Vous êtes sur la page 1sur 9

60

Jurnal Penelitian Dan Pemikiran Pendidikan, Volume 1, Nomor 1, September 2011

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK PADA MATERI PROGRAM LINIER SISWA KELAS X SMK NEGERI 1 SINGOSARI
Miswanto Program Studi Tadris Matematika STAIN Tulungagung E-mail: m1sw4_85@yahoo.co.id

Abstract: This study uses a qualitative approach with the design of classroom action research. Research conducted on students of XOTR SMK Negeri 1 Singosari. To get information from students regarding the application of learning conducted the interview subjects were chosen, four consisting of a low ability students, two students with moderate, and a highly capable students. The selection interview subjects based on the results of initial tests and the consideration that students are easy to communication. The result showed that the project-based learning model that can provide insight to students of XOTR class SMK Negeri 1 Singosari about linear program material is divided into three stages of learning, namely (1) include the express purpose of the early stages of learning, motivate students about the importance of linear programming, reminding return the material preconditions, the formation of groups, and provision of project worksheets, (2) covers the core stage of the project by each group and the presentation of project work, (3) final stage includes a conclusion and evaluation. Student learning outcomes in this study is good enough on the concept of linear programming through project-based learning model. It can be seen that the results obtained competency test score average of 67% and the results of checks on the understanding that to do with the way asked verbally to the learners is good enough. Keyword: Linear Programming, Project Based Learning

Tujuan umum matematika sekolah menurut kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah mempersiapkan siswa agar dapat memecahkan masalah matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran logis, rasional, cermat, jujur, efektif dan efisien (Pais, 2009). Sedangkan tujuan pengajaran matematika di sekolah menengah kejuruan adalah menumbuh kembangkan keterampilan dan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika dalam kehidupan sehari-hari dengan membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif, dan disiplin. Sejak tahun pelajaran 2006/2007 SMK Negeri 1 Singosari telah menerapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), namun menurut hasil wawancara dengan guru terdapat

beberapa kendala dalam pelaksanaan KTSP. Salah satu kendala utamanya adalah kurangnya antusias siswa untuk belajar, siswa lebih cenderung menerima apa saja yang disampaikan oleh guru dan jarang sekali mengemukakan pertanyaan maupun pendapat. Hal ini dikarenakan pembelajaran yang dilakukan oleh guru hanya cenderung ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas. Padahal dalam kerangka pembelajaran matematika, siswa mesti dilibatkan secara mental, fisik, dan sosial untuk membuktikan sendiri tentang kebenaran dari teori-teori dan hukum-hukum matematika yang telah dipelajaraninya melalui proses ilmiah. Jika hal ini tidak tercakup dalam proses pembelajaran dapat dipastikan penguasaan konsep matematika akan kurang dan berakibat terhadap rendahnya prestasi belajar siswa itu sendiri.

Miswanto, Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek Pada Materi Program Linier

61

Berdasarkan informasi tersebut peneliti melakukan observasi di SMK Negeri 1 Singosari dan diperoleh keterangan bahwa prestasi belajar matematika siswa kelas XOTR di sekolah tersebut masih tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata ulangan harian siswa hanya mencapai 4,5 dari skor maksimal 10. Nilai rata-rata ini jika dibandingkan dengan ketuntasan belajar menurut kurikulum, yakni sebesar 6,5 dari skor maksimal 10 dan dapat dikatakan bahwa nilai tersebut berada di bawah standar ketuntasan yang diharapkan. Dari hasil wawancara juga di peroleh informasi dari guru matematika di sekolah tersebut bahwa pokok bahasan yang dianggap sulit untuk dipahami oleh siswa adalah pokok bahasan program linier. Dalam hal ini siswa seringkali mengalami kesulitan dan kekeliruan dalam menyelesaikan soal-soal latihan. Hal ini disebabkan karena siswa hanya bekerja secara individu sehingga kemampuan mereka dalam menyelesaikan soal sangat minim. Selama ini mereka hanya menerima apa saja yang diberikan oleh guru dan tidak pernah bertanya kepada guru atau teman yang lebih paham disaat mereka mengalami kesulitan, dan siswa yang bisa menjawab t idak mau memberikan penjelasan kepada siswa lain yang belum paham. Oleh karena itu, jika siswa diberi soal-soal latihan mereka tidak bisa menjawab. Yang dapat mereka jawab hanya soal-soal yang sama persis dengan yang dicontohkan oleh guru. Peneliti menduga model pembelajaran yang digunakan selama ini belum efektif. Hal inilah yang menyebabkan rendahnya prestasi siswa, khususnya siswa kelas XOTR SMK Negeri 1 Singosari. Berdasarkan dugaan di atas maka peneliti menawarkan tindakan alternatif unt uk mengatasi masalah yang ada berupa penerapan model pembelajaran lain yang lebih mengutamakan keaktifan siswa dan memberi kesempatan siswa untuk mengembangkan potensinya secara maksimal. Model pembelajaran yang dimaksud adalah model project based learning, yang selanjutnya disebut pembelajaran berbasis proyek.

