Vous êtes sur la page 1sur 9

BAB 1 PENDAHULUAN

Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan Virus Dengue. Penyakit tersebut merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia karena prevalensinya yang tinggi dan penyebarannya semakin luas. Demam Berdarah Dengue (DBD), disebut juga dengan istilah Dengue Hemoragic Fever (DHF), pertama kali dilaporkan di Indonesia pada tahun 1968. Hingga kini, DBD masih menjadi salah satu masalah kesehatan di Indonesia karena prevalensinya yang tinggi dan penyebarannya yang semakin meluas. Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD terjadi hampir setiap tahun di beberapa provinsi, bahkan pernah terjadi KLB besar tahun 1998 dan 2004 dimana jumlah kasus mencapai 79.480 kasus dengan angka kematian 800 jiwa. Penyakit ini sering menyerang anak, remaja an dewasa yang ditandai oleh panas, malaise, sakit kepala, mual, nyeri, pegal seluruh tubuh, adanya petekia. Pada pasien rejatan berat, volume plasma dapat berkurang sampai 30% atau lebih dan jika tak segera ditangani maka akan terjadi anoksia jaringan, asidosis metabolic dan kematian. Gangguan Hemostatis pada DBD menyangkut 3 faktor yaitu perubahan vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi.

Blitar, 1 November 2013

Kelompok 2

BAB 2 SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan

: Dengue Hemoragic Fever (DHF)

Sub Pokok Bahasan : 1. Definisi Dengue Hemoragic Fever (DHF) 2. Penyebab dan Cara Penularan DHF 3. Tanda dan Gejala DHF 4. Komplikasi DHF 5. Penatalaksanaan DHF 6. Pencegahan DHF

Sasaran Tempat Waktu Tujuan Tujuan Umum

: Para orang tua atau keluarga yang mempunyai anak DHF : Ruang Anak RSUD Ngudi Waluyo Blitar : Senin, 4 November 2013

: Setelah diberikan pendidikan kesehatan selama 45 menit diharapkan para orang tua atau keluarga mampu

memahami konsep tentang DHF Tujuan Khusus : Setelah diberikan pendidikan kesehatan selama 45 menit diharapkan mengetahui 1. Definisi Dengue Hemoragic Fever (DHF) 2. Penyebab dan Cara Penularan DHF 3. Tanda dan Gejala DHF 4. Komplikasi DHF 5. Penatalaksanaan DHF 6. Pencegahan DHF para orang tua atau keluarga mampu

Materi

: Menjelaskan tentang 1. Definisi Dengue Hemoragic Fever (DHF) 2. Penyebab dan Cara Penularan DHF 3. Tanda dan Gejala DHF

4. Komplikasi DHF 5. Penatalaksanaan DHF 6. Pencegahan DHF Alat Bantu : 1. Leaflet 2. Poster Metode : 1. Ceramah 2. Tanya Jawab Evaluasi Struktur : 1. Penyampaian penyuluhan berjalan lancar 2. Penyuluhan dimulai tepat waktu 3. Tempat dan alat tersedia sesuai rencana 4. Peserta yang hadir 80% dari 15 orang 5. Peserta dapat menyebutkan kembali materi yang telah disampaikan Evaluasi Audien : Mampu menyebutkan 1. Definisi Dengue Hemoragic Fever (DHF) 2. Penyebab dan Cara Penularan DHF 3. Tanda dan Gejala DHF 4. Komplikasi DHF 5. Penatalaksanaan DHF 6. Pencegahan DHF Pelaksana : Mahasiswa Profesi Program Studi S1 Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Tahun Ajaran 20132014.

Alfima Rahasti Andi Fitriani Kusuma Andini Filistea

(Moderator) (Pemateri) (Fasilitator) (Fasilitator)

BAB 3 TINJAUAN TEORI

A. Definisi Dengue Hemoragic Fever (DHF) Dengue Haemoragic Fever (DHF) atau lebih sering dikenal sebagai Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut dengan ciri-ciri demam, manifestasi perdarahan, dan bertendensi mngakibatkan renjatan (syok) yang dapat menyebabkan kematian (Mansjoer, 2000: 419). DHF (Dengue Haemoragic Fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh karena virus dengue yang termasuk golongan abrovirus melalui gigitan nyamuk Aedes Aegygti betina. Penyakit ini biasa disebut Demam Berdarah Dengue (Hidayat, 2006: 123). Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (Soegijanto, 2004). Demam Berdarah Dengue adalah penyakit demam yang diikuti pandarahan dibawah kulit, selaput hidung dan lambung yang disebabkan oleh virus yang ditularkan melalui nyamuk Aedes Aegypti. Penyakit ini menyerang semua orang dan menyebabkan kematian, terutama pada anak serta sering menimbulkan wabah (Irianto, 2009). B. Penyebab dan Cara Penularan DHF Penyakit infeksi virus dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue I, II, III dan IV yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albocpitus. Jika nyamuk menggigit orang dengan demam berdarah, maka virus dengue masuk ke tubuh nyamuk bersama darah yang dihisapnya. Didalam tubuh nyamuk virus berkembang biak dan menyebar keseluruh tubuh bagian nyamuk, dan sebagian berada di kelenjar air liur. Selanjutnya waktu nyamuk menggigit orang lain, air liur bersama virus dengue dilepaskan terlebih dahulu agar darah yang akan dihisap tidak membeku, dan pada saat inilah virus dengue ditularkan ke orang lain (Soegijanto, 2004).

