Vous êtes sur la page 1sur 9

Asidimetri Tujuan Percobaan ini bertujuan untuk melakukan pembakuan (standarisasi) larutan asam dan basa (dalam hal

ini HCl dan NaOH) yang digunakan sebagai larutan baku sekunder serta menetapkan kadar amonia (NH4OH) menggunakan larutan baku HCl dan kadar asam cuka (CH3COOH) menggunakan larutan baku NaOH. Teori Singkat Asidimetri adalah pengukuran konsentrasi asam dengan menggunakan larutan baku basa, sedangkan alkalimeteri adalah pengukuran konsentrasi basa dengan menggunakan larutan baku asam. Oleh sebab itu, keduanya disebut juga sebagai titrasi asam-basa. Titrasi adalah proses mengukur volume larutan yang terdapat dalam buret yang ditambahkan ke dalam larutan lain yang diketahui volumenya sampai terjadi reaksi sempurna. Atau dengan perkataan lain untuk mengukur volume titran yang diperlukan untuk mencapai titik ekivalen. Titik ekivalen adalah saat yang menunjukkan bahwa ekivalen perekasi-pereaksi sama. Di dalam prakteknya titik ekivalen sukar diamati, karena hanya meruapakan titik akhir teoritis atau titik akhir stoikometri. Hal ini diatasi dengan pemberian indikator asam-basa yang membantu sehingga titik akhir titrasi dapat diketahui. Titik akhir titrasi meruapakan keadaan di mana penambahan satu tetes zat penitrasi (titran) akan menyebabkan perubahan warna indikator. Kadua cara di atas termasuk analisis titrimetri atau volumetrik. Selama bertahun-tahun istilah analisis volumetrik lebih sering digunakan dari pada titrimetrik. Akan tetatpi, dilihat dari segi yang yang keta, titrimetrik lebih baik, karena pengukuran volume tidak perlu dibatasi oleh titrasi. Rekasi-reaksi kima yang dapat diterima sebagai dasar penentuan titrimetrik asam-basa adalah sebagai berikut : Jika HA meruapakn asam yang akan ditentukan dan BOH sebabagi basa, maka reksinya adalah : HA + OHA- + H2O Jika BOH merupakan basa yang akan ditentukan dan HA sebagi asam, maka reaksinya adalah ; BOH + H+ B+ = H2O Dari kedua reaksi di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip reaksi titrasi asam basa adalah reaksi penetralan, yakni ; H+ + OH - H2O dan terdiri dari beberapa kemungkinan yaitu reaksi-rekasi antara asam kuat dengan basa kuat, asam kuat dan basa lemah, asam lemah dan basa kuat, serta asam lemah dan basa lemah. Khusus reaksi antara asam lemah dan basa lemah tidak dapat digunakan dalam analisis kuantitatif, karena pada titik ekivalen yang terbentuk akan terhidrolisis kembali sehingga titik akhir titrasi tidak dapat diamati. Hal ini yang menyebabkan bahwa titran biasanya merupakan larutan baku elektrolit kuat seperti NaOH dan HCl. Perhitungan titrasi asam basa didasarkan pada reaksi pentralan, menggunakan dua macam cara, yaitu :

1. Berdasarkan logika bahwa pada reaksi penetralan, jumlah ekivalen (grek) asam yang bereaksi sama dengan jumlah ekivalen (grek) basa. Diketahui : grek (garam ekivalensi) = Volume (V) x Normalitas (N), Maka pada titik ekivalen : V asam x N asam = V basa x N basa; atau V1 + N1 = V2 + N 2 Untuk asam berbasa satu dan basa berasam satu, normalitas sama dengan molaritas, berarti larutan 1 M = 1 N. Akan tetapi untuk asam berbasa dua dan basa berasam dua 1 M = 1 N. 2. Berdasarkan koifisein reaksi atau pensetaraan jumlah mol Misalnya untuk reaksi : 2 NaOH + (COOH)2(COONa) + H2O (COOH)2 = 2 NaOH Jika M1 adalah molaritas NaOH dan V1 adalah volume NaOH, sedangkan M2 adalah molaritas (COOH)2 dan V2 adalah volume (COOH)2, maka : V1 M1 x 1 = V2 M 2 x 2 Oleh sebab itu : V Na Oh x M NaOH x 1 = V (COOH)2 x M (COOH)2 x 2 Alat dan Bahan Alat : 1. 2. 3. 4. 5. Buret dan statif Labu Elenmeyer Pipet volumetrik Larutan amonia (NaOH) Larutan asam cuka Bahan : 1. Larutan baku NaOH 2. Larutan pembaku asam oksalat 3. Indikator : (PP)

