Vous êtes sur la page 1sur 7

Kajian otsus papua Presentation Transcript

1. EVALUASI KEBIJAKAN OTONOMI KHUSUSPAPUA DAN PAPUA BARAT


2. Latar Belakang Harapan dengan terbitnya UU No 21 Tahun 2001 Tentang
Otonomi Khusus untuk menjawab berbagai aspirasi dan tuntutan agar Pemerintah
lebih memperhatikan pembangunan Papua sehingga masyarakat Papua menjadi lebih
sejahtera setelah 10 tahun keberlangsungan otonomi khusus di tanah Papua ternyata
belum dapat dikatakan berhasil, bila diukur dari 4 (empat) bidang pokok yang
menjadi sasaran Otonomi Khusus seperti, pendidikan, kesehatan, pemberdayaan
ekonomi rakyat dan pembangunan infrastruktur Pasal 78 UU No. 21 menyatakan
Pelaksanaan Undang-undang ini dievaluasi setiap tahunnya dimulai akhir tahun ketiga
sesudah Undang- undang ini berlaku

3. 1. Mengetahui apa saja masalah-masalah pada level kebijakan yang perlu mendapat
perhatian, sebagai bahan pertimbangan perbaikan ke depan;2. Mengetahui bagaimana
implementasi kebijakan otonomi khusus Papua dan Papua Barat terkait pengaturan
dan pelaksanaan pengelolaan keuangan, kewenangan-kewenangan khusus, lembaga
khusus dan kekhususan lainnya?3. Mengidentifikasi masalah-masalah dalam
implementasi kebijakan otonomi khusus Papua dan Papua Barat, khususnya terkait
pengelolaan keuangan dan pelaksanaan kewenangan khusus.4. Mengembangkan
strategi perbaikan atas upaya-upaya untuk memperkuat implementasi kebijakan
otonomi khusus Papua dan Papua Barat

4. Metode: kualitatif eksploratif menggali sebanyak/ sedalam mungkin informasi yg


dapat menjawab masalah penelitian. METODOLOGITeknik pengumpulan data: focus
Teknik analisis: group discussion, indepth deskriptif dengan interview & data
sekunder. pendekatan kualitatif

5. KERANGKA PIKIR KAJIAN KEBIJAKAN OTONOMI KHUSUS PAPUA &


PAPUA BARAT KEUANGAN DAN PENGELOLAANNYA DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT PAPUA (DPRP) & DPRPB MAJELIS PERWAKILAN
LEMBAGA KHUSUS PAPUA (MRP) & MRPB STRATEGI PERBAIKAN
IDENTIFIKASI PENYELENGGARAAN MASALAH PERDASI & PERDASUS
OTONOMI KHUSUSKEKHUSUSAN LAINNYA PAPUA DAN PAPUA
PEREKONOMIAN BARAT PENDIDIKAN KESEHATANKEWENANGAN
KHUSUS KEPENDUDUKAN & KETENAGAKERJAAN LINGKUNGAN
HIDUP SOSIAL INFRASTRUKTUR

6. KERANGKA KONSEP Kebijakan otonomi khusus Papua dan Papua Barat yang
diterapkan di Indonesia, secara teoritis merupakan konsep desentralisasi asimetris
yaitu desentralisasi yang disesuaikan dengan daerahnya Menurut Tillin (2006),
terdapat dua jenis asymmetric federation, yakni de facto yang merujuk pada adanya
perbedaan kondisi antara daerah satu dengan lainnya. dan De jure asymmetry yang
merupakan produk konstitusi didesain secara sadar untuk mencapai tujuan tertentu.
penerapan desentralisasi asimetrik dapat dijumpai di Spanyol-Catalonia, Basque
Country, dan Galicia, Italia- di 5 daerah, Perancis- Corsica, Denmark- Greenland,
Tanzania- Zanzibar, UK- Irlandia Utara, Scotland, Wales, Finlandia- Sami dan
sebagainya.

