Vous êtes sur la page 1sur 17

Nama NPM

: Annisa Insani : 15133P064 (16)

Badan Layanan Umum (BLU)

1.

KONSEP DASAR BADAN LAYANAN UMUM (BLU) Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disebut BLU, adalah instansi di

lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disebut PPK-BLU, adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Rencana Bisnis dan Anggaran BLU, yang selanjutnya disebut RBA, adalah dokumen perencanaan bisnis dan penganggaran yang berisi program, kegiatan, target kinerja, dan anggaran suatu BLU. Standar Pelayanan Minimum adalah spesifikasi teknis tentang tolok ukur layanan minimum yang diberikan oleh BLU kepada masyarakat. Praktek bisnis yang sehat adalah penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian layanan yang bermutu dan berkesinambungan. 2. TUJUAN DAN ASAS BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa

dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat. Adapun asas-asas dalam BLU adalah : (1) BLU beroperasi sebagai unit kerja kementerian

negara/lembaga/pemerintah daerah untuk tujuan pemberian layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang

didelegasikan oleh instansi induk yang bersangkutan. (2) BLU merupakan bagian perangkat pencapaian tujuan kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah dan karenanya status hukum BLU tidak terpisah dari kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah sebagai instansi induk. (3) Menteri/pimpinan lembara/gubernur/bupati/walikota bertanggung

jawab atas pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum yang didelegasikannya kepada BLU dari segi manfaat layanan yang dihasilkan. (4) Pejabat yang ditunjuk mengelola BLU bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan pemberian layanan umum yang didelegasikan kepadanya oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/ walikota. (5) BLU menyelenggarakan kegiatannya tanpa mengutamakan pencarian keuntungan. (6) Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja BLU disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja kementerian negara/lembaga/SKPD/pemerintah daerah.

(7) BLU mengelola penyelenggaraan layanan umum sejalan dengan praktek bisnis yang sehat.

3.

PERSYARATAN, PENETAPAN, DAN PENCABUTAN Suatu satuan kerja instansi pemerintah dapat diizinkan mengelola

keuangan dengan PPK-BLU apabila memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif. Persyaratan substantif terpenuhi apabila instansi pemerintah yang bersangkutan menyelenggarakan layanan umum yang berhubungan dengan: a. Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum; b. Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum; dan/atau c. Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat. Persyaratan teknis terpenuhi apabila: a. kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya oleh melalui BLU

sebagaimana

direkomendasikan

menteri/pimpinan

lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya; dan b. kinerja keuangan satuan kerja instansi yang bersangkutan adalah sehat sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLU. Persyaratan administratif terpenuhi apabila instansi pemerintah yang bersangkutan dapat menyajikan seluruh dokumen berikut:

a. pernyataan

kesanggupan

untuk

meningkatkan

kinerja

pelayanan,

keuangan, dan manfaat bagi masyarakat; b. pola tata kelola; c. rencana strategis bisnis; d. laporan keuangan pokok; e. standar pelayanan minimum; dan f. laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen. Dokumen tersebut disampaikan kepada menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD untuk mendapatkan persetujuan sebelum disampaikan kepada Menteri Keuangan/ gubernur/bupati /walikota, sesuai dengan kewenangannya. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan administratif diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Proses penetapan PPK-BLU adalah sebagai berikut: 1. Menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD mengusulkan instansi pemerintah yang memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif untuk menerapkan PPK-BLU kepada Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya. 2. Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota menetapkan instansi

pemerintah yang telah memenuhi persyaratan untuk menerapkan PPK-BLU. 3. Penetapan tersebut dapat berupa pemberian status BLU secara penuh atau status BLU bertahap. 4. Status BLU secara penuh diberikan apabila seluruh persyaratan telah dipenuhi dengan memuaskan.

