Vous êtes sur la page 1sur 28

BAB II TINJAUAN PUSAKA

A. Posisi Tidur 1. Pengertian Posisi berbaring atau posisi tidur adalah cara berbaring pasien dengan berbagai posisi tertentu di tempat tidur, meja pemeriksaan atau meja operasi untuk maksud tertentu, misalnya memberikan rasa nyaman dn membantu memudahkan tindakan perawatan, tindakan pemeriksaan dan pengobatan (Bandiyah,2009). Pada pasien dengan gagal jantung perlu sekali beristirahat baik secara fisik maupun emosional. Istirahat akan mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadanagan jantung, dan menurunkan teknan darah. Lamanya berbaring juga merangsang diuresi karena berbaring akan memperbaiki perfusi ginjal. Istirahat juga mengurangi kerja otot pernapasan dan penggunaan oksigen. Frekuensi jantung menurun, yang akan memperpanjang periode diastole pemulihan sehingga memperbaiki efisiensi kontraksi jantung (Smletzer,2002). Dalam Hudak & Gallo (1997) mengatakan bahwa penelitian tirah baring lama telah menunjukkan bahwa dalam 48 sampai 72 jam inaktivitas terdapat penurunan volume plasma 300ml atau lebih.

2. Macam-macam Posisi Tidur untuk Pasien Gagal Jantung Pada pasien gagal jantung, untuk meningkatkan pengembangan paru dan menurunkan cardiac output maka perlu di berikan posisi, antara lain : a. Posisi Fowler Menurut Perry (2005) posisi fowler tersokong meningkatkan curah jantung dan ventilasi serta mempermudh eliminasi fekal dan berkemih. Dalam posisi ini tempat tidur klien ditinggikan 45-60 derajat, dan lutut klien agak diangkat sehingga tidak ada hambatan sirkulasi pada ekstremitas bawah. Posisi penyokong atau fowler, bagian kepala tempat tidur ditinggikan 450 sampai 600 dan lutut klien sedikit ditinggikan tanpa tekanan untukmembatasi sirkulasi di tungkai bawah. Sudut ketinggian kepala dan lutut serta lamanya klien berada pada posisi Fowler dipengaruhi oleh penyakit dan kondisi klien secara keseluruhan. Penyokong harus menjadikan pinggul maupun lutut fleksi, dan tepatnya kesejajaran garis vertebra servikal, torakal, dan lumbal yang normal. Berikut ini masalah umum yang terjadi pada klien dengan posisi fowler (Potter,2006) : 1) Meningkatnya fleksi servikal karena bantal di kepala terlalu tebal dan kepala terdorong ke depan. 2) Ekstensi lutut memungkinkan klien meluncur ke bagian kaki tempat tidur. 3) Tekanan lutut bagian posterior, menurunkan sirkulasi ke kaki.

4) Rotasi luar pada pinggul. 5) Lengan menggantung di sisi klien tanpa disokong. 6) Kaki yang tidak tersokong. 7) Titik penekanan di sakrum maupun di tumit yang tidak terlindungi. b. Posisi Semifowler Posisi semifowler merupakan posisi tempat tidur dimana kepala dan dada dinaikkan setinggi 15-45 derajat. Posisi semifowler juga bertujuan untuk mempertahankan kenyamanan, memfasilitasi pernafasan, dan untuk pasien pasca bedah (Potter dan Perry, 2006). B. Tanda-tanda Vital Pengukuran suhu, nadi, tekanan darah, frekuensi pernapasan dan saturasi oksigen adalah indikator dari status kesehatan yang menandakan keefektifan sirkulasi, respirasi, fungsi neural dan endokrin tubuh. Karena sangat penting maka disebut tanda-tanda vital. Tanda vital merupakan cara yang cepat dan efisien untuk memantau kondisi klien atau mengidentifikasi masalah dan mengevaluasi respon klien terhadap intervensi (Potter,2005) Batas normal tanda-tnda vital untuk dewasa menurut (Potter,2005). a. Batas suhu : 360 sampai 380 1) Oral rata-rata : 370 C 2) Rektal rata-rata : 37,50 C 3) Aksila rata-rata : 36,50 C b. Nadi : 60 100 denyut/menit c. Pernapasan : 12 20 kali/menit

d. Tekanan darah rata-rata 120/80 mmHg 1) Hipertensi : sistolik diatas 140 mmHg dan diastolik diatas 90 mmHg 2) Hipotensi : sistolik di bawah 90 mmHg dengan tanda-tanda pusing dan peningkatan nadi 3) Hipotensi ortostatik : tekanan darah sistolik turun dari sistolik 25 mmHg dan diastolik 10 mmHg disertai dengan tanda dan gejala perfusi serebral yang tidak adekuat ketika berubah posisi dari berbaring ke uduk atau berdiri. Pengukuran tanda-tanda vital dilakukan ketika (Potter,2005) : a. Klien masuk ke fasilitas perawatan kesehatan. b. Di Rumah Sakit atau fasilitas perawatan pada jadwal rutin sesuai program dokter atau standar praktek institusi. c. Sebelum dan setelah prosedur bedah. d. Sebelum dan sesudah prosedur diagnostik invasif. e. Sebelum dan setelah pemberian medikasi yang mempengaruhi kardiovaskular, pernapasan, dan fungsi kontrol suhu. f. Ketika kondisi fisik umum klien berubah (seperti kehilangan kesadaran atau peningkatan intensitas nyeri). g. Sebelum dan setelah intervensi keperawatan yang mempengaruhi tanda-tanda vital (misal sebelum ambulasi klien yang sebelumnya tirah baring atau sebelum klien melakukan latihan rentan gerak).

