Vous êtes sur la page 1sur 15

PENDAHULUAN

Di Indonesia memiliki definisi operasional asma dengan kiteria yang terarah. Pada pertemuan Unit Kerja Koordinasi (UKK) Respirologi Anak III pada tahun 2001

ditetapkan definisi asma yang kemudian disempurnakan pada Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) 2004. Menurut definisi tersebut asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik sebagai berikut: timbul secara episodik, cenderung pada malam/dini hari (nocturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta terdapat riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya.(1) Berdasarkan program Global Initiative for Asthma (GINA) tahun 1993 yang dihasilkan atas kerjasama antara National Heart, Lung, Blood Institute (NHLBI) dan WHO mengeluarkan definisi asma yang menggambarkan konsep inflamasi sebagai dasar mekanisme terjadinya asma. Definisi tersebut beberapa kali mengalami revisi, dan revisi terakhir pada tahun 2006 mendefinisikan asma sebagai gangguan inflamasi kronik saluran napas yang disertai oleh peranan berbagai sel, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T.(2) Serangan asma bervariasi mulai dari ringan sampai berat dan mengancam kehidupan. Berbagai faktor dapat menjadi pencetus timbulnya serangan asma, antara lain adalah olahraga, alergen, infeksi, perubahan suhu udara yang mendadak, atau pajanan terhadap iritan respiratorik seperti asap rokok dan lain-lain. Selain itu, berbagai faktor turut mempengaruhi tinggi rendahnya prevalens asma disuatu tempat misalnya usia, jenis kelamin, ras, sosio-ekonomi, dan faktor lingkungan. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi prevalens asma, derajat penyakit asma, terjadinya serangan asma, berat ringannya serangan dan kematian akibat penyakit asma. (2,4) Pengobatan Asma Bronchial sendiri bertujuan untuk mengontrol manifestasi klinis dari penyakit untuk waktu yang lama, meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar anak dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Agar tercapai hal demikian dan mempertahankan keadaan asma yang terkontrol terdapat dua faktor yang perhatikan yakni medikamentosa seperti bronchodilator sampai steroid dan non medikamentosa seperti menghindari faktor resiko terjadinya asma bronchial.(5,6) Berikut dilaporkan kasus mengenai asma bronkhial pada anak yang dirawat dibagian paviliun Catelia RSUD Undata.

KASUS IDENTITAS Nama Umur : An. A I : 2 tahun 4 bulan

Jenis kelamin : Laki-laki Alamat : Jl. Garuda

ANAMNESIS Keluhan utama : Sesak napas

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang tanggal 17 Agustus 2013 pukul 08.45 masuk ke Ruang Perawatan Catelya dengan keluhan sesak napas sejak 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Sesak yang dirasakan terus menerus. Saat sesak pasien masih dapat berjalan dan masih dapat berbicara namun pasien menjadi rewel. Tidak terdapat kebiruan pada bibir dan ujung jari saat pasien mengalami sesak. Intensitas serangan biasanya ringan. Saat sesak pasien masih dapat tidur dengan baik. Pasien juga tidak memiliki riwayat rutin mengkosumsi obat-obatan sesak. Sebelumnya pasien juga pernah mengalami sesak yang dirasakan kurang lebih 3 bulan yang lalu. biasanya sesak hanya berlangsung sekitar 3 jam. Selain sesak pasien pasien juga mengalami batuk berlendir bewarna kuning yang dialami sejak + 2 minggu yang lalu, batuk bersifat hilang timbul dan muncul ketika cuaca dingin atau saat pasien mengkonsumsi minuman yang dingin. Pasien tidak mengeluhnya sulit menelan, mual, muntah. Tidak ada keluhan demam, kejang, flu, sakit kepala, sakit telinga ataupun keluhan BAK maupun BAB.

Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien menderita asma sejak usia 1 tahun 8 bulan. Dalam 1 tahun ini pasien mengalami kekambuhan sebanyak 2 kali. Sesak terakhir dialami + 3 bulan yang lalu. Sesak

yang dirasakan + 3 jam pada saat sesak tidak disertai biru-biru pada bibir dan jari. Biasanya sesak muncul ketika pasien terlalu banyak bermain dan udara dingin. Riwayat Penyakit Keluarga : Pasien merupakan anak tunggal. Ibu pasien dan nenek pasien memiliki riwayat asma (sesak timbul bila udara dingin dan bila terpapar debu).

