Vous êtes sur la page 1sur 8

I. PATOFISIOLOGI A. Patofisiologi Trombosis Trombosis adalah suatu pembentukan bekuan darah (trombus) didalam pembuluh darah.

Bekuan darah pada keadaan normal terbentuk untuk mencegah perdarahan. Trombus adalah bekuan abnormal dalam pembuluh darah yang terbentuk walaupun tidak ada kebocoran. Trombus merupakan massa seluler yang menjadi satu oleh jaringan fibrin. Trombus terbagi 3 macam yaitu; merah (trombus koagulasi), putih (trombus aglutinasi) dan trombus campuran. Trombus merah dimana sel trombosit dan lekosit tersebar rata dalam suatu massa yang terdiri dari eritrosit dan fibrin, biasanya terdapat dalam vena. Trombus putih terdiri atas fibrin dan lapisan trombosit, lekosit dengan sedikit eritrosit, biasanya terdapat dalam arteri. Bentuk yang paling banyak adalah bentuk campuran. Trombus vena adalah deposit intravaskuler yang tersusun atas fibrin dan sel darah merah disertai berbagai komponen trombosit dan lekosit. (Rizal, 2012) Berdasarkan teori triad of Virchow`s, terdapat 3 hal yang berperan dalam patofisiologi trombosis yaitu kelainan dinding pembuluh darah, perubahan aliran darah, dan perubahan daya beku darah. Trombosis terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan antara faktor resiko trombosis dan inhibitor thrombosis. (Makin, 2002) Sel endotel pembuluh darah yang utuh yang bersifat nontrombogenik, sehingga mencegah trombosit menempel pada permukaannya. Sifat non trombogenik ini akan hilang bila endotel mengalami kerusakan/terkelupas karena berkurangnya produksi senyawa antitrombotik dan meningkatnya produksi senyawa protrombotik. Berbagai senyawa protrombotik yang dilepaskan ini akan mengaktifkan sistem pembekuan darah dan menyebabkan menurunnya aktifitas fibrinolisis sehingga meningkatkan kecenderungan untuk terjadi trombosis. Bila kerusakan endotel terjadi sekali dan dalam waktu singkat, maka lapisan endotel normal akan terbentuk kembali, proliferasi sel otot polos berkurang dan intima menjadi tipis kembali. Bila kerusakan endotel terjadi berulang-ulang dan berlangsung lama, maka proliferasi sel otot polos dan penumpukan jaringan ikat serta lipid berlangsung terus sehingga dinding arteri akan menebal dan terbentuk bercak aterosklerosis. Bila bercak aterosklerotik ini robek maka jaringan yang bersifat trombogenik akan terpapar dan terjadi pembentukan trombus. (Setiabudy, 2007)

Aliran darah yang melambat bahkan stagnasi menyebabkan gangguan pembersih faktor koagulasi aktif, mencegah bercampurnya faktor koagulasi aktif dengan penghambatnya, mencegah faktor koagulasi aktif dilarutkan oleh darah yang tidak aktif. Keadaan ini akan mengakibatkan terjadinya akumulasi faktor-faktor pembekuan yang aktif dan dapat merusak dinding pembuluh darah. Stagnasi aliran darah ini dapat diakibatkan oleh imobilisasi, obstruksi vena dan meningkatnya viskositas darah.Menurut beberapa peneliti, darah penderita trombosis lebih cepat membeku dibandingka n orang normal dan pada penderita penderita tersebut dijumpai peningkatan kadar berbagai faktor pembekuan terutama

fibrinogen, F.V, VII, VIII dan X. Menurut Schafer penyebab lain yang dapat menimbulkan kecenderungan trombosis yaitu defisiensi AT, defisiensi protein C, defisiensi protein S, disfibrinogenemia, defisiensi F.XII dan kelainan struktur plasminogen. (Karmila, 2010) Faktor resiko trombosis menurut Rizal (2012), yaitu sebagai berikut: Operasi Kehamilan Penyakit jantung Penyakit neurologi Keganasan/kanker Umur Obesitas Jenis kelamin Riwayat VTE Imobilisasi Golongan darah Hormon/kontrasepsi oral Trauma Varicose vena