Cara Kerja A. Pembakuan NaOH Dipipet 25 mL larutan asam oksalat yang sudah diketahui konsentrasinya ke dalam labu Elenmeyer 250 mL yang telah dicuci dan dibilas dengan akudestilata. Ditambahkan 1-3 tetes indikator fenolflatelien Larutan NaOH yang akan dibakukan disiapkan di dalam buret, lalu larutan asam oksalat dititrasi sampai terjadi perubahan warna dari jernih menjadi merah muda.

Volume NaOH yang diperoleh dicatat dan titrasi dilakukan duplo. B. Penetapan Kadar Asam Cuka Dipipet 25 mL larutan asam cuka yang akan ditentukan kadarnya ke dalam labu Elenmeyer yang sudah dibersihkan dan dibilas dengan akudestilata. Diteteskan 1-3 tetes indicator fenolflatelein Dititrasi dengan larutan NaOH yang sudah dibakukan pada percobaan sebelumnya, sehingga terjadi perubahan dari tidak berwarna menjadi merah muda. Volume NaOH yang diperoleh dicatat dan titrasi dilakukan duplo. Hasil dan Pembahasan Percobaan asidimetri yang dilakukan teridiri dari tahap standardasi NaOH kemudian penentuan kadar asam cuka (CH3COOH). Prinsip asidimetri adalah pengukuran konsentrasi asam dengan menggunakan larutan baku basa. Dalam hal ini NaOH sebagai basa kuat dan CH3COOH sebagai asam lemah. Pada percobaan ini digunakan indicator fenolflatelien sebagai indiaktor visual yang menandakan terjadinya reaksi sempurna. Yaitu ketika warna larutan yang semula bening menjadi merah muda pertama. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut : CH3COOH + NaOH CH3COONa + H2O Pada percobaan asidimetri ini menggunakan metode titrasi, yaitu mengukur volume titran yang perlukan untuk mencapai titik ekivalen; artinya ekivalen pereaksi-pereaksi sama. Reaksi yang terjadi juga disebut reaksi netralisasi. Dari dua macam perhitungan titrasi, praktikan menggunakan penghitungan berdasarkan logika, dengan rumus : V1 x N1 = V2 x N2 di mana V1 dan N1 adalah volume dan konsntrasi asam dan V2 dan N2 adalah volume dan konsentrasi basa. Percobaaan ini dilakukan duplo, yang pertama secara manual dan yang kedua menggunakan mesin. Sebelum mengukur kadar asam cuka, perlu diketahui terlebih dahulu konsentrasi NaOH dengan mentitrasikannya pada larutan asam oksalat 0.1 N dengan indicator PP sampai terjadi perubahan warna. Dari percobaan ini: V1 = 25 mL V2 mesin N1 = 0.1 N; = 25.9 mL V2 manual = 26 mL. N2 = ?