7. Proses implementasi melibatkan peran pelaksana dalam merumuskan kebijakan


sebagaimana dalam melaksanakan tujuan kebijakan yang ditetapkan dari atas (Parson,

1995) implementasi kebijakan pada dasarnya terdapat ruang diskresi yang bisa saja
sangat luas, karena kebijakan atau undang- undang mengandung elemen yang dapat
diinterpretasikan secara berbeda-beda (interpretative element). Evaluasi yang
dilakukan beberapa diantaranya yang dapat dilakukan adalah: meneruskan dan
mengakhiri program, memperbaiki praktek dan prosedur administrasi, menambah
atau mengurangi strategi dan teknik implementasi, melembagakan program ke
tempat lain, mengalokasikan sumber daya ke program lain dan menerima dan
menolak pendekatan/teori yang dipakai (Wibawa,op.cit:12)

8. PAPUA BARAT PAPUA UU NO. 35 TAHUN 2008 TTG PENETAPAN PERPU


NO. 1 TAHUN UU NO. 21 TAHUN 2001 TTG 2008 TTG PERUBAHAN ATAS
UU OTONOMI KHUSUS BAGI NO. 21 TAHUN 2001 TTG OTONOMI PROVINSI
PAPUA KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA MENJADI UNDANG-UNDANG
Pemekaran Papua Barat berawal dari UU No. 45/1999 tentang Pembentukan Propinsi
Irian Jaya Tengah, Irian Jaya Barat, Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika,
Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota Sorong. INPRES 1/2003 ttg Percepatan
Pelaksanaan UU No. 45/1999.

9. 1. Pengaturan Kewenangan Antara Pemerintah Dan Pemprov Papua Dan


Penerapannya Dilakukan Dengan Kekhususan;2. Pengakuan Dan Penghormatan Hakhak Dasar Orang Asli Papua Serta Pemberdayaannya Secara Strategis Dan
Mendasar;3. Mewujudkan Penyelenggaraan Pemerintahan Yang Baik, Yang Berciri
Partisipasi Rakyat Sebesar-besarnya Dalam Perencanaan Sampai Pengawasan Melalui
Pelibatan Wakil Adat, Agama Dan Kaum Perempuan, Pemenuhan Kebutuhan Dasar
Rakyat Asli Papua, Penyelenggaraan Pemerintahan Yang Transparan Dan
Bertanggung Jawab;4. Pembagian Wewenang, Tugas Dan Tanggung Jawab Yang
Jelas Antara Legislatif, Eksekutif, Dan Yudikatif Serta MRP Sebagai Representasi
Kultural Rakyat Papua.

10. Belum ada acuan yang jelas dalam pengelolaaan dana otonomi khusus tersebut,
sehingga pelaksana kebijakan seperti pemerintahAspek Kabupaten/Kota dalam
pelaksanaannyaKeuangan seringkali mengalami kebingungan dalam hal
pengalokasiannya. Penggunaan dana otonomi khusus masih belum dapat dikatakan
optimal, hal ini tercermin dari penggunaan dana otsus tersebut yang belum sesuai
dengan prioritasnya Pengaturan masalah pembagian dana otonomi khusus yang
didistribusikan Pemerintah Provinsi kepada tiap Kabupaten masih belum jelas
pengaturannya. Keberadaan jumlah penduduk asli Papua dan kondisi ketertinggalan
belum sepenuhnya menjadi pertimbangan.

11. Lembaga DPRP belum berkinerja secaraKhusus optimal, sibuk dengan ranahnya
sehingga proteksi terhadap masyarakat asli Papua masih terabaikan. Keberadaan
MRP yang merupakan lembaga yang Baru, satu satunya yang ada di Indonesia
bahkan di Dunia sehingga masih mencari bentuk atau pola yang baku, selama ini
MRP yang diharapkan sebagai lembaga kultural tetapi dalam pelaksanaannya masih
bermain di ranah politik.