5. Status BLU-Bertahap diberikan apabila persyaratan substantif dan teknis telah terpenuhi, namun persyaratan administratif belum terpenuhi secara memuaskan. 6. Status BLU-Bertahap berlaku paling lama 3 (tiga) tahun. 7. Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan

kewenangannya, memberi keputusan penetapan atau surat penolakan terhadap usulan penetapan BLU paling lambat 3 bulan sejak diterima dari menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD. Adapun penerapan PPK-BLU berakhir bila: a. dicabut oleh Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya; b. dicabut oleh Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota berdasarkan usul dari menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD, sesuai dengan kewenangannya; atau c. berubah statusnya menjadi badan hukum dengan kekayaan negara yang dipisahkan. Pencabutan penerapan PPK-BLU dilakukan apabila BLU yang

bersangkutan sudah tidak memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan/atau administratif. Pencabutan status dilakukan berdasarkan penetapan ketentuan peraturan perundang-undangan, yaitu: 1. Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan

kewenangannya, membuat penetapan pencabutan penerapan PPK-BLU atau penolakannya paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal usul

diterima. Dalam hal jangka waktu 3 (tiga) bulan terlampaui, usul pencabutan dianggap ditolak. 2. Instansi pemerintah yang pernah dicabut dari status PPK-BLU dapat diusulkan kembali untuk menerapkan PPK-BLU sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 4 PP No.23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. 3. Dalam rangka menilai usulan penetapan dan pencabutan, Menteri Keuangan/gubernur/ bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya, menunjuk suatu tim penilai. 4. STANDAR DAN TARIF LAYANAN a. Instansi pemerintah yang menerapkan PPK-BLU menggunakan standar pelayanan minimum yang ditetapkan oleh

menteri/pimpinan lembaga/ gubernur/ bupati/ walikota sesuai dengan kewenangannya. b. Standar pelayanan minimum tersebut dapat diusulkan oleh instansi pemerintah yang menerapkan PPK-BLU. c. Standar pelayanan minimum harus mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan dan kesetaraan layanan, biaya serta

kemudahan untuk mendapatkan layanan. Dalam hal tarif layanan, maka BLU: 1. BLU dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan.

2. Imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan ditetapkan dalam bentuk tarif yang disusun atas dasar perhitungan biaya per unit layanan atau hasil per investasi dana. 3. Tarif layanan diusulkan oleh BLU kepada menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya. 4. Usul tarif layanan dari menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD selanjutnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan/gubernur/ bupati/ walikota, sesuai dengan kewenangannya. 5. Tarif layanan harus mempertimbangkan: a. kontinuitas dan pengembangan layanan; b. daya beli masyarakat; c. asas keadilan dan kepatutan; dan d. kompetisi yang sehat. 5. Perencanaan Bisnis dan Penganggaran Tata cara penyusunan, pengajuan, penetapan dan perubahan Rencana Bisnis dan Anggaran serta Dokumen Pelaksanaan Anggaran Badan Layanan Umum diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 66/PMK.02/2006. Perencanaan Dalam hal perencanaan, BLU melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. BLU menyusun rencana strategis bisnis lima tahunan dengan mengacu kepada Rencana Strategis Kementerian Negara/Lembaga (Renstra-KL) atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

2. BLU menyusun RBA tahunan dengan mengacu kepada rencana strategis bisnis tersebut. 3. RBA disusun berdasarkan basis kinerja dan perhitungan akuntansi biaya menurut jenis layanannya. 4. RBA BLU disusun berdasarkan kebutuhan dan kemampuan pendapatan yang diperkirakan akan diterima dari masyarakat, badan lain, dan APBN/APBD. 5. RBA tersebut disusun dengan menganut pola anggaran fleksibel (flexible budget) dengan suatu persentase ambang batas tertentu. 6. PENGAJUAN RENCANA BISNIS DAN ANGGARAN Setelah RBA disusun, maka langkah selanjutnya adalah pengajuan RBA sebagai berikut: 1. BLU mengajukan RBA kepada menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD untuk dibahas sebagai bagian dari RKA-KL, rencana kerja dan anggaran SKPD, atau Rancangan APBD. 2. RBA disertai dengan usulan standar pelayanan minimum dan biaya dari keluaran yang akan dihasilkan. 3. RBA BLU yang telah disetujui oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD diajukan kepada Menteri Keuangan/PPKD, sesuai dengan kewenangannya, sebagai bagian RKA-KL, rencana kerja dan anggaran SKPD, atau Rancangan APBD. 4. Menteri Keuangan/PPKD, sesuai dengan kewenangannya, mengkaji kembali standar biaya dan anggaran BLU dalam rangka pemrosesan RKA-

KL, rencana kerja dan anggaran SKPD, atau Rancangan APBD sebagai bagian dari mekanisme pengajuan dan penetapan APBN/APBD. 5. BLU menggunakan APBN/APBD yang telah ditetapkan sebagai dasar penyesuaian terhadap RBA menjadi RBA definitif.

