Vous êtes sur la page 1sur 11

Nadia Itona Siregar

live isn't movie|Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Makalah Pengantar Ekonomi Kelembagaan


MAY 10, 2013 BY NADIASIREGAR03 Makalah Pengantar Ekonomi Kelembagaan Analisis Kebijakan Pemerintah Mengenai Pertambangan Terhadap Pengelolaan Sumber Daya Alam (Pada Kasus PT Freeport)

Oleh Kelompok 8: Nadia Itona Siregar / I34110027 Amanda Yunita / I34110091 Cynda Adissa Lianita / I34110101 Hanung Suryo Panggondo N / I3411013

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis sampaikan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Pengantar Ekonomi Kelembagaan, Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan (ESL), Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor pada waktunya. Makalah ini berjudul Analisis Kebijakan Pemerintah Mengenai Pertambangan Terhadap Pengelolaan Sumber Daya Alam (Pada Kasusu PT Freeport). Dalam makalah ini penulis menjelaskan bagaimana kebijakankebijakan pemerintah terkait kebijakan pertambangan yang mempengaruhi kelestarian sumber daya alam. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dosen pengajar Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Kelembagaan yang telah memberikan penjelasan-penjelasan terkait dengan Kelembagaan. Harapan penulis semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi kesempurnaan. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Bogor, 28 April 2013 Penulis

DAFTAR ISI

Halaman cover
KATA PENGANTAR.. ii DAFTAR ISI. iii 1.1 Latar Belakang. 1 1.2 Permasalahan. 1 1.3 Tujuan. 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.. 2 BAB III PEMBAHASAN.. 4 3.1 Kebijakan-kebijakan dan Implementasi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah terkait pertambangan 4 3.2 Dampak-dampak penerapan kebijakan yang tidak tegak hukum terhadap sumber daya alam 6 BAB IV PENUTUP. 8 4.1 Kesimpulan. 8 4.2 Saran. 8 DAFTAR PUSTAKA.. 9

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Era saat ini negara berkembang dituntut untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, salah satu caranya adalah dengan meningkatkan pembangunan. Pembangunan merupakan upaya untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Pembangunan dikatakan dapat memberikan dampak penting apabila di dalam prosesnya menyebabkan perubahan lingkungan yang sangat mendasar pada lingkungan yang mengalami proses pembangunan. Meningkatnya pembangunan di berbagai aspek menyebabkan permintaan terhadap barang dan jasa yang disediakan oleh alam mendorong terjadinya eksplorasi dan eksploitas sumber daya alam. Tak hanya hal tersebut yang menjadi penyebab rusaknya sumber daya alam, perusahaan dan investor-investor yang tidak bertanggung jawab yang terus menerus mengeruk keuntungankeuntungan dari sumber daya Indoneisa. Kegiatan ekplorasi dan ekploitasi yang terjadi secara terus-menerus dapat mengancam kelangsungan hidup organisme di lingkungan tersebut. Salah satu bentuk pembangunan yang dilaksanakan adalah dengan membuka lahan pertambangan yang dapat meningkatkan pertumbuhan perekonomian Indonesia. Namun pada kenyataannya hal tersebut tidak berlangsung sejalan dengan apa yang diinginkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi bahkan sebaliknya terjadi marjinalisasi masyarakat dan pemanfaatan sumber daya alam secara tidak berkelanjutan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terbaru yang tidak ramah lingkungan dan kurangnya etika serta perilaku yang berpihak pada kepentingan pelestarian lingkungan juga turut memberikan andil dalam proses penurunan kualitas dan kuantitas sumber daya alam. Dengan demikian sangat diperlukannya sebuah kelembagaan dalam mengatur dan mengontrol pelaksanaan kegiatan pertambangan.