C. Tanda dan Gejala DHF 1. Gejala klinis a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas berlangsung selama 27 hari b. Terdapat Manifestasi perdarahan termasuk uji terniquet positif, peteki, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena. c. Pembesaran hati d. Perembesan plasma, yang ditandai secara klinis adanya acites dan efusi pleura sampai terjadinya renjatan (ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembap dan pasien tampak gelisah. 2. Tanda klinis a. Trombositopenia (kurang dari 100.000/ L). b. Hemokonsentrasi, dapat dilihat peningkatan hematokrit 20% atau lebih, menurut standar umur dan jenis kelamin. (Soegijanto, 2006)

D. Komplikasi DHF Adapun komplikasi dari DHF (Hadinegoro, 2006: 23) adalah: 1. Perdarahan Disebabkan oleh perubahan vaskuler, penurunan jumlah trombosit dan koagulopati, dan trombositopeni dihubungkan meningkatnya megakoriosit muda dalam sel-sel tulang dan pendeknya masa hidup trombosit. Tendensi perdarahan dapat dilihat pada uji torniquet positif, ptekie, ekimosis, dan perdarahan saluran cerna, hematemesis, dan melena (Hadinegoro, 2006: 24). 2. Kegagalan sirkulasi DSS (Dengue Syock Syndrom) terjadi pada hari ke 2-7 yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke ronnga pleura dan peritoneum, hiponatremia, hemokonsentrasi, dan hipovolemi yang mngekaibatkan berkurangnya aliran balik vena, penurunan volume sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi disfungsi atau penurunan perfusi organ. DSS juga disertai kegagalan hemeostasis yang mengakibatkan aktivitas dan integritas sistem kardiovaskular,

perfusi miokard dan curah jantung menurun, sirkulasi darah terganggu dan terjadi iskemi jaringan dan kerusakan fungsi sel secara progresif dan irreversible, terjadi kerusakan sel dan organ sehingga pasien akan meninggal dalam waktu 12-24 jam (Hadinegoro, 2006: 25). 3. Hepatomegali Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang dihubungkan dengan nekrosis karena perdarahan yang terjadi pada lobulus hati dan sel-sel kapiler.Terkadang tampak sel metrofil dan limphosit yang lebih besar dan lebih banyak dikarenakan adanya reaksi atau komplek virus antibody (Hadinegoro, 2006:15) 4. Efusi Pleura Terjadi karena kebocoran plasma yang mngekibatkan ekstrasi cairan intravaskuler sel, hal tersebut dibuktikan dengan adanya cairan dalam ronggapleura dan adanya dipsnea (Hadinegoro, 2006: 23).

E. Penatalaksanaan DHF Pada dasarnya DBD atau DHF bersifat simtomatis dan suportif. Pengobatan terhadap virus ini sampai sekarang bersifat menunjang agar pasien dapat bertahan hidup. Pasien yang diduga kuat mengalami DBD harus dirawat di rumah sakit karena memerlukan pengawasan terhadap kemungkinan terjadinya syok atau perdarahan yang dapat mengancam keselamatan pasien (Hadinegoro, 2006: 25).setelah suhu turun 2-3 hari, tidak perlu lagi diobservasi. a. DBD Tanpa Renjatan (Syok) Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan klien dehidrasi dan haus. Pada pasien ini harus diberi banyak minum, yaitu 1 sampai 2 liter dalam waktu 24 jam. Dapat juga diberikan teh manis, susu, sirum, ataupun oralit. Keadaan hiperpireksia adapat diatasi dengan kolaborasi pemberian antipiretik dan kompres hangat. Jika terjadi kejang harus luminal atau pemberian anti konvulsan lainnya. Infus diberikan pada klien DBD tanpa renjatan bila pasien terus menerus muntah dan tidak dapat diberi minum sehingga terjadi resiko tinggi dehidrasi dan peningkatan hematokrit. Jika hematokrit cenderung meningkat berarti menunjukkan derajat adanya kebocoran plasma dan biasanya

