Vous êtes sur la page 1sur 11

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PERITONITIS 1.

PENGKAJIAN Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan fisik untuk memperoleh informasi dan data yang nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk membuat rencana asuhan keperawatan klien. a. Keadaan Umum Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif atau GCS dan respon verbal klien. b. Tanda-tanda Vital Meliputi pemeriksaan: Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan nadi, dan kondisi patologis. Pulse rate Respiratory rate Suhu c. Riwayat penyakit sebelumnya Ditanyakan apakah sebelumnya klien pernah menderita apendiksitis yang menjadi factor predisposisi peritonitis. d. Pola Fungsi Keperawatan a. Aktivitas istirahat Gejala : Kelemahan Tanda : Kesulitan ambulasi b. Sirkulasi Tanda : Takikardi, berkeringat, pucat hipotensi (Tanda syok), edema jaringan c. Eliminasi Gejala : Ketidakmampuan defekasi dan flatus, Diare (kadang-kadang) Tanda : Cegukan, distensi abdomen, abdomen diam; penurunan haluaran urin, warna gelap; Penurunan/tak ada bising usus (ileus); bunyi keras hilang timbul,

bising

usus

kasar

(obstruksi);

kekakuan

abdomen,

nyeri

tekan.

Hiperresonan/timpani (ileus); hilang suara pekak di atas hati (udara bebas dalam abdomen). d. Makanan dan cairan Gejala : Anoreksia, mual, muntah, haus. Tanda : Muntah proyektil, membran mukosa kering, lidah bengkak, turgor kulit buruk. e. Nyeri atau ketidaknyamanan Gejala : Nyeri abdomen tiba-tiba berat, umum atau lokal, menyebar ke bahu, terus menerus oleh gerakan. Tanda : Distensi, kaku nyeri tekan. Otot tegang (abdomen), lutut fleksi, perilaku distraksi, gelisah, fokus pada diri sendiri. f. Pernapasan Tanda : Pernapasan dangkal, takipnea. g. Keamanan Merasa cemas dan tampak gelisah. Data Subjektif: e. Klien mengeluh nyeri pada perut Klien mengeluh lemah Klien mengeluh mual dan muntah Klien mengeluh sesak napas Klien merasa cemas dengan kondisinya.

Data Objektif: Klien tampak meringis Takikardia Terdapat nyeri tekan dan kaku abdomen Takipnea Klien tampak gelisah Terjadi distensi abdominal

Pemeriksaan fisik a. Inspeksi :

Adanya acites Klien tampak pucat Klien tampak lemah Klien tampak meringis kesakitan Membran mukosa kering Klien tampak sesak Klien tampak kurus

b. Palpasi Akral dingin CRT > 3 detik Takikardi

c. Perkusi Pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma. d. Auskultasi Bising usus menurun sampai hilang. f. Pemeriksaan Diagnostik Tes darah Sampel cairan dari perut CT scan Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan X-Ray Gambaran Radiologis

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN PRE OP a. Infeksi, Resiko Tinggi Terhadap (SEPTIKEMIA) Berhubungan dengan Tidak Adekuat Pertahanan (kulit rusak, trauma jaringan, gangguan peristaltik) b. Kekurangan Volume Cairan (kehilangan Aktif) Berhubungan dengan Perpindahan Cairan dari ekstraseluler, ontravaskuler, dan area Intertisial ke dalam usus atau Area Peritonial.

