Vous êtes sur la page 1sur 12

Vektor Malaria Nyamuk Anopheles di seluruh dunia terdapat kira-kira 2000 spesies, sedangkan yang dapat menularkan malaria

kira-kira 60 spesies. Di Indonesia, menurut pengamatan terakhir ditemukan 80 spesies Anopheles, sedangkan yang menjadi vektor malaria adalah 22 spesies dengan tempat perindukan yang berbeda-beda (Gandahusada, 2006). Nyamuk yang menjadi vektor di Jawa dan Bali An. sundaicus, An. aconitus, An. balabacencis dan An. maculatus. Di daerah pantai banyak terdapat An. sundaicus danAn. subpictus, sedangkan An. balabacencis dan An. maculatus ditemukan di daerah non persawahan. Anopheles aconitus, An. barbirostrosis, An. tessellatus, An. nigerrimus dan An. sinensis di Jawa dan Sumatera tempat perindukan di sawah kadang di genangan-genangan air yang ada di sekitar persawahan. Di Kalimantan yang dinyatakan sebagai vektor adalah An. balabacensis, An. letifer. Malaria berkaitan erat dengan keadaan wilayah, di kawasan tropika seperti Indonesia penularan penyakit ini sangat rentan, karena keadaan cuaca yang mempunyai kelembaban tinggi akan memberikan habitat yang sesuai untuk pembiakan nyamuk yang menjadi vektor penularan kepada penyakit ini (Prasetyo, 2006). C. Bionomik Nyamuk Malaria 1. Tempat Perindukan Keberadaan nyamuk malaria di suatu daerah sangat tergantung pada lingkungan, keadaan wilayah seperti perkebunan, keberadaan pantai, curah hujan, kecepatan angin, suhu, sinar matahari, ketinggian tempat dan bentuk perairan yang ada. Nyamuk Anopheles aconitus dijumpai di daerah-daerah persawahan, tempat perkembangbiakan nyamuk ini terutama di sawah yang bertingkat-tingkat dan di saluran irigasi (Hiswani, 2004). Kepadatan populasi nyamuk ini sangat dipengaruhi oleh musim tanam padi (Sundararman dkk, 1957). Jentikjentik nyamuk ini mulai ditemukan di sawah kira-kira pada padi berumur 2-3 minggu setelah tanam dan paling banyak ditemukan pada saat tanaman padi mulai berbunga sampai menjelang panen. Di daerah yang musim tanamnya tidak serempak dan sepanjang tahun ditemukan tanaman padi pada berbagai umur, maka nyamuk ini ditemukan sepanjang tahun dengan dua puncak kepadatan yang terjadi sekitar bulan Pebruari-April dan sekitar bulan JuliAgustus (Barodji, 1987) Anopheles balabacencis dan An. maculatus adalah dua spesies nyamuk yang banyak ditemukan di daerah-daerah pegunungan non persawahan dekat hutan. Kedua spesies ini banyak dijumpai pada peralihan musim hujan ke musim kemarau dan sepanjang musim kemarau (Barodji dkk, 2001). Tempat perkembangbiakannya di genangangenangan air yang terkena sinar matahari langsung seperti genganan air di sepanjang sungai, pada kobakan-kobakan air di tanah, di mata air-mata air dan alirannya, dan pada air di lubang batu-batu (Barodji, 1987). Kepadatan jentik nyamuk An. balabacencis bisa ditemukan baik pada musim penghujan maupun pada musim kemarau. Jentik-jentik An. balabacencis ditemukan di genangan air yang berasal dari mata air, seperti penampungan air yang dibuat untuk mengairi kolam, untuk merendam bambu/kayu, mata air, bekas telapak kaki kerbau dan kebun salak. Dari gambaran di atas tempat perindukan An. balabacencis tidak spesifik seperti An. maculatus dan An. aconitus, karena jentik An. Balabacencis dapat hidup di beberapa jenis genganan air, baik genangan air hujan maupun mata air, pada umumnya kehidupan jentik An. balabacencis dapat hidup secara optimal pada genangan air yang terlindung dari sinar matahari langsung, diantara tanaman/vegetasi yang homogen seperti kebun salak, kebun kapulaga dan lain-lain (Barodji dkk, 2001).An. maculatus yang umum ditemukan di daerah