h. Klien melaporkan gejala non-spesifik distres fisik (misal perasaan aneh atau beda) 1. Pengukuran Suhu a. Pengertian Suhu tubuh adalah perbedaan antara jumlah panas yang di produksi oleh proses tubuh dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar (Potter,2005). Normalnya, suhu tubuh orang berfluktuasi dalam rentan yang relatif sempit. Di bawah kontrol hipotalamus, suhu tubuh inti berada tidak lebih dari 10 C dan rata-rata suhu tubuh normal (35,6 37,60 C). Perubahan dapat diakibatkan oleh penyakit, infeksi, pajanan yang lama terhadap panas atau dingin, latihan atau gangguan hormon. Tubuh beradaptasi terhadap perubahan suhu dengan menyimpan atau melepas panas. b. Tempat Pengukuran Suhu Berdasar tempatnya, pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan rektum, membran timpani, esofagus, arteri pulmoner, kadung kemih untuk pengukuran suhu inti dan pada kulit, aksila, oral untuk pengukuran suhu permukaan. Meskipun dalam kondisi ekstrem dan aktivitas fisik, mekanisme kontrol suhu manusia tetap menjaga suhu inti atau suhu jaringan relatif konstan. Sedangkan fluktuasi suhu permukaan bergantung pada aliran darah ke kulit dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar, suhu yang dapat diterima berkisar 360 C sampai 380 C.

c. Faktor-faktor (Potter,2005): 1) Usia

yang

mempengaruhi

suhu

tubuh

antara

lain

Suhu tubuh bayi dapat berespon secara drastis terhadap perubahan lingkungan. Regulasi suhu tidak stabil sampai anak-anak mencapai pubertas. Rentang suhu normal turun secara berangsur sampai seseorang mendekati masa lansia. Lansia sensitif terhadap suhu yang ekstrim karena kemunduran mekanisme kotrol, terutama pad kontrol vasomotor, penurunan jumlah jaringan subkutan,

penurunan aktivitas kelenjar keringat dan penurunan metabolisme. 2) Olahraga Aktivitas otot memerlukan peningkatan suplai darah dan pemecahan karbohidrat dan lemak. Hal ini menyebabkan peningatan metabolisme dan produksi panas. 3) Kadar hormon Variasi hormon selama siklus menstruasi menyebbkan fluktuasi suhu tubuh. Kadar progresteron randah, suhu tubuh beberapa derajat di bawah kadar batas sampai masa ovulasi. Selama ovulasi, jumlah progresteron yang lebih besar memasuki sistem sirkulasi dan meningkatkan suhu tubuh sampai kadar batas atau lebih tinggi. Variasi suhu tubuh ini dapat digunakan untuk

memperkirakan masa paling subur pada wanita untuk hamil. Wanita yang sudah menopause dapat mengalami periode panas

tubuh dan berkeringat banyak. Hal tersebut karena kontrol vasomotor yang tidak stabil dalam melakukan vasodilatasi dan vasokonstriksi. 4) Stres Stres fisik dan emosi meningkatkan suhu tubuh melalui stimulasi hormon dan persarafan 5) Lingkungan Jika suhu tubuh dikaji dalam ruangan yang sangat hangat, klien mungkin tidak mampu meregulasi suhu tubuh melalui mekanisme pengeluaran panas dan suhu tubuh akan naik. Jika klien berada di lingkungan luar tanpa baju hangat, suhu tubuh mungkin rendah karena penyebaran yang efektif dan pengeluaran panas yang konduktif. 2. Pengukuran Nadi a. Pengertian Nadi adalah aliran darah yang menonjol dan dapat diraba di berbagai tempat pada tubuh. Nadi merupakan indikator status sirkulasi. Sirkulasi merupakan alat melalui apa sel menerima nutrien dan membuang sampah yang dihasilkan dari metabolisme. Penyebab nadi menjadi lambat, cepat atau tidak reguler secara normal dapat mengubah curah jantung. Curah jantung dapat dihitung dengan rumus : Curah Jantung = Frekuensi nadi x Volume sekuncup. (Potter,2005).

