Vous êtes sur la page 1sur 39

Dr.

Faraz Umaya

Mengapa orang membeli? Mengapa orang membeli HP merek Nokia? Mengapa orang lebih bangga dengan Blackberry dibandingkan yang lain? Mengapa orang lebih suka berbelanja di Mall daripada pasar tradisional? Mengapa perusahaan lebih suka memakai tenaga kontrak daripada tetap? Mengapa orang kaya lebih suka membeli premium daripada pertamax?

Teori teori Psikologi menjelaskan perilaku manusia termasuk perilaku konsumen dengan beberapa faktor. Pertama, faktor internal (misal. : personality, motivation, attitude). Kedua, proses psikologi (misal: proses cognitive, affective). Ketiga, faktor eksternal (misal: stimuli, contex).

Personality Motivation Perception Learning Affective Attitude

Reference Groups and Family Influences Social Class The Infleunce of Culture Subculture Cross-culture

Pendekatan kajian Personality: 1. Heredity and early childhood experiences 2. Social and environmental influences Personality as inner psychological characters tics that both determine and reflect how a person responds to his/her environment. Personality bersifat: (1). Individual differen ces; (2). Consistent and enduring; (3). Can

change

. Personality is consistent and enduring.


Consumption behavior often varies.

Personality reflects Individual differences Contoh: Konsumen dengan karakter: high venturesomeness vs low venturesomeness

Personality can change. Peristiwa-peristiwa besar dalam hidup, dapat mengubah personality seseorang.

Freudian theory Personality: Id, Ego and Superego

Unconscious needs or drives are at the heart of human motivation of personality

Neo-Freudian theory

Social relationships are fundamental to the formation and development of personality.

Trait theory Consumer innovativeness; consumer materialism; consumer ethnocentrism.

Memahami motivasi dalam konteks konsumen adalah memahami mengapa konsumen melakukan sesuatu? Berbicara motivasi adalah mengkaji masalah kebutuhan yang belum terpuaskan (an unfulfilled needs) . Esensi dari konsep marketing modern adalah kebutuhan. Kesehatan perusahaan ditentukan dari kemampuannya dalam mengidentifikasi dan mengisi kebutuhan konsumen yang belum terpenuhi itu.

Jenis Kebutuhan (needs) konsumen bersifat innate (bawaan) dan acquired (hasil interaksi dengan lingkungan sosial budaya). Yang pertama disebut juga kebutuhan primer, yang kedua disebut kebutuhan sekunder, seperti self-estem, prestige, affection, and power. Motivasi positif vs negatif. Positif = needs, wants, and desires Negatif = fears and aversions Motif rasional vs emosional

We all tend to see the world in our own special ways. Perception is the process by which an individual selects, organizes, and interprets stimuli into a meaningful and coherent picture of the world. Sensation is the immediate and direct response of the sensory organs to simple stimuli. Stimuli dalam CB: advertisement, a package, a brand name.

Affective : feeling, emotion or mood Affective salah satu komponen pembangun Attitude (lainnya cognitive dan behavior) Sifat affective: (1). Reaktif ; (2). Kontrol langsung; (3). Berpengaruh ke fisik; (4). Dapat menanggapi berbagai jenis rangsangan; (5). Dapat dipelajari.

Attitude are not directly observable, but must be inferred from what people say or what they do. An Attitude is a learned predisposition to behave in a consistently favorable or un favorable way with respect to a given object. Attitudes are learned. Attitudes are relatively consistent with the behavior they reflect.

CONSUMER PSYCHOLOGY is the study of human responses to product and service related information and experiences. Many responses are important, including beliefs and judgments, emotions, purchase decisions, and consumption practices. A broad range of product and service related information is also important, such as advertisements, package labels, coupons, consumer magazines, and word-of-mouth communications from friends and relatives. The goals of consumer psychologists are to describe, predict, influence, and/or explain consumer responses.

Menurut Kotler (1991) perilaku konsumen dipengaruhi empat faktor yaitu: budaya, sosial, pribadi dan psikologis. Sementara untuk faktor psikologis sendiri terdiri dari: motivasi, persepsi, belajar, kepercayaan dan sikap.