12. KewenanganKhusus Perekonomian Implentasi otonomi khusus memberikan


andil tersendiri dalam upaya penurunan tingkat kemiskinan dengan penurunan
persentase penduduk miskin, baik di Provinsi Papua maupun Papua Barat pada kurun
waktu 2007-2010 Program ekonomi kerakyatan yang memberikan kesempatan

seluas-luasnya kepada masyarakat adat dan atau masyarakat setempat nampaknya


belum mencapai kondisi yang diharapkan. Seperti program pemberdayaan ekonomi
kerakyatan kadang menerima pendanaan yang sangat kecil sehingga efeknya kurang
terasa dalam pembangunan perekonomian. 40,78% 37,08% 37,53% 39,31% 35,12%
35,71% 2007 2008 2009 2007 2008 2009 Papua Barat Papua Sumber : Kompilasi
Data BPS

13. Box 1Adapun program yang bersifat meningkatkan kapasitas berusaha masyarakat
Papuaantara lain: pengiriman peserta pelatihan manajemen usaha kecil bagi
perempuanPapua Jayapura, bantuan usaha kepada pengusaha perempuan Papua.
Selain ituterdapat pula program pelatihan pertukangan mubelair pengusaha asli Papua
danpelatihan anyaman bagi 7 orang di Jogjakarta. Contoh lain adalah penyuluhan
danpendampingan petani dan pelaku agribisnis sebanyak 200 orang di
Kalimantan.Belum ada informasi yang jelas tentang kemanfaatan upaya peningkatan
kapasitasberusaha masyarakat semacam ini. Namun perlu menjadi perhatian agar
programsemacam ini disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan terdapat upaya
tindaklanjut agar pengetahuan dan ketrampilan yang sudah diperoleh dapat
dipraktekkandengan baik.Catatan lain, masih dijumpai alokasi tidak sesuai untuk
bidang perekonomian. Dimana kegiatan pengamanan dan perlindungan cagar alam
dan pengamanan danperlindungan kawasan penyangga cagar alam. Kegiatan
semacam ini semestinyatercakup dalam sektor lingkungan. Memang diperlukan
adanya sinkronisasi danketerlibatan berbagai sektor. Namun perlu dibedakan peran
yang dapat dilakukanoleh masing-masing sektor, dan menghindari adanya tumpang
tindih atau sasaranyang kurang tepat

14. KewenanganKhusus Pendidikan & Kebudayaan Pendidikan merupakan bidang


yang paling diprioritaskan tetapi untuk menilai keberhasilan bidang ini tidak dapat
diukur dalam waktu satu atau dua tahun ke depan saja Dalam otonomi khusus telah
dilakukan Affirmative Action oleh beberapa daerah seperti yang dilakukan seperti
Program P5 Kabupaten Jayapura, Pengiriman Putra Putri Papua ke Surya Institute di
Kabupaten Merauke dan Sorong Selatan dan sebagainya Pendidikan tidak saja
dibiayai dana otsus tetapi juga dana APBD , tetapi pemisahan pengalokasiannya
belum diatur secara jelas

15. Box 2Sektor pendidikan dalam pelaksanaan otonomi khusus di Papua dan Papua
Baratmendapat perhatian yang lebih. Pendidikan selama pelaksanaan otonomi
khususditerjemahkan beragam oleh Pemerintah Propinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kotadalam berbagai program program peningkatan prasarana serta
peningkatankuantitas dan kualitas pendidik. Sejumlah program juga diterapkan
untukmeningkatkan tingkat pendidikan putra putri asli Papua. Terdapat
peningkatanpartisipasi sekolah di berbagai jenjang usia pendidikan. Ada indikasi
perbaikan dibidang pendidikan, meskipun hasilnya belum optimal dan memerlukan
perbaikandalam kualitas pendidikan, maupun kualitas dan ketersediaan sarana
pendidikan dansumberdaya manusia pendidiknya. Bidang ini mendapat dukungan
yang besar dariDana Alokasi Umum (DAU) dan juga sumber utamanya APBD.
Diperlukanpetunjuk pelaksanaan yang mengiringi tentang penggunaan dana otsus
agar lebihtepat sesuai dengan tujuan otonomi khusus sehingga ada ketegasan
tentangbagaimana pencapaian-pencapaian yang harus dilakukan terkait penggunaan
danaotonomi khusus di bidang pendidikan.

