa dan update informasi terhadap kapasitas calon yang berkeinginan maju menjadi gubernur/wakil gubernur, kekuatan dan pertarungan antar partai politik, dan kondisi keamanann menjelang Pilkada 2011.

Kedua pertanyaan awal ini, sekaligus dapat juga menstimuli kembali wacana tentang, pentingnya calon independent untuk kembali diikutsertakan dalam Pilkada Aceh tahun 2011 mendatang, sebagai alternative pilihan bagi rakyat Aceh atas fakta dominasi parlemen oleh salah satu Partai di Aceh.

Page | 3

II. Tujuan dan Manfaat 2.1. Tujuan Tulisan ini diharapkan dapat berkontribusi dalam upaya mendapatkan pemetaan akan aktor politik yang berkeingian maju, ingin mengetahui kekuatan antar partai politik, dan memberikan informasi situasi keamanan menjelang Pilkada 2011. 2.2.Manfaat Hasil tulisan ini akan bermanfaat guna memberikan masukan bagi seluruh komponen masyarakat sipil serta Pihak-pihak yang peduli terhadap perpolitikan di Aceh. Bagi pemerintah dan kepolisian, hasil tulisan ini dapat digunakan sebagai landasan bagi proses penyusunan pelaksanaan Pilkada 2011. Sedangkan bagi kalangan akademisi yang fokus dan peduli terhadap kajian politik lokal, hasil tulisan ini dapat menjadi salah satu rujukan untuk mendorong perkembangan kajian politik yang berbeda.

III. Tinjauan Teori Pemilih adalah kunci dari keberlanjutan sebuah partai politik, sekaligus menjadikan partai menjadi semakin besar, karena pemilih adalah jantung dari hadirnya sebuah partai politik4. Tak hanya sampai disitu saja pemilih juga memberikan kemenangan bagi kandidat yang di ajukan partai politik untuk menjadi Presiden, gubernur, bupati, dan walikota. Membicarakan tipologi pemilih5 Pertama pemilih rasional, Pemilih dalam hal ini lebih mengutamakan kemampuan partai politik dalam program kerjanya, dimana pemilih jenis ini memperhatikan kinerja dari partai politik yang dipilihnya. Kedua pemilih kritis, lebih cenderung orientasinya kepada kemampuan partai politik atau seorang caleg dalam menuntaskan permasalahan bangsa, maupun tingginya orientasi mereka akan hal-hal yang bersifat ideologis. Ketiga pemilih skeptis, jenis pemilih ini tidak memiliki orientasi ideologi cukup tinggi dengan sebuah partai politik atau seorang kontestan, ditambah lagi tidak menjadikan kebijakan sebagai sesuatu yang penting.

Menurut Aryos Nivada dalam judul artikelnya ,Pergulatan Partai Politik Mendulang Pemilih, Monday, March 23, 2009 WIB, http://acstf.org/artikel/pergulatan-partai-politik-mendulang-pemilih. 5 Firmanzah. Tahun 2008, Marketing Politik, Antara Pemahaman dan Realitas, Yayasan Obor Indonesia.

Page | 4

Keempat pemilih tradisional, dimana untuk pemilih jenis ini memiliki orientasi ideologi yang sangat tinggi dan tidak terlalu melihat kebijakan partai politik atau seorang caleg sebagai sesuatu yang penting dalam pengambilan keputusan. Sedangkan pendekatan pemilih,6 terbagi Bila menilik lebih dalam lagi. Tipe pemilih berdasarkan penjabaran Firmanzah, terbagi kedalam dua pendekatan; Pertama, kognitif dan afektif. Rasional dan kalkulasi masuk ke pendekatan kognitif, umumnya pemilih yang kritis. Sedangkan emosional dan cenderung menggunakan perasaan (afektif) yaitu, pemilih yang tingkat SDM-nya masih rendah, sehingga mudah di permainkan oleh partai politik atau caleg tertentu. Paul Lazarsfeld (1994)7 menjelaskan bahwa, karakteristik dan pengelompokan sosial seperti umur, jenis kelamin, agama dan lainnya sebagai faktor yang membentuk perilaku pemilih. Berdasarkan teori dasar ilmu politik diatas, untuk membandingkan perbedaan antara Pemilihan Kepala Daerah dengan pemilihan legislatif (anggota dewan). Peberdaan yaitu, kalau Pilkada kandidat yang ingin maju diusulkan dari partai. Sedangkan dalam konteks pemilihan legislatif partai diusung oleh orang/konstituennya. Bisa dikatakan satu mengusung dan satu lagi diusung. Kalau Pilkada yang dicari dan dipilih adalah orang . Intinya partai sebagai perangkat Pilkada dalam menentukan figur calon yang diajukan. Bambang Purwoko8 menjelaskan bahwa: Dalam Pilkada Langsung, demokrasi yang ada berarti terbukanya peluang bagi setiap warga masyrakat untuk menduduki jabatan publik, juga berati adanya kesempatan bagi rakyat untuk menggunakan hak-hak politiknya secara langsung dan kesempatan untuk menentukan pilihan dan ikut serta mengendalikan jalannya pemerintahan. Dengan demikian adanya Pilkada secara langsung ini, proses demokratisasi ditingkat lokal sudah dapat diwujudkan sehingga dapat diperoleh pemimpin yang sesuai dengan pilihan yang dapat diterima dan dikehendaki oleh rakyat didaerahnya sehingga pemimpin rakyat tersebut dapat merealisasikan kepentingan dan kehendak rakyatnya secara bertanggung jawab sesuai

6 7

Ibid Johnson, D Paul. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta: PT Gramedia 8 Demokrasi Mencari Bentuk: Analisis Politik Indonesia Kontemporer, JIP Fisipol UGM dan Program S2 PLOD UGM, 2006.

