Vous êtes sur la page 1sur 15

HUBUNGAN TINGKAT KONSUMSI ZAT BESI DAN SENG DENGAN STATUS GIZI DAN KEMAMPUAN MOTORIK ANAK USIA

2-5 TAHUN DI DESA BONE KECAMATAN AMANUBAN TENGAH KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR Nanik Setijowati * , Eriza Fadhilah **, Annisa Suhada** Abstrak Penelitian terdahulu yang mengkaji hubungan antara status gizi dengan perkembangan motorik kasar anak membuktikan bahwa pemberian nutrisi penting untuk perkembangan anak. Salah satu mineral yang penting dalam perkembangan motorik adalah zat Besi dan Seng. Prevalensi Balita yang mengalami gangguan gizi yaitu pendek dan kurus secara nasional NTT menempati urutan ke 2 sebesar 58,4%, sedangkan TTS dengan balita gizi kurang 4% dan gizi buruk 1,05% berdasarkan Indeks BB/TB. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan tingkat konsumsi Zat Besi dan Seng dengan status gizi dan kemampuan motorik anak usia 2-5 tahun di Desa Bone, Kecamatan Amanuban Tengah, Kabupaten Timor Tengah Selatan Propinsi NTT. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan melakukan pendekatan Cross Sectional Study. Sampel 50 orang yang didapatkan menggunakan Sistematic Random Sampling. Data dianalisis dengan menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan tingkat konsumsi Zat Besi dan Seng paling tinggi adalah defisit masing-masing 46% dan 90%. Status gizi terbanyak berdasarkan Indikator BB/U didapatkan gizi baik (84%), Indikator TB/U terbesar adalah gizi normal (52%)dan indikator BB/TB gizi normal (94%). Ada 12% responden dengan perkembangan motorik meragukan. 70% responden ada infeksi. Tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat konsumsi Zat Besi dan Seng dengan status gizi dan perkembangan motorik. Disarankan adanya peningkatan konsumsi dan penganekaraman sumber makanan Zat Besi dan Seng, peningkatan perkembangan motorik anak dengan stimulasi dan rangsangan motorik serta pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi. Kata kunci: Tingkat konsumsi Zat Besi dan Seng, perkembangan motorik, status gizi dan penyakit infeksi Abstract The previous research examining the relationship between nutrientional status with the rough motor proved that the nutrient giving is important for children development. One of important minerals for motor development is Iron and Zinc. The under five c hildren prevalence that experience nutrient disturbance, that is lack of nutrientnationally NTT at second position about 58.4%, while TTS with 4% under five children lack of nutrient and 1.05% under five children with bad nutrients based on BB/TB index. The research aimed at knowing the iron and zinc consumption with the nutrient status and motor development of 2-5 years old children at Bone village, Central Amanuban sub district, South Central Timor, NTT. The research is observational analytic research by cross sectional. Study with sample of 50 persons used systematic random sampling. The data was analyzed by c hi square test. The results showed the Iron and Zinc consumption each of 46% and 90% deficit. The nutrient status on BB/U index less than 16% and 84% good. The nutrient status on TB/U index :50% normal, short 46%, very short 2%. The nutrient status on BB/TB index 94% normal, 4% thin and 2% fat. There is 12% respondents with confuse motor development, 70% respondent have infection. There is no significant relation between Iron and Zinc consumption with nutrient status and motor development. It is suggested for the consumption improvement and improve the diversity of Iron and zinc with sources improvement of children motor development with motor stimulation and prevention and treatment of infection. Keywords: Fe and zinc consumption level, motor development, nutrient status
* Program Studi Pendidikan Dokter FKUB ** Program Studi Ilmu Gizi FKUB

PENDAHULUAN Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia yang dilakukan secara berkelanjutan. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia ini dimulai melalui pemenuhan kebutuhan dasar manusia, perhatian utamanya terletak pada proses tumbuh kembang anak sejak pembuahan sampai mencapai dewasa muda1 Anak usia pra-sekolah (1-5 tahun) merupakan kelompok yang sangat perlu diperhatikan akan kebutuhan gizinya, karenamereka dalam masa pertumbuhan. Kekurangan akan kebutuhan gizi pada masa anak-anak selain akan mengakibatkan gangguan pada pertumbuhan jasmaninya juga akan menyebabkan gangguan perkembangan mental anak. Anak-anak yang menderita kurang gizi setelah mencapai usia dewasa tubuhnya tidak akan tinggi yang seharusnya dapat dicapai serta jaringanjaringan otot yang kurang berkembang2 Besi merupakan salah satu zat gizi mikro yang mempunyai pengaruh luas dalam aktivitas metabolisme tubuh dan sangat penting dalam proses pertumbuhan. Masa bayi dan anak-anak merupakan masa pertumbuhan yang cepat. Anak usia sekolah dasar yaitu antara umur 6-11 tahun merupakan masa saat mereka mengalami growth spurt (percepatan pertumbuhan) yang kedua setelah masa balita. Kelompok ini rentan terhadap anemia zat besi karena kebutuhan zat besi selama masa ini meningkat dengan adanya pertumbuhan jaringan yang cepat dan kenaikan massa sel darah merah. Prevalensi anemia defisiensi besi di dunia masih sangat tinggi dan di Asia Tenggara prevalensi anemia pada anak-anak mencapai 5070% (WHO, 2000; Institute of Medicine, 2002). Anemia besi yang terjadi pada masa bayi dan anak-anak berdampak pada perkembangan mental dan motorik yang kemungkinan akan mempunyai dampak pada masa selanjutnya3 Data dari International Conference of Zinc and Human Health tahun 2000 menyimpulkan bahwa diasumsikan 48% populasi dunia mempunyai resiko terjadi