1.2 Permasalahan Dalam makalah ini permasalahan yang akan dibahas adalah kebijakan-kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah serta permasalahan yang terjadi dalam pertambangan Indonesia terkait kebijakan yang telah dibuat. 1.3 Tujuan Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui kebijakan-kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah serta menganalisis permasalahan yang terjadi dalam pertambangan Indonesia terkait kebijakan yang telah dibuat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Schotter, Kelembagaan merupakan regulasi atas tingkah laku manusia yang disepakati oleh semua anggota masyarakat dan merupakan penata interaksi dalam situasi tertentu yang berulang. Dalam kelembagaan, terdapat berbagai konsep penting yang menjadi dasar. Salah satunya dijelaskan oleh Douglas North. North menyusun teori yang disebut ilmu ekonomi kelembagaan. Dalam pidatonya yang berjudul economic performance trough times ia menjelaskan :

Institutions are the humanly devised constraints that structure human interaction. They are made up of formal constraints (rules, laws, constitutions), informal constraints (norms of behavior, conventions, and self imposed codes of conduct), and their enforcement characteristics. Together they dene the incentive structure of societies and specically economies. Institutions and the technology employed determine the transaction and transformation costs that add up to the costs of production. Maksud dari tulisan tersebut adalah ia membagi sebuah konsep kelembagaan menjadi dua, yaitu kelembagaan formal Peraturan tertulis seperti perundang-undangan, kesepakatan (agreements), perjanjian kontrak, peraturan bidang ekonomi, bisniss, politik dan lain-lain, baik yang berlaku baik pada level international, nasional, regional maupun lokal. Dan kelembagaan informal sebagai kelembagaan yang keberadaannya di masyarakat umumnya tidak tertulis seperti adat istiadat, tradisi, pamali, kesepakatan adat, konvensi dan lain-lain. Kelembagaan sangat penting dalam mengatur dan mengelola sumber daya alam agar kepentingan semua pihak terpenuhi secara adil dan bijaksana. Menurut Marfai (2005) Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup. Terkait dengan pemanfaatan sumber daya alam sebagai kasus pertambangan, hukum merupakan instrumen pembatas mengenai kapan, dimana, seberapa banyak dan bagaimana anggota sebuah komunitas memanfaatkan sumber daya alam. Dalam kasus pertambangan, kegiatan pertambangan tergolong pada ruang lingkup Agraria. Ruang lingkup agraria menurut UUPA sama dengan ruang lingkup sumberdaya agraria/sumberdaya alam menurut MPR RI No. IX/MPR/2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam. Ruang lingkup agraria sumber daya agraria/sumber daya alam dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Bumi Pengertian bumi menurut Pasal 1 ayat (4) UUPA adalah permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi dibawahnya serta yang berada dibawah air. Permukaan bumi menurut Pasal 4 ayat (1) adalah tanah. 2. Air Pengertian air menurut Pasal 1 ayat (5) UUPA adalah air yang berada do perairan pedalaman maupun air yang beradadi laut wilayah Indonesia. Dalam Pasal 1 angka 3 Undang-undang No.11 Tahun 1974 tentang pengairan, disebutkan bahwa pengertian air meliputi air yang terdapat di dalam dan atau berasal dari sumber-sumber air, baik yang terdapat di atas maupun dibawah permukaan tanah, teta[i tidak meliputi air yang terdapat di laut. 3. Ruang angkasa Pengertian ruang angkasa menurut Pasal 1 ayat(6) UUPA adalah ruang di atas bumi wilayah Indonesia dan ruang di atas air wilayah Indonesia. Pengertian ruang angkasa menurut Pasal 48 UUPA, ruang di atas bumi dan air yang mengandung tenaga dan unsur-unsur yang dapat digunakan untuk usaha-usaha memelihara dan memperkembangkan kesuburan bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dan hal-hal yang bersangkutan dengan itu.

