Vous êtes sur la page 1sur 33

BAB I STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis Kelamin Alamat Tanggal diperiksa Pekerjaan Berat Badan Diagnosis : Sdr. IDM : 18 tahun : laki-laki : Nglengis RT03 Sitimulyo Piyungan Bantul. : 24 September 2013 : Swasta : 50 kg : Post Orif Radius Sinistra

B. ANAMNESIS Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 24 September 2013 di bangsal Bedah. 1. Keluhan Utama : nyeri pada tangan kiri. 2. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan nyeri pada tangan kiri dikarenakan 5 bulan terakhir ini , tangan dirasa bengkok tidak seperti sebelumnya, ruang gerak pasien terbatas dikarenakan tangan tertimpa barang bengkel saat praktek kerja lapangan. 3. Riwayat Penyakit Dahulu Sebelumnya 1 tahun SMRS (februari 2012) pasien sudah pernah menjalani operasi dikarenakan patah patah pada tangan kirinya. Pasien mengatakan pada satu itu pasien sadar dan ingat kejadian. Riwayat penyalit asma, darah tinggi, kencing manis, alergi, dan jantung disangkal.

4. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat penyakit serupa pada keluarga disangkal.

C. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum Kesadaran Vital Sign A B C D : Clear, MII , TMD > 6,5 cm : Spontan, RR : 16x/menit, vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/: TD : 120/80 mmHg, HR : 72x/menit, S1-S2 reguler : afebris, edema - - : Baik : Compos Mentis

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Thorax Foto 2. EKG 3. EEG 4. Laboratorium Hb Al AE AT HMT : 13,8 : 6,39 : 5,13 : 238 : 41,8 : Cor dan Pulmo dalam batas normal : tidak dilakukan : tidak dilakukan : dalam batas normal

Eosinophil: 3 Basophil : 0 Batang Segmen :2 : 44

Limposit : 45 Monosit PPT APTT :6 : 12,5 : 31,7

Control PPT : 15,0 Control APTT : 35,6 GDS Ureum : 93 : 15

Kreatinin : 1,01 Natrium Kalium Klorida HbsAg : 140,5 : 4,34 : 108,4 : negatif

Gol.Darah : A

E. DIAGNOSIS KERJA Pre Operasi Post Orif Radius Sinistra ASA I Rencana General Anestesi

F. PENATALAKSANAAN 1. Persiapan Operasi Lengkapi Informed Consent Anestesi Puasa 8 jam sebelum operasi Memakai baju khusus kamar bedah : Midazolam 2,5 mg IV; Fentanyl 50 g IV : Post Orif Radius Sinistra : Re Orif Radius Sinistra : General Anestesi : LMA (Laryngeal Mask Airway) : Ptopofol 100 mg iv : 022L/menit , N20, Sevofluran. : Ondansentron 4 mg IV, Ketorolac 30 mg

2. Premedikasi 3. Diagnosis Pra Bedah 4. Diagnosis pasca Bedah 5. Jenis Anestesi 6. Teknik 7. Induksi 8. Pemeliharaan 9. Obat-obat IV 10. Jenis Cairan

: Ringer laktat

11. Kebutuhan cairan selama Operasi MO PP SO Keb. Cairan jam I : 100 ml : 800 ml : 300 ml : 800 ml

Keb. Cairan jam II/III : 600 ml EBV : 3500 ml

12. Instruksi Pasca Bedah Posisi Infus Antibiotik Analgetik Anti muntah Lain-lain : Supine : Ringer laktat 20 tpm : Sesuai TS Operator : Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/IV mulai jam 17.00 : Inj. Ondansentron 4 mg/8 jam/IV K/P mulai jam 17.00 : - Awasi Vital sign dan KU - Jika sadar penuh, Peristaltik (+) , mual (-), muntah (-), coba minum makan perlahan.

13. Lama Operasi : 1 Jam 20 menit 14. Monitoring pasca Operasi Skor Lockharte/Aldrete Pasien Jam I (per 15) Aktivitas Respirasi Sirkulasi Kesadaran 1 2 2 1 Jam II Jam III Jam IV

Warna kulit 2 Skor total 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. FRAKTUR 1. PENGERTIAN Fraktur adalah gangguan pada kontinuitas tulang dengan atau tanpa letak perubahan letak fragmen tulang. Menurut Lane and Cooper, fraktur atau patah tulang adalah kerusakan jaringan atau tulang baik komplet maupun inkomplete yang berakibat tulang yang menderita tersebut kehilangan kontinuitasnya dengan atau tanpa adanya jarak yang menyebabkan fragmen. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak. Patah tulang antebrachii sering terjadi pada bagian distal yang umumnya disebabkan oleh gaya pematah langsung sewaktu jatuh dengan posisi tangan hiperekstensi.Fraktur yang terjadi dapat mengenai orang dewasa maupun anak-anak, Fraktur yang mengenai lengan bawah pada anak sekitar 82% pada daerah metafisis tulang radius distal, dan ulna distal sedangkan fraktur pada daerah diafisis yang terjadi sering sebagai faktur type green-stick. Fraktur tulang radius dapat terjadi pada 1/3 proksimal, 1/3 tengah atau 1/3 distal .Fraktur radius adalah fraktur yang terjadi pada tulang radius akibat jatuh dan tangan menyangga dengan siku ekstensi. 2. ANATOMI RADIUS Ujung proximal radius membentuk caput radii (=capitulum radii), berbentuk roda, letak melintang. Ujung cranial caput radii membentuk fovea articularis (=fossa articularis) yang serasi dengan capitulum radii. Caput radii dikelilingi oleh facies articularis, yang disebut circumferentia

articularis dan berhubungan dengan incisura radialis ulnae. caput radii terpisah dari corpus radii oleh collum radii. Di sebelah caudal collum pada sisi medial terdapt tuberositas radii. Corpus radii di bagian tengah agak cepat membentuk margo interossea (=crista interossea), margo anterior (=margo volaris), dan margo posterior. Ujung distal radius melebar ke arah lateral membentuk processus styloideus radii, di bagian medial membentuk incisura ulnaris, dan pada facies dorsalis terdapat sulcussulcus yang ditempati oleh tendo. Permukaan ujung distal radius membentuk facies articularis carpi.