V1 x N1 = V2 mesin x N2 maka o N2 = (V1 x N1)/ V2 mesin

= (25 mL x 0.1 N)/25.9mL = 2.5 mL N x 25.9 mL =0.09652 N o N2 = (V1 x N1)/ V2 manual

= (25 mL x 0.1 N)/26 mL = 2.5 mL N x 26 mL =0.09615 N _ N2 = N2/n = (0.09652 N + 0.09615 N)/2 = 0.096335 N Harga N2 rata-rata yang diperloleh mendekati 0.1 N, artinya harga N2 rata-rata yang diperoleh cukup baik. Setelah N2 rata-rata diketahui, kita dapat menentukan kadar asam cuka. Diperoleh : V1 = 25 mL V2 mesin = 26.1 mL N2 = 0.9615 N V2 manual = 26.5 mL. N1 = ?

V1 x N1 = V2 mesin x N2 Maka o N1 = V2 x N2/ V1 mesin = (26.1 mL x 0.096335 N)/25mL = 2.514 mL N / 25 mL =0.1005 N o N1 = V2 x N2/ V1 manual = (26.5 mL x 0.096335 N)/25mL = 2.5528 mL N / 25 mL =0.102112 N N1 = N1/n = (0.1005 N + 0.102112 N)/2 = 0.101341 N

Jadi, kadar asam cuka (CH3COOH) yang didapat pada percobaan ini adalah 0.101341 N. Kesimpulan Titrasi asidimetri pada percobaan ini adalah menentukan kadar (CH3COOH) dengan menggunakan larutan NaOH yang telah dibakukan. Reaksi dapat diamati dengan baik dengan penggunaan asam lemah (CH3COOH), basa kuat NaOH, dan indicator PP. rekasi sempurna terjadi ketika terjadi perubahan warna larutan dari bening ke merah muda. Reaksi yang terjadi merupakan reaksi netralisasi dengan menghasilkan H2O dan CH3COONa.

Asidimetri adalah analisis (volumetri) yang menggunakan asam sebagai larutan standar. Alkalimetri adalah analisis (volumetri) yang menggunakan alkali (basa) sebagai larutan standar. Analisis anorganik secara kualitatif yaitu proses atau operasi analisis yang digunakan untuk mengetahui atau mengidentifikasi penyusun-penyusun dari suatu zat dan pengembangpengembang metode-metode pemisahan masing-masing penyusun yang terdpat dalam suatu campuran. Analisis anorganik kuantitatif yaitu proses analisis untuk menentukan atau mengidentifikasi banyaknya atau perbandingan banyaknya tiap-tiap penyusun yang terdapat dalam suatu zat atau senyawa. Secara garis besar analisis kuantitatif dibagi menjadi : 1. 2. Analisis secara volumetri. Anallisis secara gravimetri.

Analisis secara volumetric adalah analisis kimia kuantitatif yang dilakukan dengan menentukan banyaknya volume suatu larutan yang konsentrasinya telah diketahui dengan teliti yang bereaksi secara kwantitatif dengan larutan dari suatu zat yang akan ditentukan konsentrasinya. Larutan yang konsentrasinya telah diketahui dengan teliti, disebut larutan standar atau larutan lembaga, dimana larutan ini setiap liternya mengandung sejumlah gram ekivalen tertentu. Sedang banyaknya zat yang akan ditentukan dapat dihitung dari banyaknya volum larutan standar dengan hukum ekivalen kimia biasa. Proses penambahan larutan standar kedalam larutan yang akan ditentukan normalitasnya sampai terjadi reaksi yang sempurna disebut titrasi. Sedangkan larutan yang akan ditentukan normalitasnya disebut larutan yang dititrasi. Saat dimana reaksi sempurna tercapai disebut saat titik ekivalen atau titik stokiometri biasanya titik akhir titrasi disebut juga titik akhir teoritis. Titik akhir titrasi ini dapat dilihat dengan adanya perubahan warna yang terdapat