16. KewenanganKhusus Kesehatan Kesehatan mendapatkan porsi penting, dimana


menerima sekurang kurangnya porsi 15% penerimaan Perdasi mengenai pelayanan
kesehatan sudah ada yang diterbitkan pada tahun 2010 namun masih dalam tahap
sosialisasi sehingga masih mengacu kepada Standar kesehatan yaitu SPM bidang
kesehatan keterlambatan turunnya anggaran otsus dilapangan karena anggaran otsus
turunnya selalu akhir tahun

17. Box 3Kewajiban memberikan pelayanaan kesehatan bagi penduduk belum


dilaksanakansecara memadai, masyarakat masih mengalami kesulitan mengakses
pelayanankesehatan. Terdapat berbagai upaya pencegahan dan penanggulangan
penyakit penyakit endemis dan/atau penyakit penyakit yang membahayakan
kelangsunganhidup penduduk, namun masih belum optimal. Demikian halnya dengan
program program perbaikan dan peningkatan gizi penduduk, meski ada
indikasipenurunan secara makro, namun angka penderita gizi buruk dan kurang
masihsignifikan di kedua provinsi. Peningkatan ketersediaan sarana
pelayanankesehatan, perlu terus ditingkatkan karena kondisinya masih sangat
kekurangan,khususnya pada daerah-daerah yang sulit dijangkau dan daerah
pemekaran.Sumberdaya manusia juga menjadi persoalan yang serius dalam
pelaksanaanotonomi khusus bagi Provinsi Papua dan Papua Barat. Di samping
kurangnyatenaga kesehatan yang ada, persoalan lain terkait sumber daya manusia
jugamenyangkut lemahnya kemampuan manajerial dan keuangan. Selama
iniimplementasi otonomi khusus di bidang kesehatan belum diatur dengan
perdasus.Perdasus pelayanan kesehatan baru ditetapkan tahun 2010 dan
belumtersosialisasikan dengan baik. Perdasus ini perlu menjadi acuan dalam
pelaksanaanke depan, dan dilakukan dengan standar pencapaian yang jelas.

18. Kewenangan Kependudukan & TenagaKhusus Kerja Salah satu persoalan dalam
upaya penanganan masalah kependudukan di Provinsi Papua dan Papua Barat adalah
ketiadaan informasi yang tepat tentang populasi penduduk yang merupakan asli
penduduk Papua. Perdasi Nomor 15 Tahun 2008 tentang Kependudukan pada
prakteknya tidak seluruhnya dapat dilaksanakan, Pembatasan penduduk yang masuk
ke Papua tidak serta merta dapat dilakukan, karena melanggar hak asasi manusia,
yakni hak untuk hidup layak dan bertempat tinggal dimana saja di Indonesia.

19. Kewenangan Kependudukan & TenagaKhusus Kerja Dalam bidang


ketenagakerjaan, dapat dicontohkan program-program yang telah diimplementasikan
di berbagai kabupaten/kota. Misalnya di Kabupaten Jayapura, dilakukan pelatihan
ketrampilan bagi pencari kerja di 5 Distrik 7 kampung, Di biak Numfor dilakukan
bantuan pembinaan tenaga kerja pengangguran Masalah ketenagakerjaan berdampak
langsung bagi kesejahteraan masyarakat asli Papua tetapi tidak mendapat prioritas
seperti bidang lainnya terutama penganggaran