4. Kekayaan alam yang terkandung di dalamnya Kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi disebut bahan, yaitu unsur-unsur kimia, mineralmineral, bijih-bijih dan segala macam batuan, termasuk batuan-batuan mulia yang merupakan endapan-endapan alam (Undang-undang No. 11 Tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan. Dalam ruang lingkup agraria dijelaskan bahwa pertambangan juga termasuk di dalamnya, yang kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam UU No. 11 Tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan. Menurut UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dalam pasal 1 tentang ketentuan umum, menyebutkan bahwa pertambangan adalah seluruh tahapan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang. Dalam melakukan kegiatan penambangan pada umumnya menimbulkan dampak, ada yang berdampak positif dan berdampak negatif. Dalam pertambangan umum, dampak negatif biasanya terjadi pada usaha pertambangan pada kegiatan eksploitasi dan pengolahan atau pemurnian.Dampak yang timbul dari kegiatan eksploitasi adalah adanya ganguan keseimbangan permukaan dari tanah sedangkan dampak yang timbul dari usaha pengolahan dan pemurnian adalah adanya pencermaran air dan pencemaran udara akibat bahan-bahan kimia atau kotoran-kotoran sisa yang terjadi dalam pengolan atau pemurnian atau sebagai akibat penggunaan bahan-bahan kimia tertentu dalam proses pengolahan atau pemurnian. Sedangkan, dampak positif atau manfaat dapat memberikan hasil atau keuntungan yang memuaskan bagi yang melakukan kegiatan penambangan bahanbahan galian ( Pigome,2001). BAB III PEMBAHASAN 3.1 Kebijakan-kebijakan dan Implementasi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah terkait pertambangan Pemerintah telah membuat berbagai aturan-aturan dan kebijakan kebijakan yang sebagai berikut: Kewajiban Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan IUP Khusus (IUPK) Mineral dan Batubara (UU Minerba) mengatur beberapa kewajiban secara umum yang harus ditaati oleh pemegang IUP dan IUPK, yakni: a. menerapkan kaidah teknik pertambangan yang baik, yang mewajibkan pemegang IUP dan IUPK untuk: 1. ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan; 2. keselamatan operasi pertambangan; 3. pengelolaan dan pemantauan lingkungan pertambangan, termasuk kegiatan reklamasi dan pasca tambang; 4. upaya konservasi sumber daya mineral dan batubara; 5. pengelolaan sisa tambang dari suatu kegiatan usaha pertambangan dalam bentuk padat, cair, atau gas sampai memenuhi standar baku mutu lingkungan sebelum dilepas ke media

lingkungan; b. mengelola keuangan sesuai dengan sistem akuntansi Indonesia; c. meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batubara; d. melaksanakan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat; dan; e. mematuhi batas toleransi daya dukung lingkungan. Reklamasi dan Pascatambang Menurut Pasal 99 UU Minerba, setiap pemegang IUP dan IUPK wajib menyerahkan rencana reklamasi dan rencana pasca tambang pada saat mengajukan permohonan IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi. Pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan peruntukan lahan pasca tambang. Hal ini dicantumkan dalam perjanjian penggunaan tanah antara pemegang IUP atau IUPK dengan pemegang hak atas tanah. Pemegang wajib menyediakan dana jaminan reklamasi dan pasca tambang. Menteri, gubernur, atau bupati/ walikota sesuai dengan kewenangannya dapat menetapkan pihak ketiga dengan dana jaminan yang telah disediakan pemegang. Di dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang (PP 78/2010), Pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi wajib melaksanakan reklamasi dan pascatambang. Reklamasi dilakukan terhadap lahan terganggu pada kegiatan eksplorasi. Reklamasi dan pascatambang dilakukan terhadap lahan terganggu pada kegiatan pertambangan dengan sistem dan metode: 1. penambangan terbuka; dan 2. penambangan bawah tanah. Kewajiban-kewajiban lainnya ialah Pemegang IUP dan IUPK wajib menjamin penerapan standar dan baku mutu lingkungan sesuai dengan karakteristik suatu daerah. Pemegang IUP dan IUPK juga wajib menjaga kelestarian fungsi dan daya dukung sumber daya air yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam aturan-aturan tersebut seudah jelas bahwa setiap pemegang Izin Usaha Pertambangan di Indonesia wajib menjaga kelesatarian sumber daya alam yang telah dimanfaatkannya. Namun dalam kenyataannya dalam kasus Freeport hal tersebut tidak berjalan sesuai dengan kebijakan dan aturan yang telah dibuat. PT Freeport Indonesia, perusahaan yang pernah terdaftar sebagai salah satu perusahaan multinasional terburuk tahun 1996 (http://web.archive.org/web/20010831184653/http:/www.geocities.com/RainForest/1387/tenworst.h adalah potret nyata sektor pertambangan Indonesia. Keuntungan ekonomi yang dibayangkan tidak seperti yang dijanjikan, sebaliknya kondisi lingkungan dan masyarakat di sekitar lokasi pertambangan terus memburuk dan menuai protes akibat berbagai pelanggaran hukum dan HAM, dampak lingkungan serta pemiskinan rakyat sekitar tambang. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI Indonesian Forum for Environment) adalah forum organisasi lingkungan hidup non-pemerintah terbesar di Indonesia. Dalam laporan WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) Tentang Dampak pencemaran Lingkungan Hidup Operasi Freeport-Rio Tinto di Papua. Laporan ini memaparkan kerusakan lingkungan berat dan pelanggaran hukum sebagai berikut:

Pelanggaran hukum: Temuan kunci pada laporan ini adalah Freeport-Rio Tinto telah gagal mematuhi permintaan pemerintah untuk memperbaiki praktik pengelolaan limbah berbahaya terlepas rentang tahun yang panjang di mana sejumlah temuan menunjukkan perusahaan telah melanggar peraturan lingkungan. Kementerian Lingkungan Hidup tak kunjung menegakkan hukum karena Freeport-Rio Tinto memiliki pengaruh politik dan keuangan yang kuat pada pemerintah. Begitu kuatnya sampai-sampai proposal Freeport-Rio Tinto untuk mengelak dari standard baku mutu air sepertinya sedang dipertimbangkan. Banyak bentuk pelanggaran dan pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh PT Freeport diantara lainnya 11 bentuk kategori kerusakan alam akibat PT Freeport sebagai berikut: 1. Tembaga yang dihamburkan dan pencemaran: Freeport dengan alasan mendapatkan biji tembaga mentah secepat mungkin, pengerukan dan pembuangan dilakukan tanpa pengolahan yang bersifat penghamburan tembaga dan pencemaran lingkungan. 2. Air Asam Batuan (Acid Rock Drainage): Hampir semua limbah batuan dari tambang Grasberg sejak tahun 1980an sampai 2003 yang berjumlah kira-kira 1.300 juta ton berpotensi membentuk asam. menunjukkan 10 pencemaran ARD dengan tingkat kandungan tembaga sekitar 800 mg/L telah meresap ke air tanah di pegunungan tanah Papua disekitar daerah operasi Freeport yang terbilang sangat luas. 3. Teknologi yang tak layak: Erosi dari limbah batuan mencemari perairan di gunung dan gundukan limbah batuan yang tidak stabil telah menyebabkan sejumlah kecelakaan, satu fatal. Kestabilan gundukan limbah batuan merupakan problema serius jangka panjang. Situssitus penting bagi suku Amungme telah hancur olehnya, seperti Danau Wanagon yang sudah lenyap terkubur di bawah tempat pembuangan limbah batuan di Lembah Wanagon. 4. Pembekapan tanaman: Pengendapan tailing membekap kelompok tanaman subur dengan menyumbat difusi oksigen ke zona akar tanaman, sehingga tanaman mati. Proses ini telah terjadi pada sebagian bagian besar ADA, meninggalkan tegakan mati pohon sagu dan pepohonan lain di daerah terkena dampak. 5. Tingkat racun tailing dan dampak terhadap perairan: Sebagian besar kehidupan air tawar telah hancur akibat pencemaran dan perusakan habitat sepanjang daerah aliran sungai yang dimasuki tailing. Total Padatan Tersuspensi (TSS) dari tailing secara langsung berbahaya bagi insang dan telur ikan, serta organisme pemangsa, organisme yang membutuhkan sinar matahari (photosynthetic), dan organisme yang menyaring makanannya (lter feeding). Tembaga menghambat kerja insang ikan. Uji tingkat racun (toxicity) dan potensi peresapan biologis (bioavailability) di daerah terkena dampak operasi Freeport-Rio Tinto menunjukkan bahwa sebagian besar tembaga larut dalam air sungai terserap oleh mahluk hidup dan ditemukan pada tingkat beracun. Kelembagaan yang telah dibuat oleh pemerintah yaitu UU Minerba tidak berjalan dengan semestinya serta kebijakan-kebijakan lainnya seperti di dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang (PP 78/2010), Pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi wajib melaksanakan reklamasi dan pascatambang. Lemahnya penegakkan hukum, pengawasan dan kontrol yang dilakukan oleh pemerintah serta adanya tekanan-tekanan dari pihak yang berkuasa (pihak yang berkuasa: pihak yang mempunyai modal banyak dan dapat menghindar dari ranah hukum). Pemerintah justru mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang menguntungkan pihak PT Freeport seperti kasus bahwa saham Freeport yang harus dialihkan dalam waktu 5 tahun pertama adalah sebesar 10 persen. Karena dalam kurun waktu lima tahun setelah Kontrak Karya ditandatangani