Page | 5

potensi yang ada untuk mensejahterakan masyarakat daerahnya. Dilaksanakannya pilkada secara langsung pastilah memiliki suatu tujuan, dimana untuk menjalankan amanat atau berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945 yakni untuk melaksanakan kedaulatan rakyat. Partai politik diartikan sebagai sebuah organisasi yang dapat mengajukan calon-calonnya untuk menduduki jabatan publik. Secara gramatikal partai juga di fahami sebagai alat untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat atau konstituennya. Selain itu partai mengandung pengertian sebagai sarana bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam politik. Carl J. Friendrick9, mendefinisikan partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan perluasan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya, berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada partainya kemanfaatan yang bersifat idiil maupun materill. Definisi berbeda dikatakan Sigmund Neuman10, mengemukakan partai politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan dengan suatu golongan atau golongangolongan yang mempunyai pandangan yang berbeda. Tugas partai politik adalah untuk menjadi penghubung antara rakyat dan pemerintah, partai politik juga mempunyai tugas menyebarluaskan gagasan atau ide-ide yang tersimpul didalam rencana kebijaksanaan pemerintah, partai politik mempunyai tugas untuk menumbuhkan dan memupuk kesadaran akan loyalitas nasional, demikian juga partai politik mempunyai tugas untuk memberi dan mengajak ikut serta mereka keahlian dan mampu iktu serta dan aktif dalam lapangan kegiatan politik dan mendidik mereka menjadi kader pimpinan, tugas lain dan partai politik yaitu mengatur pertikaian. Partai politik untuk menguasai konflik-konflik tersebut serta mencapai penye1esaian11. Partai politik lokal12 adalah organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia yang berdomisili di Aceh secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa dan negara melalui
9

Constitutional Government and Democracy: Theory and Practice in Europe and America, Boston, Little, Brown and company, 1941. 10 Sigmund Neumann : dalam bukunya Modern Political Parties, karya Harry Eckstein dan David E. Apter, Comparative Politics: A Reader. Penerbit The Free Press of Glencoe, London, 1963, 11 Pengantar Ilmu Politik, Soelityati Ismail Gani, Cet. 2, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1987 12 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 20 Tahun 2007 tentang Partai Politik Lokal di Aceh, Bab 1 ketentuan umum, pasal 1.

Page | 6

pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA)/Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota (DPRK), Gubernur dan Wakil Gubernur, serta bupati dan wakil bupati/walikota dan wakil walikota. Di Palestina terdapat beberapa Partai Lokal, seperti: (1). PLO (Munazzimat al-Tahrir alFilastiniyya). (2). Fatah (Harakat al-Tahrir al-Watani al-Filastini). (3). Palestinian Peoples Party (PPP; Hizb al-Shab). (4). Popular Front for the Liberation of Palestine (al-Jabha al-Shabiyya liTahrir Filastin). (5). Democratic Front for the Liberation of Palestine (-al-Jabha al-Dimuqratiyya li-Tahrir Filastin). Partai Lokal di Palestin, juga berasal dari Oslo Agreement antara Wakil Palestin-Israel, tahun 1993. Partai Lokal di Skotlandia memiliki perwakilan dalam Palemen Great Britain. Partai lokal di Greenland dan Frerne, masing-masing mempunyai dua wakil di Parlemen (Folketingen) pusat Denmark13.

IV. Pemetaan Dukungan Partai Politik dan Kandidat 4.1. Pemetaan Kekuatan Partai Komposisi kekuatan partai di Aceh saat ini, di dominasi oleh partai lokal yaitu Partai Aceh. Perbedaan kekuatan politik partai, disebabkan Partai Aceh menang di pemilu 2009. Hasilnya Partai Aceh memperoleh 33 kursi dari 69 kursi parlemen di tingkat Provinsi. Selebihnya 36 kursi dibagi kepada sebelas partai lainnya, yakni Partai Demokrat 10 kursi, Golkar 8, PAN 5, PKS 4, PPP 3, PDA 1, PKPI 1, PDIP 1, Patriot 1, PKB 1, dan PBB 1 kursi. Ditambah lagi hegemoni partai lokal mendominasi baik ditingkat provinsi maupun kabupaten/kota yang rata-rata 70 80% jumlah kursi di kuasai oleh Partai Aceh14. Saat ini partai yang bisa mangajukan kandidat pada pemilihan kepala daerah gubernur/wakil gubernur hanya Partai Aceh, Golkar, Demokrat, dan Partai gabungan (koalisi) seperti PKS, PAN, PPP, PBB, PDIP, dan Partai Daulat Aceh. bila merujuk pada hasil Pemilu 2009 lalu. Menganalisis kemenangan Partai Aceh di parlemen pada Pemilu Legislatif, menurut mantan Ketua KIP Aceh, M Jafar, adanya kepercayaan pada kelokalan dan ke-Acehan. Meski hampir seluruh anggota DPR Aceh periode 2004-2009 merupakan warga Aceh, mereka dinilai
13

Tentang Partai Lokal, http://www.acehvision.com/2008/01/tentang-partai-lokal.html. tanggal dodwlod 31/10/2010, jam 15.00. 14 Hasil Pemilu yang di keluarkan Komisi Independent Pemilihan Aceh, data 2009.