Tulang Radius (dikutip dari atlas anatomi Sobotta )

ANATOMI ULNA Ujung proximal ulna lebih besar daripada ujung distalnya. Hal yang sebaliknya terdapat pada radius. Pada ujung proximal ulna terdapat incisura trochlearis (= incisura semiulnaris), menghadap ke arah ventral,

membentuk persendian dengan trochlea humeri. Tonjolan di bagian dorsal disebut olecranon. Di sebelah caudal incisura trochlearis terdapat processus coronoideus, dan di sebelah caudalnya terdapat tuberositas ulnae, tempat perlekatan m.brachialis. di bagian lateral dan incisura trochlearis terdapat incisura radialis, yang berhadapan dengan caput radii. Di sebelah caudal incisura radialis terdapat crista musculi supinatoris. Corpus ulnae membentuk facies anterior, facies posterior, facies medialis, margo interosseus, margo anterior dan margo posterior. Ujung distal ulna disebut caput ulnae (= capitulum ulnae). Caput ulnae berbentuk circumferentia articularis, dan di bagian dorsal terdapt processus styloideus serta silcus m.extensoris carpi ulnaris. Ujung distal ulna berhadapan dengan cartilago triangularis dan dengan radius.

Tulang Ulna (dikutip dari atlas anatomi Sobotta)

Kedua tulang lengan bawah dihubungkan oleh sendi radioulnar yang diperkuat oleh ligamentum anulare yang melingkari kapitulum radius, dan di distal oleh sendi radioulnar yang diperkuat oleh ligamen radioulnar, yang mengandung fibrokartilago triangularis. Membranes interosea
7

memperkuat hubungan ini sehingga radius dan ulna merupakan satu kesatuan yang kuat. Oleh karena itu, patah yang hanya mengenai satu tulang agak jarang terjadi atau bila patahnya hanya mengenai satu tulang, hampir selalu disertai dislokasi sendi radioulnar yang dekat dengan patah tersebut. Selain itu, radius dan ulna dihubungkan oleh otot antartulang, yaitu otot supinator, m.pronator teres, m.pronator kuadratus yang membuat gerakan pronasi-supinasi. Ketiga otot itu bersama dengan otot lain yang berinsersi pada radius dan ulna menyebabkan patah tulang lengan bawah disertai dislokasi angulasi dan rotasi, terutama pada radius.

Anatomi radius dan ulna (dikutip dari atlas anatomi Sobotta)

Fisiologi Tulang adalah adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel : osteoblast, osteosit, dan osteoklas. Osteoblast membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblast mensekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang memegang peranan penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang. Sebagian dari fosfatase alkali akan memasuki aliran darah, dengan demikian maka kadar fosfatase alkali di dalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis kanker ke tulang. Osteoblas merupakan salah satu jenis sel hasil diferensiasi mesenkim yang sangat penting dalam proses osteogenesis atau osifikasi. Sebagai sel, osteoblas dapat memproduksi substansi organic intraseluler matriks, dimana klasifikasi terjadi di kemudian hari. Jaringan yang tidak mengandung kalsium disebut osteoid dan apabila klasifikasi terjadi pada matriks maka jaringan disebut tulang. Sesaat setelah osteoblas dikelilingi oleh substansi organic intraseluler, disebut osteosit dimana keadaaan ini terjadi dalam lakuna. Sel yang bersifat multinukleus, tidak ditutupi oleh permukaan tulang dengan sifat dan fungsi resopsi serta mengeluarkan tulang yang disebut osteoklas. Kalsium hanya dapat dikeluarkan oleh tulang melalui proses aktivitas osteoklasin yang menghilangkan matriks organic dan kalsium secara bersamaan dan disebut deosifikasi. Struktur tulang berubah sangat lambat terutama setelah periode pertumbuhan tulang berakhir. Setelah fase ini tulang lebih banyak terjadi dalam bentuk perubahan mikroskopik akibat aktifitas fisiologi tulang sebagai suatu organ biokimia utama tulang.

Komposisi tulang terdiri atas: Substansi organic Substansi Inorganic Air : 35% : 45% : 20%

Berikut ini gejala klinis dari beberapa jenis fraktur yang terdapat pada fraktur radius dan ulna : Fraktur Kaput Radius Fraktur kaput radius sering ditemukan pada orang dewasa tetapi hampir tidak pernah ditemukan pada anak-anak. Fraktur ini kadangkadang terasa nyeri saat lengan bawah dirotasi, dan nyeri tekan pada sisi lateral siku memberi petunjuk untuk mendiagnosisnya. Fraktur Leher Radius Jatuh pada tangan yang terentang dapat memaksa siku ke dalam valgus dan mendorong kaput radius pada kapitulum. Pada orang dewasa kaput radius dapat retak atau, patah sedangkan pada anak-anak tulang lebih mungkin mengalami fraktur pada leher radius. Setelah jatuh, anak mengeluh nyeri pada siku. Pada fraktur ini kemungkinan terdapat nyeri tekan pada kaput radius dan nyeri bila lengan berotasi. Fraktur Diafisis Radius Kalau terdapat nyeri tekan lokal, sebaiknya dilakukan pemeriksaan sinar-X Fraktur Distal Radius Fraktur Distal Radius dibagi dalam : 1) Fraktur Galeazzi Fraktur Galeazzi yaitu Fraktur pada 1/3 distal radius disertai dislokasi sendi radio-ulna distal. Fragmen distal mengalami pergeseran dan angulasi ke arah dorsal. Dislokasi mengenai ulna ke arah dorsal dan medial. Fraktur ini akibat terjatuh dengan tangan terentang dan lengan bawah dalam keadaan pronasi, atau terjadi karena pukulan langsung pada pergelangan tangan bagian dorsolateral. Fraktur Galeazzi jauh lebih sering terjadi daripada fraktur Monteggia. Ujung bagian bawah
10

ulna yang menonjol merupakan tanda yang mencolok. Perlu dilakukan pemeriksaan untuk lesi saraf ulnaris, yang sering terjadi.