Strategi Pemasaran

Lingkungan Sosial Budaya

INPUT

Need Recognition Prepurchase Search Evaluation

Faktor Psikologi

PROCESS

Experience

OUTPUT
Purchase

Evaluation Postpurchase

Input: Pengaruh Eksternal Marketing inputs & Sociocaltural inputs Process: Need Recognition: a consumer is faced with a Problem Pre-Purchase Search: Search & evaluation of Information (from memory or environment) Evaluation of Alternative: Selection Output: Purchase and Evaluation

Perilaku konsumen = Decision making. Kondisi ketidakpastian = Uncertainty Perspektif ekonomi : Expected Utility Theory Dalam mengambil keputusan konsumen akan memilih produk yang dapat memberikan expected utility yang tertinggi.(von Neumann & Morgenstern ,1944). Perspektif Ekonomi: Perpect Competition Konsumen = as making rational decision Konsumen diasumsikan: (1). Menyadari adanya semua alternatif produk yang tersedia; (2). Berkemampuan membuat ranking secara benar pada setia alternatif, keuntungan maupun kerugiannya; (3). Mampu mengidentifikasi satu pilihan yang terbaik dari sekian alternatif yang ada.

Perspektif Kognitif: as a thinking problem

solver

Konsumen = seek and evaluate information Konsumen = as information processors

Information process leads to the formation of preferences to purchase intentions Consumer is unlikely to even attempt to obtain all available information Counsumers often develop shortcut decision rules (heuristic).

Perspektif Emosional: emotional decisions are not rational. Konsumen dipengaruhi = Joy, fear, love, hope,

sexuality, fantacy Consumers buy designer label clothing, not because they look any better in them. But because status label make them feel better. This is not rational decision. Mood = Kapan konsumen berbelanja, dimana
dan bagaimana? Apakah sendiri atau bersamasama

Mood. Emotion. and feeling?

Expected Utility Theory (EUT): 1. Rasionalitas tak terbatas (vs bounded rationality) 2. Bertindak murni pribadi (vs bounded self-interes) 3. Memiliki kendali tindakkan (vs bounded willpower) 4. Principle of invariance (vs framing effect)

Personality Motivation Perception Learning Cognitive Affective Attitude

Expected Utility Theory Bounded rationality Bounded willpower Bounded self-interest Prospect theory Framing effect Value function Regret theory Mental accounting Sunk cost Heuristic & biases

Prospect Theory 1. Framing effect 2. Value function

Value function:

1. Keuntungan dan kerugian diukur dari titik rujukan Mendapat uang di jalan Rp. 100 ribu sangat besar bagi orang miskin,
namun tidak ada artinya bagi milyader

2. Keuntungan dan kerugian memperlihatkan penurunan makna sejalan dengan penambahan tingkat yang ada.

Contoh: Diskon Rp. 5 ribu dari Rp. 50 ribu dirasakan lebih menarik dibandingkan diskon yang sama dari Rp. 1 juta.

3. Kehilangan lebih menyakitkan daripada mendapatkan.

Orang akan merasa lebih sedih karena kehilangan uang Rp. 1 juta, daripada rasa senang karena mendapatkan uang Rp. 1 juta.

Berdasarkan konsep 8 Emosi Dasar dari Plutchik, regret masuk dalam emosi negatif dan lebih dekat dengan emosi sadness (Richins, 1997). Menurut Schouborg (1978) regret dapat dikatakan sinonim dengan sadness, ia berada pada satu garis continuum dengan sadness, dimana intensitas sadness relatif lebih tinggi dibandingkan regret. Saffrey & Roese (2006) menyebutkan bahwa intensitas regret sangat tinggi dibandingkan emosi negatif lainnya, regret berada pada peringkat kedua setelah anxiety. Shimanoff (1984) dalam studi ekspresi verbalnya menyebutkan bahwa intensitas regret tertinggi kedua setelah emosi love. Camille et al., (2004) menyebutkan bahwa sangat tidak mungkin dalam kehidupan manusia tidak terjadi regret. Menurutnya, hanya orangorang yang mengalami masalah dengan orbitofrontal cortex yang tidak mengalami regret, karena proses counterfactual tidak berfungsi dengan kerusakan pada orbitofrontal cortex.