Page | 7

belum mewakili kepentingan rakyat Aceh. Jafar membagi kemenangan PA ini sebagai kemenangan yang mayoritas tunggal dan kemenangan beragam. Daerah-daerah yang selama ini dikenal sebagai basis dukungan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang sudah bermetamorfosis menjadi Komite Peralihan Aceh (KPA) merupakan lumbung kemenangan PA dalam pemilu kali ini. Daerah-daerah tersebut adalah Kabupaten Pidie, Kabupaten Bireuen, Kabupaten Aceh Utara, Kota Lhokseumawe, dan Kabupaten Aceh Jaya. Di luar daerah-daerah tersebut, kemenangan yang diperoleh beragam15. Perubahan peta kekuatan partai politik tampaknya akan kembali terjadi pada pilkada 20112016. Kekuatan partai nasional akan kembali naik seiring kerja kerja partai lokal yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat Aceh. Indikatornya, banyak permasalahan kerakyatan atau kepentingan konstituen yang tidak terakomondir oleh partai lokal, seperti lambannya kinerja parlemen dalam pembuatan regulasi atau produk hukum, perencanaan kebijakan yang yang tidak berbasiskan kebutuhan prioritas, dll. Mengapa hal ini bisa terjadi? karena 33 kursi partai di kuasai oleh Partai Aceh. Artinya, secara politik realitas ini menunjukkan dengan jelas bahwa, kekuatan besar perwakilan di parlemen tidak dapat memberikan kinerja yang memuaskan bagi konstituennya. Kelemahan inilah yang di manfaatkan partai nasional, untuk kembali eksis di Pilkada (Pemilukada) 201116. Perubahan gerakan politik partai nasional antara lain, Golkar melakukan pendekatan dengan kalangan aktivis dan hanya partai Golkar yang membuat Posko Aspirasi rakyat17 yang berfungsi menyerap aspirasi konstituen untuk di perjuangkan. Keunggulan lainnya menurut Slamet Effendy Jusuf18, Partai Golkar masih menjadi satu-satunya partai yang memiliki infrasruktur yang lengkap sampai ke daerah, mempunyai pengalaman yang cukup bagus, dan sudah dewasa dalam berpolitik. Sedangkan menurut Muntasir Hamid kelemahan Golkar, masih terbebani dengan masa orde baru, sehingga membuat penurunan suara19. Kelemahan lainnya yang membuat suara Golkar anjlok jumlah suaranya di Pemilu Legislatif tahun 2009,

15

Judul : Hasil Pemilu Aceh dan Komitmen Terhadap NKRI, harian umum pelita, http://www.hupelita.com/baca.php?id=71298, tanggal 26 April 2009. 16 Hasil olahan data dari berbagai media massa di Aceh : Serambi Indonesia, Harian Aceh, Modus, Rakyat Aceh. 17 Golkar bentuk posko aspirasi rakyat, Wed, Aug 25th 2010, http://www.serambinews.com/news/view/37824/golkar-aceh-bentuk-posko-aspirasi-rakyat 18 Kemenangan Golkar Kebutuhan Nasional, http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/s/slamet-effendyjusuf/wawancara/interview.shtml, Minggu, 31 Oktober 2010. 19 Modus Aceh, Aburizal Bakrie amanahkan kepada saya, Edisi 32, Tahun VII, 3 Desember 2009.

Page | 8

dikarenakan terjebak pada konflik di internal mereka. Akhirnya partai Golkar menjadi terlalu sibuk bertarung diantara mereka sendiri20. Selain itu, faktor kemunculan partai baru seperti Gerindra, dan Hanura diduga kuat menjadi penyebab lainnya atas kegagalan partai Golkar pada pemilu 2009. Sedangkan di Aceh, lebih disebabkan karena hadirnya partai lokal, yang secara bersama memonitoring secara kontinyu jumlah suara yang diperoleh oleh Partai Golkar. Untuk PKS, makin memperkuat basis dukungan konstituennya, baik dari kalangan mahasiswa di kampus, maupun dukungan dari para pemilih yang sifatnya plural di Aceh. Pada Pemilu 2009 di Aceh, Partai Keadilan Sejahterah tidak mendapatkan suara maksimal. Komposisi saat ini hanya 4 (empat) kursi di tingkat DPRA. Penyebab utama banyak kader kader dari PKS tidak bisa mencoblos, dikarenakan permasalahan administrative yaitu tidak terdaftar di DPT. Kelemahan lainnya issue perpecahan internal terbagi menjadi dua kubu, kubu Keadilan (Ust. Mashadi, Ust. Abu Ridho dkk.) dan kubu Sejahtera (Anis Matta, Fachry Hamzah, Zulkieflimansyah dkk.) menjadi catatan sendiri. Dari kubu keadilan menilai banyak elit PKS sudah jauh dari garis perjuangannya, yang tidak lagi mengusung syariat sebagai perjuangan dakwahnya di Parlemen. Sedangkan kubu kesejahteraan lebih bersifat plurisme. Terakhir PKS tidak melakukan penguatan pada tingkatan akar rumput, konsentrasi hanya pada kampus dan pusat kota. Sedangkan PPP, telah melakukan kerja-kerja politik memperkuat basis dayah (pesantren) di Aceh. Kekuatan politik untuk partai beraliran Islam ini, mulai melemah dikarenakan memperebut pasar yang sama. Hanya Partai PKS yang tidak mengalami penurunan suara pada Pemilu 2009 lalu. Sedangkan PAN, PKB, PPP, dan PBB mengalami penurunan yang signifikan. Partai lainnya seperti Partai Demokrat bekerja sesuai dengan ekspekatasi masyarakat, terlepas apapun bentuk ekspekatasinya. Demokrat tampaknya menjadi satu-satunya partai yang mendapat limpahan keuntungan dari hasil rekonsiliasi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Pemerintah Republik Indonesia. Kondisi Demokrat masih mengandalkan figuritas dari sosok Susilo Bambang Yudoyono. Partai Amanat Nasional, terlalu mengandalkan sumberdaya eksternal partai yang dianggapnya popular. Selain itu kekalahan di pemilu 2009 di Aceh lebih disebabkan kader kader parlemen yang diusung tidak memiliki elektabilitas di masyarakat

