Vous êtes sur la page 1sur 10

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PERCOBAAN I dan II

PEMBERIAN OBAT PADA BINATANG PERCOBAAN dan PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORPSI OBAT

Nama NIM Dosen Pembimbing

: Nina Novianti : 11.11.4101.48401.1.032 : Eka Kumalasari., S.Farm.,Apt

LABORATORIUM FARMAKOLOGI AKADEMI FARMASI ISFI BANJARMASIN 2013

PERCOBAAN 1 dan 2

I.

NAMA PERCOBAAN 1 dan 2 PEMBERIAN OBAT PADA BINATANG PERCOBAAN dan

PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORPSI OBAT

II.

PENDAHULUAN II.1. Tujuan Percobaan Mengenal, mempraktekkan, dan membandingkan berbagaicara pemberian obat terhadap hewan uji dan cara memperlakukan hewan uji. Dan mengenal, mempraktekkan, dan membandingkan berbagai cara pemberian obat terhadap kecepatan absorpsinya, menggunakan data farmakologi sebagai tolak ukurnya.

II.2. Dasar Teori Abrobsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian kedalam darah. Bergantungpada cara pemberiannya, tempat pemberian obat adalah saluran cerna (mulut sampai dengan rectum), kulit, paru, otot, dan lain-lain. (Farmakologi dan Terapi edisi revisi 5, 2008)

Absorbsi sebagian besar obat secara difusi pasif, maka sebagai barier absorbsi adalah membran epitel saluran cerna yang seperti halnya semua membran sel epitel saluran cerna , yang seperti halnya semua membran sel ditubuh kita, merupakan lipid bilayer. Dengan demikian , agar dapat melintasi membran sel tersebut, molekul obat harus memiliki kelarutan lemak (setelah terlebih dulu larut dalam air). (Farmakologi dan Terapi edisi revisi 5, 2008).

Penggunaan hewan percobaan dalam penelitian ilmiah dibidang kedokteran atau biomedis telah berjalan puluhan tahun yang lalu. Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis atau keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, disamping factor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu

memberikan reaksi biologis yang mirip kejadiannya pada manusia. (Tjay,T.H dan Rahardja,K, 2002).

Cara memegang hewan serta cara penentuan jenis kelaminnya perlu pula diketahui. Cara memegang hewan dari masing-masing jenis hewan adalah berbeda-beda dan ditentukan oleh sifat hewan, keadaan fisik (besar atau kecil) serta tujuannya. Kesalahan dalam caranya akan dapat menyebabkan kecelakaan atau hips ataupun rasa sakit bagi hewan (ini akan menyulitkan dalam melakukan penyuntikan atau pengambilan darah, misalnya) dan juga bagi orang yang memegangnya. (Katzug, B.G, 1989).

Cara pemberian obat melalui oral (mulut), sublingual (bawah lidah), rektal (dubur) dan parenteral tertentu, seperti melalui intradermal, intramuskular, subkutan, dan intraperitonial, melibatkan proses penyerapan obat yang berbeda-beda. Pemberian secara parenteral yang lain, seperti melalui intravena, intra-arteri, intraspinal dan intraseberal, tidak melibatkan proses penyerapan, obat langsung masuk ke peredaran darah dan kemudian menuju sisi reseptor (receptor site) cara pemberian yang lain adalah inhalasi melalui hidung dan secara setempat melalui kulit atau mata. Proses penyerapan dasar penting dalam menentukan aktifitas farmakologis obat. Kegagalan atau kehilangan obat selama proses penyerapan akan memperngaruhi aktifitas obat dan menyebabkan kegagalan pengobatan. ( Siswandono dan Soekardjo, B., 1995).

Pada literature dijelaskan bahwa onset paling cepat adalah intraperitonial, intramuscular, subkutan, peroral. Hal ini terjadi karena : Intraperitonial mengandung banyak pembuluh darah sehingga obat langsung masuk ke dalam pembuluh darah. Intramuscular mengandung lapisan lemak yang cukup kecil sehingga obat akan terhalang oleh lemak sebelum terabasorbsi. Subkutan mengandung lemak yang cukup banyak.

Peroral disini obat akan mengalami rute yang panjang untuk mencapai reseptor karena melalui saluran cerna yang memiliki banyak factor penghambat seperti protein plasma.