c. Nyeri (Akut) Berhubungan dengan iritasi kimia peritoneum perifer (toksin) d. Nutrisi Perubahan : Kurang dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan Difungsi usus. e. Ansietas (Uraikan)/Ketakutan Berhubungan krisis situasi. f. Kurang Pengetahuan (Kebutuhan Belajar), Tentang Kondisi, Prognosis, dan Kebutuhan Pengobatan Berhubungan Dengan Kurang Terpajan/Mengingat POST OP a. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (trauma/luka incisi post op) ditandai dengan klien mengatakan nyeri pada perut, wajah tampak meringis, peningkatan tekanan darah c. Resiko perdarahan berhubungan dengan efek samping terkait terapi pembedahan 3. INTERVENSI PRE OP: Dx 1 : Infeksi, Resiko Tinggi Terhadap (SEPTIKEMIA) Berhubungan dengan Tidak Adekuat Pertahanan (kulit rusak, trauma jaringan, gangguan peristaltik) Intervensi 1. Catat Faktor risiko individu contoh trauma abdomen, apendisitis akut, dialisa peritoneal. 2. Kaji tanda vital dengan sering, catat tidak membaiknya atau tidak membaiknya hipotensi, penurunan tekanan nadi, takikardia, demam, takipneu. 3. Catat perubahan status mental (contoh bingung, pingsan). Rasional 1. Mempengaruhi pilihan intervensi 2. Tanda adanya syok septik, endotoksin sirkulasi menyebabkan vasodilatasi, kehilangan cairan dari sirkulasi dan rendahnya status curah jantung.

3. Hipoksemia, hipotensi, dan asidosis dapat menyebabkan penyimpangan status mental. 4. Hangat, kemerahan, kulit kering adalah 4. Catat warna kulit, suhu, kelembaban. tanda dini septicemia, selanjutnya manifestasi termasuk dingin, kulit pucat lembab dan sianosis sebagai tanda syok. 5. Awasi haluaran urin. 5. Oligoria terjadi sebagai akibat penurunan perfusi ginjal, toksin dalam sirkulasi mempengaruhi antibiotic. 6. Pertahankan tekhnik aseptic ketat 6. Mencegah meluas dan membatasi pada perawatan drein abdomen, luka penyebaran organisme inteftif silang. insisi/terbuka, dan sisi invasive. Bersihkan dengan betadine atau larutan lain yang tepat.

7. Observasi drainase pada luka/drein. 8. Pertahankan teknik steril bila pasien dipasang kateter, dan berikan perawatan kebersihan perineal urine. 9. Awasi pengunjung dan staf sesuai kebutuhan. Berikan perlindungan isolasi bila diindikasikan. 10. Ambil dan awasi hasil pemeriksaan seri darah, urine, kultur luka. 11. Bantu dalam aspirasi peritoneal, bila diindikasikan. 12. Berikan antimiksobial, contoh gentamicin, amikasin, kindamisin; Lavase peritoneal/IV. 13. Siapkan intuk intervensi bedah bila diindikasikan.

7. Memberikan informasi tentang status infeksi. 8. Mencegah penyebaran, membatasi pertumbuhan bakteri pada traktus urinarius. 9. Menurunkan resiko pertambahan infeksi sekunder pada pasien yang mengalami tekanan imun. 10. Mengidentifikasi mikroorganisme dan membantu dalam mengkaji keefektifan program antimicrobial. 11. Dilakukan untuk membuang cairan dan untuk mengidentifikasi organisme infeksi sehingga terapi antibiotic yang tepat dapat diberikan. 12. Terapi ditunjukan pada bakteri aerob gram negative. Lavage dapat digunakan untuk membuang jaringan nekrotik dan mengobati inflamasi yang menyebar dengan buruk. 13. Pengobatan pilihan pada peritonitis akut atau lokal, contoh untuk drainase abses likal, membuang eksudat peritoneal, membuang rupture apendiks empedu, menghindari perforasi ulkus atau reseksi usus.

Dx 2 : Kekurangan Volume Cairan (kehilangan Aktif) Berhubungan dengan Perpindahan Cairan dari ekstraseluler, ontravaskuler, dan area Intertisial ke dalam usus atau Area Peritonial. Intervensi 1. Pantau tanda vital, catat adanya hipotensi, takikardia, takipnea, demam, ukur CVP bila ada. 2. Pertahankan masukan dan haluaran yang akuran dan hubungkan dengan berat badan harian, termasuk pengukuran kehilangan contoh penghisapan gaster., drein, balutan, hemovak, keringat, lingkar abdomen. Rasional 1. Membantu dalam evaluasi derajat deficit cairan penggatian terapi cairan dan respon terhadap pengobatan. 2. Menunjukan status hidrasi keseluruhan. Keluaran urin mungkin menurun pada hipovolemia dan penurunan perfusi ginjal, tetapi berat badan masih meningkat, menunjukan edema jaringan. Kehilangan dari penghisapan gaster mungkin besar, dan banyaknya cairan tertampung pada usus dan area peritoneal (asites) 3. Menunjukan status hidrasi dan