b. Tempat Pengukuran Nadi Tabel 2.1 Tempat pengukuran Nadi pada tubuh Tempat Letak Kriteria Pengkajian Temporal Di atas tulang tengkorak, di Bagian yang mudah di capai atas dan lateral terhadap mata. digunakan untuk mengkaji nadi pada anak-anak. Karotid Sepanjang tepi medial otot Bagian yang mudah di capai sternokleidomastoid di leher. digunakan pada saat syok psikologis atau henti jantung saat bagian lain tidak dapat diraba. Apikal Rongga interkosta keempat Bagian ini digunakan untuk sampai kelima pada garis mengauskultasi nadi apikal. midklavikula kiri. Brakial Alur di antara otot bisep dan Bagian ini digunakan untuk trisep pada fosa antekubital. mengauskultasi tekanan darah. Bagian ini digunakan untuk mengkaji status sirkulasi ke lengan bawah. Radial Radial atau di sisi ibu jari dan Bagian yang biasa digunakan jari telunjuk pada pergelangan untuk mengkaji karakter nadi tangan. perifer dan mengkaji status sirkulasi ke tangan. Ulnar Bagian ulnar dari pergelangan Bagian ini digunakan untuk tangan. mengkaji status sirkulasi ke tangan. Femoral Di bawah ligamen inguinal, di Bagian ini digunakan untuk tengah antara simfisis fubis mengkaji status nadi pada dan spina iliaka anterior saat syok psikologis atau superior. henti jantung saat nadi lain tidak dapat diraba dan digunakan untuk mengkaji status sirkulasi ke tungkai. Poplitea Dibelakang tumit pada fosa Bagian ini digunakan untuk popliteal. mengkaji status sirkulasi ke tungkai bagian bawah. Tibia Bagian dalam pergelangan Bagian ini digunakan untuk posterior kaki di bawah maleolus mengkaji status sirkulasi ke medial. kaki. Pedis dorsal Sepanjang bagian atas kaki, di Bagian ini digunakan untuk antara tendon ekstensi dari mengkaji status sirkulasi ke jari kaki pertama dan besar. kaki.

Karakter nadi klien memberikan data yang dapat dinilai tentang integritas sistem kardiovaskularnya. Sebelum mengkaji nadi klien, perawat berusaha untuk mengontrol 4 faktor yaitu latihan, ansietas, nyeri dan perubahan postur yang dapat menyebabkan peningkatan nadi atau penurunan frekuensi jantung. Perawat juga harus mampu mengantisipasi obat tertentu atau proses penyakit yang memengaruhi frekuensi jantung klien. Tabel 2.2 Frekuensi Jantung Normal Frekuensi Jantung (denyut/mnt) 120-160/mnt 90-140/mnt 80-110/mnt 75-100/mnt 60-90/mnt 60-100/mnt

Usia Bayi Todler Prasekolah Usia sekolah Remaja Dewasa

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan nadi Tabel 2.3 Faktor yang Mempengaruhi Frekuensi Nadi Faktor Meningkatkan Frekuensi Menurunkan Frekuensi Nadi Nadi Latihan Latihan fisik jangka pendek Atlet yang dilatih dalam Fisik jangka waktu yang lama akan memiliki frekuensi jantung istirahat yang rendah Suhu Demam dan panas Hipotermia Emosi Nyeri akut dan ansietas Nyeri berat yang tidak hilang meningkat stimulasi meningkatkan stimulasi simpatik, mempengruhi parasimpatik, mempengaruhi frekuensi jantung. frekuensi jantung; relaksasi Obat-obatan Obat-obatan kronotropik Obat-obatan kronotropik pasif seperti epinefrin negatif seperti digtalis Hemoragi Kehilangan darh meningkatkan stimulasi simpatik Perubahan Berdiri atau duduk Berbaring postur Gangguan Penyakit mengkibatkan paru oksigenasi buruk

3. Pengukuran Pernapasan a. Pengertian Pernapasan adalah mekanisme tubuh menggunakan pertukaran udara antara atmosfir dengan darah serta darah dengan sel. Pernapasan termasuk ventilasi (pergerakan udara masuk dan keluar dari paru), difusi (pergerakan oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan sel darah merah), dan perfusi (distribusi sel darah merah ke dan dari kapiler paru). Frekuensi, kedalaman dan irama gerakan ventilitas menandakan kualitas dan efisiensi ventilasi. Tes diagnostik yang mengukur O2 dan CO2 dalam darah arteri memberikan informasi yang berguna tentang difusi maupun perfusi (Potter,2005). Tabel 2.4 Frekuensi Pernapasan Rata-Rata Normal Usia Frekuensi Jantung (denyut/mnt) Bayi 35-40/mnt Todler 30-50/mnt Prasekolah 25-32/mnt Usia sekolah 20-30/mnt Remaja 16-19/mnt Dewasa 12-20/mnt b. Faktor faktor yang mempengarui karakter pernapasan antara lain (Potter,2005) : 1) Olahraga Olahraga meningkatkan frekuensi dan kedalaman untuk

memenuhi kebutuhan tubuh untuk menambah oksigen.