pegunungan, ditemukan pula di daerah persawahan dan daerah pantai yang ada sungai kecilkecil dan berbatu-batu (Barodji dkk, 2001). Puncak kepadatan An. maculatus dipengaruhi oleh musim, pada musim kemarau kepadatan meningkat, hal ini disebabkan banyak terbentuk tempat perindukan berupa genangan air di pinggir sungai dengan aliran lambat atau tergenang. Perkembangbiakan nyamuk An. maculatus cenderung menurun bila aliran sungai menjadi deras (flushing) yang tidak memungkinkan adanya genangan di pinggir sungai sebagai tempat perindukan (Sunaryo, 2001) An. sundaicus dijumpai di daerah pantai, tempat perindukannnya adalah di air payau dengan salinitas antara 0-25 per mil, seperti rawa-rawa berair payau, tambak-tambak ikan tidak terurus yang banyak ditumbuhi lumut, lagun, muara-muara sungai yang banyak ditumbuhi tanaman air dan genangan air di bawah hutan bakau yang kena sinar matahari dan berlumut (Hiswani, 2004). An. sundaicus ditemukan sepanjang tahun dan paling banyak ditemukan pada pertengahan sampai akhir musim kemarau (September-Desember) (Sundararman dkk, 1957). 2. Tempat Istirahat Tempat istirahat alam nyamuk Anopheles berbeda berdasarkan spesiesnya. Tempat istirahatnya An. aconitus pada pagi hari umumnya dilubang seresah yang lembab dan teduh, terletak ditengah kebun salak (Damar, 2002). Tempat istirahat An. aconituspada umumnya ditempat yang mempunyai kelembaban tinggi dan intensitas cahaya rendah, serta di lubang tanah bersemak. An. aconitus hinggap di tempat-tempat dekat tanah (Anonimous, 1989). Nyamuk ini biasanya hinggap di daerah-daerah yang lembab, seperti di pinggir-pinggir parit, tebing sungai, dekat air yang selalu basah dan lembab (Hiswani, 2004). Tempat istirahat An. balabacencis pada pagi hari umumnya di lubang seresah yang lembab dan teduh, terletak ditengah kebun salak (Damar, 2002). An. balabacencis juga ditemukan di tempat yang mempunyai kelembaban tinggi dan intensitas cahaya yang rendah serta di lubang tanah bersemak (Harijanto, 2000). Di luar rumah tempat istirahat An. maculatus adalah di pinggiran sungai-sungai kecil dan di tanah yang lembab (sundararman dkk, 1957). Perilaku istirahat nyamuk An. sundaicus ini biasanya hinggap di dinding-dinding rumah penduduk (Hiswani, 2004).

H. Lingkungan 1. Lingkungan Fisik Menurut Harijanto (2000), Faktor geografi dan meterorologi di Indonesia sangat menguntungkan transmisi malaria di Indonesia, seperti : 1.1. Suhu Nyamuk adalah binatang berdarah dingin sehingga proses metabolisme dan siklus kehidupannya tergantung pada suhu lingkungan, tidak dapat mengatur suhu tubuhnya sendiri terhadap perubahan-perubahan di luar tubuhnya. Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah tetapi proses metabolismenya menurun bahkan terhenti bila suhu turun sampai suhu kritis. Pada suhu yang lebih tinggi dari 35 C, juga mengalami perubahan. Suhu rata-rata optimum untuk pertumbuhan nyamuk 25 27C. Toleransi suhu tergantung pada species nyamuknya, species nyamuk tidak tahan pada suhu 5 6C.

Kecepatan perkembangan nyamuk tergantung dari kecepatan metabolisme yang sebagian diatur oleh suhu seperti lamanya masa pra dewasa, kecepatan pencernaan darah yang dihisap, pematangan dari indung telur, frekuensi mengambil makanan atau mengigit berbeda-beda menurut suhu. Suhu juga mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk. Suhu yang optimum berkisar antara 20 dan 30 C. Makin tinggi suhu (sampai batas tertentu) makin pendek masa inkubasi ekstrinsik (siklus sporogoni dalam tubuh nyamuk) dan sebaliknya makin rendah suhu makin panjang masa inkubasi ekstrinsik. 1.2. Kelembaban nisbi udara Kelembaban nisbi udara adalah banyaknya kandungan uap air dalam udara yang biasanya dinyatakan dalam persen (%). Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk, meskipun tidak berpengaruh pada parasit. Tingkat kelembaban 60 % merupakan batas paling rendah untuk memungkinkan hidupnya nyamuk. Kelembaban juga berpengaruh terhadap kemampuan terbang nyamuk. Badan nyamuk yang kecil mempunyai permukaan yang besar oleh karena sistem pernapasan dengan trachea. Pada waktu terbang, nyamuk memerlukan oksigen lebih banyak sehingga trachea terbuka. Dengan demikian penguapan air dari tubuh nyamuk menjadi lebih besar. Untuk mempertahankan cadangan air dalam tubuh dari penguapan, maka jarak terbang nyamuk terbatas. Kelembaban udara menjadi faktor yang mengatur cara hidup nyamuk, beradaptasi pada keadaan kelembaban yang tinggi dan pada suatu ekosistem kepulauan atau ekosistem hutan. Pada kelembaban yang lebih tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering menggigit, sehingga meningkatkan penularan malaria. 1.3. Hujan Hujan menyebabkan naiknya kelembaban nisbi udara dan menambah jumlah tempat perkembangbiakan (breeding places) dan terjadinya epidemi malaria. Besar kecilnya pengaruh tergantung pada jenis dan derasnya hujan, jenis vektor dan jenis tempat perindukan. Hujan yang diselingi panas akan memperbesar kemungkinan berkembang biaknya nyamuk Anopheles. 1.4. Ketinggian Setiap ketinggian naik 100 meter maka selisih udara dengan tempat semula C. Bila perbedaan tempat cukup tinggi, maka perbedaan suhu udara juga cukup banyak dan mempengaruhi faktor-faktor yang lain, termasuk penyebaran nyamuk , siklus pertumbuhan parasit di dalam nyamuk dan musim penularan. Secara umum malaria berkurang pada ketinggian yang semakin bertambah pada ketinggian di atas 2000 m jarang ada transmisi malaria. Hal ini bisa berubah bila terjadi pemanasan global dan pengaruh El-Nino. 1.5. Angin Angin secara langsung berpengaruh pada penerbangan nyamuk dan ikut menentukan jumlah kontak antara nyamuk dan manusia. Kecepatan angin 11 14 m/det atau 25 31 mil/jam akan menghambat penerbangan nyamuk. 1.6. Sinar matahari

Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda. An. sundaicus lebih suka tempat yang teduh. An. hyrcanus dan An. punctulatus lebih menyukai tempat yang terbuka. An. barbirostris dapat hidup baik di tempat yang teduh maupun yang terang. 1.7. Arus air An. barbirostris menyukai perindukan yang airnya statis/ mengalir lambat, sedangkanAn. minimus menyukai aliran air yang deras dan An. letifer menyukai air tergenang. 2. Lingkungan Biologik Keadaan lingkungan sekitar penduduk seperti adanya tumbuhan salak, bakau, lumut, ganggang dapat mempengaruhi kehidupan larva, karena ia dapat menghalangi sinar matahari atau melindungi dari serangan mahluk hidup lainnya. Adanya berbagai jenis ikan pemangsa larva seperti ikan kepala timah (Panchax spp), gambusia, nila, mujair dan lain-lain akan mengurangi populasi nyamuk di suatu daerah. Begitu pula adanya hewan piaraan seperti sapi, kerbau dan babi dapat mempengaruhi jumlah gigitan nyamuk pada manusia, bila ternak tersebut kandangnya tidak jauh dari rumah. 3. Lingkungan Sosial Budaya Sosial budaya juga berpengaruh terhadap kejadian malaria seperti: kebiasaan keluar rumah sampai larut malam, dimana vektornya bersifat eksofilik dan eksofagik akan memudahkan kontak dengan nyamuk. Tingkat kesadaran masyarakat tentang bahaya malaria akan mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk memberantas malaria seperti penyehatan lingkungan, menggunakan kelambu, memasang kawat kasa pada rumah dan menggunakan racun nyamuk. Berbagai kegiatan manusia seperti pembuatan bendungan, pembuatan jalan, pertambangan dan pembangunan pemukiman baru/transmigrasi sering mengakibatkan perubahan lingkungan yang menguntungkan penularan malaria (Harijanto, 2000). Konflik antar penduduk yang menimbulkan peperangan dan perpindahan penduduk, serta peningkatan pariwisata dan perjalanan dari daerah endemik dapat menjadi faktor meningkatnya kasus malaria (Harijanto, 2000). Hasil studi epidemiologi lingkungan memperlihatkan tingkat kesehatan masyarakat atau kejadian suatu penyakit dalam suatu kelompok masyarakat merupakan resultance dan hubungan timbal balik antara masyarakat itu sendiri dengan lingkungan. Pada gilirannya, sebagai unsur yang terlibat langsung dalam hubungan timbal balik tersebut, apapun yang terjadi sebagai dampak dari proses interaksi berupa perubahan lingkungan akan menimpa dan dirasakan masyarakat. Dalam kasus-kasus tertentu, kehidupan nyamuk di habitatnya, entah di Pantai, hutan atau gunung sudah demikian harmonis dan mengikuti keseimbangan alam. Nyamuk hutan atau gunung, misalnya mereka sebelumnya cukup memenuhi kebutuhan darahnya untuk keperluan pertumbuhan telurnya dari tubuh binatang yang ada di Hutan. Tanpa harus mengejar manusia, manusiapun relatif terhindar dari gigitan nyamuk. Namun seiring dengan rusaknya lingkungan ekosistem hutan, kehidupan dan keseimbangan alami tempat hidup mereka pun terganggu. Nyamuk pun menulari sumber dan lokasi kehidupan baru. Orang-orang sehat yang keluar masuk hutan, terpaksa harus menerima gigitan nyamuk dan pulang membawa parasit di dalam darahnya. Demikian pula penduduk yang bermukim disekitar hutan menjadi sasaran terdekat nyamuk-nyamuk hutan yang mencari sumber kehidupan mereka.