Keterangan

: Laki-laki : Perempuan Atau : Laki-laki atau perempuan yang Memiliki Riwayat

Asma Bronchial

Riwayat Sosial Ekonomi : Pembiayaan RS dengan biaya pribadi/tunai. Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan : Pasien sering dibawa ke kantor orang tua yang lingkungannya dominan perokok. Riwayat Kehamilan dan Persalinan : Kelahiran cukup bulan, persalinan secara normal dengan berat bayi 3500 gram. Ibu rutin memeriksakan kehamilannya di dokter. Persalinan dilakukan di RS Undata dibantu oleh bidan.

Kemampuan dan Kepandaian Bayi : Mampu mengangkat kepala dan berespon terhadap bunyi Lancar berbicara Mampu berjalan tanpa dibantu Tidak mengalami keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan. : 3 bulan : 1 tahun : 1 tahun

Anamnesis Makanan ASI pada usia 0-4 bulan. Susu formula 4 bulan sampai sekarang. Bubur saring usia 6 bulan 1 tahun. Nasi usia 1 tahun sampai sekarang. Riwayat Imunisasi Lengkap dan sesuai jadwal

PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum Keadaan umum : sakit sedang Kesadaran BB TB Status gizi Tanda-tanda vital Tekanan darah Nadi Respirasi Suhu : 100/70 mmHg : 120x/m : 50x/m : 37,4 oC : komposmentis :12 kg : 90 cm : Gizi Baik (-1 SD) berdasarkan Z score.

Kulit

: warna kulit kuning langsat , efloresensi tidak ada, turgor baik, sianosis (-), ikterik (-)

Kepala-leher : Bentuk : Normocephal Rambut : warna hitam, distribusi normal,tidak rontok Mata : anemia -/-, ikterus -/-, edema palpebra -/-, refleks pupil

+/+, pupil isokor Hidung : pernapasan cuping hidung (-)

Telinga : othorea (-) Mulut Tonsil : kering (-), lidah kotor (-) : T1-T1, tidak hiperemis

Pembesaran kelenjar tiroid (-) Pembesaran kelenjar getah bening (-)

Thorax : Paru-paru : Inspeksi : Normothorax, pernapasan simetris bilateral. retraksi + (retraksi intercostal), tidak terdapat otot bantu pernapasan. Palpasi : Nyeri tekan (-), ekspansi paru simetris bilateral, Vocal Fremitus kesan meningkat Perkusi Auskultasi Jantung : Inspeksi Palpasi : Tidak tampak ictus cordis : Ictus cordis teraba di Sela Inter Costa V, midclavicularis sinistra, reguler Perkusi Auskultas : Pekak : Bunyi Jantung I dan Bunyi Jantung II murni reguler : Hipersonor/hipersonor : Bronkhial wheezing +/+, ronki basah -/-

Abdomen : Inspeksi Auskultasi Perkusi Palpasi : perut tampak datar, pergerakan mengikuti pernapasan dan simetris : peristaltik usus (+) kesan normal, tidak ada bising aorta abdominalis : timpani : perut lemas, tidak ada nyeri tekan, hepar/lien tidak teraba

Genitalia : Fimosis (-)

Anggota gerak : Ekstremitas atas: akral hangat, edema (-), deformitas (-) Ekstremitas bawah: akral hangat, edema (-), deformitas (-)

Punggung : Gibus (-), Skoliosis (-), Lordosis (-), Skoliosis (-)

Otot-otot : Atrophy (-)

Refleks :

Knee Physiology Refleks (+) Achilles Physiology Refleks (+)

PEMRIKSAAN PENUNJANG Laboratorium : RBC HCT PLT WBC HGB : : : : : 4.22 x 1012/L (N) 33,8 % 280 x 109/L 17,1 x 109/L 12,0 g/dL (L) (N) (H) (N)

Radiologi : Foto Thoraks tidak dilakukan

RESUME

Anak laki-laki umur 2 tahun 4 bulan dengan BB : 12 kg dan TB : 190 cm. Anamnesis : Pasien datang tanggal 17 Agustus 2013 pukul 08.45 masuk ke Ruang Perawatan Catelya dengan keluhan sesak napas (+) sejak 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Sesak yang dirasakan terus menerus. Aktivitas baik (+), tidur (+) tidak terganggu. Agitasi (+). Sianosis (-).Sesak berlangsung sekitar 3 jam. Intensitas serangan ringan. Pasien juga tidak memiliki riwayat rutin mengkosumsi obat-obatan sesak. Riwayat sesak + 3 bulan yang lalu. Batuk (+) berlendir bewarna kuning sejak + 2 minggu yang lalu, batuk bersifat hilang timbul dan muncul ketika cuaca dingin atau saat pasien mengkonsumsi minuman yang dingin. Pada pemeriksaan fisis Denyut nadi 120 kali/menit, Respirasi 50 kali/menit, Suhu 37,4o C. Pada Inspeksi ditemukan adanya retraksi dinding dada suprasternal), pada palpasi ditemukan ekspansi paru simetris bilateral, kemudian vocal fremitus meingkat pada kedua sisi, pada perkusi ditemukan adanya hipersonor pada kedua sisi paru, sedangkan pada auskultasi, terdapat wheezing pada kedua sisi paru saat ekspirasi. DIAGNOSIS : Asma Bronchial Episodik Jarang Derajat Ringan DIAGNOSIS BANDING : Pneumonia TERAPI : Medikamentosa O2 1-2 L/menit IVFD : Dekstrose 5% 8 gtt/menit Injeksi Ceftriaxon 300mg/12 jam Ventolin nebulizer pagi sore Puyer Batuk : o Ambroxol 6 mg o Salbutamol 1,2 mg o Metilprednisolon 6 mg