defisiensi seng, penelitian di Jakarta tahun 1988 pada 156 responden anak dan dewasa didapatkan 87,2% mengalami defisiensi seng, sedangkan penelitian di Grobogan Jawa Tengah dan Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 500 anak usia sekolah didapatkan 26,8% anak di Jawa Tengah dan 24,2% anak di NTT mengalami defisiensi seng4 Gizi kurang pun masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di provinsi NTT dengan prevalensi lebih dari 40% dan merupakan salah satu yang tertinggi di Indonesia. Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) merupakan salah satu kabupaten yang memiliki prevalensi gizi kurang tinggi di wilayah NTT. Pada tahun 2006, Kabupaten TTS termasuk salah satu dari empat (4) kabupaten yang termasuk dalam kategori merah (rawan) pada peta rawan gizi di Propinsi NTT. Tingginya prevalenzi gizi kurang dan buruk anak balita di kabupaten TTS dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu buruknya kualitas dan kuantitas konsumsi pangan sebagai akibat masih rendahnya ketahanan pangan keluarga, buruknya pola asuh dan rendahnya akses pada fasilitas kesehatan 5 Penelitian terdahulu yang mengkaji hubungan antara status gizi dengan perkembangan motorik kasar anak membuktikan bahwa pemberian nutrisi penting untuk perkembangan anak. Wanita hamil yang diberikan vitamin A dan zat besi setelah anaknya lahir menunjukkan adanya perbedaan perkembangan motorik yang signifikan. Artinya nutrisi sangat penting bagi perkembangan motorik kasar anak.6 Berdasarkan data status gizi balita dari Dinas Kesehatan kabupaten TTS tahun 2011 menunjukkan ada 13,4% balita gizi kurang dan 1,05% balita gizi buruk.7 Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai hubungan tingkat konsumsi zat besi dan seng dengan status gizi dan kemampuan motorik kasar anak usia 2-5 tahun

METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini merupakan studi observasional analitik dengan melakukan pendekatan Cross Sectional Study dan menganalisa Hubungan tingkat konsumsi zat besi dan seng dengan status gizi dan kemampuan motorik anak usia 2-5 tahun di Desa Bone, Kecamatan Amanuban Tengah, Kabupaten Timor Tengah Selatan Propinsi Nusa Tenggara Timur. Pendekatan ini dimaksudkan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Adapun variabel independennya yaitu Tingkat Sosial Ekonomis, Asupan Zat Gizi Besi dan Seng, Status Gizi, sedangkan variabel dependennya adalah penyakit infeksi dan kemampuan motorik Populasi adalah anak usia 2-5 tahun yaitu sebanyak 114 orang dengan kritria :Pada saat dilakukan penelitian, anak berumur 2-5 tahun,bersedia menjadi responden,bertempat tinggal di Desa Bone.Sedangkan kriteria eksklusi sebagai berikut: balita yang tidak hadir di posyandu dan balita pindah dari Desa Bone.Sedangakan teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan Systematic Random Sampling. Penentuan sampel dengan menggunakan rumus Lemeshow yaitu didapatkan 50 sampel. Responden yang terpilih( ibu balita) diminta untuk menandatangi formulir informed consent dengan sebelumnya diberikan penjelasan terlebih dahulu tentang tujuan dan manfaat penelitian. Memberikan lembar kuesioner untuk menggali karakteristik, usia resoponden tingkat pendidikan, penghasilan, tingkat konsumsi Fe dan Seng, Perkembangan motorik dan ststus gizi anak. Melakukan pengukuran antropometri meliputi berat badan dan tinggi badan, Data tingkat pendidikan ibu ditabulasikan dan dianalisa secara deskriptif, Data pendapatan keluarga diolah dan dikategorikan, tingkat konsumsi zat besi dan seng dikategorikan, Data perkembangan motorik anak dikategorikan, Data status gizi balita dikategorikan dan melakukan analisis hubungan terkait hubungan tingkat konsumsi zat besi dengan status gizi, hubungan tingkat konsumsi seng

dengan status gizi, tingkat konsumsi zat besi dengan kemampuan motorik anak, hubungan antara tingkat konsumsi seng dengan kemampuan motorik anak serta status gizi dan penyakit infeksi. Pengolahan data menggunakan komputer dengan menggunakan program Nutrisurvey 2003, WHO Anthro 2005 dan SPSS yang meliputi entri data, editing, koding, dan analisis data HASIL PENELITIAN Gambaran Umum SMPN 3 Sidoarjo Desa Bone adalah salah satu Desa di Wilayah Kecamatan Amanuban Tengah Kabupaten Timor Tengah Selatan Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan batas geografis :Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kelurahan Niki-Niki, sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Desa Sopo, sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah Desa Nobi-Nobi dan sebelah barat berbatasan dengan wilayah Desa Hoi Kecamatan Oenino.Secara Umum Desa Bone menjadi 2 bagian yaitu bagian utama yaitu daerah lereng/bukit dan daerah dataran dengan luas wilayah Desa Bone secara keseluruhan adalah sekitar 12.000/Ha dengan 2 (dua) dusun yaitu dusun Fetomone dan Nekmese, ada 4 (empat) RT yaitu : Bone, Kenenu, Nenoat dan Fatubena dan terdiri dari 2 (dua) RW yaitu : I dan II. Karakteristik Responden Penelitian 1.Ibu balita Distribusi frekuensi berdasarkan umur ibu. Tabel 1. Rentang Usia Responden
Usia Ibu 20-25 26-30 31-35 36-65 Jumlah n 7 13 15 15 % 14 26 30 30

MeanSD : 33,387,99 Berdasarkan tabel 1 diatas diketahui dari 50 responden yang diteliti didapatkan kategori responden yang paling banyak terdiri dari kelompok usia 36 s/d 45 tahun dan 31-35 tahun masingmasing sebanyak 30% dan kelompok

usia yang paling sedikit adalah 14% yaitu umur 20-25 tahun Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan responden dikategorikan dalam 5 kategori yaitu Tidak sekolah,SD,SMP,SMA,PT5 Tabel 2 Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidika(n=50)
Pendidikan Ibu Tidak sekolah SD SMP SMA PT Jumlah N 2 16 20 8 4 % 4 32 40 16 8

Tabel 4. Pendapatan keluarga Responden


Jenis Pekerjaan < UMR > UMR Jumlah n 33 17 % 66 33

Dari tabel 5.5 diatas, dari 50 responden diketahui bahwa sebanyak 66% berpenghasilan antara Rp 400.000,s/d Rp 799.000,-dan 33% berpenghasilan antara Rp 800.000,- s/d Rp 2.000.000,(Sumber : Data Statistik UMR Kabupaten TTS, 2012) Umur Balita Tabel 5.Distribusi Frekuensi Golongan Umur Balita (n=50)
Golongan Umur Balita 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun n 1 18 21 10 Jumlah % 2 36 42 20

Dari tabel 2 terlihat diketahui dari 50 responden didapatkan bahwa persentase pendidikan tertinggi responden adalah tamat SMP 40% dan yang paling terendah adalah PT (Perguruan Tinggi) 8% dan tidak sekolah 4%. Jenis Pekerjaan Jenis pekerjaan digolongkan atas tidak bekerja,petani,pedagang,ojek/sopir Dan PNS. Tabel 3 Distribusi Frekuensi Pekerjaan Responden
Jenis Pekerjaan TIidak bekerja Petani Pedagang Ojek/sopir PNS n 2 17 20 7 4 Jumlah % 4 34 40 14 8

