Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
3. 1. Mengetahui apa saja masalah-masalah pada level kebijakan yang perlu mendapat
perhatian, sebagai bahan pertimbangan perbaikan ke depan;2. Mengetahui bagaimana
implementasi kebijakan otonomi khusus Papua dan Papua Barat terkait pengaturan
dan pelaksanaan pengelolaan keuangan, kewenangan-kewenangan khusus, lembaga
khusus dan kekhususan lainnya?3. Mengidentifikasi masalah-masalah dalam
implementasi kebijakan otonomi khusus Papua dan Papua Barat, khususnya terkait
pengelolaan keuangan dan pelaksanaan kewenangan khusus.4. Mengembangkan
strategi perbaikan atas upaya-upaya untuk memperkuat implementasi kebijakan
otonomi khusus Papua dan Papua Barat
6. KERANGKA KONSEP Kebijakan otonomi khusus Papua dan Papua Barat yang
diterapkan di Indonesia, secara teoritis merupakan konsep desentralisasi asimetris
yaitu desentralisasi yang disesuaikan dengan daerahnya Menurut Tillin (2006),
terdapat dua jenis asymmetric federation, yakni de facto yang merujuk pada adanya
perbedaan kondisi antara daerah satu dengan lainnya. dan De jure asymmetry yang
merupakan produk konstitusi didesain secara sadar untuk mencapai tujuan tertentu.
penerapan desentralisasi asimetrik dapat dijumpai di Spanyol-Catalonia, Basque
Country, dan Galicia, Italia- di 5 daerah, Perancis- Corsica, Denmark- Greenland,
Tanzania- Zanzibar, UK- Irlandia Utara, Scotland, Wales, Finlandia- Sami dan
sebagainya.
1995) implementasi kebijakan pada dasarnya terdapat ruang diskresi yang bisa saja
sangat luas, karena kebijakan atau undang- undang mengandung elemen yang dapat
diinterpretasikan secara berbeda-beda (interpretative element). Evaluasi yang
dilakukan beberapa diantaranya yang dapat dilakukan adalah: meneruskan dan
mengakhiri program, memperbaiki praktek dan prosedur administrasi, menambah
atau mengurangi strategi dan teknik implementasi, melembagakan program ke
tempat lain, mengalokasikan sumber daya ke program lain dan menerima dan
menolak pendekatan/teori yang dipakai (Wibawa,op.cit:12)
10. Belum ada acuan yang jelas dalam pengelolaaan dana otonomi khusus tersebut,
sehingga pelaksana kebijakan seperti pemerintahAspek Kabupaten/Kota dalam
pelaksanaannyaKeuangan seringkali mengalami kebingungan dalam hal
pengalokasiannya. Penggunaan dana otonomi khusus masih belum dapat dikatakan
optimal, hal ini tercermin dari penggunaan dana otsus tersebut yang belum sesuai
dengan prioritasnya Pengaturan masalah pembagian dana otonomi khusus yang
didistribusikan Pemerintah Provinsi kepada tiap Kabupaten masih belum jelas
pengaturannya. Keberadaan jumlah penduduk asli Papua dan kondisi ketertinggalan
belum sepenuhnya menjadi pertimbangan.
11. Lembaga DPRP belum berkinerja secaraKhusus optimal, sibuk dengan ranahnya
sehingga proteksi terhadap masyarakat asli Papua masih terabaikan. Keberadaan
MRP yang merupakan lembaga yang Baru, satu satunya yang ada di Indonesia
bahkan di Dunia sehingga masih mencari bentuk atau pola yang baku, selama ini
MRP yang diharapkan sebagai lembaga kultural tetapi dalam pelaksanaannya masih
bermain di ranah politik.
13. Box 1Adapun program yang bersifat meningkatkan kapasitas berusaha masyarakat
Papuaantara lain: pengiriman peserta pelatihan manajemen usaha kecil bagi
perempuanPapua Jayapura, bantuan usaha kepada pengusaha perempuan Papua.