20

Firmanzah, judul buku : Persaingan, Legitimasi, Kekuasaan, dan Marketing Poitik, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta 2010, Hal 485.

Page | 9

Aceh. Apalagi pada saat pemilihan masyarakat lebih mengarah memilih paretai bukan kader partai yang di calonkan.

4.2. Pemetaan Kandidat Gubernur/Wakil Gubernur Berbicara pemetaan kandidat pada pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur periode 20112016, Majalah Nanggroe21 mencatat beberapa nama yang memiliki peluang besar untuk menjadi kandidat calon gubernur, diantaranya adalah: Otto Syamsuddin Ishak, dimana penilaian yang diuraikan diantaranya, Otto mendapatkan dukungan dari kalangan aktivis, sebagian dari ekskomabatan dan GAM, bahkan tak tanggung-tanggung, dukungan beberapa pesantren mengalir terus ke dirinya. Selain itu, modal politik lainnya yang dimiliki oleh beliau adalah memiliki jaringan internasional yang kuat. Kendatipun demikian, ada juga sebagian kalangan yang mempertanyakan Otto dari pengalaman politiknya terjun ke dunia politik praktis, sehingga ketika ditanyakan kendaraan politik apa yang akan digunakannya, menjadi tidak jelas sampai saat ini. Akan tetapi, ada juga berdasarkan informasi yang penulis terima, beberapa partai melalui utusannya telah bertemu Otto untuk menawarkan dukungan. Kandidat lain yang berkeinginan maju yaitu, Irwandi Yusuf (incumbent). Kendatipun memiliki sejarah sebagai GAM, akan tetapi dirinya tidak mendapatkan dukungan dari Partai Aceh. Hal ini dikuatkan dari hasil road show ke daerah untuk memperkenalkan sejumlah tokoh untuk dimajukan sebagai calon gubernur dan wakil gubernur pada pemilukada 2011. Namun, dari sejumlah nama yang ditawarkan kepada masyarakat Aceh, ternyata nama Irwandi Yusuf (Gubernur sekarang) tidak termasuk bursa yang diperkenalkan kepada konsituen PA. Tokoh internal PA yang diperkenalkan kepada masyarakat itu, yakni Malik Mahmud (mantan Perdana Menteri GAM), Zaini Abdullah (mantan Menteri Kesehatan GAM), Muzakir Manaf (ketua DPP PA), dan Yahya Muadz (sekjen DPP PA)22. Di sisi lain besar kemungkinan Malek Mahmud bakal menjadi kandidat gubernur Aceh berikutnya yang diusung Partai Aceh. Peluang ini bisa terlihat, ketika Malek Mahmud sudah resmi menjadi warga negara Indonesia23. Bagi penulis sesungguhnya beliau memiliki dua kemungkinan yang cukup besar, baik menjadi Wali Nanggroe atau dicalonkan menjadi Gubernur
21 22

Menuju Kursi Aceh Satu, Edisi Juli September 2010, Hal 3 9. PA tak calonkan Irwandi Cagub, WASPADA ONLINE, Thursday, 28 October 2010 06:14 23 Para Tokoh GAM Sudah WNI, Serambi Indonesia, Sat, Jul 24th 2010, http://www.serambinews.com/news/view/35629/para-tokoh-gam-sudah-wni

Page | 10

Aceh. Tetapi yang pasti, sampai saat ini Partai Aceh memang belum memutuskan sikap resminya, tentang siapa yang akan mereka calonkan dalam pemilukada 2011 mendatang. Sudah menjadi rahasia umum juga bahwa, dari pemberitaan di media massa maupun arah gerakan-gerakan politiknya, beserta kunjungannya ke pesantren di Aceh selama ini, Muhammad Nazar terlihat sangat berambisi untuk menjadi gubernur. Apakah gerakan dan kunjungannya ini dilakukan untuk memperoleh dukungan politik?
24