MeanSD : 41,648,82 Dari tabel 5.6 diatas diketahui dari 50 responden dikategorikan golongan umur yang paling banyak pada kelompok umur 4 tahun sebanyak 42% dan yang paling sedikit umur 2 tahun. Umur 1-5 tahun merupakan masa yang sangat pesat dalam pertumbuhan dan perkembangan sehingga pada usia ini kebutuhan zat gizi akan sangat banyak dibutuhkan STATUS GIZI BB/U Status gizi BB/U dikategorikan beredasarkan gizi baik,kurang,normal dan kurus Gambar 1 Distribusi frekuensi status gizi Responden

Dari tabel 5.4 diatas, dari 50 responden diketahui pekerjaan responden yang paling banyak adalah pedagang yaitu 40% dan yang paling sedikit adalah tidak bekerja yaitu 1,9% Pendapatan keluarga Responden Penelitian Pendapatan kategorikan dalan 2 kelompok yaitu < UMR dan > UMR

Dari gambar 5.2 diatas, diketahui dari 50 responden status gizi berdasarkan BB/U yang terbanyak adalah

gizi baik 84% dan sisanya 16% gizi kurang. Rata-rata status gizi berdasarkan BB/U balita adalah 2,840,37 SD TB/U Status gizi BB/U dikategorikan beredasarkan gizi normal,pendek,sangat pendek dan tinggi. Gambar 5.3 Distribusi Frekuensi Status Gizi Berdasarkan TB/U

gizi BB/U responden adalah 2,98 0,24 SD Tingkat Konsumsi Zat Besi Distribusi Frekuensi Tingkat Konsumsi Zat Besi dikategorikan atas baik,sedang,kurang dan difisit. Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Tingkat Konsumsi Zat Besi (n=50)
Konsumsi Zat Besi Baik Sedang Kurang Defisit Jumlah n 17 6 4 23 % 34 12 8 46

Dari tabel 5.12 diatas, dari 50 anak responden dengan tingkat konsumsi zat besi terbesar adalah defisit 46% dan yang terendah adalah kurang 46%. Dari gambar 5.3 diatas, dari 50 anak responden dengan status gizi berdasarkan TB/U didapatkan status gizi yang paling tertinggi adalah normal 52% dan terendah status gizi sangat pendek 2%.Rata-rata status gizi BB/U responden adalah 2,50,54 SD BB/TB Status gizi BB/TB dikategorikan beredasarkan gizi kurus,sangat kurus,normal dan gemuk. Gambar 3.Distribusi Frekuensi Status Gizi Berdasarkan BB/TB Hasil analisis dari 50 responden diketahui bahwa tingkat konsumsi zat besi terendah responden adalah berada pada 4,74 mg dan tertinggi adalah 9,90 mg. Rata-rata tingkat konsumsi zat besi responden adalah 0,80 9,90 mg Tingkat Konsumsi Seng Distribusi Frekuensi Tingkat Konsumsi seng dikategorikan atas baik,sedang,kurang dan difisit. Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Tingkat KonsumsiSeng (n=50)
Tingkat Konsumsi Seng Sedang Kurang Defisit n 3 2 45 Jumlah % 6 4 90

Dari gambar 6.3 diatas, dari 50 anak responden dengan status gizi yang terbanyak berdasarkan BB/TB adalah normal sebanyak 94% dan yang paling sedikit adalah gemuk 2% Rata-rata status

Dari tabel 5.14 diatas, dari 50 anak responden dengan tingkat konsumsi seng yang terbanyak adalah kategori defisit sebanyak 90% dan paling sedikit adalah kurang sebanyak 40%. Hasil analisis dari 50 responden diketahui bahwa tingkat konsumsi seng terendah responden adalah berada pada 0,90 mg dan tertinggi adalah 6,40 mg. Rata-rata tingkat konsumsi seng responden adalah 3,236,40 mg.

Pengetahuan Ibu Terkait Zat Gizi Besi dan Seng Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu dikategorikan atas kurang dan cukup. Tabel 5.15 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu (n=50)
Pengetahuan Ibu Kurang Cukup Jumlah n 23 27 % 46 54

telur 38% dan yang paling sedikit adalah kacang tanah 8%. Dimana rata-rata semua makanan yang dipantangin adalah makanan sumber protein dan sumber Fe dan Seng. Konsumsi Lauk Hewani Distribusi Frekuensi Konsumsi Lauk Hewani tercantum dalam tabel 5.18 seperti dibawah ini
Frekuensi Konsumsi Lauk Hewani Dgg ayam Sapi Ikan Telur n % n % n % n % 30 60 22 44 27 54 10 20 15 30 17 34 15 30 10 20 1 2 9 18 5 10 8 16 0 0 0 0 1 2 12 24 4 8 2 4 2 4 10 20 50 100 50 100 50 100 50 100

Dari tabel 5.15 diatas diketahui dari 50 responden, tingkat pengetahuan ibu yang terbanyak adalah cukup 54 % dan pengetahuan kurang sebanyak 46%.Pertanyaan yang tidak bisa dijawab adalah terkait makanan dan minuman penghambat penyerapan Fe atau makanan inhibitor dan pertanyaan yang paling bisa dijawab oleh ibu balita adalah vitamin yang dapat mendukung penyerapan Fe, makanan sumber seng dan peranan zat besi bagi kesehatan balita Sosial Budaya Tentang Pantangan Makanan Adapun pantangan makanan digolongkan atas ada dan tidak adanya pantangan makanan. Tabel 5.17 Distribusi Frekuensi Pantangan Makanan (n=50)
Pantangan Makanan Tidak ada Ada Jumlah N 24 26 % 48 52