Selain ituterdapat pula program pelatihan pertukangan mubelair pengusaha asli Papua
danpelatihan anyaman bagi 7 orang di Jogjakarta. Contoh lain adalah penyuluhan
danpendampingan petani dan pelaku agribisnis sebanyak 200 orang di
Kalimantan.Belum ada informasi yang jelas tentang kemanfaatan upaya peningkatan
kapasitasberusaha masyarakat semacam ini. Namun perlu menjadi perhatian agar
programsemacam ini disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan terdapat upaya
tindaklanjut agar pengetahuan dan ketrampilan yang sudah diperoleh dapat
dipraktekkandengan baik.Catatan lain, masih dijumpai alokasi tidak sesuai untuk
bidang perekonomian. Dimana kegiatan pengamanan dan perlindungan cagar alam
dan pengamanan danperlindungan kawasan penyangga cagar alam. Kegiatan
semacam ini semestinyatercakup dalam sektor lingkungan. Memang diperlukan
adanya sinkronisasi danketerlibatan berbagai sektor. Namun perlu dibedakan peran
yang dapat dilakukanoleh masing-masing sektor, dan menghindari adanya tumpang
tindih atau sasaranyang kurang tepat
15. Box 2Sektor pendidikan dalam pelaksanaan otonomi khusus di Papua dan Papua
Baratmendapat perhatian yang lebih. Pendidikan selama pelaksanaan otonomi
khususditerjemahkan beragam oleh Pemerintah Propinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kotadalam berbagai program program peningkatan prasarana serta
peningkatankuantitas dan kualitas pendidik. Sejumlah program juga diterapkan
untukmeningkatkan tingkat pendidikan putra putri asli Papua. Terdapat
peningkatanpartisipasi sekolah di berbagai jenjang usia pendidikan. Ada indikasi
perbaikan dibidang pendidikan, meskipun hasilnya belum optimal dan memerlukan
perbaikandalam kualitas pendidikan, maupun kualitas dan ketersediaan sarana
pendidikan dansumberdaya manusia pendidiknya. Bidang ini mendapat dukungan
yang besar dariDana Alokasi Umum (DAU) dan juga sumber utamanya APBD.
Diperlukanpetunjuk pelaksanaan yang mengiringi tentang penggunaan dana otsus
agar lebihtepat sesuai dengan tujuan otonomi khusus sehingga ada ketegasan
tentangbagaimana pencapaian-pencapaian yang harus dilakukan terkait penggunaan
danaotonomi khusus di bidang pendidikan.
18. Kewenangan Kependudukan & TenagaKhusus Kerja Salah satu persoalan dalam
upaya penanganan masalah kependudukan di Provinsi Papua dan Papua Barat adalah
ketiadaan informasi yang tepat tentang populasi penduduk yang merupakan asli
penduduk Papua. Perdasi Nomor 15 Tahun 2008 tentang Kependudukan pada
prakteknya tidak seluruhnya dapat dilaksanakan, Pembatasan penduduk yang masuk
ke Papua tidak serta merta dapat dilakukan, karena melanggar hak asasi manusia,
yakni hak untuk hidup layak dan bertempat tinggal dimana saja di Indonesia.
Provinsi Papua juga bertentangan dengan Hak Asasi Manusia, dan kebijakan lainnya,
sepertiPasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001. Upaya untuk
mempercepat terwujudnyapemberdayaan, peningkatan kualitas dan partisipasi
penduduk asli Papua dalam semua sektor pembangunanyang diamanatkan dalam
kebijakan otonomi khusus tidak dimaksudkan untuk memberikan diskriminasi
antarapenduduk asli Papua dan bukan asli Papua dalam memberikan kesempatan
bekerja. Namun yang perludiperhatikan adalah bagaimana meningkatkan kemampuan
dan keahlian masyarakat asli Papua untuk bisalebih berdaya saing dalam memperoleh
pekerjaan. Meski angka pengangguran terbuka mengalami penurunanpada beberapa
tahun terakhir ini, namun kondisi tingkat pengangguran terbuka masih
mengindikasikanperlunya upaya yang lebih baik. Perhatian untuk pelaksanaan
otonomi khusus bagi bidang kependudukan dantenaga kerja masih perlu ditingkatkan.
Bukan saja melalui penambahan alokasi di bidang tersebut, namun jugadiperlukan
strategi yang tepat dan sinergitas penanganan masalah ketenagakerjaan ini dengan
bidang lainnyakhususnya dengan bidang pendidikan dan ekonomi kerakyatan. Ke
depan, perlu penyempurnaan perdasikependudukan yang menitikberatkan kepada
pemberdayaan penduduk asli Papua agar dapat memilikikesempatan yang sama
dengan pendatang dalam pemenuhan lapangan pekerjaan. Penduduk asli
Papuadiharapkan dapat bersaing, untuk itu intervensi pemerintah sangat diperlukan
dalam upaya tersebut.