7.

PENETAPAN RENCANA BISNIS DAN ANGGARAN 1. Pengkajian kembali RBA dilakukanvoleh Direktorat Jenderal Anggaran. 2. Pengkajian kembali RBA tersebut terutama mencakup standar biaya dan anggaran BLU, kinerja keuangan BLU, serta besaran persentase ambang batas. 3. Adapun besaran persentase ambang batas ditentukan dengan

mempertimbangkan fluktuasi kegiatan operasional BLU. 4. Pengkajian dilakukan dalam rapat pembahasan bersama antara Direktorat Jenderal Anggaran dengan unit yang berwenang pada

kementerian/lembaga serta BLU yang bersangkutan. 5. Hasil kajian atas RBA menjadi dasar dalam rangka pemrosesan RKA-KL sebagai bagian dari mekanisme pengajuan dan penetapan APBN. 6. Setelah APBN ditetapkan, pimpinan BLU melakukan penyesuaian atas RBA menjadi RBA definitif. 8. PENARIKAN DAN PENGGUNAAN DANA

Dalam pasal 6 Peraturan Menteri Keuangan nomor 66/PMK.02/2006, disebutkan mengenai penarikan dana BLU, sebagai berikut:

1. DIPA BLU yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbedaharaan menjadi dasar bagi penarikan dana yang bersumber dari APBN. 2. Berdasarkan DIPA BLU yang telah disahkan tersebut pimpinan BLU selaku kuasa pengguna anggaran mengajukan Surat Perintah Membayar Langsung (SPM-LS) kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) untuk: 1. belanja pegawai dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; 2. belanja barang dilaksanakan setiap triwulan sebesar selisih (mismatch) antara jumlah kas yang tersedia ditambah proyeksi arus kas masuk dikurangi proyeksi arus kas keluar; 3. belanja modal dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Adapun untuk pendapatan yang diperoleh dari jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat, hibah tidak terikat, serta hasil kerja sama BLU dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya dapat dikelola langsung untuk membiayai belanja operasional BLU sesuai dengan RBA definitif. Sedangkan hibah terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain harus diperlakukan sesuai dengan peruntukannya. (pasal 7 PMK nomor 66/PMK.02/2006). Dalam rangka pertanggungjawaban penggunaan dana yang bersumber dari pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 PMK nomor 66/PMK.02/2006, setiap triwulan BLU membuat SPM Pengesahan dan disampaikan kepada KPPN selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya dengan dilampiri Surat

Pernyataan Tanggung Jawab Belanja disertai kuitansi pengeluaran kumulatif yang ditandatangani oleh pimpinan BLU. Berdasarkan SPM Pengesahan tersebut, KPPN menerbitkan SP2D Pengesahan sebagai dasar realisasi penggunaan dana yang bersumber dari pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penarikan dan pertanggungjawaban penggunaan dana DIPA BLU diatur oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.

9.

PENGELOLAAN KAS, UTANG DAN PIUTANG BLU

PENGELOLAAN KAS BLU Sesuai dengan pasal 16 UU N0 23 Th 2005, pengelolaan kas BLU dilaksanakan berdasarkan praktek bisnis yang sehat. Dalam rangka pengelolaan kas, BLU menyelenggarakan hal-hal sebagai berikut: 1. merencanakan penerimaan dan pengeluaran kas; 2. melakukan pemungutan pendapatan atau tagihan; 3. menyimpan kas dan mengelola rekening bank; 4. melakukan pembayaran; 5. mendapatkan sumber dana untuk menutup defisit jangka pendek; dan 6. memanfaatkan surplus kas jangka pendek untuk memperoleh pendapatan tambahan. Atau dengan kata lain memanfaatkan kas yang menganggur (idle cash) jangka pendek untuk memperoleh pendapatan tambahan. Adapun rekening bank dimaksud, dibuka oleh pimpinan BLU pada bank umum. Sedangkan pemanfaatan surplus kas sebagaimana dimaksud