Frekuensi

1-2x/bln 3-4x/bln 5-6x/bln >6x/bln Tidak Total

Dari tabel 5.18 diatas diketahui dari 50 responden didapatkan frekuensi paling tinggi 1-2x/bln adalah sama masingmasing untuk daging ayam 60%, daging sapi 44%, dan ikan 54% serta frekuensi paling sedikit >6x/bln dan rendah mengkonsumsi daging ayam 0%, daging sapi 0%, dan ikan 2%. Sedangkan untuk telur konsumsi paling tinggi > 6x/mgg yaitu 24% dan paling sedikit frekuensi 56x/mgg yaitu 16 Konsumsi Lauk Nabati Distribusi frekuensi lauk nabati tercantum dalam tabel 5.19 Tabel 5.19 Distribusi Frekuensi Lauk Nabati
Frekuensi 1-2x/bln 3-4x/mgg 5-6x/mgg >6x/mgg Tidaki Total Konsumsi Lauk Nabati Tempe Tahu Kacang 2an n % n % n % 6 12 7 14 7 14 2 1 18 36 1 42 1 22 1 2 15 30 0 20 1 42 7 14 9 18 2 4 4 8 3 6 9 18 5 5 50 100 0 100 0 100

Sedangkan jenis Pantangan makanan dapat dilihat pada table dibawah ini Gambar 5.5 Persentase Jenis Pantangan Makanan Balita

Berdasarkan gambar 5.5 dapat diketahui bahwa pantangan paling terbesar adalah

Tabel 5.19 diatas diketahui dari 50 responden didapatkan frekuensi konsumsi sumber protein paling tinggi ada pada tempe 36% dan tahu 42%

masing-masing yaitu pada frekuensi 34x/mgg dan yang paling rendah pada tempe 8% dan tahu 6% masing-masing juga sama sekali tidak dikonsumsi Konsumsi Sayuran-sayuran Distribusi frekuensi sayur-sayuran tercantum dalam tabel 5.20 seperti dibawah ini Tabel 5.20 Distribusi Frekuensi Sayursayuran
Konsumsi sayuran Bayam Freki 1-2x /mg 3-4x /mg 5-6x /mg >6xmg Tdk Total
n 24 9 12 2 3 50 % 48 18 24 4 6 100

sedikit adalah jeruk dan papaya masingmasing 1% dengan frekuensi >6x/mgg. Perkembangan Motorik Distribusi frekuensi perkembangan motorik tercantum dalam tabel 5.22 seperti dibawah ini Tabel 5.22 Distribusi Frekuensi Perkembangan Motorik (n=50)
Motorik Anak Sehat Meragukan Jumlah n 44 6 % 88 12

Kelor
n 3 18 15 0 14 50 % 6 36 30 0 28 100

Singkong
n 10 34 4 2 0 50 % 20 68 8 4 0 100

Saw i
n 9 28 5 6 2 50 % 18 56 10 12 4 100

Pada tabel diatas dapat diketahui konsumsi sayur yang paling tinggi dikonsumsi adalah sawi 56% dengan frekuensi rata-rata 3-4x/mgg sedangkanyang paling sedikit adalah daun singkong dan bayam 2% dengan frekuensi >6x/mgg Konsumsi Buah-buahan Distribusi frekuensi konsumsi buahbuahan tercantum dalam tabel dibawah ini : Tabel 5.21 Distribusi Frekuensi Konsumsi Buah-buahan
Frekuensi 1-2x/bln 3-4x/mgg 5-6x/mgg >6x/mgg Tidak konsumsi Total Jeruk n % 5 3 10 1 31 50 10 6 20 2 62 100 Konsumsi Buah-buahan Pepaya Jambu n % n % 11 14 23 1 1 50 22 28 46 2 2 100 15 20 12 2 1 50 30 40 24 4 2 100 Lainnya n % 10 2 15 23 0 50 20 4 30 46 0 100

Dari tabel 5.22 diatas, dari 50 responden dengan perkembangan motorik yang terbanyak adalah kategori Sehat (S) 88%. Kategori Meragukan (M) 12,0%. Dari ke6 anak yang dikategorikan Meragukan perkembangan motorik yang belum bisa dilakukan adalah belum dapat menggunakan pakaian sendiri, belum bisa menendang sesuatu benda sendiri, belum bisa berdiri dengan satu kaki, belum bisa menggunakan 2 kata sekaligus seperti minta minum, belum bisa menggunakan sepatunya sendiri dan setiap anak mempunyai perbedaan motorik sendiri-sendiri sesuai dengan golongan umurnya Penyakit Infeksi Table Distribusi frekuensi penyakit infeksi tercantum dalam tabel 5.23 seperti dibawah ini. Jumlah Penyakit Infeksi n % Pernah 35 70 Tidak 15 30 Dari tabel 5.23 diketahui dari 50 responden, diketahui 70% responden pernah infeksi dan 30% responden yang tidak infeksi dalam 2 minggu terakhir Hubungan Tingkat Konsumsi Zat Besi dengan Status Gizi Anak a. Zat Besi dengan Status Gizi Kategori BB/U
Konsumsi Fe Kurang Baik Total Status Gizi Kategori BB/U Kurang Baik n % n % 2 25 25 60 6 75 17 40 8 100 42 100

Pada table diatas dapat diketahui konsumsi buah papaya dan buah lainnya (apuklat) 46% dengan frekuensi 5-6x/mgg dan > 6x/mgg sedangkan yang paling

Berdasarkan tabel 5.25 terdapat sebanyak 60% responden gizi baik dengan konsumsi Fe kurang, 75% responden gizi kurang dengan konsumsi Fe baik, 25% responden gizi kurang dengan konsumsi Fe kurang dan 40% responden gizi baik dan konsumsi Fe baik. b. Zat Besi dengan Status Gizi Kategori TB/U
Konsumsi Fe Kurang Baik Total Status Sangat Pendek n % 1 100 0 0 1 100 Gizi Kategori TB/U Pendek n 11 12 23 % 48 52 100 Normal n 15 11 26 % 58 42 100

Konsumsi Fe Kurang Baik Total

Status Gizi Kategori BB/U Kurang Baik n % n % 8 100 39 93 0 0 3 7 8 100 42 100

Berdasarkan tabel 5.28 terdapat sebanyak 100% responden gizi kurang dengan konsumsi seng kurang, terdapat 93% responden gizi baik dengan konsumsi seng kurang 7% responden gizi baik dengan konsumsi Fe baik b. Seng dengan Status Gizi Kategori TB/U
Kons Seng Krg Baik Total Status Gizi Kategori TB/U Sangat Pendek Normal pendek n % n % n % 1 100 21 91 25 96 0 0 2 9 1 4 1 100 23 100 26 100

