Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Week 4; Fungi
Lecture 1 4
Y Ab
Penglokalisasi sel
Pengaturan RI
Modulasi idiotipik
Modulasi neuro-endokrin
Komplemen
Week 4; Fungi
Lecture 2 4
Week 4; Fungi
Lecture 4
Ag
Non-MHC *Banyak yg memodulasi *Haplotip kemampuan RI Respons Imun *Berpengaruh thdp su*Pengendali RI infeksi: septibilitas infeksi gen terkait MHC *Gen MHCnya berperan *Peran utama gen: keren- untuk timbulnya peny. tanan thdp penyakit AI Auto-Imun Modulasi neuro-endokrin *Stres: RI terganggu *Sistem syaraf/endokrin/imun: berintegrasi Modulasi idiotipik *Pengertian isotip/ allotip/idiotip *Variasi idiotip: diversitas sisiikat Ag *Efek idiotip
Ada peran R-Ag di sel T & B * Sifat Ag : menentukan tipe RI * Dosis Ag : bila tinggi induksi toleransi * Port dantre: terjadi/ tidak terjadi RI APC *Sifat sel: RI
Toleransi *Mol permukaan: stimulasi bersama *Peran adjuvan: peningkatan RI B *Kendali : umpan balik RI *Efek IgM/IgM pasif : konsekuensi klinis *Mekanisme modulasi: belum tuntas (2 penjelasan)
Pengaturan RI
Penglokalisasi sel
*Peran sitokin/kemokin NK TNK *Peran virus thdp sitokin/ *Sitokin/Kemokin: RI infeksi/tumor kemokin *Peran inhibitor sitokin Komplemen
Week 4; Fungi
Lecture 4
Diskriminasi self/non-self
Primary contact
Ag, non-self mols self non-self
Secondary contact
non-self self
self Ag, non-self mols non-self
Sistem imun
respons adaptive respons non-adaptive
kontak primer
kontak sekunder
infection
re-infection
adaptive IS recolvery
limfosit
T LGL MMN
fagosit N
sel auxiliary
Mast
thromb.
faktor larut Ab
Sitokin Komplemen
* Tayangan menunjukkan masing-masing sel dan mediator yang dihasilkannya * Komplemen terutama dibentuk di hati; hanya sebagian yang disintesis oleh MMN
Week 4; Fungi
Lecture 5 4
Week 4; Fungi
Lecture 4
jaringan
granulosit
.... ...
.... ...
monosit
....... .. . . . NK .
sel mast
sirkulasi darah
....... .. . . . NK .
Semua sel berasal dari sel punca hematopoeitik. Thrombosit dihasilkan oleh megakariosit dan dilepas ke peredaran darah. PMN & MMN masuk jaringan lewat peredaran darah. Sel B menjadi dewasa di hati & sumsum tulang, sedangkan sel T menjadi dewasa di kelenjar timus. Asal-muasal limfosit granuler yang memiliki keaktifan NK berasal dari sumsum tulang. Limfosit beredar lewat jaringan limfoid sekunder. MO, sel interdigitating dan sel dendrit berperan sebagai APC di jaringan limfoid sekunder. 6
Week 4; Fungi
Lecture 4
Mekanisme imunopatogenitas
1) toksin tunggal attachment di epitel
tanpa menyerang jaringan hospes toksin hanya perlu Ab untuk netralisasi efek sistemik invasi lokal kuman tak toksik 2) invasi penyerbuan ke jaringan/sel
3) invasi & toksisitas lokal (antara 1 & 2) degradasi matriks ekstraseluler oleh enzim
1 Beberapa kuman menyebabkan penyakit karena suatu toksin tunggal (eg C. diphtherriae; C. tetani) atau berkesanggupan melekat di permukaan epitel tanpa menyerang jaringan hospes (eg Str. hemolyticus gr A). Imunitas terhadap infeksi demikian hanya perlu Ab untuk menetralkan fungsi yg merusak. 2 Ada organisme yang sifatnya tidak toksik dan menyebabkan penyakit dengan menyerbu jaringan dan kadangkala sel; kerusakan umumnya akibat jumlah kumannya besar atau ok imunopatologi (eg Lepra tipe L) di mana organisme menyerang sel dan harus dimusnahkan oleh respon CMI. 3 Kebanyakan organisme masuk di antara kejadian (1) dan (2) yakni dengan sedikit invasi lokal dan enzim yang mendegradasi matriks ekstraseluler (eg St. aureus, C. perfringens). Dalam hal ini yang bekerja ialah CMI (Cell Mediated Immunity) dan RI Humoral. 7
Week 4; Fungi
Lecture 4
Opsonisasi
memiliki kesanggupan intriksik untuk mengikat mikroba
reaksi antara
1
opsonin
kekuatan ikatan
mikroba/Ag
fagosit aktivasi C kekuatan ikatan komplemen C3b tak ada aktivasi C opsonisasi ok Ab dan pengikatan lewat FcR Ab
C3b
ba mengaktifkan komplemen. Mikroba akan mengikat C3b sehingga sel dapat mengikat ke mikroba melalui C3bR.
3 Mikroba
C-R
Ab
yang tidak mengaktifkan komplemen dengan baik akan diopsonisasi. Ab akan mengikat lewat FcR fagosit. plemen dan bila Ab ini dan C3b mengopsonisasi mikroba maka pengikatan akan menjadi sangat kuat.
Fc-R
4 Ab juga sanggup mengaktifkan komAb dan komplemen C3b Aktivasi C Ab & C mengopsonisasi pengikatan akan sangat kuat
Week 4; Fungi
Fungsi limfosit
TH1
Lecture 4
sitokin
TH2
sitokin
TC
LGL
penyajian Ag
MO
aktivasi penyajian Ag
aktivasi
digesti
pemusnahan
MO menyajikanAg ke sel TH1 yang melepas sitokin untuk mengaktifkan MO agar memusnahkan mikroba yang dimakannya. Sel B menyajikan Ag ke sel TH2 yang melepas sitokin yang mengaktifkannya sehingga membelah dan berdiferensiasi. Sel Tc dan sel LGL mengenali dan memusnahkan sel yang terinfeksi virus. (Ada TH0 dan TH3). Sel Ts merupakan sel T yang Ag-spesifik supresor. Belum ada bukti sel ini TS memiliki fungsi tersendiri. Ada bukti bahwa sel T CD4+ dan TCD8+ dapat pula mensupresi RI lewat pembunuhan APC dengan bantuan sitokin supresor (eg TGFb), pengaturan negatif transduksi sinyal (interaksi CTLA-4 dengan LTCS nya) atau lewat jejaring idiotip. Sel Tcs merupakan sel yang bekerja antagonistik terhadap sel Ts.