B. Patofisiologi Emboli Embolus merupakan benda yang berjalan mengikuti aliran darah dari lokasi primer ke loasi sekunder, kemudian terperangkap di pembuluh lokasi sekunder tersebut, dan menyebabkan obstruksi aliran darah. Sebagian besar emboli adalah bekuan darah

(tromboemboli) yang terlepas dari lokasi primernya (biasanya di vena tungkai profunda). Sumber-sumber lain embolus adalah lemak yang terlepas pada saat tulang panjang patah atau dibentuk sebagai respon terhadap trauma fisik dan embolus cairan amnion yang masuk ke sirkulasi sewaktu gradient tekanan yang besar saat kontraksi persalinan. Udara dan sel tumor juga dapat berperan sebagai embolus untuk menghambat aliran darah. Embolus bisasanya tertangkap di jarngan kapiler pertama yang ditemuinya. Sebagai contoh, embolus yang berasal dari vena-vena ekstrimitas bawah berjalan dalam sistem vena ke vena cava dan sisi kanan jantung. Dari sana, embolus masuk ke arteri dan arteriol paru bertemu dengan kapiler paru dan tertangkap. (Corwn, 2009) Embolus berasal dari lepasnya trombus yang menempel pada dinding pembuluh darah, setelah itu terbawa aliran darah dan menyebabkan terganggunya sistem peredaran darah. Proses ini terjadi karena tekanan darah yang melewati pembuluh darah meningkat dan mendorong trombus yang menempel pada dinding pembuluh darah. Proses pembentukan embolus ini disebut embolis.

Trombus dan embolus adalah dua hal yang saling berhubungan, oleh karena itu ada beberapa penyakit yang terkait dengan keduanya, yaitu : 1. Emboli Paru Pulmonary embolism atau Emboli paru adalah peristiwa infark jaringan paru akibat tersumbatnya pembuluh darah arteri pulmonalis oleh peristiwa emboli. Penyebab utama dari suatu emboli paru adalah tromboemboli vena (venous thromboembolism), namun demikian penyebab lain dapat berupa emboli udara, emboli lemak, cairan amnion, fragmen tumor dan sepsis. (Nafiah, 2007) Trauma lokal pada dinding pembuluh darah dapat terjadi oleh karena cedera pada dinding pembuluh darah, kerusakan endotel vaskuler khususnya dikarenakan

tromboflebitis sebelumnya. Sedangkan keadaan hiperkoagulobilitas darah dapat disebabkan oleh therapi obat-obat tertentu termasuk kontrasepsi oral, hormone replacement theraphy dan steroid. Di samping itu masih ada sejumlah faktor genetik yang menjadi faktor predisposisi suatu trombosis. Sementara statis vena dapat terjadi akibat immobilisasi yang berkepanjangan atau katup vena yang inkompeten yang dimungkinkan terjadi oleh proses tromboemboli sebelumnya. (Nafiah, 2007)