Hal ini terus M. Nazar lakukan dalam

kesempatannya yang masih duduk sebagai wakil gubernur Aceh hingga saat ini, mengingat Partai SIRA sebagai basis partainya, tidak bisa mengajukannya sebagai calon gubernur. Kandidat yang berpotensi maju berikutnya yaitu, Mawardi Nurdin25. Dirinya mengatakan berpeluang di calonkan dari partainya, yakni Partai Demokrat. Namun tidak menutup kemungkinan, jika ada figur lain di partainya yang dalam hasil survey lebih dipercaya masyarakat, maka ia akan mendukung figur yang bersangkutan. Saat ini dirinya menjabat sebagai Ketua Demokrat Provinsi Aceh sekaligus sebagai Walikota Banda Aceh. Ada juga isu lain yang berkembang bahwa Darmi Daud, Rektor Universitas Syiah Kuala berminat juga untuk maju pada bursa pencalonan gubernur mendatang. Modal politiknya memiliki jaringan internasional yang kuat, serta memiliki jiwa kepempinan yang baik. Tapi sayangnya, minim pengalaman dalam dunia politik praktis. Sedangkan yang terakhir, sosok yang berpeluang lainnya yaitu, Sulaiman Abda. Dimana saat ini, beliau menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpin Wilayah (DPW) Golkar Aceh serta sebagai Wakil Ketua DPRA. Sedangkan kekuatan politik secara konkrit di parlemen, yakni memiliki 8 kursi parlemen di tingkat provinsi (DPRA). Gairah ingin menjadi orang nomor satu dan nomor dua di Aceh ini, kian menggeliat hingga muncul tokohtokoh yang mewakili dari wilayah pantai barat selatan (Aceh Jaya, Nagan Raya, Aceh Barat, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan). Sejumlah tokoh masyarakat dan pemuda di wilayah kawasan tersebut, sudah mengusung juga sejumlah nama sebagai calon Gubernur-Wakil Gubernur Aceh mendatang. Diantaranya, Prof. Dr Yuwaldi Away (Kadis Perhubungan, Informasi dan Telematika Aceh), Prof. Dr Raja Masbar (Guru Besar Fakultas Ilmu Ekonomi

24 25

Rubrik opini,Misteri Aceh 1, Aryos Nivada, Mon, Aug 23rd 2010. Siapa Saja Calon Aceh Satu?, Salman Iqbal, Thursday, 07 October 2010, http://portal.antero.tv/index.php?option=com_content&view=article&id=537:siapa-saja-calon-acehsatu&catid=35:demo-content

Page | 11

Universitas Syiah Kuala Banda Aceh), Dr. Ir Muhyan Yunan (Kadis Bina Marga Aceh) dan Aminullah Usman, SE. MM (mantan Dirut Bank Aceh)26 Berdasarkan pemetaan wilayah, jelas pertarungan kewilayahan menjadi gambaran politik di Aceh menjelang dilaksanakan lampu hijau pemilihan kepala daerah baru. Sejarah menunjukan selalu saja gubernur terpilih berasal dari wilayah pantai timur (Aceh Besar, Banda Aceh, Pidie, Biruen, Aceh Utara, Lhokseumawe, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Tamiang). Ini tidak terlepas dari konsentrasi jumlah suara yang lebih mendominasi di wilayah tersebut. Di sisi lain apakah ini sebagai bentuk pengontrolan atas industri industri yang sangat terkonsentrasi di wilayah pantai timur? Ataukah memang masyarakat di wilayah pantai barat selatan, tidak memiliki beranian dan kapasitas?

V. Situasi Keamanan Menjelang Pilkada 2011 Sebelum mengupas serta menganalisis situasi keamanan yang terjadi di Aceh menjelang pilkada 2011 (Pemilukada). Sekilas penulis ingin memberikan gambaran singkat tentang keamanan itu sendiri. Terminologi kata keamanan, umumnya memberikan makna perlindungan atas sumbersumber fisik dan akses berdemokrasi, konseptual dari bahaya kriminalitas, bencana alam, dan serangan atas penggunaan senjata. Sangat menarik menganalisis kondisi keamanan yang terjadi di Aceh menjelang pemilihan kepala daerah 2011. Melihat kondisi kekinian, tindakan kriminalitas menjelang Pilkada (Pemilukada) 2011 menjadi meningkat secara signifikan (lihat temuan data). Terbesit beberapa pertanyaan, apa yang melatarbelakangi maraknya kasus kriminalitas di tanah rencong menjelang pemilukada? Apakah kriminalitas yang mengganggu keamanan menjelang Pilkada 2011 terjadi secara alami atau justru dipicu dari faktor lainnya? Menelaah dibalik situasi keamanan yang menurun, yang berdampak pada suburnya tindakan kriminalitas yang terjadi di Aceh pasca tsunami dan MoU Helsinki, penulis memiliki beberapa analisis dengan pendekatan realitas. Faktorfaktor pendorong munculnya, serta maraknya tindakan kriminalitas dan kekerasan menjelang pemilihan gubernur/wakil gubernur antara lain, Pertama: persaingan antar partai, Kedua: kemiskinan berkaitan rendahnya

26

Modus Aceh, Pemimpin Baru dari Pantai Barat Selatan, No 24, tahun VIII, 11 17 Oktober 2010.