Fraktur Galeazzi

2) Fraktur Colles Fraktur ini akibat terjatuh dengan tangan terentang. Fraktur radius terjadi di korpus distal, biasanya sekitar 2 cm dari permukaan artikular. Fragmen distal bergeser ke arah dorsal dan proksimal, memperlihatkan gambaran deformitas garpu-makan malam (dinner-fork). Kemungkinan dapat disertai dengan fraktur pada prosesus styloideus ulna. (14) Fraktur radius bagian distal (sampai 1 inci dari ujung distal) dengan angulasi ke posterior, dislokasi ke posterior dan deviasi pragmen distal ke radial. Dapat bersifat kominutiva. Dapat disertai fraktur prosesus stiloid ulna. Fraktur collees dapat terjadi setelah terjatuh, sehingga dapat menyebabkan fraktur pada ujung bawah radius dengan pergeseran posterior dari fragmen distal. 3) Fraktur Smith Fraktur ini akibat jatuh pada punggung tangan atau pukulan keras secara langsung pada punggung tangan. Pasien mengalami cedera pergelangan tangan, tetapi tidak terdapat deformitas. Fraktur radius bagian distal

11

dengan angulasi atau dislokasi fragmen distal ke arah ventral dengan diviasi radius tangan yang memberikan gambaran deformitas sekop kebun (garden spade) Fraktur Colles dan fraktur Smith

Gambaran radiologi fraktur Smith

Gambaran radiologi fraktur Colles

12

4) Fraktur Monteggia Fraktur jenis ini disebabkan oleh pronasi lengan bawah yang dipaksakan saat jatuh atau pukulan secara langsung pada bagian dorsal sepertiga proksimal dengan angulasi anterior yang disertai dengan dislokasi anterior kaput radius.

PENATALAKSANAAN Fraktur dari distal radius adalah jenis fraktur yang paling sering terjadi. Fraktur radius dan ulna biasanya selalu berupa perubahan posisi dan tidak stabil sehingga umumnya membutuhkan terapi operatif. Fraktur yang tidak disertai perubahan posisi ekstraartikular dari distal radius dan fraktur tertutup dari ulna dapat diatasi secara efektif dengan primary care provider. Fraktur distal radius umumnya terjadi pada anak-anak dan remaja, serta mudah sembuh pada kebanyakan kasus. Terapi fraktur diperlukan konsep empat R yaitu : rekognisi, reduksi/reposisi, terensi/fiksasi, dan rehabilitasi. 1. Rekognisi atau pengenalan adalah dengan melakukan berbagai diagnosa yang benar sehingga akan membantu dalam penanganan fraktur karena perencanaan terapinya dapat dipersiapkan lebih sempurna. 2. Reduksi atau reposisi adalah tindakan mengembalikan fragmen-fragmen

13

fraktur semirip mungkin dengan keadaan atau kedudukan semula atau keadaan letak normal. 3. Retensi atau fiksasi atau imobilisasi adalah tindakan mempertahankan atau menahan fragmen fraktur tersebut selama penyembuhan. 4. Rehabilitasi adalah tindakan dengan maksud agar bagian yang menderita fraktur tersebut dapat kembali normal.

Proses penyembuhan fraktur Secara rinci proses penyembuhan fraktur dapat dibagi dalam beberapa tahap sebagai berikut : 1. Fase hematoma Pada mulanya terjadi hematoma dan disertai pembengkakan jaringan lunak, kemudian terjadi organisasi (proliferasi jaringan penyambung muda dalam daerah radang) dan hematoma akan mengempis. Tiap fraktur biasanya disertai putusnya pembuluh darah sehingga terdapat penimbunan darah di sekitar fraktur. Pada ujung tulang yang patah terjadi ischemia sampai beberapa milimeter dari garis patahan yang mengakibatkan matinya osteocyt pada daerah fraktur tersebut. 2. Fase proliferatif Proliferasi sel-sel periosteal dan endoosteal, yang menonjol adalah proliferasi sel-sel lapisan dalam periosteal dekat daerah fraktur. Hematoma terdesak oleh proliferasi ini dan diabsorbsi oleh tubuh. Bersamaan dengan aktivitas sel-sel sub periosteal maka terjadi aktifitas sel-sel dari kanalis medularis dari lapisan endosteum dan dari bone marrow masing-masing fragmen. Proses dari periosteum dan kanalis medularis dari masingmasing fragmen bertemu dalam satu preses yang sama, proses terus berlangsung kedalam dan keluar dari tulang tersebut sehingga

14

menjembatani permukaan fraktur satu sama lain. Pada saat ini mungkin tampak di beberapa tempat pulau-pulau kartilago, yang mungkin banyak sekali,walaupun adanya kartilago ini tidak mutlak dalam penyembuhan tulang. Pada fase ini sudah terjadi pengendapan kalsium. 3. Fase pembentukan callus Pada fase ini terbentuk fibrous callus dan disini tulang menjadi osteoporotik akibat resorbsi kalsium untuk penyembuhan. Sel-sel osteoblas mengeluarkan matriks intra selluler yang terdiri dari kolagen dan polisakarida, yang segera bersatu dengan garam-garam kalsium, membentuk tulang immature atau young callus, karena proses pembauran tersebut, maka pada akhir stadium ter dapat dua macam callus yaitu didalam disebut internal callus dan diluar disebut external callus. 4. Fase konsolidasi Pada fase ini callus yang terbentuk mengalami maturisasi lebih lanjut oleh aktivitas osteoblas, callus menjadi tulang yang lebih dewasa (mature) dengan pembentukan lamela-lamela). Pada stadium ini sebenarnya proses penyembuhan sedah lengkap. Pada fase ini terjadi pergantian fibrous callus menjadi primary callus. Pada saat ini sudah mulai diletakkan sehingga sudah tampak jaringan yang radioopaque. Fase ini terjadi sesudah 4 (empat) minggu, namun pada umur-umur lebih mudah lebih cepat. Secara berangsur-angsur primary bone callus diresorbsi dan diganti dengan second bone callus yang sudah mirip dengan jaringan tulang yang normal. 5. Fase remodeling Pada fase ini secondary bone callus sudah ditimbuni dengan kalsium yang banyak dan tulang sedah terbentuk dengan baik, serta terjadi pembentukan kembali dari medula tulang. Apabila union sudah lengkap, tulang baru yang terbentuk pada umumnya berlebihan, mengelilingi daerah fraktur di luar maupun didalam kanal, sehingga dapat membentuk kanal medularis. Dengan mengikuti stress/tekanan dan tarik mekanis, misalnya gerakan, kontraksi otot dan sebagainya, maka callus yang sudah mature secara