Selain dugaan di atas, menurut penulis pembelajaran berbasis proyek juga dapat meningkatkan mutu pembelajaran matematika. Hal ini didukung oleh berbagai pendapat berikut ini. Hasil penelitian di Amerika memperlihatkan bahwa pembelajaran berbasis proyek telah menunjukkan hasil yang memuaskan (Richmond & Striley, 1996). Bahkan Richmond dan Striley merujuk pada laporan hasil penelitian Departemen Pendidikan di Amerika Serikat melaporkan bahwa berdasarkan hasil kajian lintas daerah yang dilakukannya, siswa Amerika memperoleh hasil yang memuaskan baik dalam keterampilan (skill), motivasi, pemahaman, unjuk kerja maupun kemampuan pemecahan masalah. Dalam beberapa literatur (Alamaki, 1999) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis proyek bersifat inovatif, unik, dan berfokus pada pemecahan masalah berdasar inkuiri yang berhubungan dengan kehidupan pebelajar atau kebutuhan masyarakat atau industri lokal. Hal diatas senada dengan pendapat Leviatan (2008) yang menyatakan bahwa pembelajaran berbasis proyek merupakan pembelajaran yang inovatif yang menekankan pada kegiatan kompleks dengan tujuan pemecahan masalah dengan berdasar pada kegiatan inkuiri. Hal itu sesuai dengan tujuan pembelajaran di sekolah yaitu siswa dapat memecahkan masalah dalam kehidupan seharihari. Berpijak pada berbagai pendapat di atas, menurut hemat peneliti pembelajaran berbasis proyek tepat untuk diterapkan guna meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika yang dikaitkan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya materi program linier. Selain itu, juga merangsang siswa dalam berfikir matematis dan realistis. Dengan diterapkannya pembelajaran berbasis proyek diharapkan agar siswa lebih memahami dan mengetahui bahwa hal-hal yang dipelajari terkait dengan kehidupan nyata di sekitar mereka sehingga konsep yang dipelajari akan terekam lebih kuat dalam ingatan siswa sehingga hasil belajarnya akan lebih baik. Selain itu, model pembelajaran berbasis proyek ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar

62

Jurnal Penelitian Dan Pemikiran Pendidikan, Volume 1, Nomor 1, September 2011

siswa dan meningkatkan kemampuan memecahkan masalah sehari-hari yang berhubungan dengan materi pelajaran yang telah diterimanya. Bertitik tolak dari latar belakang di atas maka tujuan dalam penelitian ini adalah (1)Mendeskripsikan rancangan pembelajaran berbasis proyek yang dapat memahamkan siswa kelas X SMK Negeri 1 Singosari tentang program linier dan (2) Mendeskripsikan hasil belajar siswa kelas X SMK Negeri 1 Singosari pada materi program linier dengan diterapkan pembelajaran berbasis proyek. METODE Penelitian ini menerapkan pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis proyek untuk memahamkan siswa tentang materi program linier. Penelitian dilakukan dalam tatanan kelas reguler. Desain penelitian dapat disempurnakan selama penelitian berlangsung sesuai dengan kenyataan di lapangan. Melihat karakteristik penelitian ini, yakni berlatar alamiah, manusia sebagai alat (instrumen), menggunakan metode kualitataif, analisis data dilakukan secara induktif, lebih mementingkan proses daripada hasil dan desain penelitian yang bersifat sementara, maka pendekatan yang sesuai dengan penelit ian ini berdasarkan pada karakteristik penelitian kualitatif yang dinyatakan Moleong di atas termasuk pendekatan kualitatif. Penelitian ini berangkat dari permasalahan praktis yang ada di kelas dimana peneliti selaku pengelola pembelajaran, kemudian direfleksikan (dilakukan pemikiran kembali terhadap proses pembelajaran yang selama ini telah dijalankan) dan dianalisis berdasarkan teori-teori yang menunjang. Dalam penelitian ini fokus utamanya adalah kegiatan pembelajaran dan berupaya untuk memperbaiki pembelajaran. Peneliti juga terlibat langsung dari awal sampai akhir. Peneliti bertindak sebagai perencana, perancang, pelaksana, pengumpul data, penganalisis data, dan pelapor penelitian. Dengan melihat karakteristik penelitian ini, yakni penelitian berawal dari permasalahan praktis yang ada di kelas, penelitian melalui refleksi diri, fokus penelitian adalah