2) Nyeri akut Nyeri akut meningkatkan frekuensi dan kedalaman sebagai akibat dari stimulasi simpatik. Nyeri pada area dada atau abdomen dapat menghambat atau membebeat pergerakan dinding dada sehingga napas akan menjadi dangkal. 3) Ansietas Ansietas meningkatkan frekuensi dan kedalaman sebagai akibat stimulasi simpatik. 4) Merokok Merokok kronik mengubah jalan arus udara paru, mengakibatkan peningkatan rekuensi pernapasan. 5) Anemia Penurunan kadar hemoglobin menurunkan jumlah pembawa O2 dalam darah. Individu akan bernapas dengan lebih cepat untuk meningkatkan penghantaran O2. 6) Posisi tubuh Postur tubuh yang lurus dan tegak, meningkatkan ekspansi penuh paru. Posisi yang bungkuk dan telungkup mengganggu

pergerakan ventilasi. 7) Medikasi Analgesik narkotik dan sedatif menekan frekuensi dan kedalaman napas. Amfetamin dan kokain dapat meningkatkan frekuensi dan kedalaman napas.

8) Cedera batang otak Cedera pada batang otak mengganggu pusat pernapasan da menghambat frekuensi dan irama pernapasan. 4. Pengukuran Tekanan Darah a. Pengertian Tekanan darah merupakan kekuatan lateral pada dinding arteri oleh darah yang didorong dengan tekanan dari jantung. Tekanan sistemik atau arteri darah adalah indikator yang baik tentang kesehatan kardiovaskuler. Kontraksi jantung mendorong darah dengan tekanan tinggi ke aorta. Puncak dari tekanan maksimum saat ejeksi terjadi adalah tekanan sistolik. Pada saat ventrikel rileks, darah yang tetap dalam arteri menimbulkan tekanan diastolik atau minimum. Tekanan diastolik adalah tekanan minimal yang mendesak dinding srteri setiap waktu. Unit standar untuk mengukur tekanan darah adalah milimeter air raksa (mmHg). Perbedaan tekanan sistolik dan diastolik adalah tekanan nadi. Untuk tekanan darah 120/80, tekanan nadi adalah 40 (Potter,2005). Tekanan darah menggambarkan interelasi dari curah jantung, tahanan vaskuler perifer, volume darah, viskositas darah dan elastisitas arteri. Curah jantung seseorang adalah volume darah yang dipompa jantung (volume darah) selama 1 menit (frekuensi jantung)

(Potter,2005). Curah jantung = Frekuensi jantung x Volume sekuncup

Tekanan darah = Curah jantng x Tahanan vaskular perifer Jika curah jantung meningkat, darah yang dipompakan terhadap dinding arteri lebih banyak, menyebabkan teknan darah naik. Curah jantung dapat meningkat sebagai akibat dari peningkatan frekuensi jantung, kontraktilitas yang lebih besar dari otot jantung atau peningkatan volume darah (Potter,2005). b. Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah : 1) Usia Tingkat tekanan darah anak-anak atau remaja dikaji dengan memperhitungkan ukuran tubuh dan usia. Anak-anak yang lebih besar tekanan darhnya lebih tinggi daripada anak-anak yang lebih kecil dari usia yang sama. Selama masa remaja tekanan darah bervariasi sesuai dengan ukuran tubuh. Tekanan darah dewasa cenderung meningkat seiring dengan pertambahan usia. Lansia tekanan sistoliknya meningkat sehubungan dengan penurunan elastisitas pembuluh. 2) Stres Ansietas, takut, nyeri dan stres emosi mengakibatkan stimulasi simpatik, yang meningkatkan frekuensi darah, curah jantung dan tahanan vaskuler perifer. Efek stimulasi simpatik meningkatkan tekanan darah.

3) RAS Frekuensi hipertensi pada orang Afrika Amerika lebih tinggi daripada orang Eropa Amerika. Kecenderungan populasi ini terhadap hipertensi diyakini berhubungan dengan genetik dan lingkungan. 4) Medikasi Golongan medikasi yang mempengaruhi tekanan darah adalah analgetik narkotik yang dapat menurunkan tekanan darah. 5) Variasi Diurnal Tingkat tekanan darah berubah-ubah sepanjang hari. Tekanan darah biasanya rendah pada pagi-pagi sekali, secara berangsur-angsur naik pagi menjelang siang dan sore, dan puncaknya pada senja hari atau malam. 6) Jenis kelamin Setelah pubertas, pria cenderung memiliki bacaan tekanan darah yang lebih tinggi. Setelah menopause, wanita cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi daripada pria usia tersebut. Tabel 2.5 Tekanan Darah Normal Rata-rata Usia Tekanan Darah (mmHg) Bayi baru lahir (300 g) 40 (rerata) 1 bulan 85/54 1 tahun 95/65 6 tahun 105/65 10-13 tahun 110/65 14-17 tahun 120/75 Dewasa tengah 120/80 Lansia 140/90

