Vous êtes sur la page 1sur 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Larva Aedes aegypti 1. Klasifikasi Aedes aegypti Klasifikasi nyamuk Ae. aegypti adalah sebagai berikut (Srisasi Gandahusada, dkk, 2000:217): Divisi Classis Ordo Sub-Ordo Superfamili Famili Sub-Famili Genus Species : : : : : : : : : Arthropoda Insecta Diptera Nematocera Culicoidea Culicidae Culicinae Aedes Aedes Aegypti

2. Morfologi Aedes aegypti a. Nyamuk Aedes aegypti Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki ukuran sedang dengan tubuh berwarna hitam kecoklatan. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan gari-garis putih keperakan. Di bagian punggung (dorsal) tubuhnya tampak dua garis melengkung vertikal di bagian kiri dan

kanan yang menjadi ciri dari spesies ini. Sisik-sisik pada tubuh nyamuk pada umumnya mudah rontok atau terlepas sehingga menyulitkan identifikasi pada nyamuk-nyamuk tua. Ukuran dan warna nyamuk jenis ini kerap berbeda antar populasi, tergantung dari kondisi lingkungan dan nutrisi yang diperoleh nyamuk selama perkembangan. Nyamuk jantan dan betina tidak memiliki perbedaan dalam hal ukuran nyamuk jantan yang umumnya lebih kecil dari betina dan terdapatnya rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan. Kedua ciri ini dapat diamati dengan mata telanjang.

b. Telur Nyamuk Aedes aegypti Telur Ae. aegypti berwarna hitam dengan ukuran 0,08 mm, berbentuk seperti sarang tawon (Wakhyulianto, 2005).

Gambar 1. 1. Telur Nyamuk Aedes aegypti

Sumber: Wakhyulianto, 2005

c. Larva Nyamuk Aedes aegypti Larva Ae. aegypti mempunya ciri-ciri yaitu mempunyai corong udara pada segmen yang terakhir, pada segmen abdomen tidak ditemukan adanya rambut-rambut berbentuk kipas (Palmatus hairs), pada corong udara terdapat pectin, Sepasang rambut serta jumbai akan dijumpai pada corong (siphon), pada setiap sisi abdomen segmen kedelapan terdapat comb scale sebanyak 8-21 atau berjajar 1 sampai 3. Bentuk individu dari comb scale seperti duri. Pada sisi thorax terdapat duri yang panjang dengan bentuk kurva dan adanya sepasang rambut di kepala.

Gambar 1.2 Larva Ae. aegypti

Sumber: www.bioqmed.ufrj.br/.../Bromelias/bromelias.html

Ada 4 tingkatan perkembangan (instar) larva sesuai dengan pertumbuhan larva yaitu: 1. Larva instar I; berukuran 1-2 mm, duri-duri (spinae) pada dada belum jelas dan corong pernapasan pada siphon belum jelas. 2. Larva instar II; berukuran 2,53,5 mm, duriduri belum jelas, corong kepala mulai menghitam. 3. Larva instar III; berukuran 4-5 mm, duri-duri dada mulai jelas dan corong pernapasan berwarna coklat kehitaman. 4. Larva instar IV; berukuran 5-6 mm dengan warna kepala gelap.

d. Pupa Nyamuk Aedes aegypti Pupa Ae. aegypti berbentuk seperti koma, berukuran besar namun lebih ramping dibandingkan dengan pupa spesies nyamuk lain.

Gambar 1.3 Pupa nyamuk Aedes aegypti

Sumber: www.bioqmed.ufrj.br/.../Bromelias/bromelias.html

3. Perilaku dan siklus hidup Aedes aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga siang hari. Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk betina yang mengisap darah. Hal itu dilakukannya untuk memperoleh asupan protein yang diperlukannya untuk memproduksi telur. Nyamuk jantan tidak membutuhkan darah, dan memperoleh energi dari nektar bunga ataupun tumbuhan. Jenis ini menyenangi area yang gelap dan benda-benda berwarna hitam atau merah. Demam berdarah kerap menyerang anak-anak karena anak-anak cenderung duduk di dalam kelas selama pagi hingga siang hari dan kaki mereka yang tersembunyi di bawah meja menjadi sasaran empuk nyamuk jenis ini. Infeksi virus dalam tubuh nyamuk dapat mengakibatkan perubahan perilaku yang mengarah pada peningkatan kompetensi vektor, yaitu kemampuan nyamuk menyebarkan virus. Infeksi virus dapat

mengakibatkan nyamuk kurang handal dalam mengisap darah, berulang kali menusukkan proboscis nya, namun tidak berhasil mengisap darah sehingga nyamuk berpindah dari satu orang ke orang lain. Akibatnya, risiko penularan virus menjadi semakin besar. Di Indonesia, nyamuk A. aegypti umumnya memiliki habitat di lingkungan perumahan, di mana terdapat banyak genangan air bersih dalam bak mandi ataupun tempayan. Oleh karena itu, jenis ini bersifat