kegiatan pembelajaran dan bertujuan untuk memperbaiki pembelajaran, maka jenis penelitian yang sesuai dengan penelitian ini berdasarkan pada karakteristik penelitian tindakan kelas yang dinyatakan Wardani (2003:1.3) di atas termasuk jenis penelitian tindakan kelas. Sebelum pelaksanaan penelitian dilakukan, peneliti terlebih dahulu melakukan tes awal. Kegiatan tes awal ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan prasyarat siswa tentang materi program linier yang akan dipelajari, dan hasilnya akan digunakan untuk pembagian kelompok serta menentukan subjek wawancara. Pelaksanaan penelitian ini dibagi ke dalam 2 siklus, yaitu siklus I, dan siklus II. Siklus I adalah kegiatan pengambilan data untuk menyelesaikan proyek dan presentasi hasil kerja proyek sampai dengan menggambar daerah himpunan penyelesaian. Siklus II adalah kegiatan melanjutkan menyelesaikan kerja proyek samapai dapat menjawab masalah yang di angkat dan mempresentasikannya. Pelaksanaan masing-masing siklus dilakukan sesuai model yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart. Model ini meliputi tahap (a) merencanakan, (b) melaksanakan, (c) mengamati, dan (d) merefleksi yang membentuk suatu siklus (Wardani, 2003:2.3). Dan siklus akan diulang sampai kriteria yang ditetapkan dalam setiap siklus tercapai. Kriteria untuk masing-masing siklus dapat dijelaskan sebagai berikut: Siklus I: Kriteria keberhasilan yang ditetapkan untuk siklus I adalah jika ada minimal 1 kelompok dapat menyelesaikan dengan benar proyek sampai dengan menggambar daerah himpunan penyelesiannya dari proyek yang akan diselesaikan. Sebagai pelengkap untuk kriteria siklus yang telah ditentukan, dalam refleksi juga dilakukan penilaian terhadap proses pembelajaran. Proses pembelajaran dikatakan baik jika telah mencapai nilai 70%. Siklus II : Kriteria keberhasilan yang ditetapkan untuk siklus II adalah jika ada mini-

Miswanto, Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek Pada Materi Program Linier

63

mal 1 kelompok dapat menyelesaikan dengan benar proyeknya sampai dengan menjawab pertanyaan dari proyek yang akan diselesaikan. Sebagai pelengkap untuk kriteria siklus yang telah ditentukan, dalam refleksi juga dilakukan penilaian terhadap proses pembelajaran. Proses pembelajaran dikatakan baik jika telah mencapai nilai 70%. Kehadiran peneliti di lokasi penelitian sangat diutamakan karena selain sebagai pemberi tindakan, peneliti merupakan instrumen kunci. Sebagai pemberi tindakan, peneliti bertindak sebagai pengajar yang membuat rancangan pembelajaran dan sekaligus menyampaikan bahan ajar selama kegiatan penelitian. Sebagai instrumen kunci berarti bahwa peneliti adalah pengumpul data. Peneliti bertindak sebagai pewawancara t erhadap subjek penelitian. Untuk menghasilkan data pengamatan dan pengumpulan data, maka peneliti dibantu oleh dua orang guru mata pelajaran matematika SMK Negeri 1 Singosari. Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi: (1) hasil tes siswa dalam mengerjakan soal-soal tes awal dan tes akhir, (2) hasil wawancara terhadap subjek penelitian, (3) hasil observasi guru dan siswa selama kegiatan pembelajaran, (4) hasil catatan lapangan, (5) hasil angket siswa. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XOTR SMK Negeri 1 Singosari sebagai sumber data. Sedangkan siswa yang diambil sebagai subjek untuk wawancara sebanyak 4 siswa dengan pertimbangan agar memudahkan fokus perhatian dan pengamatan sehingga mencapai refleksi mendalam. Prosedur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) tes, (2) observasi, (3) wawancara, (4) catatan lapangan, dan (5) angket. Data yang terkumpul akan terdiri dari hasil tes, observasi, wawancara, catatan lapangan, dan angket. Analisis data akan dilakukan setiap kali setelah pemberian suatu tindakan. Teknik analisis data yang akan digunakan adalah model alir (flow model) yang dikemukakan Miles dan Huberman (1992:18)