20. Box 4Upaya untuk melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian


terhadap pertumbuhan penduduk diProvinsi Papua dalam rangka pelaksanaan otonomi
khusus telah dilakukan di antaranya melalui penerbitanPeraturan Daerah Provinsi
Papua Nomor 15 Tahun 2008 tentang Kependudukan. Di satu sisi penerbitanperda ini,
dengan adanya ketentuan untuk melakukan sensus penduduk asli Papua dapat
membantumenyediakan data dan informasi tentang keberadaan penduduk asli Papua.
Namun demikian, adakecenderungan untuk memberikan tindakan diskriminatif
terhadap penduduk asli Papua dan bukan asliPapua. Kebijakan wewenang Pemerintah
Provinsi Papua untuk melakukan pembatasan masuknya pendudukluar ke wilayah

Provinsi Papua juga bertentangan dengan Hak Asasi Manusia, dan kebijakan lainnya,
sepertiPasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001. Upaya untuk
mempercepat terwujudnyapemberdayaan, peningkatan kualitas dan partisipasi
penduduk asli Papua dalam semua sektor pembangunanyang diamanatkan dalam
kebijakan otonomi khusus tidak dimaksudkan untuk memberikan diskriminasi
antarapenduduk asli Papua dan bukan asli Papua dalam memberikan kesempatan
bekerja. Namun yang perludiperhatikan adalah bagaimana meningkatkan kemampuan
dan keahlian masyarakat asli Papua untuk bisalebih berdaya saing dalam memperoleh
pekerjaan. Meski angka pengangguran terbuka mengalami penurunanpada beberapa
tahun terakhir ini, namun kondisi tingkat pengangguran terbuka masih
mengindikasikanperlunya upaya yang lebih baik. Perhatian untuk pelaksanaan
otonomi khusus bagi bidang kependudukan dantenaga kerja masih perlu ditingkatkan.
Bukan saja melalui penambahan alokasi di bidang tersebut, namun jugadiperlukan
strategi yang tepat dan sinergitas penanganan masalah ketenagakerjaan ini dengan
bidang lainnyakhususnya dengan bidang pendidikan dan ekonomi kerakyatan. Ke
depan, perlu penyempurnaan perdasikependudukan yang menitikberatkan kepada
pemberdayaan penduduk asli Papua agar dapat memilikikesempatan yang sama
dengan pendatang dalam pemenuhan lapangan pekerjaan. Penduduk asli
Papuadiharapkan dapat bersaing, untuk itu intervensi pemerintah sangat diperlukan
dalam upaya tersebut.

21. KewenanganKhusus Lingkungan Hidup Telah diterbitkan Perdasus No 22 Tahun


2008 yang mengatur perlindungan dan Pengelolaan Sumber daya Alam Masyarakat
Hukum Adat Papua, Peraturan ini terkait dengan amanat untuk memperhatikan hakhak masyarakat adat dan untuk sebesar-besarnya bagi kesejahteraan penduduk
sarana dan prasarana pendukung belum terbangun, seperti gedung laboratorium. dan
kendaraan operasional lapangan belum memadai disamping itu juga Sumber daya
manusia yang berlatar belakang sumberdaya alam dan lingkungan hidup belum
mencukupi

22. Box 5Di Provinsi Papua telah diterbitkan perdasus tentang pengelolaan
lingkungan hidupdan pengelolaan hutan berkelanjutan, namun di Provinsi Papua
Barat belum adaperdasus yang mengatur tentang hal tersebut. Meski telah ditetapkan,
namun perdasusyang ada belum sepenuhnya menjadi acuan dan belum banyak
diterapkan padaupaya-upaya yang konkrit. Upaya pelestarian lingkungan,
pemanfaatan sumber dayasecara berkelanjutan, perlindungan sumber daya alam
hayati, sumber daya alamnonhayati, sumber daya buatan, konservasi sumber daya
alam hayati danekosistemnya, cagar budaya, dan keanekaragaman hayati,pengelolaan
hutan lindungserta pegelolaan perubahan iklim perlu ditingkatkan. Pemerintah daerah
perlu lebihmelibatkan lembaga non pemerintah dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Adaketerbatasan dalam sarana dan prasarana pendukung, dimana gedung
laboratorium,dan saran alainnya belum terbangun. Di samping itu dibutuhkan pula
SDM yangberlatar belakang sumber daya alam dan lingkungan hidup yang lebih baik.
Selain ituperlu adanya koordinasi yang terus dilakukan oleh Pemerintah Provinsi
karenakelestarian lingkungan hidup bukan tanggungjawab sebagian pihak saja tetapi
jugatanggungjawab bersama.