diatas dilakukan sebagai investasi jangka pendek pada instrumen keuangan

dengan risiko rendah. Penarikan dana yang bersumber dari APBN/APBD dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. PENGELOLAAN PIUTANG Dalam pasal 17 UU N0 23 Th 2005, mengenai pengelolaan piutang BLU disebutkan bahwa BLU dapat memberikan piutang sehubungan dengan penyerahan barang, jasa, dan/atau transaksi lainnya yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan kegiatan BLU sepanjang dikelola dan diselesaikan secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab serta dapat memberikan nilai tambah, sesuai dengan praktek bisnis yang sehat dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Piutang BLU yang sulit ditagih dapat dilimpahkan penagihannya kepada Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Pada implementasi selanjutnya, piutang BLU dapat dihapus secara mutlak atau bersyarat oleh pejabat yang berwenang, yang nilainya ditetapkan secara berjenjang. Adapun kewenangan penghapusan piutang secara berjenjang tersebut ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya, dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundangundangan. PENGELOLAAN UTANG Mengenai pengelolaan utang BLU, disebutkan dalam 18 UU N0 23 Th 2005 tentang pengelolaan BLU, disebutkan BLU dapat memiliki utang sehubungan dengan kegiatan operasional dan/atau perikatan peminjaman dengan

pihak lain sepanjang dikelola dan diselesaikan secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab, sesuai denganpraktek bisnis yang sehat. Terdapat dua jenis utang BLU, yaitu: 1) Utang jangka pendek

Pemanfaatan utang yang berasal dari perikatan peminjaman jangka pendek ditujukan hanya untuk belanja operasional.

Utang jangka panjang

Pemanfaatan utang yang berasal dari perikatan peminjaman jangka panjang ditujukan hanya untuk belanja modal. Perikatan peminjaman dilakukan oleh pejabat yang berwenang secara berjenjang berdasarkan nilai pinjaman. Sedangkan kewenangan peminjamannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota. Pembayaran kembali utang tersebut merupakan tanggung jawab BLU. Namun hak tagih atas utang BLU menjadi kadaluarsa setelah 5 (lima) tahun sejak utang tersebut jatuh tempo, kecuali ditetapkan lain oleh undang-undang. Adapun jatuh tempo dihitung sejak 1 Januari tahun berikutnya. 10. PENGELOLAAN BARANG DAN INVESTASI

PENGELOLAAN BARANG Berdasarkan Undang-undang nomor 23 tahun 2005 pasal 20, tentang pengelolaan keuangan BLU, pengadaan barang/ jasa oleh BLU dilakukan berdasarkan prinsip efisiensi dan ekonomis, sesuai dengan praktek bisnis yang sehat dimana kewenangan atas pengadaan tersebut diselenggarakan berdasarkan jenjang nilai yang diatur dalam Peraturan Menteri

Keuangan/gubernur/bupati/walikota.

Dengan kata lain, pengadaan barang/jasa BLU yang sumber dananya berasal dari pendapatan operasional, hibah tidak terikat, hasil kerjasama lainnya dapat dilaksanakan berdasarkan ketentuan pengadaan barang/jasa yang ditetapkan pimpinan BLU, tanpa mengikuti ketentuan Keppres no. 80 tahun 2003 beserta seluruh perubahannya, dengan mengikuti prinsip-prinsip transparansi, adil,/tidak diskriminatif, akuntabilitas, dan praktis bisnis yang sehat. Sehingga dapat dibebaskan sebagian atau seluruhnya dari ketentuan mengenai pengadaan barang/jasa, dalam kaitannya dengan Kepres no. 80 tahun 2003, dengan alasan efektivitas dan efisiensi. INVESTASI Dalam hal investasi, BLU mengenal dua jenis investasi dalam pengelolaan keuangannya, yaitu: 1. Investasi jangka panjang; 2. Investasi jangka pendek. Dana/kas yang dimiliki suatu badan pemerintahan yang menggunakan sistem BLU dalam pengelolaan keuangannya tidak dapat melakukan investasi jangka panjang, kecuali atas persetujuan Menteri Keuangan/ gubernur/ bupati/ walikota sesuai dengan kewenangannya. Segala keuntungan yang diperoleh dari pelaksanaan investasi jangka panjang merupakan pendapatan BLU, sehingga diperuntukkan sesuai tujuan dibentuknya sistem pengelolaan keuangan BLU yaitu untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat umum. Investasi jangka panjang yang dimaksud antara lain: 1. Penyertaan modal; 2. Obligasi jangka panjang; dan