15

pelan-pelan terhisap kembali dengan kecepatan yang konstan sehingga terbentuk tulang yang sesuai dengan aslinya. KOMPLIKASI Komplikasi Dini Sirkulasi darah pada jari harus diperiksa; pembalut yang menahan slab perlu dibuka atau dilonggarkan. Cedera saraf jarang terjadi, dan yang mengherankan tekanan saraf medianus pada saluran karpal pun jarang terjadi. Kalau hal ini terjadi, ligamen karpal yang melintang harus dibelah sehingga tekanan saluran dalam karpal berkurang. Distroft refleks simpatetik mungkin amat sering ditemukan, tetapi untungnya ini jarang berkembang lengkap menjadi keadaan atrofi Sudeck. Mungkin terdapat pembengkakan dan nyeri tekan pada sendi-sendi jari, waspadalah jangan sampai melalaikan latihan tiap hari. Pada sekitar 5% kasus, pada saat gips dilepas tangan akan kaku dan nyeri. Komplikasi patah tulang dapat dibagi menjadi komplikasi segera, komplikasi dini, dan komplikasi lambat atau kemudian. Komplikasi segera terjadi pada saat patah tulang atau segera setelahnya, komplikasi dini terjadi dalam beberapa hari setelah kejadian, dan komplikasi kemudian terjadi lama setelah tulang patah. Pada ketiganya, dibagi lagi menjadi komplikasi umum dan lokal. Komplikasi lanjut Malunion Malunion sering ditemukan, baik karena reduksi tidak lengkap atau karena pergeseran dalam gips yang terlewatkan. Penampilannya buruk,

kelemahan dan hilangnya rotasi dapat bersifat menetap. Pada umumnya terapi tidak diperlukan. Bila ketidakmampuan hebat dan pasiennya relatif muda, 2,5 cm bagian bawah ulna dapat dieksisi untuk memulihkan rotasi, dan deformitas radius dikoreksi dengan osteotomi. Penyatuan lambat dan non-union pada radius tidak terjadi, tetapi prosesus stiloideus ulnar sering hanya diikat dengan jaringan fibrosa saja dan tetap

16

mengalami nyeri dan nyeri tekan selama beberapa bulan. Kekakuan pada bahu, karena kelalaian, adalah komplikasi yang sering ditemukan. Kekakuan pergelangan tangan dapat terjadi akibat pembebatan yang lama.

Osteomyelitis Adapun komplikasi infeksi jaringan tulang disebut sebagai osteomyelitis, dan dapat timbul akut atau kronik. Bentuk akut dicirikan dengan adanya awitan demam sistemik maupun manifestasilocal yang berjalan dengan cepat. Pada anak-anak infeksi tulang seringkali timbul sebagaikomplikasi dari infeksi pada tempat-tempat lain seperti infeksi faring (faringitis), telinga (otitis media) dan kulit (impetigo). Bakterinya (Staphylococcus aureus, Streptococcus, Haemophylus influenzae) berpindah melalui aliran darah menuju metafisis tulang didekat lempeng pertumbuhan dimana darah mengalir ke dalam sinusoid. Akibat perkembangbiakan bakteri dan nekrosis jaringan, maka tempat peradangan yang terbatas ini akan tersas nyeri dan nyeri tekan. Perlu sekali mendiagnosis ini sedini mungkin, terutama pada anak-anak, sehingga pengobatan dengan antibiotika dapat dimulai, dan perawatan pembedahan yang sesuai dapat dilakukan dengan pencegahan penyebaran infeksi yang masih terlokalisasi dan untuk mencegah jangan sampai seluruh tulang mengalami kerusaskan yang dapatmenimbulkan kelumpuhan. Diagnosis yang salah pada anak -anak yang menderita osteomyelitis dapat mengakibatkan keterlambatan dalam memberikan pengobatan yang memadai.

17

(a)

(b)

(a) Osteomyelitis Akut pada Radius Ulna (b) Osteomyelitis Kronik

Pada orang dewasa, osteomyelitis juga dapat awali oleh bakteri dalam aliran darah, Namun biasanya akibat kontaminasi jaringan saat cedera atau operasi. Osteomyelitis kronik adalah akibat dari osteomyelitis akut yang tidak di tangani dengan baik. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, osteomyelitis sangan resisten terhadap

pengobatan dengan antibiotika. Infeksi tulang sangat sulit untuk ditangani, bahkan tindakan drainase dan debridement, serta pemberian antibiotika yang tepat masih tidak cukup untuk menghilangkan penyakit

PROGNOSIS Proses penyembuhan patah tulang adalah proses biologis alami yang akan terjadi pada setiap patah tulang, tidak peduli apa yang telah dikerjakan dokter pada patahan tulang tersebut. Pada permulaan akan terjadi perdarahan di sekitar patahan tulang, yang disebabkan oleh terputusnya pembuluh darah pada tulang dan periost yang disebut dengan fase hematoma, kemudian berubah menjadi fase jaringan fibrosis, lalu penyatuan klinis, dan pada akhirnya fase konsolidasi.(18)

18

Waktu yang diperlukan untuk penyembuhan fraktur tulang sangat bergantung pada lokasi fraktur dan umur pasien. Rata-rata masa penyembuhan fraktur: Lokasi Fraktur 1. Pergelangan tangan 2. Fibula 3. Tibia 4. Pergelangan kaki 5. Tulang rusuk 6. Jones fracture Masa Penyembuhan Lokasi Fraktur Masa Penyembuhan 3-4 minggu 4-6 minggu 4-6 minggu 5-8 minggu 4-5 minggu 3-5 minggu 7. Kaki 8. Metatarsal 9. Metakarpal 10. Hairline 11. Jari tangan 12. Jari kaki 3-4 minggu 5-6 minggu 3-4 minggu 2-4 minggu 2-3 minggu 2-4 minggu

Rata-rata masa penyembuhan: Anak-anak (3-4 minggu), dewasa (4-6 minggu), lansia (> 8 minggu). Jumlah Kematian dari fraktur: 4,3 per 100.000 dari 1.302 kasus di Kanada pada tahun 1997. Tingkat kematian dari fraktur: Kematian : 11.696 Insiden : 1.499.999

0,78% rasio dari kematian per insiden

B. ANESTESI Anestesi berasal dari bahasa Yunani an yang berarti tidak

dan esthesia yang berarti rasa, sehingga dapat berarti hilangnya rasa atau sensasi. Kata anesthesiadiperkenlakan oleh Oliver Wendell Holmes yang menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara karena pemberian obat, dengan tujuan untuk menghilangkan sensasi rasa nyeri pada saat pembedahan. Sedangkan analgesi ialah pemberian obat untuk menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran pasien.