9
Interaksi limfosit
B produksi sekresi T aktivasi presentasi Ab Sitokin Ag bantu
fagosit
identifikasi
Fagosit
fagositosis
Sel B menghasilkan Ab, yang mengikat patogen dan produknya sehingga membantu pengenalan oleh fagosit. Sitokin yang dilepas sel T mengaktifkan fagosit untuk mememusnahkan zat yang dicernanya. Selanjutnya MMN dapat menyajikan Ag ke sel T, dan dengan demikian mengaktifkannya.
Week 4; Fungi
Lecture 10 4
Week 4; Fungi
Penyajian Ag
2 Fc-R
Lecture 4
1 MMN fagosit Ag IC
..
sel B penyajian
B TH
fagolisosom penyajian
TH
MMN
R nonspesifik
MHC kl 2
Ig permukaan
MHC kl 2
3 sel dendrit
D
makropinositosis
ekspresi terus
TH
MHC kl 2
penyajian
MMN (1), sel B (2) dan sel dendrit (3) semua dapat menyajikan Ag ke sel T yang terbatas/restricted MHC kelas 2 yakni sel TH. 1 MO menghadapi bakteri atau partikel Ag lewat R yang non-spesifik atau sebagai kompleks imun, memrosesnya dan mengembalikan fragmen ke permukaan sel, berasosiasi dengan molekul MHC kelas 2. 2 Sel B yg teraktifkan dapat mengatasi Ag dengan Ig permukaan dan menyajikannya ke sel T yang berasosiasi dengan molekul MHC kelas 2. 3 Sel dendrit terus menerus mengekspresi molekul MHC kelas 2 dan mengatasi Ag dengan cara makropinositosis.
11
Week 4; Fungi
Lecture 4
Mekanisme pemrosesan Ag
Ag internalisasi degradasi parsial dalam lisosom oleh enzim prteolitik jalur endositik mol MHC
APC
kompartemen khusus
re-ekspresi / pengembalian fragmen Ag (peptide antigenik) ke permukaan sel Ag eksogen dicerna APC dan didegradasi oleh enzim proteolitik di kompartemen khusus. Peptide yang antigenik berasosiasi dengan molekul MHC kelas 2 dalam vesikel yang berpapasan dengan jalur endositik dalam perjalanan keluar untuk disaijikan oleh molekul MHC.
12
Week 4; Fungi
Lecture 4
Self-Ag dilepas oleh sel epitel medulla dengan jalan sekresi, pelepasan vesikel atau kematian sel. Efisiensi penyajian self-Ag yang ada merupakan fungsi kemampuan pemrosesan oleh APC yang ada di dekatnya. Sel dendrit yang berasal dari kelenjar timus sangat efisien dalam menyajikan Ag sehingga berfungsi umum sebagai APC.
13
Week 4; Fungi
Lecture 4
sisi pilihan respons sel T thdp self-Ag dihalangi oleh ekspresi Fas atau sitokin: TGFb , IL-10
delesi
respons sel T thdp self-Ag dikendalikan oleh aktivasi induksi kematian sel
regulasi imun respons sel T thdp self-Ag diatur oleh sel T penghasil sitokin pensupresi
Sel yang sudah lolos dari seleksi negatif di kelenjar timus tetap dikendalikan di perifer. Kebanyakan orang sehat mempertahankan toleransi diri lewat berbagai mekanisme toleransi perifer yang mencakup sekuesterisasi, ekspresi di sisi/tempat yang tepat, delesi atau pengaturan imun.
14
Week 4; Fungi
Lecture 4
Fungsi komplemen
komplemen
.. ......
bakteri 1. lisis
C memiliki kesanggupan intrinsik untuk melisis membran sel mikroba .. ..
.. . . .
fagosit 2. kemotaksis
bakteri 3. opsonisasi
produk C menarik fagosit C melapisi permukaan mikroba fagosit meke tempat reaksi . ngenali & mendigesitnya .
... . ..... .. . .
. . . . . ..... .....
(1) Sistem komplemen memiliki kesanggupan intrinsik untuk melisis membran sel berbagai spesies bakteri. (2) Produk komplemen yang dilepas di reaksi ini menarik fagosit ke sisi reaksi (kemotaksis). (3) Komponen komplemen melapisi permukaan bakteri (opsonisasi) sehingga fagosit mampu mengenali bakteri dan mendigestinya. Reaksi ini dapat dicetus oleh kemampuan intrinsik sistem komplemen untuk mengenali komponen mikroba atau oleh Ab yang terikat mikroba.
15
Week 4; Fungi
Lecture 4
C3
C3b B
MBL
MASP-1, MASP-2
C3bB D
permukaan sel
Week 4; Fungi
Lecture 4
Protein jalur klasik dan jalur litik berinisial angka seperti C1, C2 dst-nya. Kebanyakan protein ini berupa zymogen yakni pro-enzyme yang memerlukan pemotongan proteolitik untuk menjadi aktif. Bentuk aktif ini dibedakan dengan garis di atas namanya. Produk pemotongan protein komplemen dibedakan dengan molekul asalnya oleh tambahan huruf kecil seperti C3a, C3b dst-nya. Protein jalur alternatif dikenal sebagai faktor dan diidentifikasi oleh huruf besar tunggal seperti faktor B (atau disingkat sebagai FB bahkan B saja). Komponen komplemen ditayangkan berwarna hijau dan perubahan yang terjadi diberi tanda anak panah merah (bila dipecah & jadi aktif) atau putih. Jalur klasik diaktifkan dengan pemecahan C1r dan C1s setelah terjadi asosiasi C1qr2s2 dengan aktivator jalur klasik, termasuk pula kompleks imun. C1s yang aktif akan memecah C4 dan C2 untuk membentuk C3 convertase jalur klasik yakni C4b2a. Pemotongan C4 dan C2 dapat pula terjadi oleh MASP-1dan MAPS-2 jalur lectin, yakni jalur yang berasosiasi dengan MBL. Jalur alternatif diaktifkan dengan dipecahnya C3 menjadi C3b dan berasosiasi dengan FB dan yang dipecah oleh FD untuk menghasilkan C3 convertase jalur alternatif yi C3bBb. Aktivasi inisial C3 sebagian terjadi secara spontan namun dapat pula oleh C3 convertase jalur klasik, jalur alternatif atau sejumlah serum lain maupun protease mikroba. Perhatikan bahwa jalur aktivasi fungsional analog, umpamanya C3 dengan C4 adalah homolog, demikian pula C2 dengan FB; MASP-1 dan MASP-2 homolog dengan C1r dan C1s. Baik C3 convertase jalur klasik maupun jalur alternatif dapat berasosiasi dengan C3b yang melekat di permukaan sel untuk membentuk C5 convertase yakni C4b2a3b atau C3bBb3b, yang memecah C5. Fragmen C5b yang lebih besar berasosiasi dengan C6 dan C7, yang kemudian akan mengikat membran plasma. Kompleks C5b67 akan merakit C8 dan sejumlah C9 untuk membentuk MAC (Membrane Attack Complex).