PEMBAHASAN Malaria merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Di Indonesia masih banyak daerah yang merupakan endemis malaria. Vektor malaria adalah nyamuk anopheles, di Indonesia dinyatakan sebagai vektor malaria adalah sebanyak 22 species sedangkan vektor malaria di Propinsi Bengkulu adalah An. maculatus, An. sundaicus dan An. nigerrimus. Lingkungan merupakan faktor penting dalam transmisi malaria meliputi lingkungan fisik, biologik, dan sosial budaya. Lingkungan fisik, suhu, kelembaban nisbi udara, hujan, ketinggian, angin, sinar matahari dan arus air sangat dominan terhadap perkembangan nyamuk anopheles dari larva, nyamuk dewasa, hingga kemampuan terbang nyamuk. Tumbuhan disekitar tempat perindukan nyamuk (breeding places) seperti salak, bakau, lumut, ganggang dapat mempengaruhi kehidupan larva dan melindungi dari serangan makhluk hidup lainnya. adanya ikan pemangsa seperti ikan kepala timah (Panchax spp) akan dapat mengurangi populasi nyamuk anopheles. Perilaku manusia sehari-hari juga ikut mempengaruhi transmisi malaria seperti keluar rumah sampai larut malam, dimana nyamuk anopheles bersifat eksofilik dan eksofagik akan memudahkan kontak dengan nyamuk, repelant adalah salah satu cara untuk menghindari gigitan nyamuk pada malam hari. Pada saat tidur biasakan menggunakan kelambu apabila berada di wilayah endemis malaria, program pendistribusian kelambu untuk ibu hamil merupakan salah satu cara untuk mencegah penularan malaria. Perubahan lingkungan akibat kegiatan manusia tanpa disadari meningkatkan transmisi malaria, kegiatan manusia terkadang mengakibatkan terbentuknya tempat perindukan nyamuk (breeding places) selain itu perubahan lingkungan terkadang juga mengakibatkan terjadinya perpindahan nyamuk dari satu tempat ke tempat lain. SIMPULAN Lingkungan merupakan salah satu faktor penting dalam transmisi malaria mulai dari lingkungan fisik, biologik dan sosial budaya. Perkembangan nyamuk dipengaruhi faktor geografi dan meterologi mulai dari suhu, kelembaban nisbi udara, curah hujan, ketinggian, angin, sinar matahari dan arus air. Keberadaan hewan seperti ikan dapat menurunkan populasi nyamuk, selain itu perilaku manusia terhaadap lingkungan justru yang memudahkan proses transmisi malaria.

A.1 Siklus Hidup Anopheles Nyamuk Anopheles mengalami metamorfosis sempurna. Telur yang diletakkan oleh nyamuk betina, menetas menjadi larva yang kemudian melakukan pengelupasan kulit sebanyak 4 kali, lalu tumbuh menjadi pupa dan akhirnya menjadi nyamuk dewasa jantan atau betina. Waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan sejak telur diletakkan sampai menjadi dewasa bervariasi antara 2-5 minggu, tergantung kepada spesies, makanan yang tersedia dan suhu udara (Gandahusada, 1998). Nyamuk jantan dan betina dewasa perbandingan 1 : 1, nyamuk jantan keluar terlebih dahulu dari kepompong, baru disusul nyarnuk betina, dan nyamuk jantan tersebut akan tetap tinggal di dekat sarang, sampai nyamuk betina keluar dari kepompong, setelah jenis betina keluar, maka nyamuk jantan akan langsung mengawini betina sebelum mencari darah. Selama hidupnya nyamuk betina hanya sekali kawin. Dalam perkembangan telur tergantung kepada beberapa faktor antara lain temperatur dan kelembaban serta species dari nyamuk (Nurmaini, 2003). A.1.1 Perkembangan Telur Anopheles Stadium telur Anopheles diletakkan satu persatu di atas permukaan air, biasanya peletakkan dilakukan pada malam hari. Telur berbentuk seperti perahu yang bagian bawahnya konveks dan bagian atasnya konkaf dan mempunyai sepasang pelampung yang terletak pada sebuah lateral sehingga telur dapat mengapung di permukaan air. Jumlah telur yang dikeluarkan oleh nyamuk betina Anopheles bervariasi, biasanya antara 100-150 butir (Santoso, 2002). Telur Anopheles tidak dapat bertahan lama di bawah permukaan air. Telurtelur Anopheles yang terdapat di bawah permukaan air dalam waktu lama (melebihi 92 jam) akan gagal menetas, sedangkan kondisi suhu yang menguntungkan bagi telur Anopheles adalah antara 280C-360C. Suhu di bawah 200C dan di atas 400C adalah suhu yang tidak menguntungkan bagi perkembangan telur. Pada suhu 520C seluruh telur akan mati dan suhu 500C adalah suhu terendah bagi telur untuk dapat bertahan (Santoso, 2002). A.1.2 Perkembangan Larva Anopheles Larva Anopheles bersifat akuatik yakni mempunyai habitat hidup di air. Larva ini mempunyai 4 bentuk (instar) pertumbuhan. Masing-masing instar mempunyai ukuran dan bulu yang berbeda (Santoso, 2002). Stadium larva Anopheles yang di tempat perindukan tampak mengapung sejajar dengan permukaan air dan spirakelnya selalu kontak dengan udara luar. Sekali- sekali larva Anopheles mengadakan gerakan-gerakan turun ke dalam/bawah untuk menghindari predator/musuh alaminya atau karena adanya rangsangan di permukaan seperti gerakan-gerakan dan lain-lain. Perkembangan hidupnya larva nyamuk memerlukan kondisi lingkungan yang mengandung makanan antara lain mikroorganisme terutama bakteri, ragi dan protozoa yang cukup kecil sehingga dapat dengan mudah masuk mulutnya (Santoso, 2002). A.1.3 Perkembangan pupa Anopheles Stadium pupa merupakan masa tenang. Pada umumnya pupa tidak aktif bila memasuki stadium ini, pupa nyamuk dapat melakukan gerakan-gerakan yang aktif, dan bila sedang tidak aktif maka pupa ini akan berada mengapung pada permukaan air. Kemampuannya mengapung disebabkan oleh adanya ruang udara yang cukup besar yang berada pada sisi bawah sefalotoraks. Pupa tidak menggunakan rambut dan kait untuk dapat melekat pada permukaan air, tetapi dengan bantuan dua terompet yang cukup besar yang berfungsi sebagai spirakel dan dua rambut panjang stellateyang berada pada segmen satu abdomen (Santoso, 2002). Stadium pupa mempunyai tabung pernapasan (Respiratory trumpet) yang bentuknya lebar dan pendek dan digunakan untuk pengambilan O2 dari udara (Gandahusada, 1998). Perubahan dari pupa menjadi dewasa biasanya antara 24 jam sampai dengan 48 jam. Tetapi hal ini akan sangat bergantung pada kondisi lingkungan terutama suhu (Santoso, 2002).