19

Klasifikasi Anestesi General Anestesi

Anestesi Umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat reversible. Anestesi umum yang sempurna menghasilkan ketidaksadaran, analgesia, relaksasi otot tanpa menimbulkan resiko yang tidak diinginkan dari pasien. Dengan anestesi umum, akan diperoleh triad (trias) anestesia, yaitu : - Hipnosis (tidur) - Analgesia (bebas dari nyeri) - relaksasi otot Hilangnya segala sensasi perasaan panas, dingin, rabaan, kedudukan tubuh (posture), nyeri dan disertai hilangnya kesadaran. Anestesi umumnya terdiri dari tiga komponen yaitu : Hipnotik, analgesi dan relaksasi. Cara pemberian obat untuk anestesi umum dapat melalui; Parentetal (Intramuskural / Intravena), pemberian ini digunakan untuk tindakan yang singkat atau induksi anestesi. Dapat juga melalui inhalasi/ anestesi inhalasi (valatile agent), yaitu menggunakan gas/cairan anestesi sebagai zat anestetik yang mudah menguap melalui udara pernafasan. Teknik ini digunakan untuk pembedahan abdomen yang luas,

intraperitoneum, toraks, intrakranial, pembedahan yang berlangsung lama, dan operasi dengan posisi tertentu yang memerluakn pengendalian pernafasan. Regional Anestesi Regional anestesi adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri atau sakit secara regional tanpa disertai hilangnya kesadaran. Pemberian anestesi regional dapat dengan cara, pertama yaitu blok sentral (blok neuroksial), yang meliputi blok spinal dan epidural dan tindakan ini sering dikerjakan. Pengertian blok spinal adalah penyuntikan obat anestesi lokal kedalam

20

ruang subaraknoid. Sedangkan blok epidural adalah penyuntikan obat anestesi lokal ke dalam ruang epidural. Yang kedua yaitu blok perifer (blok saraf), misalnya blok pleksus brakialis, aksiler, dll Klasifikasi Status Fisik (ASA) Berdasarkan hasil pemeriksaan kita dapat menentukan status fisik pasien,American Society Of Anestesiologists (ASA) membuat klasifikasi pasien menjadi kelas-kelas : a. Kelas/ASA I Pasien normal sehat fisik dan mental b. Kelas/ASA II Pasien dengan penyakit sistemik ringan dan tidak ada keterbatasan fungsional. c. Kelas/ASA III Pasien dengan penyakit sistemik sedang hingga berat yang menyebabkan keterbatasan fungsi. d. Kelas/ASA IV Pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam hidup dan menyebabkan ketidakmampuan fungsi. e. Kelas/ASA V Pasien yang tidak dapat hidup / bertahan dalam 24 jam dengan atau tanpa operasi. f. Kelas/ASA VI Pasien mati batang otak yang organ tubuhnya dapat diambil. g. E, Bila operasi yang dilakukan darurat (emergency) maka

penggolongan ASA di ikuti huruf E (misalnya I E atau 2 E) Persiapan alat-alat intubasi antara lain, Scope yang terdiri

dari Stetoskop, untuk mendengarkan suara paru dan jantung dan laringoscope untuk melihat laring. Menjaga agar airway atau jalan nafas tetap bebas dengan menggunakan pipa mulut faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring (naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar sehingga lidah tidak menyumbat jalan napas, dan juga agar pipa trakea tidak tergigit. Diperlukan juga tape atau plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut. Introducer yaitu dipakai mandrin atau stilet dari kawat

21

dibungkus plastik (kabel), yang mudah dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan ke dalam trakea. Connector sebagai penyambung antara pipa dan peralatan anestesi. Suction untuk penyedot lendir, ludah dan lain-lain.Spuit 10 cc untuk pengisian udara pada caff pipa trakea. Face mask atau sungkup muka untuk mengantar udara / gas anestesi dari alat resusitasi atau sistem anestesi ke jalan napas pasien dengan napas spontan atau dengan tekanan positif, tidak bocor sehingga gas masuk semua ke trakea lewat mulut atau hidung. Ukuran untuk anak 1,2, dan 3, sedangkan pada orang dewasa no 4 dan 5. Sungkup laring atau LMA (laringeal mask airway) adalah alat jalan napas berbentuk sendok terdiri dari pipa besar berlubang dengan ujung menyerupai sendok, yang pinggirnya dapat dikembang-kempiskan seperti balon pada pipa trakea. Ukuran untuk anak no 1,dan 2. pada orang dewasa no 3, 4, dan 5.6 Klasifikasi Mallampati/Samsoon-Young berdasarkan penampakan dari orofaring Kelas I : Tampak uvula, pilar fausial dan palatum mole Kelas II : Pilar fausial dan palatum mole terlihat Kelas III : Palatum durum dan palatum mole masih terlihat Kelas IV : Palatum durum sulit terlihat

Indikasi pemakaian LMA Pemasangan ventilasi elektif Kesulitan jalan napas

Setelah intubasi gagal , maka LMA dapat digunakan sebagai alat penyelamat Pada kasus pasien yang tidak dapat diintubasi tapi bisa diventilasi, LMA adalah alternatif yang baik untuk melanjutkan bag-valvemask ventilation karena LMA mudah untuk dipertahankan dari waktu ke waktu dan LMA telah menunjukkan penurunan batuk yang tidak hilang, resiko operasi. Cardiac arrest
22