C. Gagal jantung 1. Pengertian Gagal jantung terjadi sewaktu jantung tidak mampu memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrien tubuh. Gagal jantung disebabkan akibat disfungsi diastolik atau sistolik (Corwin, 2009). Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan (Price, 2005). Menurut Muttaqin (2009) gagal jantung adalah suatu kedaan ketika jantung tidak mampu mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh, meskipun tekanan pengisian vena normal. Definisi-definisi lain menyatakan bahwa gagal jantung bukanlah suatu penyakit yang terbatas pada satu sistem organ, melainkan suatu sindrom klinis akibat kelainan jantung yang ditandai dengan suatu bentuk respons hemodinamik, renal, neural dan hormonal, serta suatu keadaan patologis dimana kelainan fungsi jantung menyebabkan kegagalan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan, atau hanya dapat memenuhi dengan meningkatkan tekanan pengisian. Beberapa istilah untuk gagal jantung antara lain : - Gagal jantung kiri : terdapat bendungan paru, hipotensi, dan vasokonstriksi perifer dengan penurunan perfusi jaringan. - Gagal jantung kanan : ditandai dengan adanya edema perifer, asites, dan peningkatan tekanan vena jugularis. - Gagal jantung kongestif : adanya gabungan kedua gambaran tersebut.

2. Kalsifikasi Gagal jantung biasanya digolongkan menurut derajat atau bertnya gejala seperti klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA). Gagal jantung ringan, sedang dan berat ditentukan berdasarkan beratnya gejala, khususnya sesak napas (dispnea). Meskipun klasifikasi ini berguna untuk menentukan tingkat ketidakmampuan fisik dan beratnya gejala, namun pembagian tersebut tidak dapat digunakan untuk keperluan lain. Tabel 2.6 Klasifikasi gagal Jantung Menurut NYHA KELAS DEFINISI ISTILAH I Klien dengan kelainan jantung tetapi Disfungsi ventrikel kiri tanpa pembatasan aktivitas fisik. yang asimtomatik II Klien dengan kelainan jantung yang Gagal jantung ringan menyebebkan sedikit pembatasan aktivitas fisik. III Klien dengan kelainan jantung yang Gagal jantung sedang menyebabkan banyak pembatasan aktivitas fisik. IV Klien dengan kelainan jantung yang Gagal jantung berat segala bentuk aktivitas fisiknya akan menyebabkan keluhan. (Sumber : stephen G. Ball et al.,1996) Menurut Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (1996), Jenis-jenis gagal jantung dapat di bedakan menjadi : a. Gagal jantung right-side dan left-side Penjabaran backward failure adalah adanya cairan bendungan di belakang ventrikel yang gagal merupakan pertanda gagal jantung pada sisi mana yang terkena. Adanya kongesti pulmonal pada infark ventrikel kiri, hipertensi dan kelainan-kelainan pada katup aorta serta mitral menunjukkan gagal jantung kiri (left heart failure).

Apabila keadaan ini berlangsung cukup lama, cairan yang terbendung akan berakumulasi secara sistemik : di kaki, asites, hepatomegali, efusi pleura dan menjadikan gambaran klinisnya sebagai gagal jantung kanan (right heart failure). b. Gagal jantung low-output dan high-output Gagal jantung golongan ini menunjukkan bagaimana keadaan curah jantung (tinggi atau rendahnya) sebagai penyebab terjadinya manifestasi klinis gagal jantung. Curah jantung yang rendah pada penyakit jantung apapun (bawaan, hipertensi, katup, koroner, kardiomiopati) dapat menimbulkan lowoutput. Edangkan jantung yang tinggi misalnya pada tirotoksikosis, beriberi, Pagets anemia, dan fistula arteri vena, gagal jantung yang terjadi dinamakan high-output failure. c. Gagal jantung akut dan menahun Manifestasi klinis gagal jantung di sini hanya menunjukkan saat atau lamanya gagal jantung terjadi atau berlangsung. Apabila terjadi mendadak, misalnya pada infark jantung akut yang luas, dinamakan gagal jantung akut. Sedangkan pada penyakit-penyakit jantung katup, kardiomiopati atau gagal jantung akibat infark jantung lama, terjadinya gagal jantung secara perlahan atau karena gagal jantungnya bertahan lama dengan pengobatan yang diberikan, dinamakan gagal jantung menahun.