Non Medikamentosa Hindari faktor resiko

ANJURAN PEMERIKSAAN Foto Thoraks Spirometri

Follow Up 18 Agustus 2013 S: Sesak (-), batuk berlendir (+) O : Keadaan Umum : Sakit Sedang TD : 90/60 mmHg N : 108 kali/menit Pernapasan cuping hidung (-) Retraksi suprasternal (-) Wheezing -/-, Rhonki -/A: Post Asma Bronchial Episodik Jarang Derajat Ringan P : Puyer Batuk Ambroxol 6 mg Salbutamol 1,2 mg Metilprednisolon 6 mg P : 32 kali/menit S : 36, 5 C

Pasien dibolehkan pulang dan kontrol di poliklinik

PEMBAHASAN

Asma secara lengkap didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik pada saluran pernafasan dengan banyak sel yang berperan antara lain sel mast, eosinofil, dan limfoosit T. pada orang yang rentan, inflamasi ini menyebabkan episode mengi yang berulang, sesak napas, dada tertekan, dan batuk, khususnya pada waktu malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan napas yang luas dan bervariasi. Diagnosa asma bronchial ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
(3)

Asma sendiri berasal dari kata asthma dari bahasa Yunani yang berarti sukar bernafas. Menurut Scadding dan Godfrey, asma merupakan penyakit yang ditandai dengan variasi luas dalam waktu yang pendek terhambatnya udara dalam saluran napas paru yang bermanifestasi sebagai serangan batuk berulang atau mengi (wheezing) dan serangan sesak biasanya pada malam hari.(8) Berdasarkan anamnesis yang didapatkan, pada kasus ini pasien mengalami sesak napas yang disertai mengi yang terjadi diawali pada malam hari. sesak yang dialami sudah berulang kali yangmana sesak pertama kali didapat ketika pasien berusia 1 tahun 8 bulan. Dalam 1 tahun ini, pasien telah mendapat serangan asma sebanyak 2 kali. Serangan asma terakhir didapatkan sekitar 3 bulan yang lalu. Sesak biasanya timbul ketika pasien terlalu banyak bermain atau kelelahan dan udara dingin. Pasien juga menderita batuk berlendir yang dialami sejak + 2 minggu yang lalu. batuk tersebut dirasakan hilang timbul dan biasanya muncul saat udara dingin. didalam keluarga pasien, Ibu dan nenek pasien juga memiliki riwayat asma. Penyebab terjadinya asma sendiri dapat disebabkan karena berbagai hal, yang pertama adalah faktor herediter, bila salah satu orang tua menderita asma, kemungkinan anak-anak mereka menderita asma adalah 25 %, sedangkan bila kedua orang tua menderit asma, maka kemungkinan anak-anak mereka akan menderita asma adalah sekitar 50%. Faktor lain yang berpengaruh adalah Jenis kelamin, menurut beberapa laporan dari beberapa penelitian, bahwa pada anak laki-laki sampai usia 10 tahun memiliki resiko 1,5 sampai 2 kali lebih sering dibandingkan dengan anak perempuan. Selain jenis kelamin, usia juga berpengaruh terhadap terjadinya penyakit asma. Pada anak-anak sampai usia 5 tahun diameter saluran pernapasannya relatif lebih kecil dibandingkan dengan orang dewasa. Dinding dada pada anak-anak juga dinilai kurang kaku sehingga akan mempercepat penutupan saluran napas walaupun dalam pernapasan biasa atau pernapasan tidal. Tulang rawan trakea dan bronkus
10

juga dianggap masih kurang kaku sehingga mudah terjadi kolaps saat ekspirasi. Pada anakanak otot bronkus da cabangnya masih sedikit, sehingga bila terjadi sesak dan mendapatkan terapi bronchodilator hasil yang didapatkan sering tidak seperti yang diharapkan.