A.1.4 Perkembangan Nyamuk Dewasa

Gambar 1. Nyamuk Anopheles dewasa Pada stadium dewasa palpus nyamuk jantan dan nyamuk betina mempunyai panjang hampir sama dengan panjang probosisnya. Perbedaannya adalah pada nyamuk jantan ruas palpus bagian apikal berbentuk gada (club form), sedangkan pada nyamuk betina ruas tersebut mengecil. Sayap pada bagian pinggir (kosta dan vena) ditumbuhi sisik-sisik sayap yang berkelompok membentuk gambaran belang-belang hitam dan putih. Di samping itu, bagian bagian ujung sisik sayap membentuk lengkung (tumpul). Bagian posterior abdomen tidak seruncing nyamuk Aedes dan juga tidak setumpul nyamuk Mansonia, tetapi sedikit melancip (Gandahusada, 1998). A.2 Bionomi Anopheles A.2.1 Perilaku Berkembang Biak Nyamuk Anopheles betina mempunyai kemampuan memilih tempat perindukan atau tempat untuk berkembang biak yang sesuai dengan kesenangan dan kebutuhannya Ada species yang senang pada tempat-tempat yang kena sinar matahari langsung (An. sundaicus), ada pula yang senang pada tempat-tempat teduh (An. umrosus). Species yang satu berkembang dengan baik di air payau (campuran tawar dan air laut) misalnya (An. Aconitus) dan seterusnya Oleh karena perilaku berkembang biak ini sangat bervariasi, maka diperlukan suatu survai yang intensif untuk inventarisasi tempat perindukan, yang sangat diperlukan dalam program pemberantasan. Kepadatan populasi nyamuk Anopheles sangat dipengaruhi oleh musim tanam padi. Jentikjentik nyamuk ini mulai ditemukan di sawah kira-kira pada padi berumur 2-3 minggu setelah tanam dan paling banyak ditemukan pada saat tanaman padi mulai berbunga sampai menjelang panen. Di daerah yang musim tanamnya tidak serempak dan sepanjang tahun ditemukan tanaman padi pada berbagai umur, maka nyamuk ini ditemukan sepanjang tahun dengan dua puncak kepadatan yang terjadi sekitar bulan Pebruari-April dan sekitar bulan JuliAgustus. An. balabacencis dan An. maculatus adalah dua spesies nyamuk yang banyak ditemukan di daerah-daerah pegunungan non persawahan dekat hutan. Kedua spesies ini banyak dijumpai pada peralihan musim hujan ke musim kemarau dan sepanjang musim kemarau.