Berdasarkan tabel 5.26, terdapat sebanyak 48% responden ststus gizi pendek dengan tingkat konsumsi fe kurang, 58% gizi normal dengan tingkat konsumsi Fe kurang, gizi normal dengan konsumsi Fe baik sebanyak 42% dan 52% pendek dengan tingkat konsumsi Fe baik c.Zat Besi dengan Status Gizi Kategori BB/TB
Kons Fe Krg Baik Total Status Gizi Kategori BB/TB Kurus Normal Gemuk n % n % n % 1 50 25 53 26 100 1 50 22 47 0 0 1 100 23 100 26 100

Berdasarkan tabel 5.29 terdapat sebanyak 100% responden dengan status gizi sangat pendek dengan konsumsi seng kurang, ada 9% responden tergolong status gizi normal dengan tingkat konsumsi seng baik dan 96% gizi normaldengan tingkat konsumsi kurang dan 4% gizi normaldengan konsumsi baik c.Seng dengan Status Gizi Kategori BB/TB
Kons Seng Kurang Baik Total Status Gizi Kategori BB/TB Kurus Normal Gemuk n % n % n % 2 100 44 94 1 100 0 0 3 6 0 0 2 100 47 100 1 100

Berdasarkan tabel 5.27 terdapat sebanyak 100% responden gemuk dengan tingkat konsumsi Fe kurang, 53% gizi normal dengan tingkat konsumsi Fe kurang 47% gizi normal dengan tingkat konsumsi Fe baik, 50% gizi kurus dengan tingkat konsumsi Fe kurang dan 50% gizi kurus dengan tingkat konsumsi Fe baik Hubungan Tingkat Konsumsi Seng dengan Status Gizi Anak a. Seng dengan Status Gizi Kategori BB/U

Hubungan antara Tingkat Konsumsi Zat Besi dengan Kemampuan Motorik Anak Usia 2-5 tahun
Konsumsi Zat Besi Kurang Baik Total Motorik anak S M n % N % 25 57 2 33 19 43 4 67 44 100 6 100

Berdasarkan tabel 5.31, terdapat sebanyak 567% responden konsumsi zat besi kurang dengan perkembangan motorik sehat, 33% responden konsumsi zat besi kurang dengan perkembangan motorik M/meragukan. Sebanyak 67% konsumsi zat besi baik dengan perkembangan motorik Meragukan dan 43% konsumsi zat besi baik dengan perkembangan motorik sehat. Hubungan antara Tingkat Konsumsi Seng dengan Kemampuan Motorik Anak Usia 2-5 tahun Table. Frekuensi Tingkat Konsumsi Seng dengan Kemampuan Motorik
Konsumsi Seng Kurang Baik Total Motorik S n % 41 93 3 7 44 100 Anak M n % 6 100 0 0 6 100

b..TB/U dengan infeksi


Status Gizi Kategori TB/U Sangat pendek Pendek Normal Total n 1 16 18 35 Penyakit Infeksi Ada Tidak % n % 3 0 0 46 7 47 51 8 53 100 1 100 5

Berdasarkan tabel 5.34, didapatkan responden dengan frekuensi Penyakit infeksi paling banyak pada status gizi normal yaitu 51% dan paling sedikit pada status gizi sangat pendek yaitu 3%, sedangkan responden dengan tidak Infeksi paling banyak pada status gizi normal yaitu 53% dan paling sedikit pada status gizi sangat pendek 0%. c..BB/TB dengan infeksi
Status Gizi Kategori BB/TB Kurus Normal Gemuk Total Penyakit Infeksi Infeksi Tidak infeksi n % N % 0 0 2 13 35 100 12 80 0 0 1 7 35 100 15 100

Berdasarkan tabel 5.32, terdapat sebanyak 100% responden konsumsi Seng kurang dengan perkembangan motorik Meragukan, 93% responden konsumsi Seng kurang dengan perkembangan motorik Normal sedangkan 7% konsumsi Seng baik dengan perkembangan motorik Normal Hubungan Status Penyakit Infeksi a.BB/U dengan infeksi
Status Gizi BB/U Kurang Baik Total

Gizi

dengan

Berdasarkan tabel 5.35. terdapat 100% gizi normal dengan infeksi, 80% gizi normal dengan tidak Infeksi, sedangkan 13,3% gizi kurus dengan tidak infeksi dan 7% gizi gemuk dengan tidak infeksi Hubungan Tingkat Konsumsi Zat Besi dengan Status Gizi Berikut adalah tabel 5.36 mengenai tabel analisa statistik Chi-Square hubungan antara beberapa variabel tingkat konsumsi Fe dengan status gizi. Berikut adalah tabel 5.36 Tabel 5.36 Distribusi Frekuensi Tingkat Konsumsi Zat Besi dengan Status
Variabel dependent BB/U TB/U BB/TB Nilai p 0,073 0,510 0,645

Penyakit Infeksi Ada Tidak n % n % 4 11 4 27 31 89 11 73 35 100 15 100

Berdasarkan tabel 5.33, terdapat sebanyak 27% responden gizi kurang dengan ada infeksi, 11,4% gizi kurang dengan ada infeksi sedangkan 89% gizi baik dengan ada penyakit infeksi sedangkan 27% gizi kurang dengan tidak infeksi dan 73% gizi baik dengan ada infeksi dan 89% gizi baik dengan ada infeksi

Keterangan : p>0,05 = tidak signifikan Berdasarkan tabel 5.36 nilai p variabel tingkat konsumsi Fe dengan status gizi indikator BB/U sebesar 0,075, indikator TB/U sebesar 0,510 dan indikator BB/TB sebesar 0,645 yang

artinya bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan (p > 0,05) sehingga Ho diterima dan H1 ditolak, ditolak sehingga tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat konsumsi Fe dengan status gizi dengan tingkat kepercayaan 95% dan pada = 0,05 Hubungan Tingkat Konsumsi Seng dengan Status Gizi Tabel 5.37 Hubungan Antara Variabel Tingkat Konsumsi Seng dengan Status Gizi Variabel Nilai p dependent BB/U 0,436 TB/U 0,751 BB/TB 0,903 Keterangan : p>0,05 = tidak signifikan Berdasarkan tabel 5.37 nilai p variabel tingkat konsumsi Seng dengan status gizi. Indikator BB/U sebesar 0,436, indikator TB/U sebesar 0,751 dan indikator BB/TB sebesar 0,903 yang artinya bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan (p > 0,05) sehingga Ho diterima dan H1 ditolak, ditolak sehingga tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat konsumsi seng dengan status gizi indikator BB/U,TB/U, dan BB/TB dengan tingkat kepercayaan 95% dan pada = 0,05 Hubungan antara Tingkat Konsumsi Zat Besi dan Seng dengan Kemampuan Motorik Anak
Variabel Independent Konsumsi Zat besi Konsumsi Seng nilai p 0,279 0,509

dan pada = 0,05.Sedangkan tingkat konsumsi Seng dengan kemampuan motorik anak sebesar 0,509 yang artinya bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan (p > 0,05) sehingga Ho diterima dan H1 ditolak, ditolak sehingga tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat konsumsi seng dengan kemampuan motorik dengan tingkat kepercayaan 95% dan pada :0,05 Hubungan Status Gizi dengan Penyakit Infeksi Tabel 5.39 Hubungan Antara Variabel Status Gizi dengan Penyakit Infeksi
Variabel Independent BB/U TB/U BB/TB nilai p 0,175 0.803 0,024