dalam larutan yang dititrasi. Perubahan warna dalam larutan ini akan jelas bila dalam proses titrasi ditmbahkan sedikmit indikator. Dalam analisis secara volumetric, reaksi yang terjadi antara zat yang ditentukan dengan larutan standar harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. Reaksi harus sederhana sehingga mudah dituliskan dengan persamaan reaksi kimianya. Zat yang akan ditentukan harus bereaksi secara kuantitatif dengan larutan standar atau larutan pereaksi dalam perbandingan yang setara atau secara stokiometri. 2. Reaksi harus terjadi dengan cepat, apabila perlu untuk mempercepat reaksi dapat ditambahkan suatu katalisator. 3. Pada saat tercapainya titik setara atau ekivalen, di dalam larutan harus terjadi perubahan yang jelas, baik dalam sifat fisik maupun sifat kimianya. 4. Indikator yang digunakan harus memberikan ketentuan yang jelas saat terjadinya titik akhir titrasi, misalnya perubahan warna atau terjadinya pembentukan endapan. Apabila ternyata tidak ada indikator yang mampu menunjukkan saat tercapainya titik ekivalen, amak proses ini dapat dikerjakan dengan cara : a. b. c. Titrasi secara potensiometri. Titrasi secara konduktometri. Titrasi secara amperometri.

Reaksi dalam analisis volumetric terbagi menjadi : 1. Reaksi-reaksi yang tidak mengakibatkan terjadinya perubahan valensi, sehingga hanya terjadi penggabungan ion-ion saja. 2. Reaksi-reaksi yang mengakibatkan terjadinya perubahan valensi atau pepindahan elektron yaitu reaksi-reaksi oksidasi-reduksi. Sehingga berdasarkan reaksi-reaksi diatas, proses titrsi terbagi menjadi : 1. 2. 3. Titrasi netralisasi. Titrasi pengendapan dan pembentukan kompleks. Titrasi oksidasi-reduksi.

Proses titrasi asidimetri dan alkalimetri merupakan salah satu proses titrasi netralisasi. Asidimetri merupakan suatu titrasi terhadap larutan basa bebas atau garam yang berasal dari basa lemah dengan larutan standar asam. Dalam proses ini terjadi penggabungan ion H + dengan ion OH- membentuk molekul air. Sedangkan alkalimetri adalah suatu proses titrsi larutan asam bebas atau larutan garam yang berasal dari asam lemah dengan larutan standar biasa. Dalam perhitungan selanjutnya, digunakan persamaan antara volume dan konsentrasi masingmasing zat yang dititrasi dengan penetrasinya dan berlaku rumus sebagai berikut : V1 X N1 = V2 X N2

V1 : Volume zat penetrasi/standar (mL). N1 : Normalitas zat penetrasi/standar (gr ekivalen/L). V2 : Volume zat yang dititrasi (mL). N2 : Normalitas zat yang diititrasi (mL) Asidimetri adalah analisis (volumetri) yang menggunakan asam sebagai larutan standar. Alkalimetri adalah analisis (volumetri) yang menggunakan alkali (basa) sebagai larutan standar. Analisis anorganik secara kualitatif yaitu proses atau operasi analisis yang digunakan untuk mengetahui atau mengidentifikasi penyusun-penyusun dari suatu zat dan pengembangpengembang metode-metode pemisahan masing-masing penyusun yang terdpat dalam suatu campuran. Analisis anorganik kuantitatif yaitu proses analisis untuk menentukan atau mengidentifikasi banyaknya atau perbandingan banyaknya tiap-tiap penyusun yang terdapat dalam suatu zat atau senyawa. Secara garis besar analisis kuantitatif dibagi menjadi : 1. Analisis secara volumetri. 2. Anallisis secara gravimetri. Analisis secara volumetric adalah analisis kimia kuantitatif yang dilakukan dengan menentukan banyaknya volume suatu larutan yang konsentrasinya telah diketahui dengan teliti yang bereaksi secara kwantitatif dengan larutan dari suatu zat yang akan ditentukan konsentrasinya. Larutan yang konsentrasinya telah diketahui dengan teliti, disebut larutan standar atau larutan lembaga, dimana larutan ini setiap liternya mengandung sejumlah gram ekivalen tertentu. Sedang banyaknya zat yang akan ditentukan dapat dihitung dari banyaknya volum larutan standar dengan hukum ekivalen kimia biasa. Proses penambahan larutan standar kedalam larutan yang akan ditentukan normalitasnya sampai terjadi reaksi yang sempurna disebut titrasi. Sedangkan larutan yang akan ditentukan normalitasnya disebut larutan yang dititrasi. Saat dimana reaksi sempurna tercapai disebut saat titik ekivalen atau titik stokiometri biasanya titik akhir titrasi disebut juga titik akhir teoritis. Titik akhir titrasi ini dapat dilihat dengan adanya perubahan warna yang terdapat dalam larutan yang dititrasi. Perubahan warna dalam larutan ini akan jelas bila dalam proses titrasi ditmbahkan sedikmit indikator. Dalam analisis secara volumetric, reaksi yang terjadi antara zat yang ditentukan dengan larutan standar harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. Reaksi harus sederhana sehingga mudah dituliskan dengan persamaan reaksi kimianya. Zat yang akan ditentukan harus bereaksi secara kuantitatif dengan larutan standar atau larutan pereaksi dalam perbandingan yang setara atau secara stokiometri.