Saluran untuk intubasi Manajemen jalan napas prehospital

Cara penggunaan LMA Balon masker dikempiskan terlebih dahulu sebelum diinsersi dan dilubrikasi . Pasien diberi sedasi atau zat anastesi jika sadar penuh . Sama seperti ETT, LMA digunakan untuk prosedur pada posisi pembedahan selain dari supine, walaupun praktek anestesi di Amerika Serikat sebagian besar terbatas LMA juga digunakan juga pada posisi supine. Ahli anestesi Eropa melaporkan bahwa LMA sering digunakan pada posisi lateral dan bahkan pada posisi telungkup.. Pelepasan LMA Waktu untuk melepaskan LMA saat akhir operasi juga penting. LMA harus dilepas jika pasien teranastesi dalam atau setelah refleks protektive kembali dan pasien dapat membuka mulut dengan perintah. Pengangkatan selama tahap eksitasi dapat disertai dengan batuk dan atau laringospasme. Banyak klinisi mengangkat LMA dalam keadaan mengembang karena hal itu sekaligus berfungsi sebagai sendok untuk sekresi di atas sungkup, untuk dibawa keluar dari jalan nafas EFEK SAMPING Efek samping yang paling sering ditemukan adalah nyeri tenggorokan dengan insidensi 10% dan sering berhuungan dengan over inflasi cuff LMA . Efek samping paling utama adalah aspirasi .

Alat-alat intravena line yang terdiri dari abocath dengan ukuran yang sesuai dengan jenis operasi. Umumnya pada anak-anak digunakan no besar yaitu lama dipasang no 22 dan 24, tetapi untuk terapi cairan intravena jangka kanul besar no 18 atau 20. Sedangkan orang dewasa dapat

menggunakan no 14, 16, 18 dan 20. Untuk terapi cairan intravena jangka lama sebaiknya dipasang kanul 18 atau 16

23

Obat Premedikasi 1. Midazolam Midazolam merupakan suatu golongan imidazo-

benzodiazepindengan sifat yang sangat mirip dengan golongan benzodiazepine.Merupakan benzodiapin kerja cepat yang bekerja menekan SSP. Midazolam berikatan dengan reseptor

benzodiazepin yang terdapat diberbagai area di otak seperti di medulla spinalis, batang otak, serebelum system limbic serta korteks serebri. Efek induksi terjadi sekitar 1,5 menit setelah pemberian intra vena bila sebelumnya diberikan premedikasi obat narkotika dan 2-2,5 menit tanpa premedikasi narkotika

sebelumnya. Midazolam diindikasikan pada premedikasi sebelum induksi anestesi, basal sedasion sebelum tindakan diagnostic atau pembedahan yang dilakukan di bawah anestesi local serta induksi dan pemelharaan selama anestesi. Obat ini dikontra indikasikan pada keadaan sensitive terhadap golongan benzodiazepine, pasien dengan insufisiensi pernafasan, acut narrow-angle claucoma. Dosis premedikasi sebelum operasi : Pemberian intramuskular pada penderita yang mengalami nyeri sebelum tindakan bedah, pemberian tunggal atau kombinasi dengan antikolinergik atau analgesik. Dewasa : 0,07- 0,1 mg/ kg BB secara IM sesuai dengan keadaan umum pasien, lazimnya diberikan 5mg. Dosis usia lanjut dan pasien lemah 0,025 - 0,05 mg/ kg BB (IM) Untuk basal sedation pada dewasa tidak melebihi 2,5 mg IV 5-10menit sebelum permulaan operasi, pada orang tua dosis harusditurunkan 1- 1,5 mg dengan total dosis tidak melebihi 3,5 mg IV. Midazolam mempunyai efek samping :

24

Efek yang berpotensi mengancam jiwa : midazolam dapat mengakibatkan depresi pernafasan dan kardiovaskular, iritabilitas pada ventrikel dan perubahan pada kontrol baroreflek dari denyut jantung. Efek yang berat dan ireversibel : selain depresi SSP yang berhubungan dengan dosis, tidak pernah dilaporkan efek samping yang ireversibel Efek samping simtomatik : agitasi, involuntary movement, bingung, pandangan kabur, nyeri pada tempat suntikan, tromboflebitis dan thrombosis .Midazolam dapat berinteraksi dengan obat alkohol, opioid, simetidin, ketamine. 2. Fentanyl Fentanil adalah merupakan derivat agonis sintetik opioid fenil piperidin, yang secara struktur berhubungan dengan meperidin, sebagai anestetik 75 125 kali lebih poten dari Morfin. Fentanil merupakan salah satu preparat golongan analgesik opioid dan termasuk dalam opioid potensi tinggi dengan dosis 100-150 mcg/kgBB, termasuk sufentanil (0,25-0,5 mcg/kgBB). Bahkan sekarang ini telah ditemukan remifentanil, suatu opioid yang poten dan sangat cepat onsetnya, telah digunakan untuk meminimalkan depresi pernapasan residual. Opioid dosis tinggi yang deberikan selama operasi dapat menyebabkan kekakuan dinding dada dan larynx, dengan demikian dapat mengganggu ventilasi secara akut, sebagaimana meningkatnya kebutuhan opioid potoperasi

berhubungan dengan perkembangan toleransi akut.Maka dari itu, dosis fentanyl dan sufentanil yang lebih rendah telah digunakan sebagai premedikasi dan sebagai suatu tambahan baik dalam anestesi inhalasi maupun intravena untuk memberikan efek analgesi perioperatif. Sebagai analgesik, potensinya diperkirakan 80 kali morfin. Lamanya efek depresi nafas fentanil lebih pendek dibanding meperidin. Efek euphoria dan analgetik fentanil diantagonis oleh antagonis opioid, tetapi secara tidak bermakna diperpanjang