17
Week 4; Fungi
Lecture 4
2) Rfagosit
fagosit
C3b
3)
4)
degradasi
C shedding
5)
C5b67
tak ada attachment ke membran
6)
sekresi
enzim membran 4) enzim membran dapat mendegradasi C yang terfiksasi / atau meng hancurkannya 5) membran luar dapat menolak insersi kompleks imun
Cara penghindaran: (1) kapsul luar atau selubung mencegah aktivasi komplemen. (2) Permukaan luar dapat dirancang kembali sehingga R komplemen di fagosit tak dapat kesempatan memfiksasi C3b. (3) Bentuk permukaan dapat diekspresi yang mengalihkan perlekatan MAC di membran sel. (4) Enzim membran dapat mendegradasi komplemen yang terfiksasi atau menghancurkannya. (5) Membran bagian luar dapat menolak insersi kompleks litik (6) Protein pengelabu yang disekresi dapat menyebabkan didepositnya komplemen.
18
Week 4; Fungi
Lecture 4
inhibisi
augmentasi
FDC
augmentasi
IgM pasif
APC
IgM pasif kompleks imun Ag Ig membran IgG FcgRIIb Sel B Sel B CR2
FcR Ag
Ag C3d
inhibisi
Sel B Sel B
Sel BSel B
Kompleks imun dapat bekerja untuk menginhibisi atau mengaugmentasi RI. Inhibisi terjadi bila FcR sel B terkait silang ke R-Ag oleh kompleks Ag-Ab sebuah sinyal memicu sel B untuk menginhibisi agar tidak memproduksi Ab. Hal serupa terjadi oleh IgM pasif untuk APC maupun sel dendrit. Augmentasi terjadi bila Ab memicu penyajian Ag ke sel B yang ada di APC dan terikat FcR atau CR2 (R komplemen) bila di sel FDC (Follicular Dendritic Cell).
19
Week 4; Fungi
Lecture 4
ikat
tak ikat
Fc mengikat
ke fagosit
Ab
Fc-R
fagosit komplemen Bila mikroba tak sanggup mengaktifkan komplemen atau fagosit, tubuh menyediakan sekelompok molekul adaptor yang fleksibel dengan berbagai bentuk yang sanggup melekat ke permukaan berbagai mikroba. Molekul fleksibel ini dikenal sebagai Ab dan tubuh sanggup membentuk berjuta-juta Ab yang berbeda yang sanggup memgenali berbagai mikroba penyebab infeksi. Jadi, Ab ini dapat mengikat mikroba 1 namun tidak dapat mengikat mikroba 2 dengan Fab-nya sedangkan Fc-nya dapat mengaktifkan komplemen atau mengikat ke FcR sel jaringan hospes, terutama fagosit.
20
Week 4; Fungi
Lecture 4
Fitness-Affinity-Avidity
Good fit-Poor fit
Ab paratope
Ab affinity
good fit
good fit
poor fit
poor fit
Ag epitope
avidity
high attraction high repulsion high attraction high repulsion low repulsion low attraction low repulsion low attraction
Bila cocok, maka determinan antigenik dgn sisi-ikat Ab akan menciptakan berbagai kemungkinan daya ikat. Sebaliknya bila keadaannya tak cocok yang terjadi ialah hal sebaliknya. Afinitas bagaimana Ab mengikat Ag berasal dari keseimbangan daya tarik dan daya tolak. Ab yang berafinitas tinggi berarti good fit sedangkan afinitas Ab yang rendah berarti poor fit.
affinity =
3. idiotipik
-diversity at the Ag bindingsite (paratope); particularly
related to the HV segments
-present in the germline of all members of a species VL-produces HC (m, d, g, e, a) CL & LC (k & l) & V region subgroups CH2 CH3 + CH4
21
Week 4; Fungi
Ab ke fimbriae,asam lipoteihkoat dan beberapa kapsul Ab mencetus keruasakan yang diprakarsai pada lapisan bilayer lipid kuman Gram negatif Ab ke M protein dan kapsul mengakibatkan opsonisasi melalui R Fc dan C3
proliferasi organism
Ab menetralkan Immunorepellent
toksik
invasif
=Tahap-tahap invasi mikroba; = Efek anti-mikroba dari Ab. Perannya di tahap yang berbeda. (1) asam lipoteichoat dan beberapa kapsul memblok perlekatan mikroba ke membran sel hospes. (2) Ab mencetus kerusakan yang diprakarsai komplemen pada lapisan luar lipid bilayer mikroba Gram negatif. Ab secara langsung akan memblok protein permukan mikroba yang mengambil molekul2 yang berguna di lingkungan dan membawanya melewati membran. (3) Ab terhadap protein M dan kapsul mengopsonisasi mikroba melalui FcR dan C3 untuk fagositosis. Faktor mikroba yang mengganggu kemotaksis normal atau fagositosis dinetralisir. Toksin & faktor penyebaran yang memfasilsitasi penyerbuan mikroba dapat dinetralisir Ab (eg dengan destruksi jaringan ikat atau fibrin) 22
Week 4; Fungi
Lecture 4
Ag
T B
APC
TH
B
TH
B B
pembelahan
B B
Ag disajikan ke sel T virgin oleh APC (eg sel dendrit). Sel B juga menghadapi Ag dan menyajikannya ke sel T, menerima sinyal dari sel T untuk membelah dan berdiferensiasi menjadi sel plasma/AFC & sel B memory
B
diferensiasi
Bm AFC AFC AFC
Sel memori
Sel plasma
23
Week 4; Fungi
Lecture 4
TH1
b1
b2 b1 IL-10
TH2
IL-12R
. . . . . ... .. .. . . . . . ..
monosit
24
IL-12R yang berafinitas tinggi terdiri atas rantai b1 dan b2 hanya diekspresi di sel TH1. IL12 yang dihasilkan MMN meningkatkan perkembangan dan aktivasi sel TH1. Produksi IL-12 di-inhibisi oleh IL-10 yang dihasilkan sel TH2. IFNg yang dihasilkan sel TH1 meningkatkan produksi rantai b1 yang meningkatkan produksi Il-12R yang berafinitas tinggi. Namun hal ini diinhibisi oleh IL-4.