d. Gagal jantung sistolik dan diastolik Secara implisit definisi gagal jantung adalah apabila gagal jantung yang terjadi sebagai akibat abnormalitas fungsi sistolik, yaitu ketidak mampuan mengeluarkan darah dari ventrikel, dinamakan sebagai gagal jantung sistolik. Jenis gagal jantung ini adalah yang paling klasik dan paling di kenal sehari-hari, penyebabnya adalah gangguan kemampuan inotropik miokard. Sedangkan apabila abnormalitas kerja jantung pada fase diastolik, yaitu kemampuan pengisian darah pada ventrikel (terutama ventrikel kiri), misalnya pada iskemia jantung yang mendadak, hipertrofi konsentrik ventrikel kiri dan kardiomiopati restriktif, gagal jantung yang terjadi dinamakan gagal jantung diastolik. Pertanda yang paling nyata pada gagal jantung di sini adalah : fungsi sistolik ventrikel biasanya normal. 3. Etiologi Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir, atau menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi aorta, cacat septum ventrikel, dan beban akhir meningkat pada keadaan di mana terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan kardiomiopati. Selain dari ketiga mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung,

ada faktor-faktor fisiologis lain yang dapat pula mengakibatkan jantung gagal bekerja sebagai pompa. Faktor-faktor yang dpat memicu perkembangan gagal jantung melalui penekanan sirkulasi yang mendadak dapat berupa : a. Aritmia b. Infeksi sistemik dan infeksi paru-paru c. Emboli paru Tabel 2.7 sebab-sebab gagal jantung Kelainan Mekanis Kelainan Miokardial Ggngguan Irama Jantung 1. Peningkatan beban Primer 1. Henti jantung tekanan 2. Ventrikular Kardiomiopati fibrilasi Dari sentral (stenosis Gangguan 3. Takikardi atau aorta) neuromuskular bradikardia yang miokarditis Dari pheriperal ekstrim (hipertensi sistemik) Keracunan (alkohol, 4. Asinkronik listrik 2. Peningkatan beban kobalt, dll) dan gangguan volume Sekunder konduksi. Regurgitasi katup- Iskemia (penyakit pirau jantung koroner) Meningkatnya beban Gngguan metabolik awal Inflamasi 3. Obstruksi terhadap Penyakit infiltratif pengisian ventrikel (restrictive Stenosis mitral atau cardiomiopati) trikuspid Penyakit sistemik 4. Tamponade perikardium Penyakit paru 5. Restriksi endokardium obstruktif kronis dan miokardium Obat-obatan yang 6. Aneurisma ventrikular mendepresi mikard 7. Dis-sinergi ventrikel (Sumber : Sylvia A.Price dan Lorraine M. Wlson, 1995) 4. Patofisiologi Hipotesis backward failure pertama kali diajukan oleh Jmes Hope pada tahun 1832 : apabila ventrikel gagal untuk memompakan darah, maka

darah akan terbendung belakangnya akan naik.

dan tekanan di atrium serta vena-vena di

Hipotesis forward failure diajukan oleh Mackenzie, 80 tahun setelah hupotesis backward failure. Menruti teori ini manifestasi gagal jantung timbul akibat berkurangnya aliran darah (cardiac output) ke sistem arterial, sehingga terjadi pengurangan perfusi pada organ-organ yang vital dengan segala akibatnya. Kedua hipotesis tersebut saling menjadi dasar patofisiologi gagal jantung. kalau ventrikel gagal mengosongkan darah maka menurut hipotesis backward failure : a. Isi dan tekanan (volume dan pressure) pada akhir fase diastolik (enddiastolic pressure) meninggi b. Isi dan tekanan akan meninggi pada atrium di belakang ventrikel yang gagal c. Atrium ini akan bekerja lebih keras d. Tekanan pada vena dan kapiler di belakang ventrikel yang gagal akan meninggi e. Terjadi transudasi pada jaringan interstitial (baik pulmonal maupun sistemik) Akibat berkurangnya curah jantung serta aliran darah pada jaringan/organ yang menyebabkan menurunnya perfusi yang akan mengakibatkan retensi garam dan cairan serta memperberat ekstravasasi

cairan yang sudah terjadi. Selanjutnya terjadi gejala-gejala gagal jantung kongestif sebagai akibat bendugan pada jaringan dan organ. Perubahan pada vaskulatur perifer sebagian terjadi akibat pegaruh sistem vasokonstriktor neurohormonal yang menyebaban perubahan pada tonus arteri dan vena, yang selanjutnya mempunyai efek pada kinerja jantung. aktivitas sistem neurohormonal ini berupa : peningkatan aktivitas renin plasma, nor-epinefrin plasma serta arginin vasopressin yang berefek buruk pada sistem kardiovaskuler. Patofisiologi gagal jantung lebih dapat dimengerti dengan

memperhatikan 2 komponen penting yang berperan : 1. Abnormalitas miokard primer yang menimbulkan disfungsi daya pompa jantung. 2. Gagal jantung kongestif akibat disfungsi jantung primer, sebagai respons dari bermacam-macam beban kerja yag berlebihan (overload). 3. Apabila overload ini disebabkan oleh hipertensi atau tekanan hipertrofi sel-sel otot jantung (miosit) yang berusaha untuk menormalkan beban pada sel otot tersebut. Hipertrofi yang terjadi sebenarnya merupakan suatu mekanisme adaptif yang disertai perubahan-perubahan biokimia (aktivitas aktin miosin ATPase berkurang, V12 isoenzim yang bekerja, elektrofisiologi dan kekuatan kontraksi yang berubah. Apabila hipertrofi dan fibrosis yng terjadi cukup luas, akan menyebabkan limitasi waktu disertai oleh takikardi,