EUT = Utility function PT = Value function

RT = Choiceless utility function

Choiceless utility function:


Nilai suatu item tergantung dari item yang tidak dipilih Seorang anak terlihat bergembira ketika mendapatkan nilai 6 untuk pelajaran matematikanya. Mengapa?
Dirumuskan oleh Loomes & Sugden (1982)

Kahneman dan Tversky (1982): Keputusan bertindak cenderung mempunyai beban psikologis yang lebih besar dibandingkan tidak bertindak. Kahneman dan Miller (1986) melalui the norm theory menjelaskan bertindak masuk kategori abnormal (di luar kebiasaan) memudahkan orang bercounterfactual. Hasil dari tindakan abnormal diasumsikan lebih bertanggungjawab dan akhirnya lebih merasakan penyesalan. Simonson (1992) orang yang mencari nama dalam suatu daftar akan mengalami lebih menyesal ketika ia mencari dari bawah kemudian ia menemukan namanya dibagian atas, dibandingkan orang yang mencari dari atas dan ia temukan namanya dibagian bawah.

Gilovich dan Medvec (1995) mengkritik temuan Kahneman & Tversky (1982). Menurut mereka intensitas penyesalan antara bertindak vs tidak bertindak tergantung dari pola waktu. Ketika waktunya singkat (jangka pendek) maka bertindak akan memunculkan penyesalan yang lebih besar, tetapi sebaliknya dalam jangka panjang justru tidak bertindak akan memunculkan penyesalan yang lebih besar.

Kahneman (1995) mengomentari penelitian Gilovich dan Medvec. Menurutnya konsep jangka pendek (short-term) dan jangka panjang (long-term) mengenai penyesalan merupakan dua tipe penyesalan yang berbeda. Penyesalan jangka pendek (short-term regret) dapat dikatakan sebagai hot regret, yakni reaksi emosional secara langsung terhadap hasil keputusan. Sementara penyesalan jangka panjang (long term regret) dapat dikatakan sebagai wistful regret, yakni emosi yang berhubungan dengan fantasi sedih maupun senang terhadap apa yang seharusnya terjadi.

Gilovich dan Medvec (1995) mengkritik temuan Kahneman & Tversky (1982). Menurut mereka intensitas penyesalan antara bertindak vs tidak bertindak tergantung dari pola waktu. Ketika waktunya singkat (jangka pendek) maka bertindak akan memunculkan penyesalan yang lebih besar, tetapi sebaliknya dalam jangka panjang justru tidak bertindak akan memunculkan penyesalan yang lebih besar.

Kahneman (1995) mengomentari penelitian Gilovich dan Medvec. Menurutnya konsep jangka pendek (short-term) dan jangka panjang (long-term) mengenai penyesalan merupakan dua tipe penyesalan yang berbeda. Penyesalan jangka pendek (short-term regret) dapat dikatakan sebagai hot regret, yakni reaksi emosional secara langsung terhadap hasil keputusan. Sementara penyesalan jangka panjang (long term regret) dapat dikatakan sebagai wistful regret, yakni emosi yang berhubungan dengan fantasi sedih maupun senang terhadap apa yang seharusnya terjadi.

Gilovich dan Medvec (1995) mengeritik temuan Kahneman dan Tversky dari sisi waktu, sementara Zeelenberg, van Djik, van den Bos, & Pieters (2002) mendasari kritiknya melalui konsep gametheoritical research yang menyebutkan bahwa pada umumnya orang mengambil keputusan dalam pola yang sangat sederhana yakni: win stay-lose change (kalau menang tetap, kalau kalah berpindah). Zeelenberg dkk. (2002) ingin menegaskan keputusan seseorang itu merupakan respons dari hasil sebelumnya. Apabila hasil sebelumnya negatif, maka bertindak justru akan lebih baik (lebih normal) dan tentu akan lebih rendah penyesalannya. Menurut Zeelenberg bahwa faktor informasi sebelumnya telah terabaikan dalam penelitian Kahneman dan Tversky

Kondisi tidak menyenangkan yang disebut penyesalan, dialami seseorang ketika ia merasakan bahwa kualitas dari produk yang ia pilih (beli) ternyata tidak sesuai dengan harapannya.