Week 4; Fungi
Lecture 4
TH0
sel dendrit
peptide MHC
Bmd IL-10
Bg4
Respons sel TH2 termasuk: Aktivasi sel efektor (TH2), pertolongan untuk membantu produksi IgE dan IgG4. IgE yang terjadi berperan utama untuk merangsang sel mast. Namun banyak bukti menunjukkan bahwa dosis allergen yang lebih tinggi umpamanya bisa ular, debris kucing serta urin tikus dapat menginduksi respons sel TH2 yang toleran/ dimodifikasi. Respons ini menyertakan IgG4 saja. Sitokin IL-10 mungkin berperan serta dalam meningkatkan IgG4 sambil mensupresi IgE.
25
Week 4; Fungi
Lecture 4
pembelahan sel
AFC
AFC
T
CD25+ CD4+
sel T autoreactive
T
CD25+ CD4+
TH self-Ag
CD25+ CD4+
Meskipun timus sangat efisien untuk menghilangkan sel T yang reaktif-diri (self-reactive) dari pengulangan (repertoire) sel T, namun masih dihasilkan juga sel T CD25 - 4+. Timus yang normal pun masih terus menghasilkan sel T CD25+4 + yang sifatnya anergik dan supresif yang mensupresi aktivasi dan ekspansi sel auto-reaktif dari populasi CD25- 4.+ Bila sel T CD25+4+ didelesi maka populasi CD25 - 4+ bertambah secara cepat mengakibatkan auto-imunitas.
Week 4; Fungi
Lecture 27 4
1) Tidak adanya sel TH yang disebabkan oleh karena adanya liang di repertoire sel T atau karena adanya delesi akan mengakibatkan terjadinya toleransi-diri (self-tolerance) di intra-timus. Setiap sel B anti-self B yang reaktif-diri (self-reactive) tak akan sanggup menciptakan respons Ab. self-peptide non-self-peptide 2) Auto-Ab dapat dihasilkan bila sel B yang anti-diri (anti-self) bekerja sama dengan tidak bantu bantu sel TH yang bukan-diri ( non-self) dalam memberi respons terhadap Ag yang reTH non-self TH aktif silang yang mengandung determinan diri (self) dan non-diri (nonTH spesifik untuk Ag eksogen self). 2). tak ada sel T
Week 4; Fungi
Lecture 28 4
AICD
PCD
FADD= Fas Associated Death Domain Caspase= Cysteine requiring Aspartate Protease
Week 4; Fungi
Lecture 29 4
Imunitas humoral yang didapat Fagositosis dan sitotoksisitas yang Ab & C dependent Radang dan perbaikan jaringan yang rusak MO/sel dendrit
Week 4; Fungi
Lecture 30 4
Diferensiasi Makrofag
APC
Il-12 molekul ko-stimulator T TH1 IL-3 IFN-g GM-CSF LT aktivasi MO immature MO aktif T proliferasi sel T
sel epiteloid
Produk kuman akan menstimulasi MO untuk mensekresi IL-12. Aktivasi sel T dengan bantuan IL-12 mengakibatkan dilepasnya IFNg dan sitokin lain, Lymphotoxin (LT) dan GM-CSF. Sitokinsitokin ini mengaktifkan MO untuk membunuh parasit intrasel. Kegagalan untuk meeradikasi stimulus antigenik mengakibatkan pelepasan sitokin secara persisten dan menyebabkan diferensiasi MO menjadi sel epiteloid yang mensekresi sejumlah besar TNFa. Sebagian MO berfusi untuk membentuk sel raksaksa yang berinti majemuk.
Week 4; Fungi
Lecture 31 4
Aktivasi Makrofag
MHC kl 2 CR3 MO
molekul sitotoksik
sitokin
dipancing
diutamakan
MO yang elicited & primed secara imunologis berbeda dengan MO biaMO yg sudah disiapkan sa. Bantuan Monosit ditingkatkan fagositosis dan menghasilkan MO dengan sifat haemaglutinin pro-radang dan sitotoksik. Aktivasi oleh sitokin meningkatkan ekspresi monosit R endositik MHC kelas 2 dan R komplemen CR3, MO fagositosis dan produksi mediator MO setempat pro-radang dan produk sitotoksik. Sebaliknya MO setempat (umpamanya di sumsum tulang) tidak memiliki Mekanisme yang berperan serta untuk sitotoksisitas sel mieloid fungsi radang namun berperan dalam reaksi trofik, yakni untuk pembenprotein kation NO & RNIs lain tukan sel hematopoeitik dan melak(nitric oxid & reactive MO C3a nitric intermediates) sanakan endositosis. hidrolase anion superoksid & ROIs lain TNFa (reactive oxygen intermediates) ROI (Reactive Oxygen Intermediates) dan RNI (Reactive Nitrogen Intermediates), protein kation, enzim hidrolitik dan protein komplemen yang dikeluarkan sel mieloid dapat merusak sel sasaran karena mengadakan serangan yang diprakarsai sitokin.
Week 4; Fungi
Lecture 32 4
Modulasi aktivasi MO
LPS fagositosis
MO
. ... . . .. . .. . . . . .. . . . .. . NK .
TH1
IL-10
TH2 MO
anti-radang
MO yg dideaktivasi Sinyal dari produk mikroba, fagositosis dan sitokin mengakibatkan perubahan permukaan dan sifat sekresi MO yang dapat diklasifikasi sebagai teraktifkan, aktivasi yang alternatif dan deaktivasi.
Week 4; Fungi
Lecture 33 4
aktivasi
APC MHC kl 1
TCR
TH
aktivasi
Sel T CD8, suatu sel pembunuh, tak akan memberi respons terhadap APC yang istirahat. Pengenalan Ag oleh sel TH adalah searah yakni APC (ump sel dendrit) dapat melengkapi diri untuk menyajikan Ag ke sel T CD8. Molekul yang bertanggungjawab untuk interaksi antara sel TH dan sel dendrit ini ialah CD40L & CD40. Ligasi CD40 di permukaan sel dendrit mengakibatkan aktivasi. Pemblokan interaksi ini merupakan satu cara untuk mencegah penyajian allo-Ag ke sel T CD8 sehingga mencegah rejeksi allograft.
Pemblokan
Week 4; Fungi
Lecture 34 4
sebab 1 & 2 ialah RI (besar atau kecil) yg tidak semestinya. Sistem imun
2. imunodefisiensi 3. auto-imunitas sebab 3 ialah kegagalan peng-
infeksi
cangkok asing
rejeksi
diri
rejeksi terjadi akibat pengenalan non-self yang diharapkan berfungsi sebagai self.