Bila trombi vena terlepas dari tempat terbentuknya, emboli ini akan mengikuti aliran sistem vena yang seterusnya akan memasuki sirkulasi arteri pulmonalis. Jika emboli ini cukup besar, akan dapat menempati bifurkasio arteri pulmonalis dan membentuk saddle embolus. Tidak jarang pembuluh darah paru tersumbat karenanya. Kedaan ini akan menyebabkan peningkatan tekanan arteri pulmonalis yang akan melepaskan senyawa-senyawa vasokonstriktor seperti serotonin, refleks vasokonstriksi arteri pulmonalis dan hipoksemia yang pada akhirnya akan menimbulkan hipertensi arteri pulmonalis. Peningkatan arteri pulmonalis yang tiba-tiba akan meningkatkan tekanan ventrikel kanan dengan konsekuensi dilatasi dan disfungsi ventrikel kanan yang pada gilirannya akan menimbulkan septum interventrikuler tertekan ke sisi kiri dengan dampak terjadinya gangguan pengisian ventrikel dan penurunan distensi diastolik. Dengan berkurangnya pengisian ventrikel kiri maka curah jantung sistemik (systemic cardiac output) akan menurun yang akan mengurangi perfusi koroner dan menyebabkan iskemia miokard. Peninggian tekanan dinding ventrikel kanan yang diikuti oleh adanya emboli paru massif akan menurunkan aliran koroner kanan dan menyebabkan kebutuhan oksigen ventrikel kanan meningkat yang selanjutnya menimbulkan iskemia dan kardiogenik shok. Siklus ini dapat menimbulkan infark ventrikel kanan, kollaps sirkulasi dan kematian. (Goldhaber, 2005) Secara garis besar emboli paru akan memberikan efek patofisiologi berikut : 1. Peningkatan resistensi vaskuler paru yang disebabkan obstruksi, neurohumoral, atau baroreseptor arteri pulmonalis atau peningkatan tekanan arteri pulmonalis 2. Pertukaran gas terganggu dikarenakan peningkatan ruang mati alveolar dari dampak obstruksi vaskuler dan hipoksemia karena hipoventilasi alveolar, rendahnya unit ventilasi-perfusi dan shunt dari kanan ke kiri dan juga gangguan transfer karbonmonoksida 3. Hiperventilasi alveolar dikarenakan stimulasi refleks oleh iritasi reseptor 4. Peningkatan resistensi jalan nafas oleh karena bronkokonstriksi 5. Berkurangnya compliance paru disebabkan oleh edema paru, perdarahan paru dan hilangnya surfaktan (Nafiah, 2007)

Tabel Perubahan Patofisiologi pada Emboli Paru (McPhee dan William, 2010) Fisiologi Dasar Perubahan Hemodinamika Efek Tromboembolus Peningkatan paru resistensi Mekanisme

vascular Obstruksi pembuluh darah Vasokonstriksi oleh serotonin, tromboksan A2 Gangguan Pertukaran Peningkatan ruang mati alveolus Obstruksi vascular Gas Peningkatan perfusi ke unit-unit paru dengan rasio V/Q yang tinggi Hipoksemia Peningkatan perfusi ke unit-unit paru dengan rasio V/Q yang rendah Pirau kanan-ke-kiri Penurunan curah jantung disertai penurunan PO2 vena campuran Kontrol Ventilasi Hiperventilasi Stimulasi reflex reseptor iritan Kerja Napas Peningkatan resistensi saluran Bronkokonstriksi refleks udara Berkurangnya surfaktan disertai Penurunan daya compliance paru edema paru dan perdarahan 2. Trombosis Arteri Pada fase paling awal, plak ateroma dapat berupa sedikit benjolan lemak pada lapisan intima pembuluh darah , misalnya aort. Perkembangan selanjutnya,plak akan membesar dan menonjol kedalam lumen, yang akan menyebabkan turbulensi aliran darah. Turbulensi ini sering menyebabkan hilangnya sel intima, sehingga permukaan plak yang telanjang tanpa epitel itu bersentuhan langsung dengan sel-sel darahtermasuk trombosit. Disamping itu turbulensi sendiri merupakan predisposisi untuk terjadinya penimbunan fibrin dan penggumpalan fibrin. Proses ini, sekali dimulai, mungkin

berkelanjutan dengan sendirinya, sepanjang faktor pertumbuhan trombosit, yang terletak didalam granula alfa, akan menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel otot polos arteri, yang merupakan bagian atau bahan penting plak ateromatosa. Pada kondisi normal aliran darah dalam pembuluh darah adalah berlapis. Sel mengalir cepat pada lapisan tengah dan plasma mengalir dekat di sepanjang dinding pembuluh darah. Oleh karena itu, turbulensi yang paling besar ditemukan pada aliran di bagian bawah sesudah aliran darah melewati trombus arteri. (Underwood, 1999)

Trombus arteri menyebabkan hilangnya denyutan pada sebelah distal trombus serta berkurangnya pasokan darah, sehingga menyebabkan timbulnya tanda-tanda berupa daerah distal menjadi dingin, pucat, rasa sakit dan diikuti kematian jaringan, yang berakhir sebagai gangren. (Underwood, 1999)