Perasaan ini muncul baik dari informasi yang diperoleh kemudian maupun hasil proses berpikir, bahwa mungkin saja produk lain yang sekelas dan yang ia tidak jadi membelinya mempunyai kualitas yang lebih baik (Zeelenberg, 1999).
Proses berpikir seperti itu disebut counterfactual, dan penyesalan dapat dimungkinkan muncul karena ada proses berpikir seperti itu. Penyesalan merupakan jenis emosi yang didasarkan sebuah perbandingan (Van Djik dan Zeelenberg, 2002).

Penyesalan merupakan respons mengenai hasil dari keputusan yang buruk baik pasca keputusan maupun dalam proses (Pieters dan Zeelenberg, 2005). Penyesalan biasanya dikategorikan sebagai emosi kognitif, karena untuk memahami apakah seseorang mengalami penyesalan atas keputusan yang telah dibuat, orang yang bersangkutan dipastikan telah berpikir baik tentang produk yang dipilih maupun produk yang tidak jadi dipilih (Landman, 1993; Zeelenberg, 1999).
Faktor berpikir counterfactual begitu pentingnya bagi penyesalan, sehingga emosi penyesalan seringkali disebut sebagai emosi counterfactual. Tetapi ini menurut perspektif psikologi. Di mata pakar ekonomi, penyesalan hanya dapat muncul setelah informasi tentang kualitas produk yang tidak dibeli diperoleh konsumen.

Relatif tingginya proses kognitif pada emosi regret, seringkali muncul pertanyaan, apa bedanya regret dan cognitive dissonance? Cognitive dissonance? didasari oleh dua gagasan, pertama, adanya inkonsistensi internal yang membuat individu tidak nyaman. Kedua, adanya upaya untuk menentramkan hati dari tekanan secara kognitif.

Hasil penelitian Landman (1993) menyebutkan bahwa ada 62% individu yang mengalami cognitive dissonance juga mengalami regret. Munculnya dissonance karena adanya keputusan sebelumnya yang telah diambil individu. Dengan kata lain, cognitive dissonance terjadi ketika individu, karena tindakan tertentu, mengalami tekanan yang menghasilkan dissonance. Sementara, regret dialami ketika individu tidak dapat melakukan justifikasi atau rasionalisasi terhadap keputusan sebelumnya. Orang yang mengalami regret, biasanya ia akan mengalami cognitive dissonance terlebih dahulu, sebaliknya orang yang mengalami cognitive dissonance tidak perlu mengalami regret.

Menurut Bell (1982), Loomes dan Sugden (1987), teori regret dibangun berdasarkan dua asumsi. Pertama, pada dasarnya orang cenderung untuk membandingkan antara hasil (outcome) dari keputusannya memilih dengan hasil dari apa yang mereka akan terima seandainya melakukan pilihan yang berbeda. Kedua, pada dasarnya orang cenderung untuk mengantisipasi penyesalan sebelum membuat keputusan, karenanya seringkali mereka mengubah pilihan untuk menghindari potensi regret (Zeelenberg, 1999). Dari dua kecenderungan ini fenomena regret dapat didekati baik sebagai anteseden maupun konsekuensi. Artinya, sensasi penyesalan tidak hanya terjadi pasca keputusan, tetapi juga dapat dilihat sebelum konsumen melakukan keputusan.

Kasus penghentian pembelian susu formula Tercemar bakteri Enterobacter sakazakii. Bakteri mati dimasak 60 derajat celsius Kasus Penghentian pembelian daging ayam Tercemar flu burung. Kasus penghentian pembelian minuman isotonik bermerek Mizone. Adanya pengawet natrium benzoat

Kasus umum: banyak konsumen/pialang bersikap wait and see

Berusaha untuk meregulasi emosi Perasaan untuk mengetahui produk lain Berpikir mengenai kesalahan yang diperbuat Merasa kehilangan peluang Ingin menendang diri sendiri Ingin mengembalikan (undo) seperti semula Pasca regret: Repurchase, complaint, Satisfaction, word-of-mouth (WOM).

Regret tidak hanya sekadar reaksi afektif dari hasil keputusan yang buruk, tetapi juga merupakan kekuatan dalam memberi motivasi dan arah pada perilaku seseorang. Memahami regret akan berguna tidak hanya untuk memahami perilaku konsumen, tetapi juga dapat menjadi pegangan dalam mengambil keputusan. Dalam konteks budaya Indonesia, emosi regret lebih menarik lagi untuk dipelajari. Mengapa?

Vous aimerez peut-être aussi