Ada 3 jalan utama di mana SI dapat gagal yakni Hipersensitivitas, Immunodefisiensi dan Auto-immunitas. Hpersensitivitas dan Immunodefisiensi disebabkab karena tak benarnya RI. Auto-immunitas disebabkan oleh gagalnya diskriminasi self/non-self dalam pengenalan imun. Penolakan atau rejeksi terjadi akibat pengenalan non-self yang diharapkan berfungsi sebagai self.
Week 4; Fungi
Lecture 35 4
Week 4; Fungi
Lecture 4 Mekanisme protektif yang Ag spesifik tanpa melibatkan sel T maupun sel B.
histamin CRP MBL permeabilitas vaskuler IL-8, LTB4,, IFNg C3a, C5a kemokin IFNg kemotaksis
komplemen
fagosit, sel jaringan poli-anion lipo-protein asam lipoteikhoat lipoarabinomanan peptide formil peptide muramil peptidoglikan
aktivasi fagosit
sitokin aktivasi endotil Mekanisme ini beserta kerusakan jaringan yang terjadi dapat mengaktifkan sistem pembekuan dan pembentukan fibrin.
Beberapa PAMP kuman yang umum dikenali oleh molekul yang ada di serum dan oleh R sel. Jalur pengenalan ini mengakibatkan aktivasi jalur alternatif komplemen (C3, B, D, P) dengan konsekuensi dilepasnya C3a dan C5a; aktivasi Neutrofil, MO dan sel NK; pencetusan pelepasan sitokin & kemokin, degranulasi sel mast, menyebabkan peningkatan peredaran darah di jejaring kapiler lokal, peningkatan adhesi sel dan fibrin ke sel endotil. 36
.. .. ..
aktivasi komplemen
IgG IgM
B C3a C5a
. . . ..
endotil pemb. darah
adhesi
Sistem imun adaptif memodulasi proses inflamasi melalui sistem komplemen. Ag (ump. dari mikroba) merangsang sel B untuk menghasilkan Ab, termasuk IgE yang mengikat sel mast, sedangkan IgG dan IgM akan mengaktifkan komplemen. Komplemen juga dapat diaktifkan secara langsung lewat jalur alternatif. Bila dicetus oleh Ag, sel mast yang tersensitisasi ini akan melepas granul yang bekerja sebagai mediator dan eicosanoids (yi produk metabolisme asam arakhinoat, termasuk prostaglandin & leukotriene). Berasosiasi dengan komplemen (yang juga dapat mengaktivasi sel mast lewat C3a & C5a) mediator-mediator ini menginduksi radang setempat, memungkinkan lekosit dan molekul sistem enzim ke daerah radang tersebut. Lecture Week 4; Fungi 37 4
. . . . . . . . . . . . . . ... ..
1) Sekret repelan / toksin inhibisi kemotaksis. 2) Memiliki kapsul / lapisan inhibisi attachment oleh fagosit. 3) Memungkinkan uptake tetapi melepas fak3 tor yang memblok pencetusan mekanisme pembunuhan selanjutnya*. 4 4) Mensekresi katalase yang memecah H2O2 . 8 5 5)Ada yang memiliki selubung luar yang sangat resisten, menyelubungi diri dengan 6 7 glikolipid fenolat yang memakan radikal bebas (ump. M. leprae). 6) Ada yg melepas lipoarabinomanan sehingga memblok kemampuan MO untuk memberi respons terhadap IFNg (ump. M. tbc). 7) Sel terinfeksi kemampuannya sebagai sel APC dapat hilang. IFNg 8) Organisme dapat lolos dari fagosom dan berkembangbiak di sitoplasma (ump. M. leprae) * Begitu dicerna, mikroba ada yang mensekresi molekul yang meng-
inhibisi fusi lisosom dengan fagosom, menginhibisi pompa proton yang mengasamkan fagosom sehingga pH tidak turun (ump. M tbc). Pada akhirnya mikroba dapat membunuh fagosit
Week 4; Fungi
Lecture 38 4
fagosit
iC3b
MBL Ab glycoconjugates lectine
Berbagai molekul memfasilitasi pengikatan mikroba ke membran fagosit. Ciri interaksi akan menentukan apakah uptake terjadi dan apakah mekanisme pembunuhan yang tercetus memadai. Perhatikan bahwa selain komplemen, Ab dan MBL (Mannan Binding Lectin) yang mengikat ke permukaan mikroba, komponen lain merupakan molekul kuman.
Week 4; Fungi
Lecture 39 4
Ab
ekstrasel intrasel
IFNs
Sistem imun yang berbeda akan efektif terhadap jenis infeksi yang terjadi. Pada tayangan di ilustrasikan infeksi virus. Ab dan komplemen dapat memblok siklus hidup fase ekstrasel dan peningkatan fagositosis virus. IFN yang dihasilkan sel terinfeksi dapat memberi sinyal ke sel yang belum terinfeksi dan menginduksi resistensi terhadap virusnya. Virus hanya dapat bermultiplikasi di dalam sel. Sel Tc efektif mengenali dan memusnahkan sel terinfeksi sebelum terjadi replikasi yang bermakna.
Week 4; Fungi
Lecture 40 4
NO
sel terinfeksi
bunuh bunuh
neutralisasi oleh Ab Masuknya virus di permukaan mukosa diinhibisi oleh IgA. Setelah infeksi inisial, virus dapat menyebar ke jaringan lain melalui aliran darah. IFN yang dihasilkan RI innate (IFNa & IFNb) dan RI adaptif (IFNg) menjadikan sel sekitarnya tidak suseptibel terhadap infeksi virus yang meluas. Ab penting dalam mengendalikan virus yang bebas sedangkan sel T dan sel NK berfungsi untuk meeliminasi sel yang terinfeksi.
komplemen
Week 4; Fungi
Lecture 41 4
pelepasan
sintesis mRNA virus (langsung atau lewat mesin hospes, sintesis protein virus untuk capsid baru dan sintesis asam nukleat virus
Week 4; Fungi
Lecture 42 4
. . .
. . .
. .