pengisisn ventrikel akan lebih memnjang dan kekuatan kontraksi ventrikel menjadi berkurang. Proses ini dinamakan remodelling ventrikel. Remodelling ventrikel kiri yang disebabkan oleh disfungsi diastolik yang berat pada akhirnya akan menyebabkan turunnya ejection fraction ventrikel yang merupakan parameter adanya disfungsi sistolik. Patofisiologi gagal jantung yng terkait dengan upaya mengoptimalkan penatalaksanaan adalah pada mekanisme adaptif atau kompensasi serta akibatnnya pada vaskularisasi perifer. Pada awalnya terjadi perubahan fungsi endotel arteriol yang menyebabkan kemampuan berdilatasi sebagai respons terhadap kebutuhan metabolik menjadi berkurang. Pada sistem otot skeletal hal ini akan menurunkan kemampuan exercise. Yang terpenting adalah pengaruhnya pada gagal ginjal, karena menyebabkan aktivasi sistem RAA (renin-angiotensin-aldosteron) dengan meningginya sekresi aldosteron yang kemudian menyebabkan retensi natrium. Hal ini terjadi karena menurunnya curah jantung, aliran darah ginjal berkurang yang selanjutnya mengakibatkan jaringa ginjal juga berkurang. Sekresi renin yang segera terjadi, sedikitnya diketahui dan di kendalikan oleh 4 mekanisme : 1. Perubahan tegangan dinding arteriol aferen ginjal 2. Reseptor makula densa yang mendeteksi perubahan Na dan Cl yang mencapi tubulus distal 3. Efek umpan balik yang negatif dari angiotensin II yang meninggi pada plasma

4. sistem saraf pusat melalui N renalis, medulla adrenal dan kelenjar pituitari. Renin mengubah angiotensin (yang diproduksi di hati) menjadi angiotensin II yang merupakan vasokonstriktor yang kuat serta

menyebabkan meningginya retensi perifer. Selain itu angiotensin II juga menyebabkan vasokonstriksi arteri ginjal, serta merangsang kelenjar adrenal untuk mengekskresikan aldosteron yang menyebabkan meningkatnya reabsorbsi dan ekskresi. Meskipun ringan, angiotensin II juga mempuyai efek inotropik serta dapat meningkatkan sekresi norepineprin. Efek lain engiotensin II yang penting adalah secara langsung dapat memperberat hipertrofi yang sudah ada. 5. Manifestasi Klinis Menurut Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (1996) semua gejala dan tanda-tanda gagal jantung adalah akibat-akibat mekanisme : a. Curah jantung yang rendah b. Mekanisme kompesasi yang terjadi dengan segala prosesnya, seperti : sesak napas waktu bekerja dan takikardia, sampai adanya edema dan hepatomegali akibat terjadinya retensi Na+ dan cairan bendungan karena aldosteron yang meningkat. Sedangkan tanda-tanda yang ada pada jantung, merupakan kelainan primer yang menjadi sebab gagalnya jantung, misalnya terdapat tanda-tanda infark jantung atau stenosis aorta.

Tabel 2.8 Tanda dan Gejala Gagal Jantung Tanda dan Gejala Gagal Tanda dan Gejala Gagal Ventrikel Kiri Ventrikel Kanan 1. Curah jantung rendah 1. Kongesti vaskular pulmonal 2. Distensi vena jugularis 2. Dispnea 3. Edema dependen 3. Ortopnea 4. Disritmia 4. Dipsnea noktunal paroksismal (DNP) 5. S3 dan S4 ventrikel kanan 5. Batuk iritasi 6. Hiperesonan pada perkusi 6. Edema pulmonal akut 7. Imobilisasi diafragma rendah 7. Penurunan curah jantung 8. Penurunan bunyi napas 8. Gallop atrial S4 9. Peningkatan diameter dada 9. Gallop ventrikel S3 anteroposterior 10. Crackles paru 11. Disritmia 12. Bunyi napas mengi 13. Pulsus alternans 14. Peningkatan berat badan 15. Pernapasan Cheyne-Stokes 16. Bukti-bukti kardiografi tentang kongesti vaskular pulmonal Sumber : Smletser 1997 6. Pemeriksaan Diagnosis Menurut Muttaqin (2009) dan Corwin (2009), alat diagnosis dasar untuk gagal jantung, antara lain : a. Ekokardiograf dapat memperlihatkan dilatasi abnormal ruang jantung dan kelainan kontraktilitas b. Elektrokardiograf (EKG) dapat ditemukan kelainan berupa : 1) Left bundle branch block, kelainan ST/T menunjukkan disfungsi ventrikel kiri kronis. 2) Gelombang Q menunjukkan infark sebelumnya dan kelainan segmen ST, menunjukkan penyakit jantung iskemik. 3) Hipertrofi ventrikel kiri dan gelombang T terbalik menunjukkan stenosis aorta dan penyakit jantung hipertensi.

