Vous êtes sur la page 1sur 2

Bukittinggi Koto Rang Agam

BUKITTINGGI KOTO RANG AGAM


Mochtar Naim 22/01/2013

ENGAN ditolaknya PP84/1999 oleh masyarakat Kurai sendiri, seperti yang disuarakan oleh Kerapatan Adat Kurai V Jorong (KAK) tgl 4 Nov 2012 yl, sama seperti yang dilakukan oleh mayoritas terbesar masyarakat Agam Tuo di sekitar kota Bukittinggi sebelumnya, kasus perluasan wilayah kota Bukittinggi dengan PP84/1999 itu, seperti yang dikatakan oleh Wakil Ketua DPRD Prov Sumbar, Leonardy Harmaini, sudah tidak seksi lagi. Leonardy Harmaini, seperti yang juga disuarakan oleh tokoh-tokoh masyarakat Agam Tuo sendiri sebelumnya, mengemukakan jalan keluarnya dengan bekerjasama dalam membangun kota Bukittinggi dan daerah sekitarnya. Saya sendiri dalam berbagai kesempatan juga sudah menyuarakan agar pola Jabodetabek, Yogya-Sleman dan Surabaya-Sidoarjo, ditiru. Apa yang diinginkan oleh Pemda Kota Bukittinggi dengan DPRDnya dengan membangun fasilitas apapun, sebutlah apapun, tetap bisa dilaksanakan tanpa harus merubah dan memekarkan wilayah kota. Dengan itu kota Bukittinggi tidak hanya akan sebesar seperti yang diinginkan dengan PP84/1999 itu, tapi, sebutlah, seluas wilayah Agam Tuo yang ada sekarang, yang disangga oleh Gunung Merapi dan Singgalang, sampai ke Matur-Puncak Lawang, sampai ke Palupuah-Gadut-Tilatang Kamang, sampai ke Baso, Canduang, IV Angkek, Banuhampu, Sariak-Sungai Pua-Batu Palano, Koto Tuo-Koto Gadang-BalingkaAmpek Koto. Pokoknya ke seluruh wilayah Agam Tuo yang kota Bukittinggi terletak di tengah-tengahnya, semua dibangun dan menyatu bersama dengan kota Bukittinggi. Apalagi Bukittinggi adalah memang ... koto rang Agam. Namun, semua itu tanpa merubah batas wilayah, kabupaten/kota, kecamatan dan nagari-nagari, seperti yang kita saksikan di Jabodetabek, Yogya-Sleman dan Surabaya-Sidoarjo itu. Seperti sekarang saja, bukankah sumber air minum dan tenaga listrik untuk kota Bukittinggi terletak di Sungai Tanang dan Padang Lua, Kecamatan Banuhampu di Agam. Kalau lapangan terbang dihidupkan kembali, terletak di Gadut, di Agam. Seluruh kebutuhan makanan, sayuran, hasil peternakan dan tenaga manusianya sendiri, disuplai oleh Agam. Seluruh sarana pendidikan, dari TK ke universitas, bisa ditebar ke daerah-daerah di Agam Tuo. Ada kampus universitas di Baso, di Lasi, di Matua, dan di manapun. Belum pula usaha kerajinan sampai ke fabrik-fabrik sekalipun, bisa disebar ke daerah-daerah sesuai dengan potensi SDA dan SDM yang dimiliki. Lihat di Jakarta dan Yogya saja, di mana letaknya universitas-universitas terkenal, seperti UGM, UI, UII, UIN. dsb. UGM, UII, UIN, Univ Muhammadiyah, dsb, di Yogya tidak terletak di Yogya, tapi di Kabupaten Sleman. Bandara Maguwo-Hadisucipto
Mochtar Naim 1

Bukittinggi Koto Rang Agam

di Kab Sleman. Bandara Sukarno-Hatta di Tangerang, Banten. UI di Depok, Jawa Barat. UIN Jakarta di Ciputat, Tangerang, Banten. Orang di sana tak pernah memasalahkan. Kenapa di Bukittinggi kok galau banget. Kenapa sekarang kok Pemda Kota dan DPRDnya mau-maunya mencaplok bagian besar wilayah Agam Tuo sekitar harus masuk kota? Dengan itu nanti nasib orang Agam Tuo akan sama dengan saudarasaudaranya di Kurai V Jorong, yang nasibnya sama dengan penduduk autokton-asli lainnya seperti orang Betawi di Jakarta, orang Melayu di Medan, orang Padang di Padang sendiri, dsb. Tanah-tanah mereka habis disikat dan mereka menjadi orang asli kota yang terpinggirkan. Apalagi kalau sistem ekonomi kota dan negara masih akan seperti sekarang, di mana kelompok non-pribumi dengan para konglomeratnya menguasai seluruh jalur perdagangan, jasa dan industri, seperti di semua kota dan daerah di Indonesia ini, dengan bekerjasama saling menguntungkan dengan para pejabat dan penguasa negara ini. Tidak usah jauh-jauh, kota Padang saja sekarang ini sudah menjurus ke sana, di mana mal-mal dan hotel-hotel yang dibangun dan usaha-usaha besar/menengah di bidang perdagangan dan jasa lain-lainnya sudah berada di tangan mereka yang semua itu terjadi karena adanya kerjasama kolutif dengan para pejabat dan penguasa negara itu. Para pejabat dan penguasa negara maunya cuma melihat peningkatan angkaangka pertumbuhan statistik ekonomi tanpa menghiraukan siapa yang mendapatkan dan menguasai semua itu dan siapa yang terzalimi karena itu. Jika Bukittinggi dibangun bersama dengan daerah sekitar, yang dituju adalah pembangunan yang adil dan merata seperti yang digariskan dalam Pancasila dan UUD1945 dengan mengutamakan pembangunan untuk rakyat dan masyarakatnya. Seluruh daerah dataran tinggi Agam Tuo yang cantik-menawan, yang Bukittinggi terletak di tengah-tengahnya, kita tinggal merealisasikan impian dari pembangunan itu sendiri, baik ekonomi, teknologi, pariwisata, sosial, pendidikan, budaya, dan apapun. Dan semua dengan prinsip: membangun untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan menerapkan sistem ekonomi koperasi bersyariah dan dengan dasar filosofi ABS-SBK. Bukankah ada suara halus dari balik makam para pejuang bangsa yang harus didengarkan yang berasal dari Agam dan Bukittinggi, sebutlah Hatta, Syahrir, Agus Salim, Assaat, Halim, Hamka, Natsir, Inyiak Jambek, Inyiak Canduang, Inyiak Parabek, dan banyak lagi, yang sangat mendambakan dilaksanakannya ekonomi koperasi kerakyatan bersyariah yang dilandasi kepada keadilan dan kebersamaan itu? ***

Mochtar Naim 2

Vous aimerez peut-être aussi