Keterangan : p>0,05 = tidak signifikan dan p<0,05 = signifikan Berdasarkan tabel 5.39 nilai p variabel status gizi berdasarkan BB/U dengan penyakit infeksi sebesar 0,175 dan TB/U dengan penyakit infeksi sebesar 0,803 yang artinya bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan (p > 0,05) sehingga Ho diterima dan H1 ditolak, ditolak sehingga tidak ada hubungan yang bermakna antara status gizi berdasarkan BB/U dengan penyakit infeksi dan TB/U dengan penyakit infeksi dengan tingkat kepercayaan 95% dan pada = 0,05. Sedangkan nilai p variabel status gizi berdasarkan BB/TB dengan penyakit infeksi sebesar 0,024 yang artinya bahwa ada terdapat hubungan yang signifikan (p > 0,05) sehingga Ho dtolak dan H1 diterima. Diterima sehingga ada hubungan yang bermakna antara status gizi berdasarkan BB/TB dengan penyakit infeksi dengan tingkat kepercayaan 95% dan pada = 0,05 PEMBAHASAN

Berdasarkan tabel 5.38 nilai p variabel tingkat konsumsi zat besi dengan kemampuan motorik anak sebesar 0,279 yang artinya bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan (p > 0,05) sehingga Ho diterima dan H1 ditolak, ditolak sehingga tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat konsumsi zat besi dengan kemampuan motorik anak dengan tingkat kepercayaan 95%

Tingkat Konsumsi Zat Besi dan Seng Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat konsumsi zat besi dan seng daripada responden tergolong kurang, dimana tingkat konsumsi zat besi yaitu 46% dan seng 10%. Tingkat konsumsi zat besi dan Seng yang kurang dari kebutuhan dalam waktu yang lama akan

mempengaruhi status kesehatan balita terutama pada masa pertumbuhan dan perkembangannya diinginkan terutama bagi balita dalam masa pertumbuhan 8 Dilihat dari aspek kebiasaan makan balita di Desa Bone, dapat dijabarkan bahwa rata-rata frekuensi mengkonsumsi makanan sumber zat besi dan seng sangat jarang sekali dikonsumsi. Daging ayam, daging sapi/babi masih mendapat porsi yang sedikit dalam penyajian makanan yaitu rata-rata 1-2x/bulan, sedangkan ikan dan telur rata-rata 12x/bulan dan 3-4x/bulan. Kebiasaan masyarakat biasanya akan mengkonsumsi daging babi dan daging sapi apabila ada pesta adat atau pesta pernikahan/kematian yang mewajibkan pemotongan hewan secara massal dan biasanya terjadi secara periodik pada bulan tertentu saja sedangkan telur dan ayam biasanya masyarakat akan lebih memilih untuk menjual dan ditukarkan dengan kebutuhan pokok lainnya. Penelitian sebelumnya di Soe kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) oleh Plan Internasional dan IPB Bogor di kabupaten TTS terkait tingkat konsumsi Fe dan seng yaitu menyatakan bahwa asupan rata-rata zat besi 2 mg/hr atau hanya memenuhi setengah dari kebutuhan zat besi anak balita sedangkan asupan rata-rata seng 0,7 mg atau hanya memenuhi 5% kebutuhan seng . Pendidikan Ibu Penelitian sebelumnya dari Engel, Menon, dan Haddad (2007) menyatakan bahwa pendidikan ibu sangat menentukan aksesnya kepada pengasuhan yang tepat dan pemilihan makanan dan akses menuju sarana/tempat pelayanan kesehatan.9 Pendidikan ibu yang rendah biasanya memiliki rasa percaya diri yang kurang dan memiliki akses terbatas untuk berpartisipasi pada pelayanan kesehatan dan gizi seperti Posyandu, Bina Keluarga Balita dan Puskesmas, oleh karena itu mereka memiliki resiko yang lebih tinggi untuk memiliki anak yang kurang gizi 10

Tingkat Pengetahuan Gizi Pengetahuan ibu tentang zat besi dan seng dalam penelitian ini, menyatakan bahwa masih ada 46% responden mempunyai pengetahuan kurang, informasi gizi paling sering didapatkan responden dari fasilitas kesehatan (posyandu) saja, rendahnya pengetahuan ibu salah satunya dipengaruhi oleh fakor pendidikan ibu yang masih rendah sehingga sangat mempengaruhi pada seberapa besar pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan. Penelitian sebelumnya juga membuktikan bahwa pengetahuan ibu terkait gizi dan kesehatan akan berdampak pada penyajian makanan sehari-hari, kualitas pemberian makanan serta pengasuhan ibu mempunyai peranan penting bagi tumbuh kembang anak 11 Status Gizi Balita Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa masih ada responden dengan status gizi kurang 16%, pendek 46%, kurus 4%, dan 2% gemuk. status gizi anak adalah keadaan kesehatan anak yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik energi dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara antropometri.12 Berdasarkan kriteria WHO masalah kesehatan masyarakat tergolong sangat tinggi apabila prevalensi underweight diatas 30%, maka masalah kesehatan masyarakat di daerah penelitian ini tergolong masih tergolong sedang. Sedangkan kriteria WHO masalah kesehatan masyarakat tergolong sangat tinggi apabila prevalensi stunting diatas 40% maka masalah kesehatan masyarakat di daerah penelitian ini tergolong sangat tinggi (very high) yaitu 46%. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Desa Bone masuk dalam kategori masalah kesehatan masyarakat yaitu stunting/pendek karena lebih dari 40% dan stunting ini lebih banyak terjadi pada anak diatas umur 24 bulan