A/PR8 1933-1946
AFM1 1947-1956
H2N2 H3N2
A/Singapore 1957-1967
A/Hongkong 1968-
Ag permukaan utama virus inflenza ialah haemagglutinin dan neuraminidase. Haemagglutinin berperan untuk perlekatan ke sel dan Ab-nya bersifat protektif. Ab terhadap Neuramidase sifatnya kurang efektif. Virus influenza dapat merubah sedikit permukaannya (= antigenic drift) atau merubahnya secara radikal (= antigenic shift). Perubahan struktur Ag Haemagglutin menyebabkan Ab yang terbentuk sebelum perubahan tersebut tidak efektif lagi sehingga dapat menyebabkan letupan epidemi. Diagram menunjukkan strain yang timbul lewat antigenic shift sejak tahun 1933. Nomenklatur resmi Ag influenza berdasarkan tipe Haemagglutin (H0, H1 dst) dan Neuraminidase-nya (N1, N2 dst) yang diekspresi dipermukaan virion. Ag internalnya tetap tidak berubah.
Week 4; Fungi
Lecture 43 4
CD4
.
TNF IL-6 dsb
gp120 di permukaan virion HIV mengikat CD4 dan R kemokin yang ada di membran limfosit sehingga tercetus uptake. Virus dapat masuk MO yang ekspresi CD4-nya relatif rendah, namun ini mungkin dibantu dengan pengikatan Ab melalui FcR. Virus berdiam laten, berintegrasi dengan sel di genom DNA hospes sampai ada stimulus (ump. sitokin) yang menyebabkan aktivasi transkripsi. Virus yang dirakit akan bersemai dari bagian luar membran sel T atau ke dalam vakuol intrasitoplasm MO. Di MO banyak partikel in-feksius dapat berakumulasi.
Week 4; Fungi
Lecture 44 4
virus budding
nucleo-capsid
protein virus
translasi pemrosesan & pengangkutan RNA
transkripsi proviral
integrasi ke aktivasi sel dalam genom protein hospes bilayer lipid hospes ss HIV-1 RNA p17gag (protein matriks) genom provirus HIV-1 hospes
Setelah pelepasan selubung, ezim RT virus RNA memproduksi ds-DNA. ds-DNA diinsersi ke genom hospes oleh enzim integrase-bersandi-viral sebagai provirus HIV. Aktivasi sel mengakibatkan transkripsi dan produksi mRNA virus, kemudian diproduksi dan dirakit protein struktural. Virus HIV yang bebas dihasilkan dengan cara persemaian di sel hospes; kemudian terjadi perakitan internal dengan pemotongan protein prekursor inti yang besar ke dalam komponen kecil protein inti oleh enzim protease bersandi viral untuk dihasilkan partikel virus dewasa. Week 4; Fungi Lecture 4
45
Lecture 4
Week 4; Fungi
Ada peran R-Ag di sel T & B * Sifat Ag : menentukan tipe RI * Dosis Ag : bila tinggi induksi toleransi * Port dantre: terjadi/ tidak terjadi RI RI APC *Sifat sel: Toleransi *Mol permukaan: stimulasi bersama *Peran adjuvan: peningkatan RI
B *Kendali : umpan balik RI IgM/IgM pasif : konseY *Efek kuensi klinis *Mekanisme modulasi: belum tuntas (2 penjelasan) Modulasi idiotipik *Pengertian isotip/allotip/idiotip *Variasi idiotip: diversitas sisi-ikat Ag *Efek idiotip
Pengaturan RI
*Peran sitokin/kemokin *Berperan bagi: *Peran virus thdp sitokin/ kemokin *Sitokin/Kemokin: modulasi positif RITCD4+/TH RI infeksi/tumor *Peran inhibitor sitokin
NK
TNK
46
Pokok-pokok pengaturan RI
RI dikendalikan oleh beberapa mekanisme pengendali
bekerja untuk mengembalikan RI dalam kondisi istirahat saat respons thdp Ag tak diperlukan lagi.
termasuk Ag, dosis dan cara pemberiannya, dan latarbelakang genetik individu dalam memberi respons terhadap tantangan Ag tersebut.
+: sebagai idiotip atau lewat pembentukan kompleks imun. -: dengan mengurangi tantangan Ag atau lewat umpan-balik inhibisi sel B.
Sel penyaji (APC) mempengaruhi RI karena mampu menstimulasi bersama (co-stimulation) ke sel T
jenis sel penyaji meningkatkan bentuk RI yang berbeda
sitokin yang diproduksi sel T mempengaruhi jenis RI yang diprakarsai Ag. Sel TCD4+ mampu mengalihkan RI ke respons jenis sel TH1 atau TH2. dapat menginhibisi respons dengan menghasilkan sitokin seperi IL-10 (Interleukin-10) atau TGF-b. + atau CD8 + ) merupakan sel T pengatur Kedua subpopulasi sel T (CD4
Lecture 4
Week 4; Fungi 47
Pokok-pokok pengaturan RI
Migrasi selektif turunan sel T (subset) ke tempat yang berbeda dapat memodulasi RI setempat (lokal)
karena kedua sel T (TH1 & TH2) memberi respons terhadap kelompok kemokin yang berbeda.
Faktor genetik yang mempengaruhi RI ialah gen terkait MHC dan non-MHC.
gen-gen ini mempengaruhi tingkat RI, suseptibilitas terhadap infeksi dan penyakit auto-imun (AI). Defek di banyak gen ini mengakibatkan defisiensi imun atau RI yang tidak normal.
Lecture 4
Week 4; Fungi 48
lewat peptide Ag yg sudah diproses yg diikat molekul MHC kelas 1 atau bila kelas 2 di sel penyaji (APC)
*sifat Ag, dosis dan cara masuknya mempengaruhi hasil RI RI yg efektif akan mengeliminasi Ag dari sistem *untuk menjaga agar tetap terjadi proliferasi sel T & B maka perlu pemajanan Ag berulang kali. dan saat RI efektif ada ekspresi yang kuat di sel efektor yang spesifik reaktif *pada akhir RI terjadi pengurangan pemajanan Ag yang memberi penurunan ekspresi IL-2 dan IL-2R sehingga terjadi apoptosis sel T-yangspesifik Ag ini. Sel T-yg spesifik Ag sebagian besar mati pada akhir RI. Sebagian kecil sel T dan B yang spesifik Ag ini bertahan untuk menjadi sel pengingat.