Hipersekresi juga menjadi salah satu sebab mengapa pada anak-anak cenderung lebih sering menderita asma dibandingkan dewasa. Hal ini disebabkan karena pada anak-anak ditemukan lebih banyak kelenjar mukosa dibandingkan dewasa. Bentuk diafragma juga berpengaruh terhadap terjadinya asma. Pada dewasa, bentuk diafragma adalah obliq, sehingga pada saat ekspirasi rongga dada akan lebih luas, sedangkan pada anak-anak bentuk diafragmanya adalah horizontal, sehingga pada saat ekspirasi diafragma akan menarik dada ke dalam (retraksi).(1,2) Selain faktor usia, pasien juga memiliki riwayat sering terpapar dengan asap rokok, yang mana asap rokok merupakan polutan, polutan dapat merusak epitel saluran napas. Sehingga lebih meningkatkan resiko terjadinya serangan asma.(2) Dari pemeriksaan fisis yang spesifik didapatkan adanya takipnea, yang menandakan terjadinya hipoksia, suara napas bronkial dimana terdengar inspirasi keras yang disusul oleh ekspirasi yang lebih keras. Wheezing disebabkan karena adanya penyempitan jalan napas yang disebabkan karena respon saluran napas yan berlebihan terhadap rangsangan bronkokontriksi. Batuk kemungkinan besar terjadi akibat rangsangan pada saraf sensorik saluran respiratori oleh mediator inflamasi. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kasus ini adalah pemeriksaan darah rutin. Hasil yang ditemukan adalah peningkatan WBC. Hal ini disebabkan karena terjadinya infeksi saluran respiratorik dengan bermanifestasi klinis batuk berdahak bewarna kuning.(1) Klasifikasi Asma menurut Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) Indonesia 2004 yaitu : 1. Derajat penyakit : a. Asma episodik jarang (ringan) b. Asma episodik sering (sedang) c. Asma persisten (berat) 2. Derajat serangan : a. Serangan ringan b. Serangan sedang c. Serangan berat d. Ancaman henti napas
11

Pembagian Asma berdasarkan Derajat Penyakit dapat dilihat pada tabel berikut(1) :

Parameter Frekuensi Serangan Lama Serangan Intensitas Serangan Diantara Serangan

Asma Ringan < 1x/bulan < 1 minggu Ringan Tidak ada Gejala

Asma Sedang > 1x/bulan > 1 minggu Sedang Sering ada Gejala

Asma Berat Sering Sepanjang Tahun Berat Gejala pada siang dan malam Selalu Terganggu Tidak pernah normal

Tidur dan Aktivitas Pemeriksaan Fisik diluar Serangan Obat Anti Inflamasi Uji Faal Paru (diluar Serangan) Variabilitas Faal Paru

Tidak Terganggu Normal

Sering Terganggu Mungkin Terganggu

Tidak Perlu .> 80%

Perlu Non Steroid 60 80 %

Perlu Steroid < 60%

< 20%

20 30 %

> 30 %

Pada kasus ini pasien mengalami asma episodik jarang (asma ringan) dimana frekuensi serangan <1 x/bulan, di antara serangan tanpa gejala, tidak mengganggu tidur dan aktivitas dan tidak memerlukan obat pengendali. Penilaian derajat serangan asma dapat dibedakan menjadi asma ringan, asma sedang dan asma berat. Dalam kasus ini, pasien mengalami serangan asma ringan. Parameter asma serangan ringan yang ditemukan pada pasien ini antara lain yaitu sesak tidak dipengaruhi posisi, masih dapat berbicara kalimat, kesadaran masih compos mentis, tidak ada sianosis, mengi sering hanya pada akhir ekspirasi, retraksi interkostal, takipneu dan frekuensi nadi normal.(2)