3. Ukur berat jenis urin

4. Observasi membrane mukosa untuk kekeringan , turgor catat edema perifer/sacral. 5. Hilangkan tanda bahaya/bau dari lingkungan. Batasi pemasukan es batu.

perubahan pada fungsi ginjal yang mewaspadakan terjadinya gagal ginjal pada respon terhadap hipovolemia. Mempengaruhi toksin. Catatan; banyak antibiotic banyak antibiotic juga mempunyai efek toksik pada ginjal yang mempengaruhilebih lanjut fungsi ginjal urin. 4. Hipovolemia, perpindahan cairan, dan kekurangan nutrisi memperburuk turgor kulit, menambah edema jaringan. 5. Menurunkan rangsangan pada gaster dan respon muntah. Catatan: kelebihan es batu selam aspirasi gaster dapat meningkatkan pebersihan elektrolit gaster. 6. Jaringan edema dan adanya gangguan sirkulasi cenderung merusak kulit. 7. Memberikan informasi tentang dehidrasi, fungsi organ. Berbagai gangguan dengan konsekwensi pada fungsi sistemik mungkin sebagai akibat dari perpindahan cairan. Hipovolemia, hipoksemia, toksin dalam sirkulasi dan produk jaringan nekrotik. 8. Mempertahankan volume sirkulasi dan keseimbangan elektrolit, koloid membantu pergerakan air ke dalam intravaskuler dengan meningkatkan tekanan osmotic. Diuretic mungkin digunakan untuk membantu pengeluaran toksin dan membantu meningkatkan fungsi ginjal. 9. Menurunkan hiperaktivitas usus dan kehilangan dari diare.

6. Ubah posisi dengan sering, berikan perawatan kulit dengan sering, dan pertahankan tempat tidur kering dan bebas lipatan. 7. Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh Hb/Ht, elektrolit, protein, albumin, BUN, keratinin.

8. Berikan plasma/darah, cairan, elektrolit, diuretic sesuai indikasi.

9. Pertahankan puasa dengan aspirasi nasogastric/intestinal.

Dx 3 : Nyeri (Akut) Berhubungan dengan iritasi kimia peritoneum perifer (toksin) Intervensi Rasional

1. Selidiki laporan nyeri, catat lokasi, lama, intensitas (skala 1-5) dan karakteristiknya (dangkal, tajam, konstan)

2. Pertahankan posisi semi-Fowler sesuai indikasi.

1. Perubahan dalam lokasi/intensitas tidak umum tetapi dapat menunjukan terjadinya komplikasi. Nyeri cenderung terjadi konstan, lebih hebat dan menyebar ke atas: nyeri dapat lokal bila terjadi abses. 2. Memudahkan drainase cairan/luka karena gravitasi dan membantu meminimalkan nyeri karena gerakan. 3. Meningkatkan relaksasi dan mungkin meningkatkan kemampuan koping pasien dengan memfokuskan kembali perhatian. 4. Menurunkan mual/muntah, yang dapat meningkatkan tekanan/nyeri intraabdomen. Menurunkan laju metabolic dan iritasi usus karena toksin sirkulasi/lokal. Yang membantu menghilangkan nyeri dan meningkatkan penyembuhan. Catatan : nyeri biasanya berat dan memerlukan pengontrol nyeri narkotik. Analgesic dihindari selama proses diagnostic karena dapat menutupi tanda/gejala. Menurunkan mual/muntah, yang dapat meningkatkan nyeri abdomen. Menurunkan ketidaknyamanan sehubungan dengan demam/menggigil.