Perkembangan Motorik Anak Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih terdapat 12% balita dengan perkembangan motorik tergolong Meragukan (M). Masa yang paling menentukan dalam proses tumbuh kembang seorang anak adalah masa selama janin berada dalam kandungan ibunya dan kira-kira dua tahun sesudahnya, dimana sel otak sedang tumbuh dan menyempurnakan diri secara pesat sekali untuk kemudian bertambah lambat sedikit demi sedikit hingga berumur lima tahun 13 Penyakit Infeksi Berdasarkan hasil penelitian masih didapatkan 70% responden ada infeksi dalam 2 minggu terakhir. Jenis penyakit infeksi yaitu panas/demam, pilek/influenza, batuk biasa (ISPA), pneumonia, dan diare. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada pemberian makanan pendamping ASI sebelum 6 bulan terdapat peningkatan faktor resiko balita terkena penyakit autoimunitas dan alergi. Dengan adanya penyakit tersebut akan mempengaruhi asupan makanan yang akan berdampak pada status gizi balita 14 Hubungan Tingkat Konsumsi Zat Besi dengan Status Gizi Tidak adanya hubungan yang signifikan antara frekuensi tingkat konsumsi zat besi dengan status gizi dapat disebabkan karena hubungan antara tingkat konsumsi zat besi dengan status gizi tidak hanya dipengaruhi oleh frekuensi konsumsi namun juga dari jenis makanan sumber zat besi dan seng yang dikonsumsi berdasarkan porsi dan jumlah bahan inhibitor yang dikonsumsi. Status gizi balita sangat ditentukan oleh kecukupan energi dan protein yang merupakan sumber utama energi sebagai komposisi utama menentukan status gizi balita. Meskipun secara statistik tidak bermakna, tetapi menurut penelitian lain menunjukkan bahwa tingkat konsumsi energi dan protein tercukupi maka secara langsung dapat terpenuhi/tercukupi zat besi dan seng bagi tubuh15.

Hubungan Tingkat Konsumsi Seng dengan Status Gizi Tidak adanya hubungan yang signifikan antara tingkat konsumsi seng dengan status gizi tidak hanya dipengaruhi oleh frekuensi konsumsi namun juga dari jenis makanan, kebiasaan makan, penyakit infeksi, budaya setempat, dan tingkat sensitivitas metode food recall 24 jam. Tingkat sensitivitas untuk mengetahui nilai dan kadar seng bukan saja dengan metode food recall 24 jam tetapi juga menggunakan pemeriksaan secara biokimia untuk memastikan kadar seng dalam serum. Ada beberapa kelemahan dari metode food recall 24 jam yaitu tidak semua jenis bahan makanan ada dalam Nutri Survey sehingga dapat mempengaruhi hasil recall. Faktor lainnya adalah adanya perbedaan antara pewawancara satu dengan pewawancara yang lain dalam mengkonversikan ukuran bahan makanan dalam URT. Hubungan Tingkat Konsumsi Zat Besi dengan Perkembangan Motorik Tidak adanya hubungan zat besi dengan perkembangan motorik atau berlawanan dengan teori, salah satu penyebabnya antara lain asupan zat besi yang defisit, tidak sesuai dengan kebutuhan kemungkinan lainnya adalah konsumsi zat penghambat (inhibitor) penyerapan Fe yang tinggi seperti teh dan kopi yang dikonsumsi sebagian besar oleh responden. Berdasarkan penelitian sebelumnya dari Sutrisno tahun 2003 mengenai hubungan konsumsi zat besi dengan tingkat perkembangan motorik kasar anak usia 2-3 tahun pada keluarga sejahtera di wilayah Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan melalui pendekatan cross-sectional dengan teknik purposive random sampling dengan uji statistik bivariat Rank Spearman's dengan tingkat kepercayaan 95% ( = 0,05) menyimpulkan adanya hubungan yang bermakna.

Hubungan Tingkat Konsumsi Seng dengan Perkembangan Motorik Berdasarkan analisa bivariat yang dilakukan untuk mengetahui hubungan frekuensi tingkat konsumsi seng dengan perkembangan motorik dengan uji analisa statistik Chi-Square, menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara tingkat konsumsi seng dengan status gizi dengan menggunakan Chi-Square dengan nilai p sebesar 0,509 (p > 0,05). penelitian berjudul Hubungan Tingkat Konsumsi Zat Gizi Fe, Seng, Vitamin C, dan Pendamping ASI dengan Pertumbuhan dan Perkembangan Gerak Motorik Pada Bayi Usia 6-12 Bulan di Propinsi Bengkulu dengan rancangan penelitian cohort dan teknik pengambilan sampel dengan menggunakan simple random sampling disertai analisis data menggunakan Chi-Square dan anova regresi linier. Hasilnya tidak ada hubungan antara tingkat konsumsi zat gizi Fe, seng, vitamin C dengan pertumbuhan dan perkembangan motorik.16 Hubungan Status Gizi dengan Penyakit Infeksi Berdasarkan analisa bivariat yang dilakukan untuk mengetahui hubungan frekuensi status gizi dengan penyakit infeksi dengan uji analisa statistik ChiSquare, menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara status gizi kategori BB/TB dengan penyakit infeksi dengan menggunakan Chi-Square dengan nilai p sebesar 0,024 (p < 0,05). faktor resiko terjadinya penyakit infeksi pada balita dengan hasil analisis tabulasi silang menunjukkan bahwa status gizi balita yang kurang secara statistik mempunyai makna yang signifikan merupakan faktor risiko terjadinya diare pada balita dengan nilai p = 0,00. Risiko menderita diare pada balita yang mempunyai status gizi kurang adalah 2,54 kali lebih besar dibanding yang memiliki status gizi cukup dengan tingkat kepercayaan 95%.17 Hubungan penyakit infeksi dengan status gizi tergantung dari besarnya dampak yang ditimbulkan oleh sejumlah infeksi terhadap status gizi itu sendiri. Penyakit infeksi disebabkan oleh