25

masanya atau diperkuat oleh droperidol, yaitu suatu neuroleptik yang biasanya digunakan bersama sebagai anestesi IV. Dosis tinggi fentanil menimbulkan kekakuan yang jelas pada otot lurik, yang mungkin disebabkan oleh efek opioid pada tranmisi dopaminergik di striatum. Efek ini di antagonis oleh nalokson. Fentanyl biasanya digunakan hanya untuk anestesi, meski juga dapat digunakan sebagai anelgesi pasca operasi. Obat ini tersedia dalam bentuk larutan untuk suntik dan tersedia pula dalam bentuk kombinasi tetap dengan droperidol. Fentanyl dan droperidol (suatu

butypherone yang berkaitan dengan haloperidol) diberikan bersama-sama untuk menimbulkan analgesia dan amnesia dan dikombinasikan dengan nitrogen oksida memberikan suatu efek yang disebut sebagai neurolepanestesia. 3. Ketorolac Ketorolac dapat diberikan secara oral, intramuscular atau intravena. Tidak dianjurkan untuk intratekal atau epidural. Setelah suntikan intramuscular atau intravena efek analgesinya dicapai dalam 30 menit, maksimal setelah 1-2 jam dengan lama kerja sekitar 4-6 jam dan penggunannya dibatasi untuk 5 hari. Dosis awal 10-30 mg dan dapat diulang setiap 4-6 jam dan penggunannya sesuai kebutuhan. Untuk pasien normal dosis sehari dibatasi maksimal 90 mg dan untuk berat < 50kg, manula atau gangguan faal ginjal dibatasi maksimal 60 mg. sifat analgetik ketorolac setara dengan opioid, yaitu 30 mg ketorolac = 12 mg morfin = 100 mg petidin, sedangkan sifat antipiretik dan antiinflamasinya rendah. Ketorolac dapat digunakan secara bersamaan dengan opioid. Cara kerja ketorolac adalah

menghambat sintesis prostaglandin di perifir tanpa menggangu reseptor opioid di sistema saraf pusat. Tidak dianjurkan digunakan untuk wanita hamil, menghilangkan nyeri persalinan,wanita sedang menyusui, usia lanjut, anal usia < 4 tahun, gangguan perdarahan.

26

4. Ondansetron Merupakan suatu antagonis 5-HT3 yang sangat efektif yang ual dan muntah karena sitostatika misalnya cisplatin dan radiasi. Ondansetron mempercepat pengosongan lambung, bila kecepatan pengosongan basal rendah. Tetapi waktu transit saluran cerna memanjang sehingga dapat terjadi konstipasi. Ondansetron dieliminasi dengan cepat dari tubuh. Metabolisme obat ini terutama secara hidroksilasi dan konjugasi dengan glukonida atau sulfat dalam hati. 5 Dosis ondansentron yang biasanya diberikan untuk premedikasi antara 4-8 mg/kgBB. Dalam suatu penelitian kombinasi antara Granisetron dosis kecil yang diberikan sesaat sebelum ekstubasi trakhea ditambah Dexamethasone yang

diberikan saat induksi anestesi merupakan suatu alternatif dalam mencegah muntah selama 0-2 jam setelah ekstubasi trakhea daripada ondansetron dan dexamethasone. 5. Obat Induksi PROPOFOL Propofol adalah obat anestesi intravena yang paling sering digunakan saat ini. Dimulai pada tahun 1970-an dihasilkan dari substitusi derivate phenol dengan materi hipnotik yang kemudian menghasilkan 2,6-diisopropofol. Uji klinik yang pertama kali dilakukan, dilaporkan oleh Kay dan Rolly tahun 1977, memberikan konfirmasi penggunaan propofol sebagai obat induksi anestesi. Propofol tidak larut dalam air dan pada awalnya tersedia dengan nama Cremophor EL (BASF A.G.) Dikarenakan oleh reaksi anafilaktik yang berkaitan dengan Cremophor EL pada formulasi awal propofol, obat ini tersedia dalam bentuk emulsi. Propofol digunakan untuk induksi dan rumatan anestesi, demikian pula untuk sedasi baik di dalam maupun di luar kamar operasi. FARMAKOKINETIK

27

Evaluasi farmakokinetik propofol banyak dilakukan dengan interval dosis yang lebar seperti pemberian melalui infuse kontinyu, dan dijelaskan dalam model dua atau tiga kompartemen (lihat Tabel 10-1). Setelah injeksi bolus, kadar propofol dalam darah menurun cepat sebagai akibat redistribusi dan eliminasi (Gbr. 10-2). Klirens propofol sangat tinggi 1,5 sampai 2,2 L/mnt. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya kliren ini melebihi aliran darah hepar dan terjadi metabolisme ekstahepatal. Konstanta ekuilibrium propofol berpedoman pada supresi

electroencephalogram (EEG) (yang berkorelasi kuat dengan penurunan kesadaran) adalah sekitar 0,3 per menit, dan waktu paruh ekuilibrium antara konsentrasi plasma dan efek EEG adalah 2,5 menit. Waktu untuk mencapai puncak efek adalah 90 sampai 100 detik. Beberapa faktor dapat menjadi penyebab perubahan

farmakokinetik propofol, antara lain jenis kelamin, berat badan, umur, penyakit penyerta, dan pengobatan lain. Peningkatan kardiak output akan menurunkan konsentrasi propofol di dalam plasma dan sebaliknya. Pada keadaan hemorrhagic shock konsentrasi propofol meningkat sampai 20 % sampai terjadi kondisi shock yang tidak terkompensasi, suatu point dimana terjadi penigkatan konsentrasi propofol yang sangat cepat. FARMAKOLOGI Efek pada Susunan Saraf Pusat Sifat utama propofol adalah hipnotik. Mekanisme kerjanya masih belum jelas sepenuhnya.Propofol memiliki dua efek samping yang menarik yaitu efek antiemetik dan adanya sense of wellbeing setelah pemberian propofol. Efek antiemetic ini disebabkan oleh penurunan kadar serotonin pada area postrema yang kemungkinan dikarenakan kerja propofol pada reseptor GABA.
28