12

Serangan asma ringan, jika dengan sekali nebulisasi pasien menunjukkan respons yang baik. Pasien diobservasi selama 1 2 jam, jika respons tersebut bertahan, pasien dapat dipulangkan. Pasien dibekali obat 2-agonis (hirupan atau oral) yang diberikan tiap 4 6 jam. Jika pencetus serangannya adalah infeksi virus, dapat ditambahkan steroid oral jangka pendek (3 5 hari).(2) Pada kasus ini, pasien diberikan oksigen intermitten 1-2 liter permenit, hal ini dikarenakan terjadi hipoksia pada pasien yang ditandai dengan pernapasan cepat atau takipnea (50kali/menit). Pasien juga diberikan pemasangan Intravein fluid drips sebagai terapi cairan untuk menghindari atau mencegah terjadinya dehidrasi. Selain itu pemasangan IVFD juga berfungsi sebagai mediator pengantar obat secara intravena yang akan diberikan. Pasien juga diberi terapi Injeksi Antibiotik Ceftriaxon. Hal ini ditujukan karena pada pasien terjadi Infeksi Saluran Respiratorik, sehingga terjadi batuk berdahak bewarna kuning. Selain itu juga terjadi peningkatan WBC dalam pemeriksaan Darah Rutin yakni 17,1. Pasien juga diberikan nebulizer B2 Agonis 2 kali sehari yakni pagi dan sore hari. Salbutamol bekerja dengan carastimulasi terhadap reseptor-reseptor beta adrenergik sehingga menyebabkan perubahan ATP menjadi cyclic-AMP dan timbul relaksasi otot polos jalan napas yang menyebabkan terjadinya bronkodilatasi. Setelah pemberian nebulisasi pasien menunjukkan respon yang baik. Nebulisasi di lakukan 2 kali karena respon nebulisasi pertama belum menghilangkan sesak yang dirasakan pasien. Dosis salbutamol oral yang diberikan adalah 0,1 0,15 mg/kgBB/kali diberikan setiap 6 jam. Dosis yang sama juga dapat diberikan melalui nebulizer dengan interval 20 menit. Pemberian puyer batuk untuk mengatasi batuk yang diderita pasien.(2) Pasien juga diberikan kortikosteroid. Kortikosteroid atau steroid merupakan obat yang sangat efektif untuk terapi gangguan pernapasan sebagai anti inflamasi. Pada kasus ini pasien diberikan Metylprednisolon, yang mana merupakan kortikosteroid pilihan utama karena memiliki kemampuan penetrasi ke jaringan paru yang lebih baik, efek anti inflamasi yang lebih besar, serta efek mineralokortikoid yang minimal. Dosis metylprednisolon yang dianjurkan adalah 1 mg/kgBB setiap 6 jam. Antihistamin jangan diberikan pada saat serangan asma karena tidak mempunyai efek yang menguntungkan, bahkan dapat memperburuk keadaan karena dapat memperkental sputum.(2,9)

13

Selain terapi medikamentosa, dapat juga dilakukan terapi untuk non medikamentosa, yakni Program Edukasi Asma, misalnya ACT (Asthma Care Training) dan Superstuff, sedang digunakan pada penanganan asma yang menyeluruh. Tujuannya adalah menambah pengetahuan asma dan pengobatannya pada anak maupun orang tuanya, untuk memperbaiki komunikasi dalam keluarga, dengan dokter dan perawat, untuk memperbaiki ketaatan pada rencana pengobatan, dan mengurangi kebutuhan penggunaan kamar gawat darurat atau Rumah Sakit. (10) Tujuan pengobatan Asma Bronchial adalah agar penderita dapat hidup normal, bebas dari serangan asma serta memiliki faal paru senormal mungkin, mengurangi reaktifitasi saluran napas, sehingga menurunkan angka perawatan dan angka kematian akibat asma. (7) Prognosis dalam jangka panjang asma anak secara umum baik. Sebagian besar asma anak hilang atau berkurang dengan bertambahnya umur. Namun pada beberapa kasus ada yang menetap.(2)

14

DAFTAR PUSTAKA

1.

IDAI, 2010. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi Pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI.

2.

IDAI, 2010. Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak. Edisi ke 2. Jakarta : Badan Penerbit IDAI.

3.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UNHAS. 2009. Standar Pelayanan Medis KESEHATAN ANAK. Makassar. Penerbit : FK UNHAS

4.

Mansjoer, A, dkk. 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius FK UI.

5.

Widodo Rahadi dan Djajalaksana Susanthy. 2010. Patofisiologi dan Marker Airway Remodeling pada Asma Bronchial. Malang : Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.

6.

Siregar Sjawitri. 2000. Faktor Atopi dan Asma Bronchial Pada Anak Sari Pediatri. Jakarta : EGC.

7.

Mulia J. Meiyanti. 2000. Perkembangan Patogenesis dan Pengobatan Asma Bronchial. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.

8.

Oemari Ratih dkk. 2010. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penyakit Asma Di Indonesia. Jakarta : Media Litbang Kesehatan.

9.

Divisi Pulmonologi Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak. 2010. Inhalasi Steroid Pada Penatalaksanaan Asma Anak. Surabaya : FK Unair/RSUD Dr. Soetomo.

10. Behrman, Kliegman, and Arvin 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson,Vol 1. Jakarta. Penerbit EGC.

15

Vous aimerez peut-être aussi