Page | 12

kesejahteraan, Ketiga: peran dan kewenangan kepolisian tidak berjalan baik (tidak professional), terakhir Keempat: peredaran senjata masih berjalan di Aceh. Selanjutnya, maka jika kita analisis satu persatu faktor-faktor yang memiliki kecenderungan dalam menilai situasi keamanan di Aceh pada pemilihan kepala daerah 20112016 nantinya. Berikut ini adalah penjabarannya, Pertama; persaingan antar partai politik. Mentelaah persaingan yang dilakukan partai politik bisa dalam bentuk intimidasi secara fisik dan non-fisik. Ramlan Subakti27 menjelaskannya bahwa, kecenderungan seseorang untuk diarahkan memilih partai atau kandidat yang diusung partai sering kali menggunakan tindakan intimidasi baik secara psikologis dan kekerasaan secara fisik. Pada pengalaman pemilu 2009, persaingan antar partai politik telah memicu protes keras dari berbagai partai politik. bentukbentuk protes partai meliputi kecurangan atas sebuah persaingan memperoleh suara, intimidasi, permainan antar elit partai. Beberapa partai politik peserta pemilu menilai kemenangan Partai Aceh sarat dengan intimidasi dan kecurangan. Hal itu dikatakan oleh partai partai politik yang kalah di pemilu untuk menuntut ke Panwaslu Aceh serta KIP Aceh. Secara jelas, dapat dibaca pada pada sub bab selanjutnya yaitu, tentang protes partai. Partai Keadilan Sejahtera mengeluarkan pernyataan resmi tentang bukti intimidasi, kecurangan dalam proses pemilihan pada tanggal 9 April 2009. Pernyataan itu diarahkan untuk Partai Aceh. Sangat mengejutkan memang, ketika Sekretaris Umum DPW PKS Aceh Moharriadi ST, S.Ag mengatakan kepada publik, bahwa salah satu kecurangan yang dilakukan adalah dengan melakukan penggiringan warga oleh anggota KPPS di beberapa daerah untuk mencontreng partai nomor 39 tersebut, khususnya daerah yang memberikan suara terbanyak untuk Partai Aceh. Bentuk intimidasi, dirasakan juga oleh saksi PKS berupa, dilarangnya mendatangi TPS pada hari pencontrengan. Kejadian itu terjadi di Kecamatan Gandapura, Bireuen. Sedangkan kecurangan lainnya, ditemukan juga di beberapa wilayah seperti Lampoh Lada, Kecamatan Mutiara Timur, Pidie28. Hal senada dikatakan seorang Caleg dari Partai SIRA, T. Banta Syahrizal. Menurut laporan yang diterimanya, intimidasi terjadi di sekitar 90% kampung di Aceh kepada pemilih, penyelenggara dan personil partai.

27 28

Memahami ilmu politik, hal. 77, tahun 2010, Grasindo. Harian Aceh (2009). Kemenangan PA Sarat Kecurangan, edisi 12 April.

Page | 13

Beberapa kecurangan antara lain manipulasi perhitungan, undangan untuk pemilih yang tidak sampai, fasilitas dan sistem di TPS yang kacau yang membuat orang harus antri panjang sehingga membuat sebagian besar pemilih tidak jadi memilih. Secara tegas T. Banta Syahrizal menyatakan, penyelenggara pemilu sebagian besar antek-antek partai tertentu, pemilu kali ini tidak sehat, demokrasi dinodai. Selanjutnya Banta menambahkan, mungkin pemantau benar dalam perspektif pemilu tidak menimbulkan kerusuhan, itu karena tidak ada kelompok yang berani melawan intimidasi. Dan bisa saja pemantau yang dimaksud, orang-orangnya berafiliasi dengan partai tertentu juga29. Perkembangan lainnya, Sekretaris Partai Rakyat Aceh (PRA) Langsa, M. Adnan Jamal mendatangi kantor Panwaslu Langsa untuk melaporkan dugaan sejumlah kecurangan dan pelanggaran yang terjadi dalam pemilu 9 April 2009. Bentuk kecurangannya berupa formulir C1 atau formulir hasil rekapitulasi penghitungan suara di TPS yang tidak diberikan kepada saksi partainya30. Berdasarkan peraturan Pengawas Pemilu Nomor 3 Pasal 11 tahun 2009 disebutkan bahwa, KPPS harus memberikan C1 kepada saksi paling lambat satu hari setelah perhitungan suara. Menarik keseimpulan dari pengalaman berpolitik pada pemilu 2009 sebelumnya ini bahwa, persaingan yang tidak sehat akan menimbulkan konflik yang bermuara pada ketidakstabilan keamanan. Bilamana ini tetap di pertahankan oleh partai politik tertentu pada pilkada 2011 (pemilukada) untuk memenangkan calon yang di dukung menjadi gubernur/wakil gubernur mendatang, melalui cara-cara yang tidak demokratis semacam ini, maka hasilnya adalah kemunduran terhadap demokrasi, yang akhirnya akan menimbulkan konflik. Kedua, keamanan akan tidak stabil apabila tingkat kemiskinan sebuah daerah atau negara tinggi. Kemiskinan merupakan masalah klasik di daerah perbatasan, yang sampai sekarang belum tuntas ditangani. Hal ini terjadi juga di Aceh, dimana Aceh dalam urutan tangga kemiskinan di Indonesia yakni, termasuk dalam nominasi lima besar daerah termiskin. Sebagai peringkat keempat, ketiga, bahkan ada yang menyebutkan Aceh berada pada tingkat kedua. Selain sebagai peserta lima besar daerah termiskin, sejak tahun 1999 Aceh juga termasuk dalam urutan ketiga sebagai daerah yang paling banyak menerima anggaran, setelah Kalimantan dan Papua. Untuk tahun 2007, berdasarkan realese Departement keuangan No. 01/HMS/2007, Aceh
29 30

http://tgj.co.id/detilberita.php?id=2235 Serambi Indonesia (2009). Info Pemilu,Gakumdu Langsa Selidiki Kasus Pemilih Sisipan, edisi 13 April, hal. 5.

