Vous êtes sur la page 1sur 8

LEPTOSPIROSIS Umi Salamah Siregar NIM: 0907101010025

A. Defenisi

Leptospirosis adalah penyakit menular pada hewan dan manusia yang disebabkan oleh Leptospira interrogans yang dapat menyebabkan infeksi fatal pada ginjal, hati, otak, paru-paru atau jantung. Penyakit ini ditemukan pertama kali oleh Weil pada 1886 sehingga bentuk berat penyakit leptospirosis dikenal dengan nama Weils disease. Beberapa nama lain untuk penyakit leptospirosis adalah mud fever, slime fever, swamp fever, autumnal fever, infectious disease, field fever, dan cane cutter fever. Penyakit ini tersebar luas diseluruh penjuru dunia, baik di daerah tropik maupun subtropik, terutama di daerah persawahan dan peternakan (Soeharsono, 2002; Pramono, 2009; CDC, 2013). Manusia terinfeksi melalui kontak langsung dengan urin hewan yang terinfeksi atau dengan lingkungan yang terkontaminasi dengan urin hewan yang terinfeksi. Bakteri memasuki tubuh melalui luka pada kulit, atau melalui selaput lendir dari mulut, hidung dan mata. Transmisi dari orang ke orang jarang terjadi (WHO, 2013).

B. Etiologi

Leptospirosis

disebabkan

oleh

bakteri spirochaeta

genus

Leptospira

dari

famili treponemataceae. Karakteristik mikroorganisme ini adalah bentuk spiral, tipis, halus, dan sangat fleksibel. Ukuran panjangnya adalah 5-15 nm, sementara lebarnya adalah 0,1-0,2 nm. Salah satu ujung leptospira berbentuk bengkok seperti kait. Leptospira tidak memiliki flagel, namun dapat melakukan gerakan rotasi aktif. Organisme ini tidak mudah diwarnai, tetapi dapat diimpregnasi dengan perak. Leptospira tumbuh baik dalam keadaan aerobik pada suhu 28-30oC dalam perbenihan setengah padat kaya nutrisi protein. Leptospira juga dapat tumbuh pada selaput korioalantois telur berembrio. Pada keadaan ideal, leptospira dapat bertahan selama 16

hari di air dan 24 hari di tanah. Genus Leptospira terdiri dari dua spesies, yaitu L. interrogans (yang patogen) dan L. biflexa (yang bersifat saprofit/ non-patogen). Spesies L. interrogans dibagi dalam beberapa serogrup dan serogrup terbagi lagi menjadi banyak serovar berdasarkan komposisi antigennya. Beberapa serovar L. interrogans yang menyerang manusia adalah L. icterohaemorrhagiae, L. canicola, L. pomona, L. grippothyphiosa, L. javanica, L. celledoni, L. ballum, L. pyrogenes, L. bataviae, dan lain-lain. (Soeharsono, 2002; Pramono, 2009).

C. Epidemiologi Leptospirosis adalah zoonosis yang tersebar di seluruh dunia. Tikus merupakan sumber utama infeksi.Reservoir binatang lain yang penting adalah anjing, kucing, ternak dan binatang liar. Infeksi binatang bervariasi dari tidak Nampak sampai mematikan. Bila terinfeksi binatang mengeksresi spiroketa dalam urin selama masa yang lama. Sebagian kasus manusia di seluruh dunia akibat dari pemajanan pekerjaan terhadap air atau tanah yang dikontaminasi tikus (Behrman et al., 1999). Leptospirosis dapat ditemukan diseluruh dunia, insidens di Amerika berkisar antara 0,020,04 kasus per 100.000 penduduk. Daerah risiko tinggi adalah kepulauan Karibia, Amerika Tengah dan Selatan, Asia Tenggara, dan kepulauan Pasifik. Leptospirosis kadangkala dapat menyebabkan wabah. Leptospirosis lebih sering terjadi pada laki-laki dewasa, mungkin disebabkan oleh paparan pekerjaan dan kegiatan sehari-hari. Angka mortalitas sekitar 10% pada jaundice leptospirosis (Setadi et al., 2001).