22. Box 5Di Provinsi Papua telah diterbitkan perdasus tentang pengelolaan
lingkungan hidupdan pengelolaan hutan berkelanjutan, namun di Provinsi Papua
Barat belum adaperdasus yang mengatur tentang hal tersebut. Meski telah ditetapkan,
namun perdasusyang ada belum sepenuhnya menjadi acuan dan belum banyak
diterapkan padaupaya-upaya yang konkrit. Upaya pelestarian lingkungan,
pemanfaatan sumber dayasecara berkelanjutan, perlindungan sumber daya alam
hayati, sumber daya alamnonhayati, sumber daya buatan, konservasi sumber daya
alam hayati danekosistemnya, cagar budaya, dan keanekaragaman hayati,pengelolaan
hutan lindungserta pegelolaan perubahan iklim perlu ditingkatkan. Pemerintah daerah
perlu lebihmelibatkan lembaga non pemerintah dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Adaketerbatasan dalam sarana dan prasarana pendukung, dimana gedung
laboratorium,dan saran alainnya belum terbangun. Di samping itu dibutuhkan pula
SDM yangberlatar belakang sumber daya alam dan lingkungan hidup yang lebih baik.
Selain ituperlu adanya koordinasi yang terus dilakukan oleh Pemerintah Provinsi
karenakelestarian lingkungan hidup bukan tanggungjawab sebagian pihak saja tetapi
jugatanggungjawab bersama.
yang dianugerahi Tuhan akan kekayaan alam yang melimpah ruah seolah tidak
memberikan pengaruh nyata pada kehidupan social dan kesejahteraan penduduk
Papua Barat Penangangan panti asuhan/panti jompo tidak memperoleh pendanaan
yang memadai, karena bukan menjadi program prioritas
24. Box 6Bidang sosial belum tertangani dengan baik dalam pelaksanaanotonomi
khusus. Dana otsus yang diberikan untuk membiayaibidang sosial masih sangat
terbatas dan bidang ini cenderung tidakmendapatkan perhatian yang memadai. Karena
minimnyaperhatian dari pemerintah dalam hal pendanaan, penangananmasalah sosial
menjadi kurang optimal. Dalam bidang sosial,diperlukan kejelasan hal-hal yang ingin
dicapai melaluipelaksanaan otonomi khusus di bidang sosial.
27. Perdasi & Perdasus UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi
Provinsi Papua mulai efektif tahun 2002. Total perdasi/perdasus yang diperintahkan
UU 21/2001 adalah 12 perdasus dan 17 perdasi. Dari 12 perdasus yang diamanatkan
baru terbit 5 perdasus yang diterbitkan dan dari 17 perdasi baru diterbitkan 11
perdasi. Kurangnya SDM dalam Penyusunan maupuan pembahasana Perdasi dan
Perdasus Pemerintah provinsi Papua mengajukan draf Perdasus selalu mengalami
penolakan oleh pemerintah pusat, hal inilah yang menjadi ungkapan dari berbagai
kalangan yang menyatakan bahwa telah terjadi kemandegan legislasi
29. Kesimpulan & Saran Diperlukan perbaikan dalam manajemen keuangan otonomi
khusus mulai dari perencanaan, koordinasi, sampai ke monitoring dan evaluasi terkait
aspek pengelolaan keuangan dalam rangka penyelenggaraan otonomi khusus Provinsi
Papua dan Papua Barat, serta dalam akuntabilatas dan transparansi pengelolaan dana
otonomi khusus MRP harus terus dapat meningkatkan kapasitas kelembagaan dan
profesionalisme dan dengan diharapkan pemilihan anggota atau tidak hanya melalui
sisi keterwakilan tetapi juga melalui uji kelayakan
32. Bidang sosial, dengan spektrum yang sangat luas yang diatur harus ada
pengaturan yang jelas antara mana yang menjadi ranah penyelenggaraan otonomi
khusus menurut UU 21/2011 dan mana yang menjadi ranah UU 32/2004 Kurangnya
koordinasi antar Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota sebagai pelaku
kebijakan, sehingga dapat dikatakan kebijakan ini berjalan atas dasar kepercayaan.
33. Otsus Papua dan Papua Barat membutuhkan dukungan setiap pihak sehingga
pelaksanaannya dapat sesuai dengan sasaran yang diharapkan Komunikasi internal
ditingkatkan dengan mengaktifkan media komunikasi yang ada. Komunikasi eksternal
ditingkatkan dengan perluasan media komunikasi disertai dengan koordinasi dengan
pihak-pihak yang berkompeten terhadap penyampaian program ini ke masyarakat
Perlu pembinaan kerjasama antara organisasi Pemerintah Provinsi dengan organisasi
Pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka pengimplementasian kebijakan otonomi
khusus