23. KewenanganKhusus Sosial Pelaksanaan kewenangan bidang social diharapkan


dapat memelihara dan memberikan jaminan hidup yang layak kepada penduduk
Provinsi Papua yang menyandang masalah social, seperti keterbelakangan,
kemiskinan, pengangguran, dan sebagainya Kondisi kemiskinan terjadi di tanah

yang dianugerahi Tuhan akan kekayaan alam yang melimpah ruah seolah tidak
memberikan pengaruh nyata pada kehidupan social dan kesejahteraan penduduk
Papua Barat Penangangan panti asuhan/panti jompo tidak memperoleh pendanaan
yang memadai, karena bukan menjadi program prioritas

24. Box 6Bidang sosial belum tertangani dengan baik dalam pelaksanaanotonomi
khusus. Dana otsus yang diberikan untuk membiayaibidang sosial masih sangat
terbatas dan bidang ini cenderung tidakmendapatkan perhatian yang memadai. Karena
minimnyaperhatian dari pemerintah dalam hal pendanaan, penangananmasalah sosial
menjadi kurang optimal. Dalam bidang sosial,diperlukan kejelasan hal-hal yang ingin
dicapai melaluipelaksanaan otonomi khusus di bidang sosial.

25. KewenanganKhusus Infrastruktur Wilayah Papua yang sedemikian luas ini


dengan kondisi geografis yang berbukit-bukit mengakibatkan sebagian besar
penduduk masih hidup terisolir di daerah terpencil yang sulit dijangkau lewat
transportasi darat sasaran program infrastruktur yang dilakukan belum sepenuhnya
mengacu pada upaya penerobosan isolasi daerah yang upaya mempermudah
aksesibilitas. Masalah pembebasan tanah terutama tanah ulayat/adat milik
masyarakat yang mengakibatkan mahalnya biaya pembangunan infrastruktur.

26. Box 7Pembangunan infrastruktur dalam rangka otonomi khusus di ProvinsiPapua


dan Papua Barat telah dilaksanakan dalam berbagai bentukpembangunan sarana dan
prasarana fisik. Namun ada kecenderunganbahwa sasaran program infrastruktur yang
dilakukan belum sepenuhnyamengacu pada upaya penerobosan isolasi daerah yang
upayamempermudah aksesibilitas. Hal ini menjadikan pelaksanaan otonomikhusus
dalam pembangunan infrastruktur tidak sejalan dengan esensinya.Kondisi ini bisa saja
terkait dengan ketiadaan juknis yang jelas dalampemanfaatan dana otonomi khusus.
Implementasi pembangunaninfrastruktur dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus
di Provinsi Papuadan Papua Barat juga diwarnai berbagai masalah mulai dari masalah
teknispendanaan yang mengalami keterlambatan, kondisi medan geografis yangsulit,
dan kendala pembebasan tanah ulayat.