Gambar 2. Tempat Perkembangbiakan Anopheles (Sukadi, 2009) Tempat perkembangbiakannya di genangan-genangan air yang terkena sinar matahari langsung seperti genganan air di sepanjang sungai, pada kobakan-kobakan air di tanah, di mata air-mata air dan alirannya, dan pada air di lubang batu-batu (Barodji, 1987 dalam Saputra, 2001). Kepadatan jentik nyamuk An. balabacencis bisa ditemukan baik pada musim penghujan maupun pada musim kemarau. Jentik-jentik An. balabacencis ditemukan di genangan air yang berasal dari mata air, seperti penampungan air yang dibuat untuk mengairi kolam, untuk merendam bambu/kayu, mata air, bekas telapak kaki kerbau dan kebun salak. Dari gambaran di atas tempat perindukan An. balabacencis tidak spesifik seperti An. maculatus dan An. aconitus, karena jentik An. Balabacencis dapat hidup di beberapa jenis genganan air, baik genangan air hujan maupun mata air, pada umumnya kehidupan jentik An. balabacencis dapat hidup secara optimal pada genangan air yang terlindung dari sinar matahari langsung, diantara tanaman/vegetasi yang homogen seperti kebun salak, kebun kapulaga dan lain-lain. An. maculatus yang umum ditemukan di daerah pegunungan, ditemukan pula di daerah persawahan dan daerah pantai yang ada sungai kecil-kecil dan berbatu-batu (Barodji 1987 dalam Saputra 2001) Puncak kepadatan An. maculatus dipengaruhi oleh musim, pada musim kemarau kepadatan meningkat, hal ini disebabkan banyak terbentuk tempat perindukan berupa genangan air di pinggir sungai dengan aliran lambat atau tergenang. Perkembangbiakan nyamuk An. maculatus cenderung menurun bila aliran sungai menjadi deras (flushing) yang tidak memungkinkan adanya genangan di pinggir sungai sebagai tempat perindukan (Saputra, 2001).

Gambar 3. Tempat Perkembangbiak Nyamuk Anopheles (Sukadi, 2009)

Gambar 4. Tempat Perkembangbiak Nyamuk Anopheles (Sukadi, 2009) An. sundaicus dijumpai di daerah pantai, tempat perindukannnya adalah di air payau dengan salinitas antara 0-25 per mil, seperti rawa-rawa berair payau, tambak-tambak ikan tidak terurus yang banyak ditumbuhi lumut, lagun, muara-muara sungai yang banyak ditumbuhi tanaman air dan genangan air di bawah hutan bakau yang kena sinar matahari dan berlumut (Hiswani, 2004). A.2.2 Tempat Perindukan Tempat perindukan nyamuk Anopheles bermacam-macam tergantung kepada spesies dan dapat dibagi menurut 3 kawasan (zone) yaitu kawasan pantai, kawasan pedalaman, dan kawasan kaki gunung dan gunung (Gandahusada, 1998). Di kawasan pantai dengan tanaman bakau danau di pantai atau laguna, rawa dan empang sepanjang pantai , ditemukan Anopheles Sundaicus dan An. Subpictus yang menggunakan tempat perindukan tersebut terutama danau di pantai dan empang. Di kawasan pedalaman yang ada sawah, rawa, empang, dan saluran air irigasi ditemukan An. Aconitus, An. Barbirostris, An. Subpictus, An. Nigeerrimus, dan An. Sinesis. Di kawasan kaki gunung dengan perkebunan atau hutan ditemukan An. Balabacencis , sedangkan di daerah gunung ditemukan An. Maculatus (Gandahusada, 1998). Hal tersebut juga dijelaskan oleh Hiswan (2004) bahwa penyebaran nyamuk jenis ini mempunyai hubungan cukup kuat dengan curah hujan disuatu daerah. A.2.3. Tempat Istirahat (Resting Place) Istirahat bagi nyamuk mempunyai 2 macam artinya: istirahat yang sebenarnya selama waktu menunggu proses perkembangan telur dan istirahat sementara yaitu pada waktu nyamuk sedang aktif mencari darah. Meskipun pada umumnya nyamuk memilih tempat yang teduh, lembab dan aman untuk beristirahat tetapi apabila diteliti lebih lanjut tiap species ternyata mempunyai perilaku yang berbeda-beda. Ada spesies yang halnya hinggap tempat-tempat dekat dengan tanah (An.Aconitus) tetapi ada pula species yang hinggap di tempat-tempat yang cukup tinggi (An.Sundaicus) (Damar, 2002). Pada waktu malam ada nyamuk yang masuk kedalam rumah hanya untuk menghisap darah orang dan kemudian langsung keluar. Ada pula yang baik sebelum maupun sesudah menghisap darah orang akan hinggap pada dinding untuk beristirahat. Tempat istirahat alam nyamuk Anophelesberbeda berdasarkan spesiesnya. Tempat istirahatnya An. aconitus pada pagi hari umumnya dilubang seresah yang lembab dan teduh (Damar, 2002). Tempat istirahat An. aconitus pada umumnya di tempat yang mempunyai kelembaban tinggi dan intensitas cahaya rendah, serta di lubang tanah bersemak. An. aconitus hinggap di