3. Berikan tindakan kenyamanan. Contoh pijatan punggung, nafas dalam, latihan relaksasi/visualisasi. 4. Berikan perawatan mulut dengan sering. Hilangkan rangsangan lingkungan yang tidak menyenangkan. 5. Berikan obat sesuai indikasi: Analgesik, narkotik :

Antiemetik, contoh hidroksin (Vistrsril). Antipiretik, contoh asetaminofen (Tylenol).

Dx 4 : Nutrisi Perubahan : Kurang dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan Difungsi usus. Intervensi 1. Awasi haluaran selang NG. Catat adanya mual/diare. 2. Auskultasi bising usus, catat bunyi Rasional 1. Jumlah besar dari aspirasi gaster dan muntah/diare diduga terjadi obstruksi usus, memerlukan evaluasi lanjut. 2. Meskipun bising usus sering taka

taka da/hiperaktif. 3. Ukur lingkar abdomen. 4. Timbang berat badan dengan teratur. 3. 4.

5. Kaji abdomen dengan sering untuk kembali ke bunyi yang lembut, penampilan bising usus normal, dan kelancaran flatus. 6. Awasi BUN, Protein, albumin, glukosa, keseimbangan nitrogen sesuai indikasi. 7. Tambahakn diet sesuai toleransi, contoh cairan jernih sampai lembut. 8. Berikan hiperalimentasi sesuai indikasi.

5.

6.

da, iritasi usus dapat menyertai hiperaktivitas usus, penurunan absorpsi air dan diare. Memberikan bukti kuantitas perubahan distensi gaster/usus dan akumulasi asites. Kehilangan.peningkatan dini menunjukan perubahan hidrasi tetapi kehilangan lanjut diduga ada deficit nutrisi. Menunjukan kembalinya fungsi usus ke normal dan kemampuan untuk memulai memasukan per oral. Menunjukan fungsi organ dan status/kebutuhan nutrisi.

7. Kemajuan diet yang hati-hati saat memasukan nutrisi dimulai lagi menurunkan resiko iritasi gaster. 8. Meningkatkan penggunaan nutrient dan keseimbangan nitrogen positif pada pasien yang tak mampu mengasimilasi nutrient dengan normal.

Dx 5 : Ansietas (Uraikan)/Ketakutan Berhubungan krisis situasi. Intervensi 1. Evaluasi tingkat ansietas, catat respon verbal dan non-verbal pasien. Dorong ekspresi bebas akan emosi. 2. Berikan informasi tentang proses penyakit dan antisipasi tindakan. 3. Jadwalakan istirahat adekuat dan periode menghentikan tidur. Rasional 1. Ketakuatan dapat terjadi karena nyeri hebat, meningkatkan perasaan sakit, penting pada prosedur diagnostic dan kemungkinan pembedahan. 2. Mengetahui apa yang diharapkan dapat menurunkan ansietas. 3. Membatasi kelemahan, menghemat energi dan dapat meningkatkan koping.

Dx 6 : Kurang Pengetahuan (Kebutuhan Belajar), Tentang Kondisi, Prognosis, dan Kebutuhan Pengobatan Berhubungan Dengan Kurang Terpajan/Mengingat. Intervensi 1. Kaji ulang proses penyakit dasar dan harapan untuk sembuh. Rasional 1. Memberikan dasar pengetahuan pada pasien yang memungkinkan membuat pilihan berdasarkan

2. Diskusikan program pengobatan, jadwal dan kemungkinan efek samping. 3. Anjurkan melanjutakn aktivitas biasanya secara bertahap sesuai dengan toleransi dan sediakan waktu untuk istirahat dengan adekuat. 4. Kaji ulang pembahasan aktivitas contoh hindari mengangkat berat, konstipasi. 5. Lakukan penggantian balutan secara aseptic, perawatan luka. 6. Identifikasi tanda/gejala yang memeprlukan evaluasi medic, contoh berulangnya nyeri/distensi abdomen, muntah, demam, menggigil, atau adanya drainase purulent, bengkak/eritrema pada insisi bedah (bila ada).