yang meliputi kegiatan (1) mereduksi data, (2) menyajikan data, dan (3) menarik kesimpulan serta verifikasi. Keabsahan data merupakan hal yang penting dalam penelitian. Untuk mengecek keabsahan data akan digunakan teknik kriteria derajat kepercayaan (Moleong, 2006). Derajat kepercayaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) triangulasi, (2) ketekunan pengamatan, dan (3) pemeriksaan sejawat. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil tes menunjukkan, siswa yang memperoleh lebih besar atau sama dengan 65 sebanyak 19 siswa dari 27 siswa atau 70.03%, sedangkan yang 4 tidak mengikuti tes awal karena alasan yang telah dipaparkan sebelumnya. Ini berarti bahwa pemahaman siswa untuk materi prasyarat secara umum sudah cukup kecuali no.4 mengenai sistem pertidaksamaan linier yang masih kurang dan perlu bimbingan. Dari hasil tes awal, peneliti berkesimpulan bahwa siswa sudah cukup mampu mengerjakan t ugas-tugas yang diberikan dan mencukupi syarat untuk mempelajari materi program linier. Pembelajaran pada siklus I sudah dapat dilakukan dengan catatan bahwa setiap tindakan peneliti harus mengingatkan siswa tentang materi prasyaratnya, sehingga siswa akan lebih siap dan lebih termotivasi dalam menyelesaikan tugasnya. SIKLUS I Berdasarkan data observasi dari observer I diperoleh jumlah skor 75 dari skor maksimal 80 Sehingga diproleh persentase nilai rataratanya adalah 93,75%, berarti pada kategori sangat baik. Sedangkan jumlah skor yang diperoleh dari observer II adalah 79 dari skor maksimal 80. Sehingga persentase nilai rataratanya adalah 98,75% berarti pada kategori sangat baik. Adapun hasil observasinya yaitu proses pembelajaran berlangsung terlihat bahwa siswa dapat merespon pembelajaran dengan baik dan aktivitas siswa dalam menyelesaikan proyek dan presentasi sudah cukup baik serta

64

Jurnal Penelitian Dan Pemikiran Pendidikan, Volume 1, Nomor 1, September 2011

mereka cukup senang dalam mengikuti pembelajaran yang dilaksanakan, dan cukup aktif dalam proses pembelajaran. Sebagian besar siswa bisa mengungkapkan ide dan pertanyaan pada kelompok lain yang presentasi dengan cerdas. Berdasarkan data observasi dari bserver I diperoleh jumlah skor 62 dari skor maksimal 65. Sehingga persentase nilai rata-ratanya adalah 95,38%, berarti pada kategori sangat baik. Sedangkan jumlah skor yang diperoleh dari observer II adalah 63 dari skor maksimal 65. Sehingga persentase nilai rata-ratanya adalah 96,82%, berarti pada kategori sangat baik. Adapun lebih rinci dapat dilihat pada tabel 4.15 di Lampiran 10. Refleksi dilakukan untuk menentukan apakah siklus I telah berhasil atau belum. Kriteria keberhasilan pada siklus I ini jika ada minimal 1 kelompok yang telah berhasil menyelesaikan proyek sampai dengan langkah menggambar daerah himpunan Penyelesaian. Sebagai pelengkap untuk kriteria siklus yang telah ditentukan, dalam refleksi juga dilakukan penilaian terhadap proses pembelajaran. Proses pembelajaran dikatakan baik jika telah mencapai nilai 70%. Untuk kriteria proses, data observasi dari 2 orang observer terhadap aktivitas peneliti dan aktivitas siswa menunjukkan bahwa kegiatan guru dan siswa diperoleh jumlah skor di atas 70% berarti pada kategori sangat baik. SIKLUS II Pelaksanaan siklus II terdiri dari pelaksanaan kegiatan pembelajaran, pelaksanaan tes serta pengisian angket siswa, dan wawancara. Sebelum melakukan tes, guru melakukan persiapan terlebih dahulu yaitu mengatur tempat duduk siswa, mengat ur t empat duduk pengawas tes, membagikan lembar tes, meminta siswa membaca soal yang ada pada lembar tes kemudian memberikan kesempatan pada siswa untuk bertanya, dan meminta siswa menuliskan identitas pada lembar tes. Hasil tes akhir menunjukkan bahwa pemahaman siswa untuk materi program linier secara umum sudah cukup baik, hal tersebut diindikasikan bahwa siswa