tempat-tempat dekat tanah. Nyamuk ini biasanya hinggap di daerah-daerah yang lembab, seperti di pinggir-pinggir parit, tebing sungai, dekat air yang selalu basah dan lembab (Hiswani, 2004). Tempat istirahat An. balabacencis pada pagi hari umumnya di lubang seresah yang lembab dan teduh, terletak ditengah kebun salak (Damar, 2002). An. balabacencis juga ditemukan di tempat yang mempunyai kelembaban tinggi dan intensitas cahaya yang rendah serta di lubang tanah bersemak (Harijanto, 2000). Di luar rumah tempat istirahat An. maculatus adalah di pinggiran sungai-sungai kecil dan di tanah yang lembab. Perilaku istirahat nyamuk An. sundaicus ini biasanya hinggap di dinding-dinding rumah penduduk (Hiswani, 2004). A.2.4 Tempat mencari makan (Feeding place) Hanya nyamuk betina yang menghisap darah. Nyamuk Anopheles aconitus lebih suka berada di luar rumah dan menggigit di waktu senja sampai dengan dini hari (eksofagik) serta mempunyai jarak terbang yang jauh 1,6 km sampai dengn 2 km. nyamuk ini bersifat suka menggigit binatang (zoofilik) dari pada sifat suka gigit manusia (antrophofilik). Perilaku mencari darah nyamuk dapat ditinjau dari beberapa segi yaitu (Hiswani, 2004). Perilaku mencari darah dikaitkan dengan waktu. Nyamuk anopheles pada umumnya aktif mencari darah pada waktu malarn hari. apabila dipelajari dengan teliti. ternyata tiap spesies mempunyai sifat yang tertentu, ada spesies yang aktif mulai senja hingga menjelang tengah malam dan sampai pagi hari (Hiswani, 2004).. Perilaku mencari darah dikaitkan dengan tempat apabila dengan metode yang sama kita adakan. Penangkapan nyarnuk didalam dan diluar rumah maka dari hasil penangkapan tersebut dapat diketahui ada dua golongan nyamuk, yaitu: eksofagik yang lebih senang mencari darah diluar rumah dan endofagik yang lebih senang mencari darah didalam rumah (Hiswani, 2004). Perilaku mencari darah dikaitkan dengan sumber darah. Berdasarkan macam darah yang disenangi, kita dapat membedakan atas: antropofilik apabila lebih senang darah manusia, dan zoofilik apabila nyamuk lebih senang menghisap darah binatang dan golongan yang tidak mempunyai pilihan tertentu (Hiswani, 2004). Frekuensi menggigit, telah diketahui bahwa nyamuk betina biasanya hanya kawin satu kali selama hidupnya Untuk mempertahankan dan memperbanyak keturunannya, nyamuk betina hanya memerlukan darah untuk proses pertumbuhan telurnya. Tiap sekian hari sekali nyamuk akan mencari darah. Interval tersebut tergantung pada species, dan dipengaruhi oleh temperatur dan kelembaban, dan disebut siklus gonotrofik. Untuk iklim Indonesia memerlukan waktu antara 48-96 jam (Hiswani, 2004). A.2.5 Lingkungan Lingkungan yang berpengaruh pada penyebaran nyamuk Anopheles adalah sebagai berikut: 1) Lingkungan fisik Menurut Harijanto (2000), Faktor geografi dan meteorologi di Indonesia sangat menguntungkan transmisi nyamuk Anopheles di Indonesia, seperti : a) Suhu Nyamuk adalah binatang berdarah dingin sehingga proses metabolisme dan siklus kehidupannya tergantung pada suhu lingkungan, tidak dapat mengatur suhu tubuhnya sendiri terhadap perubahan-perubahan di luar tubuhnya. Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah tetapi proses metabolismenya menurun bahkan terhenti bila suhu turun sampai suhu kritis. Pada suhu yang lebih tinggi dari 35 C, juga mengalami perubahan. Suhu rata-rata optimum untuk pertumbuhan nyamuk 25 27C. Toleransi suhu tergantung pada species nyamuknya, species nyamuk tidak tahan pada suhu 5 6C (Harijanto, 2000). Kecepatan perkembangan nyamuk tergantung dari kecepatan metabolisme yang sebagian diatur oleh suhu seperti lamanya masa pra dewasa, kecepatan pencernaan darah yang dihisap,