Onset hipnosis propofol sangat cepat (one arm-brain circulation) setelah pemberi. Durasi hipnosis tergantung pada dosis (dose dependent) kira-kira 5 10 menit setelah pemberian 2 2,5 mg/kg.. Efek pertambahan usia pada penurunan konsentrasi propofol yang dibutuhkan untuk terjadinya penurunan kesadaran Efek pada Sistem Kardiovaskuler Frekuensi denyut jantung tidak mengalami perubahan yang signifikan setelah pemberian propofol dosis induksi. Diperkirakan propofol mereset atau menghambat baroreflek, mengurangi respon takikardi pada hipotensi. Propofol menurunkan tonus parasimpatis jantung sesuai dengan derajat sedasi yang timbul. Pada pemeliharaan anestesi dengan propofol denyut jantung dapat meningkat, menurun atau tidak berubah. Pemberian infus propofol menunjukkan penurunan signifikan pada aliran darah miokard dan konsumsi oksigen, suatu hal yang dapat menjaga rasio suplai dan kebutuhan oksigen miokard secara umum. Propofol mengurangi disfungsi mekanik, menurunkan cedera jaringan EFEK SAMPING DAN KONTRAINDIKASI Induksi anestesi dengan propofol dikaitkan dengan beberapa efek samping, termasuk nyeri saat injeksi, myklonus, apneu, penurunan tekanan darah arterial dan jarang , trombophlebitis pada vena lokasi injeksi propofol. Nyeri dapat direduksi dengan pemilihan vena yang besar, mengindari vena di dorsum manus, dan menambahkan lidokain pada larutan propofol. Apneu pada pemberian propofol sering terjadi dan hampir sama dengan pemberian thiopental dan methohexital; namun propofol menyebabkan kejadian yang lebih sering dan periode apneu lebih dari 30 menit. Pemberian opioid meningkatkan insidensi apneu khususnya apneu yang prolong.

29

Efek samping yang paling signifikah adalah penurunan tekanan darah sistemik. Penambahan opioid sebelum induksi cenderung menambah penurunan tekanan darah. Mungkin pemberian dengan dosisi lebih kecil dan cara pemberian pelan serta rehidrasi yang adekuat akan mengatasi penurunan tekanan darah. Berlawanan dengan hal tersebut, efek laringoskopy dan intubasi endotrakeal dan peningkatan MAP, denyut nadi dan tahanan vascular sistemik kurang signifikan pada propofol jika dibandingkan dengan thiopental. Propofol infusion syndrome jarang terjadi namun letal, dikaitkan dengan infuse propofal 5 mg/kg/jam atau lebih dari 48 jam atau lebih. Gejala klinik berupa kardiomiopati dengan gagal jantung akut, asidosis metabolic, dan lipemia. miopati Bukti skeletal, yang ada hiperkalemia, menunjukkan

hepatomegali

kemungkinan sindrom ini disebabkan kegagalan metabolism asam lemak bebas yang disebabkan inhibaisi masuknya asam lemak bebas ke mitokondria dan gangguan rantai respirasi mitokondria.

30

BAB III PEMBAHASAN Diagnosis fraktur radius ditegakkan berdasarkan pemeriksaan penunjang. Fraktur ini akibat terjatuh dengan tangan terentang. Fraktur radius terjadi di korpus distal, biasanya sekitar 2 cm dari permukaan artikular. Fragmen distal bergeser ke arah dorsal dan proksimal. Status fisik pada pasien ini dimasukkan ke dalam ASA I (Pasien normal sehat fisik dan mental). Teknik general anestesi dengan metode LMA (Laryngeal Mask Airway) dan dipilih LMA no. 3.Pada pasien ini diberikan premedikasi berupa midazolam 2,5 mg (0,05-0,1 mg/kgBB) intravena. Selanjutnya diberikan fentanyl 50 meq. Induksi anestesia dilakukan dengan pemberian propofol 100 mg (intravena), Untuk maintenance selama operasi berlangsung diberikan O2 2 lpm, N2O, Sevofluran. Selama operasi berlangsung, dilakukan monitoring perioperasi untuk membantu ahli anestesi mendapatkan informasi fungsi organ vital selama perioperasi, supaya dapat bekerja dengan aman. Monitoring secara elektronik membantu ahli anestesi mengadakan observasi pasien lebih efisien secara terus menerus. Selama operasi berlangsung juga tetap diberikan cairan intravena RL. Pasien dipindah ke ruang pemulihan dan dilakukan observasi sesuai skor Aldrete. Bila pasien tenang dan Aldrete Score 8 dan tanpa nilai 0, pasien dapat dipindahkan ke bangsal. Pada kasus ini Aldrete Score-nya yaitu kesadaran 1 (merespon bila nama dipanggil), aktivitas motorik 1 (dua ekstremitas dapat digerakkan), pernapasan 2 (bernapas tanpa hambatan), sirkulasi 2 (tekanan darah dalam kisaran <20% sebelum operasi), dan warna kulit 2 (merah muda). Jadi Aldrete Score pada pasien ini adalah 8 sehingga layak untuk pindah ke bangsal.

31

BAB IV KESIMPULAN Seorang laki-laki 18 tahun dengan post orif fraktur radius sinistra direncanakan operasi re-orif dengan general anestesi menggunakan LMA (Laryngeal Mask Airway), dan pemeriksaan status preoperatif pasien ASA I.

32

DAFTAR PUSTAKA

1.

Carter Michel A., Fraktur dan Dislokasi dalam: Price Sylvia A, Wilson Lorraine McCarty. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2006. Hal 1365-1371.

2.

Goh Lesley A., Peh Wilfred C. G., Fraktur-klasifikasi,penyatuan, dan komplikasi dalam : Corr Peter. Mengenali Pola Foto-Foto Diagnostik. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2011. Hal 112-121.

3.

Ekayuda Iwan, Trauma Skelet (Rudapaksa Skelet) dalam: Rasad Sjahriar, Radiologi Diagnostik. Edisi kedua, cetakan ke-6. Penerbit Buku Balai Penerbitan FKUI. Jakarta. 2009. Hal 31-43.

4.

Rasjad Chairuddin, Struktur dan Fungsi Tulang dalam: Rasjad Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Cetakan keenam. Penerbit PT. Yarsif Watampone. Jakarta. 2009. Hal 6-11.

5.

Puts R and Pabst R.. Ekstremitas Atas dalam: Atlas Anatomi Manusia Sobotta. Edisi 22. Penerbit Buku Kedokteran EGC Jilid 1. Jakarta. 2006. Hal 158, 166, 167, dan 169.

6.

Carter Michel A., Anatomi dan Fisiologi Tulang dan Sendi dalam: Price Sylvia A, Wilson Lorraine McCarty. Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit. Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2006. Hal 1357-1359.

7.

Latief Said A, dkk. Petunjuk Praktis Anestesiologi edisi 2. Fakultas Kedokteran UniversitasIndonesia 2001. 3-8

8.

Latief Said A, dkk. Petunjuk Praktis Anestesiologi edisi 2. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2001. 36-40

33

Vous aimerez peut-être aussi