D. Patogenesis

Setelah leptospira menginvasi epitel, selanjutnya akan berproliferasi dan menyebar ke organ sasaran. Setiap organ penting dapat terkena dan antigen leptospira dapat dideteksi pada jaringan yang terkena. Gejala fase awal ditimbulkan karena kerusakan jaringan akibat leptospira, tetapi gejala fase kedua timbul akibat respons imun pejamu. Mediator yang dirangsang oleh leptospira ini diduga menyebabkan manifestasi klinis yang beragam, meskipun secara pasti masih belum jelas. Gejala patologis yang selalu ditemukan adalah vaskulitis pada pembuluh

darah kapiler berupa edem pada endotel, nekrosis, disertai invasi limfosit. Keadaan ini dapat ditemukan pada semua organ yang terkena. Vaskulitis ini menimbulkan petekie, perdarahan intraparenkim, dan perdarahan pada lapisan mukosa dan serosa. Pada beberapa kasus dapat ditemukan trombositopenia namun tidak terjadi DIC (disseminated intravascular coagulation). Masa protrombin kadang-kadang memanjang dan tidak dapat diperbaiki dengan pemberian vitamin K. Kerusakan hati yang terjadi akan mengakibatkan timbulnya ikterus, meskipun ada beberapa ahli mengemukakan ikterus antara lain disebabkan oleh hemolisis dan obstruksi bilier. Edem intraalveolar dan intersisial dapat terlihat pada jaringan paru. Pada vaskulitis berat dapat terjadi perdarahan paru. Keterlibatan ginjal menyebabkan nekrosis tubuler dan nefritis intersisialis, sehingga terjadi gagal ginjal akut yang memerlukan dialisis. Pada jantung dapat ditemukan petekie pada endokardium, edem intersisiel miokard, dan arteritis koroner. Perdarahan, nekrosis fokal dan reaksi inflamasi dapat ditemukan pada kelenjar adrenal, sehingga dapat memperberat kolaps vaskuler yang berkaitan dengan kejadian leptospirosis yang fatal (Setadi et al., 2001).

E. Manifestasi Klinis

Dalam bentuk yang ringan leptospirosis seperti penyakit influenza dengan gejala sakit kepala dan mialgia. Fase akut atau disebut pula sebagai fase septik dimulai setelah masa inkubasi yang berkisar antara 220 hari. Timbulnya lesi jaringan akibat invasi langsung leptospira dan toksin yang secara teoritis belum dapat dijelaskan. Manifestasi klinik akan berkurang bersamaan dengan berhentinya proliferasi organisme di dalam darah. Fase kedua atau fase imun ditandai dengan meningkatnya titer antibody dan inflamasi organ yang terinfeksi. Secara garis besar manifestasi klinis dapat dibagi menjadi leptospirosis an-ikterik dan ikterik. 1. Leptospirosis an-ikterik. Fase septik dengan gejala demam, nyeri kepala, mialgia, nyeri perut, mual. Dan muntah. Fase imun terdiri dari demam yang tidak begitu tinggi, nyeri kepla hebat, konjungtiva hiperemis, uveitis, hepatospenomegali, kelainan paru, dan ruam kulit. Mialgia biasanya melibatkan otot-otot di betis, perut, dan daerah paraspinal dan dapat parah. Pada leher, mialgia dapat menyebabkan kaku kuduk. Dalam perut, mialgia mungkin seperti perut akut, yang menyebabkan kebingungan dengan bedah darurat intra-abdominal. Kulit pada