yang memperoleh skor lebih besar atau sama dengan 65 sebanyak 68.89%. Berdasarkan data observasi dari observer I diperoleh jumlah skor 79 dari skor maksimal 80. Sehingga persentase nilai rata-ratanya adalah 98,75%, berarti pada kategori sangat baik. Sedangkan jumlah skor yang diperoleh dari observer II sebesar 77 dari skor maksimal 80. Sehingga persentase nilai rata-ratanya adalah 96,25%, berarti pada kategori sangat baik. Berdasarkan data observasi dari observer I diperoleh jumlah skor 64 dari skor maksimal 65. Sehingga persentase nilai rata-ratanya adalah 98,46%, berarti pada kategori sangat baik. Sedangkan jumlah skor yang diperoleh dari observer II sebesar 63 dari skor maksimal 65. Sedangkan persentase nilai rata-ratanya adalah 96,92%, berarti pada kategori sangat baik. Refleksi dilakukan untuk menentukan apakah siklus II telah berhasil atau belum. Kriteria keberhasilan pada siklus II ini jika ada minimal 1 kelompok yang yang berhasil menyelesaikan proyek sampai tuntas. Sebagai pelengkap untuk kriteria siklus yang telah ditentukan, dalam refleksi juga dilakukan penilaian terhadap proses pembelajaran. Proses pembelajaran dikatakan baik jika telah mencapai nilai 70%. Dan pada kriteria proses, data observasi dari 2 orang pengamat terhadap aktivitas peneliti dan aktivitas siswa menunjukkan bahwa masing-masing kegiatan guru dan siswa diperoleh persentase nilai rata-ratanya 98,75% dan 96,92%, berarti pada kategori sangat baik. Berdasarkan analisis data yang diuraikan di atas, disimpulkan bahwa siklus II telah mencapai kriteria keberhasilan, baik dari segi proses maupun hasil. Dengan demikian siklus II tidak perlu diperbaiki. Pembahasan Sebelum materi program linier diajarkan, peneliti mempersiapkan siswa agar benar-benar siap untuk belajar. Hal ini mendukung pendapat Orton (1992: 9-10) bahwa siswa yang siap untuk belajar akan belajar lebih banyak daripada siswa yang tidak siap. Kegiatan menyiapkan

Miswanto, Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek Pada Materi Program Linier

65

siswa meliputi persiapan fisik dan persiapan mental. Persiapan fisik meliputi menyediakan semua sarana yang diperlukan berupa multimedia, lembar kerja proyek, dan membagi siswa dalam kelompok-kelompok. Sedangkan persiapan mental meliputi kegiatan menyampaikan salam, bertanya kabar, menyampaikan tujuan, memotivasi siswa tentang pentingnya materi program linier. Penyampaian tujuan pembelajaran dalam penelitian ini dapat memberikan motivasi belajar pada siswa dan menjadikan siswa terfokus pada satu tujuan yang perlu dicapai. Dalam penelitian ini, siswa nampak sangat antusias menyimak penyampaian tujuan pembelajaran oleh guru. Buktinya siswa benar-benar memperhatikan penyampaian tujuan. Kesenangan siswa ini menjadi satu bukti bahwa siswa mulai termotivasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Dahar (1998: 174) bahwa penyampaian tujuan pembelajaran selain dapat memotivasi juga dapat memusatkan perhatian siswa terhadap aspek yang relevan dalam pembelajaran. Untuk lebih meningkatkan motivasi siswa, peneliti juga menyampaikan pentingnya program linier dalam kehidupan sehari-hari, misalnya untuk menentukan laba maksimum dari suatu perdagangan dan modal minimum suatu perusahaan untuk memperoleh untung yang sebesar-besarnya. Ternyata siswa juga tertarik dengan penyampaian pentingnya materi program linier.Terbukti dengan siswa banyak bertanya tentang aplikasi lain dari materi program linier. Hal ini mendukung pendapat Orton (1992: 9-10) bahwa siswa yang termotivasi, tertarik, dan mempunyai keinginan untuk belajar akan belajar lebih banyak. Pemberian motivasi semata kepada siswa belum cukup untuk menyiapkan siswa agar benar-benar siap belajar. Hal ini yang sangat diperlukan adalah pemahaman siswa terhadap materi yang diperlukan untuk mempelajari materi program linier seperti sistem persamaan dan sistem pertidaksamaan linier. Oleh karena itu, peneliti melakukan kegiatan tanya jawab untuk mengecek pemahaman siswa terhadap materi tersebut. Temuan ini mendukung pendapat Skemp (1987: 20) yang menyatakan bahwa jika pemahaman konsep kurang