10

urban, bertolak belakang dengan A. albopictus yang cenderung berada di daerah hutan berpohon rimbun (sylvan areas). Nyamuk A. aegypti, seperti halnya culicines lain, meletakkan telur pada permukaan air bersih secara individual. Telur berbentuk elips berwarna hitam dan terpisah satu dengan yang lain. Telur menetas dalam 1 sampai 2 hari menjadi larva. Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva yang disebut instar. Perkembangan dari instar 1 ke instar 4 memerlukan waktu sekitar 5 hari. Setelah mencapai instar ke-4, larva berubah menjadi pupa di mana larva memasuki masa dorman. Pupa bertahan selama 2 hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar dari pupa. Perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa membutuhkan waktu 7 hingga 8 hari, namun dapat lebih lama jika kondisi lingkungan tidak mendukung. Telur Aedes aegypti tahan kekeringan dan dapat bertahan hingga 1 bulan dalam keadaan kering. Jika terendam air, telur kering dapat menetas menjadi larva. Sebaliknya, larva sangat membutuhkan air yang cukup untuk perkembangannya. Kondisi larva saat berkembang dapat

mempengaruhi kondisi nyamuk dewasa yang dihasilkan. Sebagai contoh, populasi larva yang melebihi ketersediaan makanan akan menghasilkan nyamuk dewasa yang cenderung lebih rakus dalam mengisap darah. Sebaliknya, lingkungan yang kaya akan nutrisi menghasilkan nyamuknyamuk.

11

4. Pengendalian vektor Cara yang hingga saat ini masih dianggap paling tepat untuk mengendalikan penyebaran penyakit demam berdarah adalah dengan mengendalikan populasi dan penyebaran vektor. Program yang sering dikampanyekan di Indonesia adalah 3M, yaitu menguras, menutup, dan mengubur. Menguras bak mandi, untuk memastikan tidak adanya larva nyamuk yang berkembang di dalam air dan tidak ada telur yang melekat pada dinding bak mandi. Menutup tempat penampungan air sehingga tidak ada nyamuk yang memiliki akses ke tempat itu untuk bertelur. Mengubur barang bekas sehingga tidak dapat menampung air hujan dan dijadikan tempat nyamuk bertelur. Beberapa cara alternatif pernah dicoba untuk mengendalikan vektor dengue ini, antara lain mengintroduksi musuh alamiahnya yaitu larva nyamuk Toxorhyncites sp. Predator larva Aedes sp. ini ternyata kurang efektif dalam mengurangi penyebaran virus dengue. Penggunaan insektisida yang berlebihan tidak dianjurkan, karena sifatnya yang tidak spesifik sehingga akan membunuh berbagai jenis serangga lain yang bermanfaat secara ekologis. Penggunaan insektisida juga akhirnya memunculkan masalah resistensi serangga sehingga mempersulit penanganan di kemudian hari.

12

B. Tanaman Srikaya (Anonna squamosa L) 1. Taksonomi Tanaman Srikaya (Annona squamosa L) Kingdom Divisio Subdivisio Klas Subklas Ordo Famili Genus Spesies : : : : : : : : : Plantae Spermatophyta Angiospermae Magnoliopsida Magnoliidae Magnoliales Annonaceae Annona Annona squamosa L., A. asiatica Vahl., A. cinerea Dunal., A. forshahlii DC, A. biflora Moc. & Sesse Nama lain: delima bintang, sarkaja (Madura), sarikaya (Sunda), custard apple (Inggris), asal usul dari India. 2. Morfologi Tanaman Pohon kecil atau semak, 7 m, percabangan dekat tanah, batang cokelat, ranting silindris menjurai. Daun bulat telur memanjang atau elips panjang, tipis, ujung meruncing, pangkal membulat atau tumpul, tepi rata, permukaan berbulu, permukaan atas hijau tua, permukaan bawah hijau muda. Bunga bulat kecil, panjang 2,5 cm, ujung agak meruncing, tebal berdaging, tunggal atau ganda, letak di sisi daun atau berhadapan dengan daun, menggantung, tangkai berbulu, mahkota bagian luar hijau

13

kekuningan dan bagian dalam putih kekuningan. Buah semu majemuk, bentuk seperti jantung, panjang 7 10 cm, hijau keputihan, bersisik/berjuring (setiap juring mengandung daging buah dan sebuah biji), berlapis lilin, daging buah putih, kasar dengan rasa manis, biji banyak, elips, cokelat kehitaman atau hitam.

Gambar 1.4 Buah dan Biji Srikaya

http://ceritabayu.blogspot.com/2009/09/buah-buahan-asia-yangexotic.html

Kandungan fitokimia tanaman Srikaya (Anonna squamosa L) Srikaya (Annona squamosa ) merupakan salah satu jenis tanaman yang mempunyai peluang untuk digunakan sebagai insektisida nabati. Menurut Kardinan (2002), biji srikaya mengandung senyawa kimia annonain yang terdiri atas squamosin dan asimisin yang bersifat racun terhadap serangga (Hermianto, dkk., 2001).

14

Squamosin dan asimisin tergolong sebagai senyawa asetogenin, berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak heksan biji

srikaya mempunyai efek racun perut pada larva C bezziana. Efek racun kontaknya juga telah diteliti pada larva caplak Boophilus microplus (Wardhana, A., dkk, 2005 ; Septriana, N, J., 2002). Squamosin dan asimin merupakan senyawa yang bersifat asetogenin (bersifat bioaktif terhadap serangga), Pada konsentrasi tinggi, senyawa acetogenin memiliki keistimewaan sebagai anti-feedent, yaitu menurunkan selera serangga untuk makan. Sedangkan pada konsentrasi rendah, bersifat racun perut yang dapat mengakibatkan kematian terhadap serangga (Anonim, 2008). Senyawa aktif ini selain bersifat insektisida juga mampu bersifat sebagai antijamur, anti bakteri, anti tumor dan mampu menghambat pertumbuhan sel kanker, biji srikaya mengandung sekitar 42-45 % lemak, annonain, dan resin yang bekerja sebagai racun perut dan racun kontak pada serangga (Dadang, dkk., 2007)

Vous aimerez peut-être aussi