Lecture 4
Week 4; Fungi 49
Port dantre Ag dapat menentukan terjdi atau tidaknya RI Ag yang diberi s.c atau i.d dapat memberi RI sedangkan pemberian i.v, p.o atau p.i dapat menyebabkan toleransi atau deviasi RI dari 1 jenis sel T ke respons lain
Lecture 4
Week 4; Fungi 50
APC
*Sifat APC dalam menyajikan Ag menentukan apa akan terjadi RI atau Toleransi
Ag
APC
molekul
T
co-stimulator
Tact
IL-2R
IL-2
1)
B7 CD28
APC
MHC TCR 2) 3)
T
CD40 CD40L
Tact
IL-2R
IL-2
MO T
Takt
IL-12R
IL-12 aktivasi
B7 CD28
non-prof
TH1
APC
4)
Bist
T lugu
Lecture 4
Week 4; Fungi 51
APC
Adjuvan
MHC
APC
Peningatan RI
Mol ko-stimulator
Adjuvan
Lc
sel Langerhans
Lecture 4
Week 4; Fungi 52
Y
+ +
Pengaturan RI oleh Ab
Ab mengendali RI
Y
Y
Berlaku untuk poli dan monoklonal Ab konsekuensi klinik & aplikasinya: - Vaksin tertentu - Inkompatibilitas Rh
APC
C3R
IgM
Lecture 4
Week 4; Fungi 53
Y Pengaturan RI oleh Ab
IgG dapat mensupresi sintesis IgG spessifik Cara kerja Ab: - Pemblokan Ab
secara pasif Ig larut Ig membran
Y Ab yg diberi
B
bersaing
Y Y
Ag
hasil IgG Ab sgt tergantung konsentrasi Ab & afinitas Ag dibandingkan dengan afinitas R sel B
- Kait-silang R
hanya sel B yg afinitasnya tinggi yang bersaing baik (mekanismenya tidak bergantung dari Fc Ab)
Y IgG juga memiliki efek yang bergantung Fc Ig membran Ag Y YIg larut Ab-nya dpt mengenali
FcgRIIb
Tyrosine Phosphatase SHP-1 menghalangi aktivasi sel oleh TK yang berasosiasi dgn R-Ag
epitop yg berbeda
Week 4; Fungi
Lecture 54 4
Y Pengaturan RI oleh Ab
Dosis IgG yg kurang untuk menginhibisi produksi Ab secara tuntas berefek meningkatkan afinitas Ab rata-rata
hal ini ok hanya sel B yang memiliki R berafinitas tinggi yang dapat bersaing dengan Ab pasif terhadap Ag
Umpan balik Ab merupakan faktor penting untuk proses pendewasaan afinitas Kompleks imun dapat menginhibisi atau meningkatkan RI
Salah satu cara Ab (IgM maupun IgG) bekerja memodulasi RI mencakup mekanisme yang bergantung Fc dan pembentukan kompleks imun dgn Ag.
INHIBISI Kompleks imun AUGMENTASI sel dendrit folikuler
IgM C3d
Ag
Ig membran
YY
Ag
IgG
Aktivasi komplemen melokalisir kompleks imun karena berinteraksi dengan CR2 di sel dendrit folikuler
Memungkinkan kesinambungan RI karena menjaga sumber Ag
CR2
FcRIIb Sel B
Sel B
Week 4; Fungi
Lecture 55 4
Treg atau Tr1 menghasilkan IL-10 sedangkan TH3 mensekresi TGFb (dlm jumlah besar), IL-4 & IL-10 (dlm jumlah keecil)
+ dapat mencegah induksi autoimunitas Sel TCD4 cara masuk Ag dan sifatnya serta APC inisial bersama sifat Ag mempengaruhi hasil RI
Inhibisi (efek negatif) terjadi oleh sel TCD4+ dan menunjukkan ada peran TGFb & IL-10 untuk supresi
Week 4; Fungi
Lecture 56 4
Pengaturan silang turunan sel TH membuktikan bahwa sitokin yang diproduksi seperti IFNg yang disekresi oleh sel TH1 dapat menginhibisi respons sel TH2.
selanjutnya: IL-10 (sel TH2) mengatur hilir ekspresi B7 & Il-12 oleh APC sehingga menginhibisi sel TH1.
IL-12 perlu untuk pembentukan respons TH1 dan keseimbangan TH1/TH2 dimodulasi oleh kadar IL-12 dan IL-12R yang diekspresi.
IFNg b2 IL-4 b1
TH1
IL-12R
b1
IL-12
TH2
IL-10
Jadi, aktivasi sel TH1 atau TH2 dapat menyebabkan deviasi RI seleksi tipe respons efektornya.
monosit
Week 4; Fungi
Lecture 57 4
Sel T yang menghasilkan IL-10 dan dibantu TGF-b berperan untuk perkembangan penyakit IBD dikenal sebagai sel Tr1
Sel ini mengekspresi CTLA-4 secara terus menerus, yakni molekul yang berperan untuk pengaturan negastif aktivasi sel T.
Week 4; Fungi
Lecture 58 4
NK
TNK
Sel NK menghasilkan sitokin dan kemokin sehingga berperan pada respons alamiah (innate) terhadap infeksi dan tumor.
produksi sitokin dan kemokin pengatur imun pada tahap dini mempengaruhi sifat RI yang didapati (adaptive) selanjutnya sehingga dapat mempengaruhi hasil RI
Sel NK berperan pada RI dini terhadap patogen intrasel, sebagian besar lewat produksi IFN-g yang mengaktivasi MO dan mendiferensiasi sel TH1
keaktifan sel NK diinduksi oleh IFNa/b, IL-15, IL-18 dan Il-12 dan diatur negatif oleh IL-10 dan TGFb
Sel TNK memproduksi sitokin bila R-nya berhubungan dengan glikolipid yang berasosiasi dengan CD1d.
sudah terbukti in-vitro bahwa sel ini berperan pada pengendalian autoimunitas, infeksi parasit dan pertumbuhan sel tumor.
Sel TNK yang mensekresi IFNg dapat menginduksi aktivasi sel, meningkatkan proliferasi dan sitotoksisitas sel.
Week 4; Fungi
Lecture 59 4
Kemokin dapat diinduksi oleh sitokin di sisi peradangan sehingga terjadi mekanisme bantuan suatu jenis repons yang diperlukan.
Respons sel TH1
darah Monosit
TH1
CxCR3
TH2
CCR2,10 IP-10,Mig MCP-1
CCR3 eotaxin CCR3 eotaxin
Dalam keadaan normal, tidak se-mua tempat/sisi suatu organ akan memberi RI (ump testis & bilik an-terior mata). Hal ini sebagian oleh karena sitokin inhibitor yi: TGFb dan IL-10.
tempat demikian dikenal sebagai immune
privileged
IFNg
IFNg
jaringan
TH1
Sel mast
T H2
Di bilik mata anterior dengan adanya MIF akan menginhibisi keaktifan NK. Ekspresi FasL yang ada di kedua organ di atas akan mengeliminasi limfosit yang mengekspresi Fas (apoptosis)
Week 4; Fungi
Lecture 60 4
TcR masing-masing dan Ig sifatnya imunogenik karena urutan unik yang dikenal sebagai idiotip.