sempurna, maka konsep lain yang berkaitan dengan konsep tersebut akan berada dalam keadaan yang membahayakan. Pembelajaran materi program linier dilakukan dengan menggunakan lembar kerja proyek (LKP). Penggunaan LKP terbukti sangat membantu arah kerja siswa. Langkahlangkah yang ditentukan dalam LKP merupakan suatu bentuk bantuan bagi siswa. Hal-hal yang perlu dilakukan siswa sehubungan dengan proses mengerjakan proyek juga djelaskan dalam LKP. Meskipun demikian, LKP tidak menuntun siswa secara mutlak. LKP hanya menguraikan langkah-langkah secara garis besar. Siswa masih diberikan kebebasan untuk mengungkapkan ide dan kreativitasnya. Dengan demikian, siswa membentuk pengetahuan mereka sendiri bersama dengan kelompoknya secara aktif dengan bantuan LKP. Selain menggunakan LKP dalam pembelajaran materi program linier juga digunakan mutimedia berupa peralatan komputer dan LCD. Secara garis besar, pemberian proyek dalam penelitian ini terbukti sangat membantu siswa untuk memahami materi pogram linier. Pengerjaan proyek oleh siswa sendiri dalam kelompoknya dengan bantuan LKP dapat menumbuhkan pemahaman siswa secara lebih baik. Pembelajaran dengan proyek menjadikan pengetahuan yang diperoleh siswa akan melekat kuat dalam pikirannya. Penggunaan belajar secara kelompok dalam penelitian ini memberikan banyak keuntungan bagi siswa. Terbukti siswa saling berdiskusi untuk menyelesaikan pekerjaannya. Masing-masing anggota kelompok saling memberikan bantuan dan masukan dalam meningkatkan pemahamannya tentang suatu konsep. Anggota kelompok yang kurang mampu bertanya kepada anggota kelompok yang lebih mampu mengenai hal-hal yang belum dipahami. Sedangkan siswa yang lebih mampu telah bertambah pemahamannya melalui proses menjelaskan kepada anggota yang kurang mampu. Hal ini mendukung pendapat Eggen dan Kauchak (1996: 282) bahwa dalam kerja kelompok siswa akan saling belajar melalui proses saling menerima dan memberi yang terjadi dalam kelompok.

66

Jurnal Penelitian Dan Pemikiran Pendidikan, Volume 1, Nomor 1, September 2011

Presentasi yang telah dilaksanakan sudah sangat menarik dan sesuai dengan konsep program linier, namun yang perlu diperhatikan adalah presentasi hasil kerja proyek yang salah, yang berakibat masih belum bisa menjawab pertanyaan dari masalah yang diangkatnya. Namun melalui diskusi antar kelompok dengan anggota kelompok yang lain, akhirnya dapat mengetahui kesalahan dalam memahami konsep program linier. Koreksi yang diberikan kelompok lain dan mengamati presentasi kelompok lain saat sharing sangat berguna untuk memperbaiki kesalahan yang dilakukan suatu kelompok. Hal ini mendukung pendapat Sutawidjaya (2002: 358) bahwa ketika kelompok menyajikan laporannya (benar atau salah), kelompok akan mempunyai kesempatan berharga untuk memperbaiki laporan mereka. Pemberian penghargaan terhadap presentasi kelompok dan tanya jawab yang terjadi membuat siswa senang. Applaus yang diberikan oleh siswa lain membuat siswa yang presentasi kelihatan senang. Penghargaan ini ternyata dapat memotivasi siswa dalam belajar. Hal ini mendukung pendapat Hudojo (1998: 279-280) bahwa penghargaan sangat diperlukan untuk meningkatkan sikap,rasa puas, dan bangga siswa terhadap matematika. Selanjutnya guru mengadakan evaluasi melalui tanya jawab lisan untuk mengecek kembali pemahaman siswa. Guru perlu memastikan bahwa semua siswa dapat memahami materi yang baru dipelajari. Sebagi penutup, at as arahan dan bimbingan guru siswa menuliskan hasil pengerjaan proyeknya sebagai kesimpulan akhir pembelajaran. Hal ini mendukung pendapat Degeng (1997: 28) bahwa membuat rangkuman atau simpulan dari apa yang telah dipelajari perlu dilakukan untuk mempertahankan retensi. Pembelajaran konsep program linier dengan model pembelajaran berbasis proyek dalam penelitian ini bertujuan unt uk memahamkan siswa mengenai materi program linier. Pemahaman siswa dalam penelitian sesuai analisa peneliti meliputi pemahaman siswa tentang (1) istilah model matematika dan metode uji titik sudut dalam program linier, (2)