4) Aritmia : deviasi aksis ke kanan, right bundle branch block, dan hipertrofi ventrikel kanan menunjukkan adanya disfungsi ventrikel kanan. c. Foto sinar dada (X-ray) identifikasi adanya kongesti paru dan pembesaran ventrikel dapat mengindikasi gagal jantung d. Identifikasi pembesaran ventrikel dengan magnetik resonance imaging (MRI) atau ultrasonografi dapat mengidikasikan adanya gagal jantung e. Terdengar bunyi jantung ketiga f. Pengukuran tekanan diastolik akhir ventrikel dengan sebuah kateter yang dimasukkan ke dalam arteri pulmonalis (mencerminkan tekanan ventrikel kiri) atau ke dalam vena kava (mencerminkan tekanan ventrikel kanan) dapat mendiagnosis gagal jantung. Tekanan ventrikel kiri biasanya mencerminkan volume ventrikel kiri. g. Pengukuran BNP serum (dan sedikit meluas, ANP) memberi innformasi keparahan dan perkembangan penyakit. Kadar normal bervariasi sesuai usia (nilai dasar meningkat sesuai usia) dan jenis kelamin (menungkat ada wanita daripada pria), sehingga usia dan jenis kelamin harus dipertimbangkan saat mengevaluasi hasil pengukuran. 7. Penatalaksanaan Gagal Jantung Sasaran penatalaksanaan gagal jantung kongestif adalah untuk menurunkan kerja jantung, untuk meningkatkan curah jantung dan kontraktilitas miokard, dan untuk menurunkan retensi garam dan air (Smletzer, 1997). Penatalaksanaan gagal jantung antara lain :

a. Tirah baring Tirah baring bertujuan untuk mengistirahatkan pasien; dengan demikian, melalui inaktivitas kebutuhn pemompaan jantung diturunkan. b. Diuretik Pembatasan garam dan air serta diuretik, baik oral maupun parenteral, akan menurunkan preload dan kerja jantung. pemberian diuretik dapat menyebabkan perubahan bermakna pada elektrolit serum, khususnya kalium dan klorida. c. Morfin Manfaat pemberian morfin selain berguna dalam menagani edema pulmonal akut, morfin juga bermanfaat melalui efek vasodilatasi perifer, membentuk penampungan darah perifer yang menurunkan aliran balik vena dan kerja jantung. morfin juga menghilangkan ansietas pada pasien dispnea berat dan menenagkan pasien sehingga menurunkan mekanisme pompa pernapasan untuk meningkatkan aliran balik vena. Morfin juga menurunkan tekanan darah arteri dan tahanan, mengurangikerja jantung (penurunan afterload). d. Reduksi volume darah sirkulasi e. Terapi nitrat dan vasodilator f. Digitalis untuk meningkatkan kontraktilitas jantung g. Inotropik pasif mengakibatkan keluarnya katekolamin dari sisi

penyimpanan saraf, memperbaiki kontraktilitas dan mendilatasi ginajl, serebral dan pembuluh koroner.

D. Kerangka Teori Etiologi Gagal Jantung : 1. Kelainan mekanis 2. Irama Jantung 3. Kelainan Miokardial

Gagal Jantung

Tanda gejala : - sesak napas / dispnea - penurunan curah jantung - takikardi - edema - hepatomegali

Penatalaksanaan : - pemberian posisi tidur fowler - pemberian posisi tidur semifowler Pengukuran TTV : 1. Tekanan Darah 2. Nadi 3. Pernapasan 4. Suhu

Pemberian rasa nyaman, mengurangi ansietas, meningkatkan ekspansi paru

Gambar 1. Kerangka Teori (diadopsi dari Smeltzer (1997), Potter & Pery (2005), Muttaqin (2009))

Keterangan :

= diteliti = tidak diteliti

E. Kerangka Konsep

Pemeriksaan TTV : 1. Tekanan Darah 2. Nadi 3. Pernapasan 4. Suhu

Perubahan posisi fowler

Pemeriksaan TTV : 1. Tekanan Darah 2. Nadi 3. Pernapasan 4. Suhu

Pemeriksaan TTV : 1. Tekanan Darah 2. Nadi 3. Pernapasan 4. Suhu

Perubahan posisi semifowler

Pemeriksaan TTV : 1. Tekanan Darah 2. Nadi 3. Pernapasan 4. Suhu

Gambar 2. Kerangka Konsep

F. Hipotesis
Hipotesis kerja dalam penelitian ini adalah Ada pengaruh posisi tidur fowler dan semi fowler terhadap perubahan tanda-tanda vital pada pasien Gagal Jantung NYHA 4 di ruang ICVCU RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

Vous aimerez peut-être aussi