Page | 14

memperoleh alokasi dana sektoral sebesar 11,7 triliun. Urutan keempat setelah Jakarta, Jawa timur, dan Jawa barat. (hukmas.depkeu.go.id). Lalu mengapa Aceh masih terkategorikan daerah miskin? Adakah Aceh tidak siap dari segi sumber daya? Jika yang dimaksud sumber daya adalah uang, tentu jawabannya, tidak. Mirisnya lagi hasil riset survei pasar kerja (SPK) International Labour Organization (ILO/EAST) bersama Aceh Institute, menunjukkan adanya kekwatiran akan terjadi besarnya proyeksi kesenjangan negatif pada 2012, antara kesempatan kerja yang tersedia dengan jumlah tenaga kerja. Kondisi ini tentunya berdampak pada terjadinya ledakan angka pengangguran dalam jumlah besar. Penelitian ini lakukan di tiga wilayah yaitu Aceh Besar, Pidie/Pidie Jaya, dan Banda Aceh. Disebutkan, untuk Aceh Besar, kesempatan kerja yang tersedia mencapai 176.154, sedangkan angkatan kerja mencapai 216.036 sehingga terjadi kesenjangan mencapai 40.157 jiwa. Hal yang sama juga dialami Banda Aceh dan Pidie/Pidie Jaya. Untuk Banda Aceh kesempatan kerja mencapai 51.062, sedangkan angkatan kerja mencapai 67.179 atau terjadi kesenjangan 16.117 jiwa. Itu baru tiga wilayah bagaimana bila dilakukan seluruh wilayah Aceh di masing masing kabupaten/kota. Solusinya untuk mengatasi kemiskinan agar tidak mengganggu proses jalannya pemilihan kepala daerah yaitu Pemerintah Aceh membuat strategi mendatangkan investor dari asing, tetapi kuatkan pondasi di bidang pertanian. Mengapa? karena bidang pertanian menyerap lapangan pekerjaan yang besar. Buat perekonomian berbasiskan pertanian. Pembuatan pondasi pertanian tentunya membutuhkan blue print yang selaras dengan daerah lain. Maksudnya Pemerintah Aceh menginstruksikan kepada kabupaten/kota berfokus mengembangkan komoditi pertanian sesuai dengan ciri khas daerah masing-masing. Hal penting lainya penyediaan dan pembangunan infrastruktur penunjang pertanian agar tidak perlu lagi hasil komoditi pertanian di olah di Sumatra Utara, tetapi proses pengeolahan dilakukan di Aceh sendiri. Selebihnya kembangkan usaha-usaha bisnis kecil yang bersifat home industri (usaha rumah tangga), dimana secara tidak langsung menunjang perekonomian Pemerintahan Aceh. Selanjutnya jangan terlupakan adalah perdayakan konsep investor lokal pengertiannya Pemerintah sendiri yang menjadi investor tersebut, dikarenakan Aceh berlimpah dari anggaran otonomi khusus (outsus), minyak dan gas bumi (migas), dan APBA. Apabila kesemua itu

Page | 15

dilaksanakan menurut saya akan menurunkan angka kemiskinan yang berdampak pada menurunnya angka pengangguran tentunya. Jadi bila masalah kemiskinan tidak dapat di tekan atau di minimalisir oleh Pemerintah Aceh maupun partai politik di Aceh, maka secara langsung telah mengarahkan ketidakstabilan keamanan yang berdampak pada gejolak politik, sedangkan Aceh akan melakukan pemilihan kepala daerah. Tentunya faktor keamanan menjadi penting harus di ciptakan dan di dorong agar proses pemilihan gubernur/wakil gubernur 2011-2016 berjalan lancar tanpa meninggalkan jejak sejarah berupa kekacauan keamanan. Salah satunya agar mendorong kestabilan keamanan yaitu meminimalisir masalah kemiskiann. Keamanan dan kemiskinan saling berkorelasi dan bersinergis, mengapa? Dengan adanya situasi keamanan yang kondusif, maka rakyat miskin juga bisa melakukan aktivitas memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam rangka memperoleh kesejahteraan. Intinya keamanan bisa memberikan pelindungan bagi kaum miskin dari bentuk kekerasan. Tentunya semua harus menjadi tanggung jawab tidak hanya dari pemerintah dan partai politik, akan tetapi seluruh komponen masyarakat sipil di Aceh. Ketiga, peran dan kinerja kepolisian tidak berjalan baik. Hal ini ditunjukan dari pemberitaan media massa, dimana tidak bisa membangun sistem keamanan yang komperhensif dalam memberikan pelindungan dan rasa aman bagi rakyat Aceh. Di tahun 2010 saja hadirnya orang yang di klaim sebagai teroris hadir di Aceh, bahkan telah melakukan tindakan tindakan yang membahayakan rakyat Aceh. Merujuk data yang diterima dari pihak Polda Aceh yang diterima dari bagian humas selama 5 bulan dimulai dari Mei September 2008 terbagi yaitu pencurian kendaraan bermotor dan mobil totalnya 453 kasus yang terselesaikan hanya 22 kasus, pembunuhan 22 kasus yang terselesaikan 6, penculikan 17 kasus yang terselesaikan 8 kasus, dan pemerasan 10 kasus terselesaikan 3 kasus. Dari data kriminalitas diatas, menunjukan kinerja kepolisian masih sangat rendah ditunjukan dengan penyelesaian kasus hanya sedikit yang terselesaikan sampai di pengadilan tinggi. Apakah SDM-nya yang lemah ataukah kesejahteraan yang berdampak kurangnya motivasi. Sedangkan bila kita lihat secara realitas fasilitas dan prasarana dalam mengatasi kriminalitas sudah diatas standar internasional, sebuah kepolisian dalam mengatasi keamanan. Ketika pihak Polda Provinsi Aceh tidak bisa melakukan perubahan dalam membangun dan sistem keamanan, maka jaminan untuk memberikan rasa aman pada saat proses pemilihan
Page | 16