Dan

durasi

paling

cepat

adalah

peroral,

intraperitonial,

intramuscular, subkutan. Hal ini terjadi karena : Peroral, karena melalui saluran cerna yang memiliki rute cukup panjang dan banyak factor penghambat maka konsentrasi obat yang terabsorbsi semakin sedikit dan efek obat lebih cepat. Intraperitonial, disini obat langsung masuk ke pembuluh darah sehingga efek yang dihasilkan lebih cepat dibandingkan

intramuscular dan subkutan karena obat di metabolisme serempak sehingga durasinya agak cepat. Intramuscular, terdapat lapisan lemak yang cukup banyak sehingga obat akan konstan dan lebih tahan lama. Subkutan, terdapat lapisan lemak yang paling banyak sehingga durasi lebih lama disbanding intramuscular.

III.

CARA PERCOBAAN III.1. Bahan dan Alat yang digunakan A. Bahan 1) Diazepam tablet, di buat suspensi dengan PGS 2% 2) Alkohol 70 %

B. Alat 1) Spuit injeksi dan jaru (1-2 ml) 2) Jarum berujung tumpul (untuk per oral)

C. Hewan Uji : Mencit atau tikus

III.2. Cara Kerja Tiap kelompok mendapat 3 mencit atau tikus

tandai serta ditimbang BB mencit

dihitung volume obat yang akan diberikan dengan dosis 35mg/kg BB mencit

berturut-turut mengerjakan percobaan Oral (melalui mulut dengan jarum ujung tumpul)

Subkutan (masukkan sampai dibawah kulit pada tengkuk hewan uji dengan jarum injeksi)

dan Intra Peritoneal (suntikkan ke dalam rongga perut. Hati-hati jangan sampai masuk kedalam usus).

lalu amati dan catat waktu hilangnya reflex atau mencit tidak bergerak lagi dan catat kemampuan mencit bergerak kembali

hitung onset dan durasi waktu tidur Diazepam suspense dan masingmasing kelompok percobaan membandingkan hasilnya menggunakan uji statistic analisa varian pola searah (AVSP) dengan taraf kepercayaan 95%

IV.

HASIL PERCOBAAN Per Oral Mencit Onset Kel IV Kel V Kel VI 17:33 25:48 22:41 Durasi 15:22 10:48 08:05 Onset 13:18 17:38 14:18 Durasi 16:01 12:24 11:15 Onset 10:55 04:35 09:15 Durasi 15:05 34:31 36:02 Sub Kutan Intra Peritoneal

** Dengan menggunakan stopwatch V. PERHITUNGAN Dosis manusia = 1mg Konversi manusia ke mencit 0,00261 mg 20 gr mencit Rumus : Mg Dosis yang di berikan = BB Mecit/1000 gr x DosisManusia Volume Obat di berikan = Mg Dosis yang di berikan : 1mg/ml (larutanstok)

1.

Untuk Intra Peritoneal, BB Mencit = 25 gr 25 gr 1000 gr


X

1 mg = 0,025 mg

0,025 mg 1 mg/ml

= 0,025 ml

2.

Untuk Subkutan, BB Mencit = 30 gr 30 gr 1000 gr


X

1 mg = 0,030 mg

0,030 mg 1 mg/ml

= 0,03 ml

3.

Untuk perOral, BB Mencit = 30 gr 30 gr 1000 gr


X

1 mg = 0,030 mg

0,030 mg 1 mg/ml

= 0,03 ml

VI.

PEMBAHASAN Percobaan kali ini yaitu untuk mengetahui cara pemberian obat pada binatang percobaan dan untuk mengetahui pengaruh cara absorpsi obat yang diberikan pada mecit.

3 metode yang dipakai untuk mengetahui pengaruh cara absorpsi obat yang diberikan pada mecit yaitu, per oral, subcutan, dan intra peritoneal. Masing-masing metode diberikan pada 1 mecit dan dihitung berapa lama akolasi waktu mecit mengalami masa tenang, tidur dan bangun kembali dengan stopwatch.

Mecit dibunuh dengan dipatahkan pada bagian kerangka belakangnya. Mencit dipilih sebagai hewan uji karena proses metabolisme dalam tubuhnya berlangsung cepat sehingga sangat cocok untuk dijadikan sebagai objek pengamatan.