informasi. 2. Antibiotic dapat dilanjutkan setelah pulang, tergantung pada lamanya dirawat. 3. Mencegah kelemahan, meningkatkan perasaan sehat. 4. Menghindari peningkatan tekanan intraabdomen yang tidak perlu dan tegangan otot. 5. Menurunkan resiko kontaminasi. Memberikan kesempatan untuk mengevaluasi proses penyembuhan. 6. Pengenalan dini dan pengobatan terjadinya komplikasi dapat mencegah penyakit/cedera serius.

POST OP: 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (trauma/luka incisi post op) ditandai dengan klien mengatakan nyeri pada perut, wajah tampak meringis, peningkatan tekanan darah. Intervensi Rasional 1. Kaji dan catat kondisi keluhan 1. Mengindikasikan kebutuhan untuk nyeri klien ( dengan pola intervensi dan juga tanda-tanda P,Q,R,S,T), yaitu dengan perkembangan komplikasi memperhatikan lokasi, intensitas, frekuensi, dan waktu. 2. Kaji pengetahuan pasien tentang 2. Memudahkan dalam melakukan nyeri dan kepercayaan tentang intervensi, karena kultur atau nyeri budaya klien dapat mempengaruhi persepsi tentang nyeri. 3. Ciptakan lingkungan yang tenang 3. Suasana yang tenang dapat dan membatasi pengunjung mengurangi stimulus nyeri 4. Kontrol dan kurangi kebisingan 4. Suasana yang tenang dapat mengurangi stimulus nyeri 5. Instruksikan pasien untuk 5. memfokuskan perhatian pasien, melakukan tehnik relaksasi membantu menurunkan tegangan otot dan meningkatkan proses

6. Pastikan analgesic.

pasien

penyembuhan 6. Memastikan klien menerima obat menerima pereda rasa nyeri

2. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive. Intervensi Pantau suhu dengan teliti dan tandatanda infeksi lainnya Cuci tangan sebelum dan sesudah seluruh kontak perawatan diakukan. Instrusikan pasien/orang terdekat untuk mencuci tangan sesuai indikasi. Gunakan teknik aseptik yang cermat untuk semua prosedur invasive Tempatkan pasien dalam ruangan khusus Kolaborasi dalam pemberian antibiotic Rasional 1. Mendeteksi kemungkinan infeksi 2. Meminimalkan pajanan pada organisme infektif

1. 2.

3. 4. 5.

3. Untuk mencegah kontaminasi silang/menurunkan resiko infeksi 4. Meminimalkan terpaparnya pasien dari sumber infeksi 5. Mencegah terjadinya infeksi

3. Resiko perdarahan berhubungan dengan efek samping terkait terapi pembedahan. Intervensi Rasional 1. Kaji TTV pasien secara berkala 1. TTV menjadi acuan banyaknya darah yang hilang 2. Monitor tanda-tanda perdarahan 2. Tanda-tanda perdarahan dapat berupa takikardi, hipotensi, hipertermia, sesak. 3. Monitor hasil lab (hemoglobin dan 3. Untuk menentukan intervensi hematokrit) pemberian tranfusi darah 4. Menginstruksikan pasien untuk 4. Vitamin K berfungsi dalam proses mengkonsumsi makanan yang pembekuan darah. mengandung vitamin K.

DAFTAR PUSTAKA Doengoes, M.E (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta . EGC Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 2 Edisi 8 . Jakarta . EGC Heather, Herdman. 2010. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarata : EGC Wilkinson, J.M, 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. EGC: Jakarta. Smeltzer C. Suzanne, Bare G. Brendo, (2002), Keperawatan Medikal Bedah, vol. 3, EGC : Jakarta. Hall and Guyton, (1997), Fisiologi Kedokteran, EGC : Jakarta. Noer Sjaifullah H. M, (1999), Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, FKUI, Jakarta

Vous aimerez peut-être aussi