kepala daerah 2011- 2016 tidak terwujud. Tidak menutup kemungkinan bisa menggagalkan pilkada di Aceh, dimana ujung ujung menghancurkan sistem berdemokrasi. Keempat, peredaran senjata di Aceh cukup meningkat. Alasan penulis memasukkan point ini menjadi ukuran meningkatnya angka kriminalitas yang mengganggu situasi keamanan menjelang Pilkada 2011, karena letak geografis yang strategis pada persimpangan Selat Malaka dan Samudra India. Dari keuntungan strategis wilayah dipergunakan bagi kalangan penjual senjata gelap untuk memasarkan senjata api ke tanah rencong. Sangat luar biasa lagi jaringan ini bahkan melibatkan kaum serdadu. Masih lemahnya penjagaan wilayah perbatasan di Selat Malaka dengan Samudra India seperti pelabuhan laut dan udara, serta masih terbatasnya kerjasama internasional di bidang kejahatan transnasional menjadikan Aceh sebagai ladang subur bagi tumbuhnya kejahatan transnasional. Organisasi kejahatan yang tidak terbatas pada suatu negara, menjadikan suatu tindak kejahatan dapat dikendalikan dari suatu negara yang letaknya berjauhan. Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan semakin mengglobalnya dunia menyebabkan kejahatan yang bersifat kompleks dan dengan skala lintas negara/ transnasional seperti penyelundupan senjata, perdagangan manusia, perdagangan anak-anak dan perempuan, terorisme ataupun perdagangan narkoba masih tinggi intensitasnya. Indikasi meningkatnya intensitas kejahatan transnasional seperti penyelundupan senjata dapat dilihat dari makin maraknya tindak kriminal yang menggunakan senjata api illegal serta beragamnya jenis persenjataan yang digunakan pada konflik Aceh. Dari hasil pemantauan KontraS tahun 201031, dikatakan melalui Koordinatornya Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, Usman Hamid, menanggapi ditemukannya kembali senjata dan ribuan amunisi dalam perburuan dan penangkapan tersangka terorisme di Aceh. Menurut dia, seusai perjanjian Helsinski, seluruh senjata sudah ditertibkan. Tiba-tiba publik dikejutkan adanya pasokan senjata yang luar biasa banyak, termasuk senjata khusus AK 47. Kembali menurut Usman, saat proses Pilkada Aceh saja sudah sering terjadi kekerasan seperti lempar granat dan penembakan, yang diduga melibatkan aparat lokal. "Tapi ini kan tidak

31

Perburuan tersangka terorisme peredaran senjata di Aceh dapat picu konflik lokal, VHRmedia, Jakarta, 12 Maret 2010 - 18:24 WIB

Page | 17

dibongkar. Jangan sampai ada toleransi kekerasan dalam bentuk senjata atau amunisi yang sifatnya mematikan." VI. Penutup 6.1. Kesimpulan Kesimpulan dari tulisan ini adalah, situasi politik di Aceh akan memenas dalam pemilukada tahun 2011 mendatang, dikarenakan dinamika perpolitikannya sangat berbeda dengan pemilukada sebelumnya. Perbedaan ini, ditunjukan dari pertarungan antar partai politik dalam mengusung calon untuk maju pada Pilkada 2011, kekuatan partai politik dalam menyusun strategi kemenangan akan menjadi kunci kesuksesan, para calon yang berkeinginan maju harus memberikan bukti, bukan hanya janji-janji saja. Situasi keamanan menjelang Pilkada 2011 relatif bisa di kendalikan, walaupun marak terjadi tindakan kriminalitas maupun munculkan gerakan-gerakan yang di klaim sebagai teororis di Aceh. Untuk itu dibutuhkan peran aktif tidak hanya dari pihak kepolisian (Polda Aceh) saja, tetapi dari seluruh komponen masyarakat sipil dalam mewujudkan keamanan dan kestabilan pada saat pesta demokrasi pemilihan kepala daerah berlangsung.

6.2. Saran 1. Diperlukan sosialisasi kapasitas dari para calon harus sejak dini dilakukan agar masyarakat tidak keliru lagi dalam menentukan pilihan politiknya pada Pilkada 2011. 2. Pendidikan politik menjadi kewajiban yang harus dilakukan baik dari kalangan partai politik, maupun dari Pemerintah Aceh sendiri, sehingga wujud partisipasi masyarakat secara politik dapat berjalan efektif dan berwawasan intelektual. 3. Partai politik dan para calon yang ingin maju haruslah mengedepan nilai nilai berdemokrasi yang baik tanpa melakukan tindakan tidak berdemokratis.

Page | 18

Vous aimerez peut-être aussi