2. Reaksi harus terjadi dengan cepat, apabila perlu untuk mempercepat reaksi dapat ditambahkan suatu katalisator. 3. Pada saat tercapainya titik setara atau ekivalen, di dalam larutan harus terjadi perubahan yang jelas, baik dalam sifat fisik maupun sifat kimianya. 4. Indikator yang digunakan harus memberikan ketentuan yang jelas saat terjadinya titik akhir titrasi, misalnya perubahan warna atau terjadinya pembentukan endapan. Apabila ternyata tidak ada indikator yang mampu menunjukkan saat tercapainya titik ekivalen, amak proses ini dapat dikerjakan dengan cara : a. Titrasi secara potensiometri. b. Titrasi secara konduktometri. c. Titrasi secara amperometri. Reaksi dalam analisis volumetric terbagi menjadi : 1. Reaksi-reaksi yang tidak mengakibatkan terjadinya perubahan valensi, sehingga hanya terjadi penggabungan ion-ion saja. 2. Reaksi-reaksi yang mengakibatkan terjadinya perubahan valensi atau pepindahan elektron yaitu reaksi-reaksi oksidasi-reduksi. Sehingga berdasarkan reaksi-reaksi diatas, proses titrsi terbagi menjadi : 1. Titrasi netralisasi. 2. Titrasi pengendapan dan pembentukan kompleks. 3. Titrasi oksidasi-reduksi. Proses titrasi asidimetri dan alkalimetri merupakan salah satu proses titrasi netralisasi. Asidimetri merupakan suatu titrasi terhadap larutan basa bebas atau garam yang berasal dari basa lemah dengan larutan standar asam. Dalam proses ini terjadi penggabungan ion H + dengan ion OH- membentuk molekul air. Sedangkan alkalimetri adalah suatu proses titrsi larutan asam bebas atau larutan garam yang berasal dari asam lemah dengan larutan standar biasa. Untuk titrasi asidimetri, tahap-tahap yang dilakukan yaitu pembuatan larutan HCl dan larutan borat, kemudian standarisasi larutan HCl dengan larutan borat. Larutan borat dipakai sebagai larutan standar karena memiliki beberapa keuntungan yaitu : 1. Borat memiliki berat ekivalen yang tinggi ( 1 grek borat = 190,72). 2. Borat mudah dimurnikan dengan jalan rekristalisasi. 3. Tidak perlu memanaskan sampai berat tetap (konsatan). 4. Secara praktis, borat tidak higroskopis. 5. Titik akhir titrasi dapat terlihat jelas dengan indikator metil orange, karena indikator ini tidak dipengaruhi oleh asam borak (H3BO3) yang sangat lemah. Pada standarisasi larutan HCl dengan larutan borat, karena larutan HCl termasuk asam kuat, sedangkan larutan borat adalah garam dari basa lemah. Maka, pH saat titik ekivalen terjadi bersifat asam. Oleh karena itu, indikatot yang dipakai adalah indikator metil orange (MO), dengan trayek pH antara 3,1 4,4. Saat titrasi larutan HCl dengan larutan borat, warna larutan berubah dari merah menjadi orange. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa normalitas larutan HCl setalah distandarisasi adalah 0,0740 N.