Freeport telah merencanakan akan melakukan investasi besar-besaran di Grasberg, pihak perusahaan pertambangan ini berharap bahwa ketentuan divestasi dalam Kontrak Karya Generasi V dapat diperingan, khusus bagi Freeport. Freeport berhasil. pemerintah kemudian mengeluarkan PP Nomor 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham dalam Perusahaan yang Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Asing yang mengizinkan investasi asing secara penuh (100%). Peraturan Pemerintah ini dikeluarkan pada tahun 1994, sedangkan Kotrak Karya V dengan Freeport ditandatangani pada bulan Desember 1991, atau 3 tahun sebelum PP No.20 dikeluarkan. Dengan PP No.20 ini pula, kesempatan pemerintah untuk ikut memiliki saham mayoritas di Freeport menjadi hilang. 3.2 Dampak-dampak penerapan kebijakan yang tidak tegak hukum terhadap sumber daya alam Telah dipaparkan diatas bahwa PT Freeport telah banyak melanggar hukum dan kebijakan tentang pelestarian lingkungan. Hal ini diakibatkan tidak tegasnya dan kurangnya kontrol pemerintah terhadap usaha pertambangan yang terjadi di Indonesia. Lalainya pemerintah ini mengakibatkan berbagai kerugian dan kerusakan sumber daya alam. Fakta yang terjadi di lapangan, PT Freeport Indonesia melakukan penjajahan dan penjarahan secara ugal-ugalan atas sumber daya alam yang kita miliki tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan (Alam, 2011; M. Zen dan Widiyanto, 2006). Penambangan terbuka yang dilakukan oleh PT Freeport Indonesia di puncak Grastberg, menghasilkan batuan limbah dan tailing hingga 700 ribu ton. Limbah tailing dan batuan itu dapat menenggelamkan wilayah seluas 200 km2 atau seluas Kota Bandung (Paripurno, dkk, 2010: 3). Tanah yang telah digaruk oleh PT Freeport Indonesia otomatis akan meninggalkan lubang yang dalam dan luas. Batubara mencatat bahwa pertambangan terbuka di Erstberg menyisakan lubang sedalam 360 meter dan lubang tambang Grasberg telah mencapai diameter 2,4 kilometer dengan kedalaman 800 meter (www.eramuslim.com (http://www.eramuslim.com)). Akibatnya, daerah sekitar penambangan rawan terhadap tanah longsor dan banjir. Hal ini selain merusak lingkungan dan ekosistem hutan, juga membahayakan para pekerja di lokasi tambang. Eksploitasi yang dilakukan oleh PT Freeport Indonesia jelas menimbulkan efek merusak (destroy) yang luar biasa terhadap lingkungan. Menurut perhitungan Greenomics Indonesia, biaya yang dibutuhkan untuk memulihkan lingkungan yang rusak adalah Rp67 triliun. Biaya ini tidak sebanding dengan klaim yang dikeluarkan oleh PT Freeport Indonesia bahwa pemerintah pusat mendapatkan keuntungan langsung US$ 3,8 miliar atau Rp36 triliun (Mafri dalam www.stofest.org (http://www.stofest.org)). Tampak jelas bahwa ekologi disekitar lokasi pertambangan telah rusak dan tidak hanya masalah ekologi juga yang telah rusak namun dari segi sosial masyarakat pun termajinalkan karena lahanlahan mereka telah diperuntukkan untuk pertambangan PT Freeport dengan tidak diiringinya suatu pemerdayaan masyarakat yang berkelanjutan.