27. Perdasi & Perdasus UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi
Provinsi Papua mulai efektif tahun 2002. Total perdasi/perdasus yang diperintahkan
UU 21/2001 adalah 12 perdasus dan 17 perdasi. Dari 12 perdasus yang diamanatkan
baru terbit 5 perdasus yang diterbitkan dan dari 17 perdasi baru diterbitkan 11
perdasi. Kurangnya SDM dalam Penyusunan maupuan pembahasana Perdasi dan
Perdasus Pemerintah provinsi Papua mengajukan draf Perdasus selalu mengalami
penolakan oleh pemerintah pusat, hal inilah yang menjadi ungkapan dari berbagai
kalangan yang menyatakan bahwa telah terjadi kemandegan legislasi

28. Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia (Aparatur Percepatan


Khususnya) Penetapan Program Peraturan Pendampingan dari Pemerintah terkait
Pusat Percepatan Perbaikan Kebijakan Penerbitan Otonomi Khusus Monitoring
dan Evaluasi Perdasus dan Pelaksanaan Perdasi Otonomi Khusus setiap tahun Jangka
Jangka Panjang Jangka Pendek MenengahStrategi PerbaikanPenyelenggaraan
Otonomi KhususPapua dan Papua Barat

29. Kesimpulan & Saran Diperlukan perbaikan dalam manajemen keuangan otonomi
khusus mulai dari perencanaan, koordinasi, sampai ke monitoring dan evaluasi terkait
aspek pengelolaan keuangan dalam rangka penyelenggaraan otonomi khusus Provinsi

Papua dan Papua Barat, serta dalam akuntabilatas dan transparansi pengelolaan dana
otonomi khusus MRP harus terus dapat meningkatkan kapasitas kelembagaan dan
profesionalisme dan dengan diharapkan pemilihan anggota atau tidak hanya melalui
sisi keterwakilan tetapi juga melalui uji kelayakan

30. Sosialisasi yang berkesinambungan terhadap perdasus-perdasus yang sudah


diterbitkan dan diikuti dengan upaya-upaya konkrit sebagaimana digariskan ,
khususnya pada level pelaksanaa yaitu kabupaten/kota. di bidang Pendidikan,
perlunya Petunjuk pelaksanaan yang mengiringi tentang pendanaaan agar lebih tepat
sesuai dengan tujuan otonomi khusus sehingga ada ketegasan tentang bagaimana
pencapaian-pencapaian yang harus dilakukan Di bidang Kesehatan, Perdasus yang
baru ditetapkan ke depan perlu menjadi acuan dalam pelaksanaan sampai pada level
kabupaten/kota, dan dilakukan dengan standar pencapaian yang jelas

31. Di bidang Infrastruktur, Dibutuhkan Petunjuk Teknis yang jelas dan


pemanfaatan dana otsus sehingga pembangunan infrastruktur benar benar
termanfaatkan Di bidang Kependudukan dan Tenaga Kerja, penyempurnaan perdasi
kependudukan yang menitikberatkan kepada pemberdayaan penduduk asli Papua agar
dapat memiliki kesempatan yang sama dengan pendatang dalam pemenuhan lapangan
pekerjaan Di bidang Lingkungan Hidup, perlu adanya koordinasi yang terus
dilakukan oleh Pemerintah Provinsi karena kelestarian lingkungan hidup bukan
tanggungjawab sebagian pihak saja tetapi juga tanggungjawab bersama.

32. Bidang sosial, dengan spektrum yang sangat luas yang diatur harus ada
pengaturan yang jelas antara mana yang menjadi ranah penyelenggaraan otonomi
khusus menurut UU 21/2011 dan mana yang menjadi ranah UU 32/2004 Kurangnya
koordinasi antar Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota sebagai pelaku
kebijakan, sehingga dapat dikatakan kebijakan ini berjalan atas dasar kepercayaan.

33. Otsus Papua dan Papua Barat membutuhkan dukungan setiap pihak sehingga
pelaksanaannya dapat sesuai dengan sasaran yang diharapkan Komunikasi internal
ditingkatkan dengan mengaktifkan media komunikasi yang ada. Komunikasi eksternal
ditingkatkan dengan perluasan media komunikasi disertai dengan koordinasi dengan
pihak-pihak yang berkompeten terhadap penyampaian program ini ke masyarakat
Perlu pembinaan kerjasama antara organisasi Pemerintah Provinsi dengan organisasi
Pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka pengimplementasian kebijakan otonomi
khusus

Vous aimerez peut-être aussi