Pada percobaan ini juga dilakukan penentuan normalitas larutan sampel yaitu larutan H2SO4. Untuk menentukan normalitas larutan H2SO4, maka larutan H2SO4 dititrasi dengan larutan NaOH standar, dengan indikator PP. Saat titrasi berlangsung, warna larutan berubah dari tak berwarna menjadi merah. Dari hasil perhitunggan diperoleh bahwa normalitas larutan sampel (H2SO4) yaitu 0,0805 N. Dari seluruh perobaan yang dilakukan tersebut, dimungkinkan terjadi beberapa kesalahan. Kesalahan-kesalahan tersebut mungkin lebih disebabkan karena ketidak-telitian waktu pembuatan larutan dan menentukan titik akhir titasi.

Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi oleh kalium permanganat (KMnO4). Reaksi ini difokuskan pada reaksi oksidasi dan reduksi yang terjadi antara KMnO4 dengan bahan baku tertentu. Titrasi dengan KMnO4 sudah dikenal lebih dari seratus tahun. Kebanyakan titrasi dilakukan dengan cara langsung atas alat yang dapat dioksidasi seperti Fe+, asam atau garam oksalat yang dapat larut dan sebagainya. Beberapa ion logam yang tidak dioksidasi dapat dititrasi secara tidak langsung dengan permanganometri seperti: 1. Ion-ion Ca, Ba, Sr, Pb, Zn, dan Hg (I) yang dapat diendapkan sebagai oksalat. Setelah endapan disaring dan dicuci, dilarutkan dalam H2SO4 berlebih sehingga terbentuk asam oksalat secara kuantitatif. Asam oksalat inilah yang akhirnya dititrasi dan hasil titrasi dapat dihitung banyaknya ion logam yang bersangkutan. 2. Ion-ion Ba dan Pb dapat pula diendapkan sebagai garam khromat. Setelah disaring, dicuci, dan dilarutkan dengan asam, ditambahkan pula larutan baku FeSO4 berlebih. Sebagian Fe2+ dioksidasi oleh khromat tersebutdan sisanya dapat ditentukan banyaknya dengan menitrasinya dengan KMnO4. Prinsip dari titrasi permanganometri adalah berdasarkan reaksi oksidasi dan reduksi. Permanganometri adalah titrasi yang didasarkan pada reaksi redoks. Dalam reaksi ini, ion MnO4- bertindak sebagai oksidator. Ion MnO4- akan berubah menjadi ion Mn2+ dalam suasana asam. Teknik titrasi ini biasa digunakan untuk menentukan kadar oksalat atau besi dalam suatu sample. Pada permanganometri, titran yang digunakan adalah kalium permanganat. Kalium permanganat mudah diperoleh dan tidak memerlukan indikator kecuali digunakan larutan yang sangat encer serta telah digunakan secara luas sebagai pereaksi oksidasi selama seratus tahun lebih. Setetes permanganat memberikan suatu warna merah muda yang jelas kepada volume larutan dalam suatu titrasi. Warna ini digunakan untuk menunjukkan kelebihan pereaksi. Kalium Permanganat distandarisasikan dengan menggunakan natrium oksalat atau sebagai arsen (III) oksida standar-standar primer. Reaksi yang terjadi pada proses pembakuan kalium permanganat menggunakan natrium oksalat adalah: 5C2O4- + 2MnO4- + 16H+ 10CO2 + 2Mn2+ + 8H2O Akhir titrasi ditandai dengan timbulnya warna merah muda yang disebabkan kelebihan permanganat.

Vous aimerez peut-être aussi