3. Investasi langsung (pembentukan perusahaan) atas nama Menteri Keuangan. Pengelolaan kas BLU dapat pula dilakukan investasi jangka pendek, yang ketentuannya sama seperti pengelolaan investasi jangka pendek pada umumnya. Hal ini dikarenakan badan/instansi pemerintahan yang menyelenggarakan sistem BLU sebagai asas pengelolaan keuangannya diperkenankan untuk memanfaatkan kas yang menganggur (idle cash) jangka pendek untuk memperoleh pendapatan tambahan. Dengan demikian kas yang dimiliki oleh badan/instansi pemerintahan yang telah menerapkan sistem BLU dapat berkembang jumlahnya sehingga dengan jumlah kas yang bertambah diharapkan terjadi peningkatan layanan yang lebih baik keadaan masyarakat umum. 11. AKUNTANSI DAN PELAPORAN Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor

76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi dan Pelaporan Keuangan BLU, sistem akuntansi BLU adalah sebagai berikut: 1. Setiap transaksi keuangan BLU harus diakuntansikan dan dokumen pendukungnya dikelola secara tertib. 2. Periode akuntansi BLU meliputi masa 1 (satu) tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. 3. Sistem Akuntansi BLU terdiri dari: 1. Sistem Akuntansi Keuangan Sistem akuntansi keuangan yang menghasilkan laporan keuangan pokok untuk keperluan akuntabilitas, manajemen, dan transparansi yang dirancang agar paling sedikit menyajikan:

informasi tentang posisi keuangan secara akurat dan tepat waktu;

informasi tentang kemampuan BLU untuk memperoleh sumber daya ekonomi berikut beban yang terjadi selama suatu periode.

informasi mengenai sumber dan penggunaan dana selama suatu periode;

informasi tentang pelaksanaan anggaran secara akurat dan tepat waktu; dan informasi tentang ketaatan pada peraturan perundang-undangan. Sistem akuntansi keuangan BLU memiliki karakteristik

antara lain sebagai berikut: basis akuntansi yang digunakan pengelolaan keuangan BLU adalah basis akrual; sistem akuntansi dilaksanakan dengan sistem pembukuan berpasangan; dan sistem akuntansi BLU disusun dengan berpedoman pada prinsip pengendalian intern sesuai praktek bisnis yang sehat. Dalam rangka pengintegrasian Laporan Keuangan BLU dengan Laporan Keuangan kementerian negara/lembaga, BLU mengembangkan sub sistem akuntansi keuangan yang menghasilkan Laporan Keuangan sesuai dengan SAP. BLU mengembangkan dan menerapkan sistem akuntansi keuangan sesuai dengan jenis layanan BLU dengan mengacu kepada standar akuntansi paling sedikit mencakup kebijakan akuntansi, prosedur akuntansi, subsistem akuntansi, dan bagan akun standar

1. Sistem Akuntansi Aset Tetap Sistem akuntansi aset tetap, yang menghasilkan laporan aset tetap untuk keperluan manajemen aset tetap yang paling sedikit mampu

menghasilkan:

informasi tentang jenis, kuantitas, nilai, mutasi, dan kondisi aset tetap milik BLU; dan

informasi tentang jenis, kuantitas, nilai, mutasi, dan kondisi aset tetap bukan milik BLU namun berada dalam pengelolaan BLU. Dalam pelaksanaan sistem akuntansi aset tetap, BLU dapat

menggunakan sistem akuntansi barang milik negara yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. 1. Sistem Akuntansi Biaya Sistem akuntansi biaya, yang menghasilkan informasi biaya satuan (unit cost) per unit layanan, pertanggungjawaban kinerja ataupun informasi lain untuk kepentingan manajerial yang paling sedikit mampu menghasilkan:

informasi tentang harga pokok produksi; informasi tentang biaya satuan (unit cost) per unit layanan; dan informasi tentang analisis varian (perbedaan antara biaya standar dan biaya sesungguhnya).

Sistem akuntansi biaya menghasilkan informasi yang berguna dalam:


perencanaan dan pengendalian kegiatan operasional BLU; pengambilan keputusan oleh Pimpinan BLU; dan perhitungan tarif layanan BLU.

Vous aimerez peut-être aussi