kurangnya sanitasi dan bersih, pelayanan kesehatan dasar yang tidak memadai, dan pola asuh anak yang tidak memadai18 KESIMPULAN 1. Hasil penelitian menunjukkan tingkat pendidikan responden paling tinggi yaitu SMP 40% dan terendah tidak sekolah 4%. 2. Hasil penelitian menunjukkan responden dengan tingkat konsumsi zat besi tertinggi adalah defisit sebanyak 46% dan terendah adalah kurang sebanyak 8%. 3. Hasil penelitian menunjukkan responden dengan tingkat konsumsi seng tertinggi adalah defisit sebanyak 90% dan terendah adalah kurang sebanyak 4%. 4. Hasil penelitian menunjukkan responden dengan status gizi indikator BB/U paling banyak gizi baik (84%) dan paling sedikit gizi kurang (16%) dan Status gizi indikator TB/U paling tinggi adalah gizi normal 52%, dan paling sedikit adalah sangat pendek (2%), sedangkan status gizi menurut indikator BB/TB paling banyak adalah gizi normal (94%), dan paling sedikit gemuk(2%). 5. Hasil penelitian menunjukkan responden dengan perkembangan motorik normal sebanyak 88% dan meragukan sebanyak 12%. 6. Responden sebagian besar mengalami ada Infeksi sebanyak 70% dan 30% tidak infeksi. 7. Tidak adanya hubungan yang signifikan antara tingkat konsumsi zat besi dengan status gizi dimana nilai p sebesar 0,073 (p > 0,05) untuk BB/U, nilai p sebesar 0,510 untuk TB/U, dan nilai p = 0,645 (p > 0,05) untuk BB/TB. 8. Tidak adanya hubungan yang signifikan antara tingkat konsumsi seng dengan status gizi dimana nilai p sebesar 0,436 (p > 0,05) untuk BB/U, nilai p sebesar 0,751 (p > 0,05) untuk TB/U dan nilai p = 0,903 (p > 0,05) untuk BB/TB. 9. Tidak adanya hubungan yang signifikan antara tingkat konsumsi zat

besi dengan perkembangan motorik anak dengan menggunakan uji analisa statistik Chi-Square, dimana nilai p sebesar 0,279 (p > 0,05). 10. Tidak adanya hubungan yang signifikan antara tingkat konsumsi seng dengan perkembangan motorik anak dengan menggunakan uji analisa statistik Chi-Square, dengan nilai p sebesar 0,509 (p > 0,05). 11. Adanya hubungan yang signifikan antara status gizi kategori BB/TB dengan penyakit infeksi dengan menggunakan uji analisa statistik ChiSquare, dengan nilai p sebesar 0,509 (p > 0,05). SARAN 1. Bagi instansi penelitian terkait pemerintah Desa Bone dan Puskesmas Niki-Niki hendaknya lebih ditingkatkan lagi dalam hal pemberian sosialisasi dan promosi gizi seimbang serta pendidikan gizi untuk meningkatkan pengetahuan ibu balita terkait zat gizi besi dan seng. 2. Bagi responden dengan perkembangan motorik Meragukan (M) diharapkan dapat melatih dan merangsang perkembangan motorik dengan dukungan tenaga kesehatan profesional yang dilakukan secara berkala. 3. Peningkatan berat badan balita dengan asupan zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan melalui peningkatan pemberian makanan tambahan dan pemulihan sesuai dengan kebijakan wilayah setempat. 4. Adanya peningkatan tingkat konsumsi besi dan seng dengan peningkatan asupan makanan yang bergizi dan keberanekaragaman dengan memanfaatkan bahan makanan lokal yang ada di daerah. 5. Penurunan angka kesakitan/infeksi dengan kegiatan pengobatan dan penyuluhan higene sanitasi secara berkesinambungan DAFTAR PUSTAKA 1. Atmojo, S.M., dan Surjono, A. Keragaan StatusGizi Anak Bawah

Lima Tahun Pada BerbagiKeadaan Sosial dan Ekonomi Rumah Tanggadi Kabupaten Purworejo Jawa Tengah. Berit Kedokteran Masyarakat, 2008;14(3):169-78 2. Atikah proveranti,SKM.,MpH,Siti asfuah,Skep,Ns,2011,gizi untuk kebidanan,nuha medika,Yogyakarta 3. Adisasmito, W. 2010. Sistem Kesehatan.Jakarta : Raja Grafindo Persada. 4. Frans Johannis Huwae,2006, The Association Between Zinc (Zn) level and Short Term Memory in elementary school children, program pendidikan dokter spesialis iilmu kesehatan anak universitas diponegoro semarang 5. Ernawati Nasution. 2005. Efek Suplementasi Zinc dan Besi Pada Pertumbuhan Anak . Bagian Gizi Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara 6. Bidasari Lubis. 2008. Pencegahan Anemia Defisiensi Besi Sejak Bayi Sebagai Salah Satu Upaya Optimalisasi Fungsi Kognitif Anak Pada Usia Sekolah. Medan : USU 7. ProfileDinasKesehatan,2010,Laporan Cakupan F-III gizi Kabupaten TTS 8. IKG, Suwandi. 2009. Diit pada anak sakit. Penerbit buku kedokteran EGK. Jakarta 9. Cristoper. J.F., S.W. Suh, D.Silva, C.J.Fredickson & R.B. Thomon. 2000, Importance of Zinc in The Central Nervous System : The Zinc Containing Neuron. 10. Drajat Martianto,dkk. 2008. Analisis Situasi Ketahanan Pangan dan Gizi dan Program Untuk Memperkuat Ketahanan Pangan dan Memperbaiki Status Gizi Anak di Kabupaten TTS Prop NTT. Fakultas Ekologi Manusia IPB dengan PLANT Indonesia 11. IG.N.Gde,Ranuh,SpAK.2005,Tumbu h kembang anak, penerbit buku kedokteran,EGC,Jakarta. 12. Narendra. 2002. Faktor-faktor Tumbuh Kembang Anak . http://www.2008.com 13. Departemen Kesehatan RI, 2007 Pedoman Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita,Jakarta

14. Golub, M.S., Keen, C.L., Gershwin, M.E., Hendrickx, A.G. 1995. Developmental Zinc Deficiency and Behavioral. J. Nutr. 125:2263S2271S. hal. 1062-71 15. Sutrisna,2003, Hubungan Status Gizi Dengan Tingkat Perkembangan Motorik Kasar Anak Usia 2 - 3 tahun padaKeluarga Sejahtera Di Wilayah Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan - Jawa Tengah. 16. Hardiansyah, et.al. 2000. Infant Feeding Practice. Laporan penelitian jurusan gizi kesehatan masyarakat dan sumber daya keluarga. Bogor : Fapetra-IPB. Depkes dan WHO 17. Adisasmito, W. 2010. Sistem Kesehatan.Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Mengetahui Pembimbing I

dr. Nanik Setijowati, M. Kes NIP. 19650412 199601 2 001

Vous aimerez peut-être aussi