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan-kebijakan yang telah dibuat tidak sesuai dengan fakta yang terjadi dilapangan. Bahkan pemerintah telah menciptakan suatu kebijakan yang merugikan masyarakat Indonesia. Hal ini diakibatkan lemahnya kontrol dan pengawasan serta kesadaran pemerintah dalam menindaklanjuti PT Freeport yang telah melakukan berbagai pelanggaran-pelanggaran baik pelanggaran dibidang hukum dan pelanggaran dalam kelestarian lingkungan. Dalam kelembagaan yang terpenting adalah sebuah penegakkan hukum yang seharusnya diterapkan oleh pemerintah Indonesia, namun pada kenyataannya penegakkan hukum tidak terjadi dalam kasus PT Freeport. 4.2 Saran Dari beberapa uraian diatas, perlu adanya penegasan hukum dan pengontrolan terhadap perusahaan pertambangan yang ada di Indonesia dalam menerapkan undangundang atau aturan mengenai pertambangan, dalam hal pelestarian lingkungan alam harus lebih diperketat dan dijalankan dengan sebenarbenarnya. Hal ini didukung dengan ditegaskannya hukum yang berlaku dalam ranah pertambangan serta penekanan terhadap peranan dari CSR (Corporate Sosial Responsibility) dalam menjaga kearifan lokal dan pengembangan masyarakat disekitar pertambangan. Pelaksanaan CSR dalam suatu perusahaan perlu diperhaitkan dan benar-benar diterapkan pada setiap perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA Aryani D. 2011. Kasus Freeport, Hilangnya Nurani Pemerintah. Koran Antara news.com. [Internet]. [dikutip pada tanggal 27 April 2013]. Dapat diunduh dari: http://www.antaranews.com/berita/286476/kasus-freeport-hilangnya-nurani-pemerintah (http://www.antaranews.com/berita/286476/kasus-freeport-hilangnya-nurani-pemerintah) Bobobladi. 2012. Kebobrokan Freeport-Pencemaran Lingkungan dan HAM Perusahaan Emas Terbesar di Indonesia. [Internet]. [dikutip pada tanggal 27 April 2013]. Dapat diunduh dari: http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2012/11/22/kebobrokan-freeport-pencemaranlingkungan-pelanggaran-ham-perusaan-emas-terbesar-di-indonesia-510902.html (http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2012/11/22/kebobrokan-freeport-pencemaranlingkungan-pelanggaran-ham-perusaan-emas-terbesar-di-indonesia-510902.html) Johan Kurnia. 2012. Kewajiban Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan IUP Khusus (IUPK). [Internet]. [dikutip pada tanggal 27 April 2013]. Dapat diunduh dari: http://www.hukumpertambangan.com/kewajiban-pemegang-izin-usaha-pertambangan-iupdan-iup-khusus-iupk/ (http://www.hukumpertambangan.com/kewajiban-pemegang-izinusaha-pertambangan-iup-dan-iup-khusus-iupk/) Yudiatmaja WE. 2012. Nasionalisasi PT Freeport Indonesia. [Internet]. [dikutip pada tanggal 27 April 2013]. Dapat diunduh dari: http://wayuguci.edublogs.org/les/2012/04/NasionalisasiPT-Freeport-Indonesia-1rgp7u5.pdf (http://wayuguci.edublogs.org/les/2012/04/NasionalisasiPT-Freeport-Indonesia-1rgp7u5.pdf)

Blog at WordPress.com. | The Sunspot Theme.

Follow

Follow Nadia Itona Siregar


Powered by WordPress.com

Vous aimerez peut-être aussi