konsep metode uji titik sudut, (3) penguasaan tentang langkah-langkah menentukan nilai optimalisasi dengan metode uji titik sudut, (4) penggunaan metode uji titik sudut dalam menyelesaikan masalah program linier. Pada pertemuan kedua dalam penelitian ini, ternyata siswa belum mengetahui tentang model matematika dan juga metode uji titik sudut pada materi program linier. Melalui tanya jawab antara guru dan siswa yang presentasi, tidak ada siswa yang bisa menjawab, begitu juga mengenai metode uji titik sudut. Fakta ini menunjukkan bahwa siswa belum paham tentang model matematika dan metode uji titik sudut pada materi program linier. Melalui diskusi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa lain yang lebih pintar, akhirnya siswa dapat memahami masing-masing istilah tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Vygotsky (dalam Pais, 2009: 121) anak berada pada zona perkembangan proximal bahwa selain guru, teman sebaya yang lebih pintar juga akan memberikan bantuan kepada siswa yang berkemampuan di bawahnya. Kemampuan setiap siswa dalam kelompok dapat menentukan nilai optimal untuk menyelesaikan proyek mereka masingmasing, menurut peneliti sudah menunjukkan adanya pemahaman siswa terhadap materi program linier, khususnya konsep menentukan nilai optimum dengan metode uji titik sudut. Dimungkinkan siswa yang paham tentang hal tersebut hanya beberapa siswa saja. Melalui dialog dalam kelompok dan presentasi yang disajikan membuat siswa yang lain akhirnya menjadi paham tentang bagaimana menggunakan metode uji titik sudut. Hal ini sesuai dengan pendapat Eggen & Kauchack (1996: 282) bahwa pemahaman siswa akan meningkat disebabkan adanya interaksi dalam kelompok. Sebenarnya ada keinginan peneliti untuk menugaskan kepada satu atau dua kelompok untuk menyelesaikan proyeknya yang memuat 5 atau lebih fungsi kendala dan 1 fungsi obyektif. Secara umum dituliskan sebagai berikut. ; ;

Miswanto, Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek Pada Materi Program Linier

67

Namun peneliti masih ragu unt uk memberikan tugas dalam bentuk seperti diatas. Karena peneliti berfikir bahwa, sudah cukup dengan menugaskan kepada setiap kelompok dalam menyelesaikan proyek yang memuat 4 fungsi kendala untuk memberikan pemahama siswa mengenai materi progam linier. Pembelajaran materi program linier dengan model pembelajaran berbasis proyek dalam penelitian ini dilakukan untuk menyelesaikan proyek yang ditugaskan oleh pengajar mengenai konsep metode uji titik sudut dalam menentukan nilai optimal. Pengerjaan proyek mengenai materi ini dilakukan sendiri oleh siswa dalam kelompok dengan bimbingan guru jika diperlukan dan tidak langsung diberikan oleh guru akan menghasilkan pengetahuan yang bermakna. Hal ini mendukung pendapat Bruner (dalam Dahar, 1988: 125) yang menyatakan bahwa berusaha sendiri untuk menemukan penegetahuan akan menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Lebih lanjut Ausubel (dalam Pais, 2009: 131) mengatakan bahwa pengetahuan yang dipelajari secara bermakna dapat diingat lebih lama. Bukti kebermaknaan pengetahuan yang diperoleh siswa dapat dilihat dari wawancara terhadap subjek wawancara. Pemahaman siswa dapat juga dilihat dari kemampuan siswa menggunakan metode uji titik sudut dalam menyelesaikan masalah program linier. Hal ini dapat dilihat dari hasil tes akhir yang menunjukkan bahwa rata-rata skor kelas adalah 67 pada skala 100. Dilihat dari pekerjaan siswa pada tes akhir semua siswa sebenarnya sudah benar dalam menggunakan metode uji titik sudut dalam menyelesaikan masalah program linier. Kesalahan yang terjadi terletak pada kesalahan perhitungan. Dengan fakta ini, peneliti menyimpulkan bahwa siswa sudah dapat menggunakan metode uji titik sudut dalam menyelesaikan masalah program linier. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan paparan data dan pembahasan, dapat disimpulkan beberapa hal berikut:

1. Pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis proyek yang dapat memberikan pemahaman siswa pada materi program linier terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap awal, tahap inti, dan tahap akhir. Pada tahap awal adalah guru menyampaikan tujuan pembelajaran, memberi motivasi tentang pentingnya program linier, mengingatkan kembali materi prasyarat, mengatur siswa untuk menempati posisi kelompoknya dan menerima LKP serta petunjuk kerja proyek. Pada tahap inti adalah proses pengumpulan data sebagai bahan pengerjaan proyek dan mempresentasikan hasil kerja proyeknya, dalam proses presentasi menggunakan bantuan multimedia. Pada tahap akhir adalah menyimpulkan hasil pembelajaran dan melakukan evaluasi secara lisan melalui tanya jawab. 2. Hasil belajar siswa dalam penelitian ini sudah cukup baik pada konsep program linier melalui model pembelajaran berbasis proyek. Hasil uji kompetensi diperoleh skor rata-rata 67% dan hasil cek pemahaman yang di lakukan dengan cara bertanya secara lisan kepada para peserta didik sudah cukup baik meliputi pemahaman: (1) istilah model matematika dan metode uji titik sudut dalam program linier, (2) konsep metode uji titik sudut , (3) penguasaan tentang langkah-langkah menentukan nilai optimalisasi dengan metode uji titik sudut, dan (4) penggunaan metode uji titik sudut dalam menyelesaikan masalah program linier. Saran Berdasarkan hasil positif penelitian ini, maka bagi guru yang ingin menerapkan model pembelajaran berbasis proyek, hendaknya memberikan bimbingan kepada siswa secara efektif sehingga kreatifitas siswa tetap ada, dan bagi peneliti lain yang berminat mengadakan penelitian serupa hendaknya melakukan pada sekolah yang lain sehingga akan diperoleh gambaran lebih lanjut mengenai efektifitas model pembelajaran berbasis proyek pada materi program linier.

68

Jurnal Penelitian Dan Pemikiran Pendidikan, Volume 1, Nomor 1, September 2011

DAFTAR PUSTAKA Bereiter, C., & Scardamalia, M. 1999. Process and Product in PBL Research. Toronto: University of Toronto. Degeng, I.N. 1997. Strategi Pembelajaran Mengorganisasikan Isi dengan Elaborasi. Malang: IKIP Malang. Dimyati dan Mujiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran . Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud. Hiebert, J dan Carpenter , T.P. 1992. Learning and Teaching With Understanding Dalam Dougles Grouws (Ed). Handbook of Research On Mathematics Teaching and Learning. New York: Macmilan Publishing Company. Hudojo, Herman. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Kamdi, Waras, (2009). Model Potensial untuk Peningkatan Mutu Pembelajaran. Malang: Makalah disampaikan dalam seminar di SMKN 1 Singosari.

Kusrini, (2004). Modul Matematika Program Linier. Depdiknas. Laviatan, T. 2008. Innovative Teaching and Assessment Method: QBI and Project Based Learning. Mathematics Education Research Journal,Vol 10, 2, 105-116. Moleong, L.J. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif . Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Moss, D, & Van Duzer, C. 1998. Project-Based Learning for Adult English Language Learners. ERIC Digest, ED427556. Purworini, S.E(2006). Pembelajaran Berbasis Proyek Sebagi Upaya Mengembangkan Habit of Mind Studi Kasus Di SMP Nasional KPS Balikpapan . Jurnal Pendidikan Inovatif Volume 1, Nomer 2. Thomas, J.W. 2000. A Review od Research on Project-Based Learning. California: The Autodesk Foundation. Available on: http://www.autodesk.com/foundation. Vygotsky, L.S. 1978. Mind in Society. Cambridge, MA: Harvard University Press. Wardani, I.G.A.K., dkk, 2003. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.

Vous aimerez peut-être aussi