Ab yang terjadi terhadap sisi ikat Ag ini disebut Ab idiotipik dan dapat mempengaruhi hasil RI
Ada jaringan kerja di tubuh yang berinteraksi lewat pengenalan idiotip (Jerne)
Ag enginduksi respons Ab akan mencetus respons anti-idiotipik oleh Ab
Ab thdp sisi-tak ikat idiotop Inhibisi pengikatan hapten
Interaksi idiotip dapat meningkatkan atau mensupresi respons Ab. anti-idiotip dapat mempengaruhi penyajian kembali idiotip dalam suatu RI.
Week 4; Fungi
Lecture 61 4
hipotalamus
hubungan syaraf
nteraksi hormonal
hipofise anterior
sitokin, terutama IL-1 & IL-6, adalah modulator timbalbalik antara sistem-sistem ini
Week 4; Fungi
Lecture 62 4
Pengendalian genetik RI
Resistensi/suseptibilitas terhadap meneyebab infeksi sifatnya diwariskan.
pola yang sama ditemukan pada penyakit auto-imun. Dalam keadaan ini seringkali banyak gen berperan serta mengatur resistensi atau suseptibilitas ini penyakitnya dikatanak di bawah kendali poligenik.
Week 4; Fungi
Lecture 63 4
Week 4; Fungi
Pengendalian genetik RI
Lecture 4
ad.1a Gen pemberi respons yang terkait MHC mengendalikan semua RI yang menyertakan pengenalan Ag oleh sel T IRnya tergantung aktivasi klon limfosit. Pengenalan Ag oleh sel T terjadi bila sel T menyajikan Ag sebagai kompleks peptide terhadap MHC kelas 1 & 2. a.d 2. Gen terkait MHC mengendalikan respons infeksi pada beberapa hal gen yang terkait adlah gen Mhcnya tetapi pada beberapa keadaan diduga bukan gen MHC itu sendiri namun suatu gen yang terkait MHC ad.2a Ada beberapa bukti yakni: lokus gen I-E tikus putih menyebabkan suseptibilitas terhadap infeksi T. spiralis dan L. donovani. ad.2b HLA hapotipe tertentu mencegah beberapa infeksi tertentu *HLA B*5301 dan DRB1*1302 mencegah infeksi malaria berat. *HLA A*02 berasosiasi mereduksi risiko perkembangan infeksi HTLV-1 dan heterosigositas lokus kelas 1 yang tidak memiliki espresi B*35 dan CW*04 menguntungkan *Proteksi dapat bukan di molekul yang terkait MHCnya (TNFa OCT-1) a.d 3. Gen MHC berperan utama untuk suseptibilitas penyakit autoimun *IDDM: HLA-DR3 & DR4, terutama yang heterosigot (DR3/4) yg berisiko tinggi kaitan terbukti oleh DQB1*303 (ok keterkaitan timpang)
64
Pengendalian genetik RI
a.d 4. Gen yang terkait timpang dengan MHC mempengaruhi perkembangan autoimunitas *in-vivo: SLE timbul pada kawin silang tikus NZB dengan NZW *gen lain yang terkait MHC juga berperan pada pemrosesan RI pencetusan dan transpor fragmen peptide Ag. a.d 5. Banyak gen non-MHC juga memodulasi RI RI juga dikendalikan oleh gen di luar MHC namun sifatnya kurang polimorfik dan kurang berperan dalam variasi suseptibilitas penyakit sudah terbukti ada pada penyakit autoimun,alergi dan infeksi *defek/defisiensi komponen komplemen (C1q,C1r, C1s, C3, C4) SLE *produksi IgE yg tinggi atopi gen di Chr# 11q a.d 6 gen non-MHC yang terbukti juga mempengaruhi suseptibilitas terhadap infeksi *gen pengendali fungsi MO: Lsh/Ity/Bcg pengendali infeksi Leissshmania, Salmonellae, Mycobateria. *polimorfisme gen penyandi R-sitokin mutasi IL-7R, IFNgR, IL-12R, CCR-5, idd-1, lpr, gld, FAS-FAS-L, FcgRIIb,
Week 4; Fungi
Lecture 65 4
Alel HLA
B27 DR3 DR3/4 DR3 DR4 DR4 DR3 DR2 DQ6 DR4 Cw6 DR4 DR2/3 Dw3
RR
90-100 56 25 5 5 5 5 4 12 14 13 4 5 6
IDDM
Myasthenia gravis Multiple sclerosis Pemphigus vulgaris Psoriasis RA SLE Sjorgens syndrome
Yang dimaksud dgn RR ialah probabilitas suatu penyakit yang terjadi pada orang-orang dengan alel HLA tertentu dibandingkan orang-orang yang tidak memiliki alel HLA tersebut dan ditetapkan dengan membagi frekuensi alel HLA dalam populasi. Nilai-nilai yang ditayangkan di atas adalah untuk populasi Kaukasus - populasi lain mungkin memiliki gen berisiko yang berbeda dan nilai RR-nya dapat bervariasi antar peneliti.
Week 4; Fungi
Lecture 66 4
Gen yg defektif
gc IL-2Ra IL-7Ra Jak3 CD3g CD3e Zap70
ADA
Akibat
kegagalan transduksi sinyal sitokin kegagalan sinyal IL-2 utk aktivasi & perkembangan kegagalan IL-7 untuk perkembangan limfosit kegagalan transduksi sinyal sitokin tak ada sinyal transduksi dari R sel T tak ada sinyal transduksi dari R sel T tak ada sinyal transduksi dari R sel T
sitotoksisitas sel T
RAG1/2 Defisiensi sel T PNP Defisiensi MHC kelas 2 CIITA Defisiensi MHC kelas 1 TAP1/2 Psoriasis X-linked hyper-IgM CD40L X-linked A-g-globulinemia Btk Sindrom limfoproliferatif SH2D1A/ASAP yang X-linked Sindrom limfoproliferatif Fas(CD95) atau yang auto-imun FasL Sindrom Infeksi M. Tbc IFNgR1/2 atau IL-12R
kegagalan rekombinasi fgen TCR & BCR kegagalan perkembangan sel T kegagalan mengekspresi molekul MHC kelas 2 kegagalan menyediakan molekul MHC kelas 1 Cw6 13 tak ada pematangaan respons Ab kegagalan perkembangan sel B gangguaan sinyal negatif ke sel B perpanjangan hidup limfosit akibat menurunnya apoptosis gangguan respons sel TH1
Week 4; Fungi
Lecture 67 4