Per Oral Mencit Onset Kel IV Kel V Kel VI 17:33 25:48 22:41 Durasi 15:22 10:48 08:05

Sub Kutan Onset 13:18 17:38 14:18 Durasi 16:01 12:24 11:15

Intra Peritoneal Onset 10:55 04:35 09:15 Durasi 15:05 34:31 36:02

Dari hasil percobaan kami (kelompok IV) pada tabel diatas, mendapatkan perbandingan rute pemberian obat terhadap efektifitasnya, menunjukkan bahwa rute yang paling cepat tercapai adalah melalui intraperitoneal, yaitu didapatkan hasil sekitar 10-26 menit. Sedangkan rute paling lama tercapai adalah melalui per oral yang didapatkan hasil sekitar 17-32 menit.

Hasil percobaan dari 3 kelompok diatas punya perbedaan waktu onset dan durasi yang cukup signifikan, hal tersebut dapat dikarenakan ada kesalahan saat melakukan pemberian obat kepada mencit, kekurangan atau

kelebihan dosis obat yang diberikan pada mencit, dan kondisi mencit yang strees karena tidak mendapatkan perlakuan yang baik sebelum pemberian obat.

Pemberian obat secara oral merupakan cara pemberian obar yang umum dilakukan karena mudah, aman, dan murah. Namun kerugiannya ialah dapat mempengaruhi bioavailabilitasnya sehingga waktu onset yang didapat cukup lama. Sedangkan pemberian secara suntikan yaitu pemberian intravena, memiliki keuntungan karena efek yang timbul lebih cepat dan teratur dibandingkan dengan pemberian secara oral karena tidak mengalami tahap absorpsi maka kadar obat dalam darah diperoleh secara cepat, tepat dan dapat disesuaikan langsung dengan respons penderita.

Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic onset durasi .402 6.980

df1 2 2

df2 6 6

Sig. .685 .027

Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic onset durasi .119 .339 df 9 9 Sig. .200* .004 Shapiro-Wilk Statistic .981 .766 df 9 9 Sig. .968 .008

a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. Kruskal-Wallis Test Ranks pemberian onset peroral subcutan intraperitonial Total durasi peroral subcutan intraperitonial Total Test Statisticsa,b onset Chi-Square Df Asymp. Sig. 6.489 2 .039 durasi 3.822 2 a. Kruskal Wallis Test .148 b. Grouping Variable: pemberian N 3 3 3 9 3 3 3 9 3.00 4.67 7.33 Mean Rank 7.67 5.33 2.00

VII.

KESIMPULAN 1. 3 metode untuk mengetahui pengaruh cara absorpsi obat yang diberikan pada mecit yaitu, per oral, subcutan, dan intra peritoneal. 2. Hewan mencit atau tikus sangat cocok untuk dijadikan sebagai objek pengamatan karena metabolisme tubuh mencit yang berlangsung cepat. 3. Rute yang paling cepat tercapai adalah melalui intraperitoneal, yaitu didapatkan hasil sekitar 10-26 menit. 4. Rute paling lama tercapai adalah melalui per oral yang didapatkan hasil sekitar 17-32 menit. 5. Hal yang menyebabkan pemberian intraperitoneal lebih cepat dari pemberian per oral adalah intraperitoneal tidak mengalami fase absorpsi seperti pemberian per oral.

VIII.

DAFTAR PUSTAKA

Ganiswara, Sulistia G (Ed), 2008, Farmakologi dan Terapi, Edisi Revisi V, Balai Penerbit Falkultas, Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Holck, H.G.O., 1959, Laboratory Guide in Pharmacology, Burgess Publishing Company : Minnesotta, 1-3 Katzung, Bertram G., Farmakologi Dasar dan Klinik, Salemba Medika, Jakarta. Levine, R.R., 1978, Pharmacology : Drug actions and Reactions, 2nd edition, little, Brown & company, Boston. Tjay,Tan Hoan dan K. Rahardja, 2007, Obat-obat Penting, PT Gramedia, Jakarta. Siswandono dan Soekardjo, B, 1995, Kimia Medisinal , Airlangga Press, Surabaya.

Vous aimerez peut-être aussi