pematangan dari indung telur, frekuensi mengambil makanan atau mengigit berbeda-beda menurut suhu (Harijanto, 2000). b) Kelembaban Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk. Tingkat kelembaban 60 % merupakan batas paling rendah untuk memungkinkan hidup nyamuk. Kelembaban juga berpengaruh terhadap kemampuan terbang nyamuk. Badan nyamuk yang kecil mempunyai permukaan yang besar oleh karena sistem pernapasan dengan trachea. Pada waktu terbang, nyamuk memerlukan oksigen lebih banyak sehingga trachea terbuka. Dengan demikian penguapan air dari tubuh nyamuk menjadi lebih besar. Untuk mempertahankan cadangan air dalam tubuh dari penguapan, maka jarak terbang nyamuk terbatas. Kelembaban udara menjadi faktor yang mengatur cara hidup nyamuk, beradaptasi pada keadaan kelembaban yang tinggi dan pada suatu ekosistem kepulauan atau ekosistem hutan. Pada kelembaban yang lebih tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering menggigit (Harijanto, 2000). c) Hujan Hujan menyebabkan naiknya kelembaban udara dan menambah jumlah tempat perkembangbiakan (breeding places). Besar kecilnya pengaruh tergantung pada jenis dan derasnya hujan, jenis vektor dan jenis tempat perindukan. Hujan yang diselingi panas akan memperbesar kemungkinan berkembang biaknya nyamuk Anopheles (Harijanto, 2000). d) Ketinggian Setiap ketinggian naik 100 meter maka selisih udara dengan tempat semula C. Bila perbedaan tempat cukup tinggi, maka perbedaan suhu udara juga cukup banyak dan mempengaruhi faktor-faktor yang lain, termasuk penyebaran nyamuk (Harijanto, 2000). e) Angin Angin secara langsung berpengaruh pada penerbangan nyamuk dan ikut menentukan jumlah kontak antara nyamuk dan manusia. Kecepatan angin 11 14 m/det atau 25 31 mil/jam akan menghambat penerbangan nyamuk (Harijanto, 2000). f) Sinar matahari

Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda. An. sundaicus lebih suka tempat yang teduh. An. hyrcanus dan An. punctulatus lebih menyukai tempat yang terbuka.An. barbirostris dapat hidup baik di tempat yang teduh maupun yang terang (Harijanto, 2000). g) Arus air An. barbirostris menyukai perindukan yang airnya statis/ mengalir lambat, sedangkan An. minimusmenyukai aliran air yang deras dan An. letifer menyukai air tergenang (Harijanto, 2000). 2) Lingkungan Biologik Keadaan lingkungan sekitar penduduk seperti adanya tumbuhan salak, bakau, lumut, ganggang dapat mempengaruhi kehidupan larva, karena ia dapat menghalangi sinar matahari atau melindungi dari serangan mahluk hidup lainnya. Adanya berbagai jenis ikan pemangsa larva seperti ikan kepala timah (Panchax spp), gambusia, nila, mujair dan lain-lain akan mengurangi populasi nyamuk di suatu daerah. Begitu pula adanya hewan piaraan seperti sapi, kerbau dan babi dapat mempengaruhi jumlah gigitan nyamuk pada manusia, bila ternak tersebut kandangnya tidak jauh dari rumah (Harijanto, 2000). 3) Lingkungan Sosial Budaya Sosial budaya juga berpengaruh terhadap kejadian malaria seperti: kebiasaan keluar rumah sampai larut malam, di mana vektornya bersifat eksofilik dan eksofagik akan memudahkan kontak dengan nyamuk. Tingkat kesadaran masyarakat tentang bahaya malaria akan mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk memberantas malaria seperti penyehatan

lingkungan, menggunakan kelambu, memasang kawat kasa pada rumah dan menggunakan racun nyamuk. Berbagai kegiatan manusia seperti pembuatan bendungan, pembuatan jalan, pertambangan dan pembangunan pemukiman baru/transmigrasi sering mengakibatkan perubahan lingkungan yang menguntungkan penyebaran nyamuk Anopheles (Harijanto, 2000). B. Metodologi Pengendalian Dalam pengendalian vektor tidaklah mungkin dapat dilakukan pembasmian sampai tuntas, yang mungkin dan dapat dilakukan adalah usaha mengurangi dan menurunkan populasi kesuatu tingkat yang tidak membahayakan kehidupan manusia. Namun hendaknya dapat diusahakan agar segala kegiatan dalam rangka memurunkan populasi vektor dapat mencapai hasil yang baik. Untuk itu perlu diterapkan teknologi yang sesuai, bahkan teknologi sederhanapun, yang penting di dasarkan prinsip dan konsep yang benar ( Nurmaini, 2003). Adapun prinsip dasar dalam pengendalian vektor yang dapat dijadikan sebagai pegangan sebagai berikut ( Nurmaini,2003): 1) Pengendalian vektor harus menerapkan bermacam-macam cara pengendalian agar vektor tetap berada di bawah garis batas yang tidak merugikan/membahayakan. 2) Pengendalian vektor tidak menimbulkan kerusakan atau gangguan ekologis terhadap tata lingkungan hidup

Vous aimerez peut-être aussi