3. Trombosis Vena Kebanyakan trombus vena bermula pada katub vena. Secara alamiah katub akan menimbulkan turbulensi karena katub tersebut menonjol ke dalam lumen vena dan mungin pula terjadi kerusakan akibat trauma, stasis, dan sumbatan. Trombus dapat juga terbentuk pada vena orang muda, individu yang aktif tanpa adanya faktor predisposisi ditemukan. Selam aaliran darah yang normal di dalam pembuluh darah adalah laminar, sebagian besar sel darah akan tetap berada jauh dari dinding yang sakit atau dari katub yang vena yang rusak. Apabila terjadi penurunan tekanan darah selama pembedahan atau pada waktu terjadinya infark miokard, aliran darah vena akan lebih lambat dan trombosis dapat terjadi. (Underwood, 1999) Trombosis vena biasanya dimulai di vena betis yang kemudian meluas sampai vena proksimal. Trombus biasanya dibentuk pada daerah aliran darah yang lambat atau yang terganggu. Sering dimulai sebagai deposit kecil pada sinus vena besar di betis pada puncak kantong vena baik di vena dalam betis maupun di paha atau pada vena yang langsung trauma. Pembentukan, perluasan dan pelarutan trombus vena dan emboli mencerminkan suatu keseimbangan antara yang menstimulasi trombosis dan yang mencegah trombosis. (Rizal, 2012) Deep vein thrombosis (DVT) merupakan keadaan darurat yang harus secepat mungkin didiagnosis dan terapi. Hal ini karena sering menyebabkan terlepasnya

thrombus ke paru dan jantung yang berujung kematian. DVT adalah suatu kondisi dimana trombus terbentuk pada vena dalam terutama di tungkai bawah dan inguinal. Bekuan darah dapat menghambat darah dari tungkai bawah ke jantung, yang fatal jika sumbatan di pembuluh darah paru atau jantung. (Rizal, 2012) Pada trombosis vena, sebanyak 95% terjadi pada vena tungkai bawah. Daerah yang terkena menjadi lunak, bengkak dan merah, sepanjang pembuluh arteri tetap dapat membawa darah ke daerah yang sakit, tetapi pembuluh vena tidak mampu membuangnya. Perabaan lunak terjadi karena iskemia pada dinding vena, disamping itu ditemukan juga nyeri iskemik akibat sirkulasi yang menjadi buruk. (Underwood, 1999)

Corwin, Elizabeth J, 2009, Buku Saku Patofisiologi, EGC, Jakarta. Goldhaber, SZ., 2005, Pulmonary embolism. Dalam: Zipes, Libby, Bonow, Braunwald, penyunting. Braunwalds heart disease, a textbook of cardiovascular medicine. Edisi ke7. Elsevier saunders, Philadelphia. Karmila, Nina, 2010., Pengaruh Pemberian Warfarin Selama 7 Hari Terhadap Status Hiperkoagulasi Penderita Ulkus Kaki Diabetik, TESIS, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Sumatera Utara. Makin, A, and Silverman SH, 2002, Peripheral Vascular Disease and Virchows Triad for Thrombogenesis, Q J Med ; 95: 199-210. McPhee, Stephen J. dan William F. Ganong, 2010 , Patofisiologi Penyakit: Pengantar Menuju Kedokteran Klinis, EGC, Jakarta.

Rizal, Anugrah Danang Ifnu, 2012, Pengaruh Pemberian Heparin Intravena Sebagai Profilaksis Deep Vein Thrombosis Terhadap Kadar Fibrinogen, Karya Tulis Ilmiah, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang. Setiabudy, RD., 2007, Patofisiologi Trombosis. Dalam : Rahajuningsih D Setiabudy (editor). Hemostasis dan Trombosis, Edisi ketiga, Balai Penerbit FKUI, Jakarta. Underwood, J.C.E, 1999, Patologi Umum dan Sistematik, Edisi II, EGC, Jakarta.

Vous aimerez peut-être aussi