mendahului munculnya perubahan tanda-tanda vital secara klinis

(hipotensi dan penurunan nadi). Sedangkan turunnya nilai trombosit biasanya mendahului naiknya hematokrit. Oleh karena itu, pada pasien DBD harus diperikasa Hb, Ht, dan trombosit setiap hari untuk menentukkan apakah klien perlu dipasang infus atau tidak (Hassan, 2003: 616). b. DBD Disertai Renjatan (DSS) Pasien yang mengalami renjatan atau syok harus segera dipasang infus karena sebagai pengganti cairan akibat kebocoran plasma. Cairan yang harus diberikan adalah Ringer laktat, namun jika pemberian cairan tidak dapat mengatasi syok maka harus diberikan plasma sebanyak 20-30 ml/kg berat badan. Sedangkan untuk klien yang mengalami renjatan berat harus diberikan cairan dengan cara diguyur (Hassan, 2003: 617). Pada pasien yang mengalami renjatan berkali-kali harus dipasang CVP (Central Venous Pressure) yang berfungsi sebagai pengaturan vena sentral untuk mengukur tekanan vena sentral melalui vena jugularis. Biasanya pemasangan alat ini dilakukan pada klien yang dirawat di ICU. Transfusi darah dapat diberikan pada klien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat. Kadang-kadang perdarahan gastrointestinal dapat digunakan sebagai indikasi jika klien terjadi penurunan HB dan Ht sedangkan tidak terlihat tanda perdarahan di kulit (Ngastiyah, 2004: 373). F. Pencegahan DHF Sampai saat ini belum ada vaksin yang efektif untuk mencegah penyakit dengue. Vaksin virus dengue sedang dikembangkan di Thailand, tetapi masih membutuhkan volunter manusia untuk uji coba. Adapun program pengendalian Ae.aegepti yang terjangkau dan tahan lama adalah: 1. Manajemen Lingkungan a. Modifikasi lingkungan : pengubahan fisik habitat larva yang tahan lama b. Manipulasi lingkungan : pengubahan sementara habitat vektor yang memerlukan pengaturan wadah yang penting dan yang tidak penting serta manajemen atau pemusnahan tempat perkembangbiakan alami nyamuk. c. Perubahan habitasi atau perilaku manusia dimana merupakan upaya untuk mengurangi kontak antara manusia dan vektor.

2. Perlindungan diri a. Pakaian pelindung, pakaian mengurangi resiko tergigit nyamuk jika pakaian itu cukup tebal atau longgar. b. Tikar, obat nyamuk bakar, aerosol. Produk insektisida untuk konsumsi rumah tangga sudah banyak dipakai untuk perlindungan diri terhadap nyamuk. c. Penolak serangga, merupakan sarana perlindungan diri terhadap nyamuk dan serangga yang umum digunakan. d. Insektisida untuk kelambu dan korden, kelambu yang diberi insektisida kegunaannya sangat terbatas dalam program pengendalian penyakit dengue karena spesies vektor menggigit di siang hari. 3. Pengendalian biologis a. Ikan, ikan pemakan larva (Gambusia affinis dan Poecilia reticulata) sudah semakin banyak digunakan untuk mengendalikan Ae.stephensi dan Ae.aegypti di kumpulan air yang banyak atau di kontainer air yang besar di negara-negara Asia Tenggara. b. Bakteri, ada dua spesies bakteri penghasil endotoksin yaitu Bacillus thuringiensis serotipe H-14 dan Bacillus sphaericus adalah agens yang efektif untuk mengendalikan nyamuk. c. Siklopoids, peran pemangsa yang dimainkan oleh copepod crustacea (sejenis udang-udangan) ternyata dapat mempengaruhi 99,3% angka kematian larva nyamuk Aedes. d. Perangkap telur autosidal, perangkap yang diterapkan pemerintah Singapura menunjukan hasil yang memuaskan sebagai alat pengendali dalam pemberantasan nyamuk Ae.aegypti. 4. Pengendalian kimiawi : a. Pemberian larvasida kimiawi, biasanya terbatas pada wadah air yang digunakan di rumah tangga yang tidak dapat dihancurkan, dimusnahkan, ataupun dikelola. b. Pengasapan wilayah, metode ini melibatkan pengasapan droplet-droplet kecil insektisida ke dalam udara untuk membunuh nyamuk dewasa. 5. Memberikan penyuluhan tentang 3M Plus Metode yang di gunakan untuk mencegah Demam Berdarah adalah Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui 3M Plus (Menguras,

Menutup dan Mengubur) Plus menabur larvasida dapat mencegah / memberantas nyamuk Aedes berkembang biak. Angka Bebas Jentik (ABJ) sebagai tolok ukur upaya pemberantasan vektor melalui

Pemberantassan Sarang Nyamuk (PSN). Pendekatan Demam Berdarah yang berwawasan kepedulian masyarakat merupakan salah satu alternatif pendekatan baru (Depkes Lingkungan RI, 2006).

Vous aimerez peut-être aussi