leptospirosis ringan tampak urtikaria sementara, makula atau makulopapular, eritematosa atau purpura rash. 2. Leptospirosis ikterik. Fase septik sama dengan fase an-ikterik. Manifestasi yang mencolok terjadi pada fase imun, ditandai dengan disfungsi hepatorenal disertai diastesis hemoragik. Meningitis aseptik dan disfungsi ginjal merupakan tanda dari fase imun. Gejala dapat bertahan hingga 6 hari sampai lebih dari 4 minggu, dengan rata-rata 14 hari. Sekitar 10% kasus leptospirosis berkembang menjadi Weil disease yaitu leptospirosis berat yang disertai ikterus, gagal ginjal, dan perdarahan paru. Mortalitas tetap tinggi walaupun dengan perawatan ICU dan akan meningkat apabila perawatan kurang memadai. Kasus leptospirosis berat dapat terjadi tanpa disertai ikterus. Pada anak anak dan dewasa, leptospirosis ditandai dengan demam, mialgia, dan nyeri kepala. Letargi, muntah, nyeri perut, fotofobia, artralgia, batuk, diare, atau konstipasi. Meskipun keluhan demam merupakan gejala utama, suatu penelitian di Hawai menemukan bahwa demam timbul bervariasi. Dari kasus leptospirosis yang terdiagnosis secara serologi, didapatkan 5% pasien tidak disertai riwayat demam dan 55% kasus pada saat datang tidak terdapat demam. Mialgia dan nyeri kepala merupakan gejala yang paling banyak dikeluhkan dan merupakan keluhan utama dari 25% pasien (Setadi et al., 2001; Dutta & Christopher, 2005). F. Diagnosis Banding Diagnosis banding penyakit ini adalah infeksi virus dengue, baik demam dengue maupun demam berdarah dengue, hemorrhagic fever yang lain, dan penyakit lain yang ditularkan melalui arthropod-borne dan rodent-borne yang patogen (Dutta & Christopher, 2005).

G. Diagnosis

Pada kasus leptospirosisi an-ikterik dijumpai jumlah leukosit normal dengan neutrofilia, peningkatan laju endap darah, dan protein dalam likuor serebrospinal. Kelainan pada paru dan jantung, peningkatan kadar bilirubin serum, fosfatase alkali, enzim amino transferase, kreatin fosfokinase, kreatinin dan ureum darah, serta trombositopenia pada umumnya terdapat pada leptospira ikterik. Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan isolasi dari organisme dari berbagai spesimen atau serokonversi antibodi 4 kali lipat antara akut dan

konvalesens. Namun reaksi silang dengan penyakit spirokheta lainnya sering dijumpai. Bakteria dapat diisolasi dari darah atau likuor serebrospinal pada 10 hari pertama. Leptospira dapat diidentifikasi secara langsung dari jarigan yang terinfeksi dengan menggunakan mikroskop lapangan gelap atau dengan direct fluorescentantibody assay. Biakan darah, liquor serebrospinal, urin, dan jaringan yang terkena (seperti ginjal) dapat memberikan hasil positif. Pengambilan sampel harus dikoordinasikan dengan petugas mikrobiologi setempat karena sampel memerlukan teknik khusus pada pemrosesannya. Leptospira dapat dibiak pada media tertentu (seperti Fletcher, Stuart, Ellinghausen) yang dikombinasikan dengan neomisin atau 5-fluorouracil. Selama 7-10 hari pertama setelah timbul gejala, sampel diambil dari darah dan likuor serebrospinal. Setelah itu dapat diambil dari urin dapat bertahan lebih lama sekitar beberapa minggu sampai bulan. Konsultasi dengan laboratorium mikrobiologi setempat sangat dibutuhkan Pemeriksaan serologis leptospira lebih berguna secara klinis jika diperiksa pada awal penyakit, akan tetapi kebanyakan uji serologis hanya dapat dilakukan oleh laboratorium tertentu. Microscopic agglutination test (MAT) dan indirect

hemagglutination assay (IHA) adalah dua uji yang biasanya tersedia. Microscopic agglutination test menggunakan antigen yang diperoleh dari serovar leptospira yang umum ditemukan. Hasil positif didefinisikan sebagai peningkatan titer 4 kali antara fase akut dan konvalesens. Titer tunggal yang melebihi 1:200 atau titer serial yang melampaui 1:100 menunjukkan dugaan kearah infeksi leptospira, tapi keduanya tidak diagnostik. Sensitivitas and spesifisitas MAT berturut turut adalah 92% dan 95%, sedangkan nilai prediktif positif 95% dan nilai prediktif negatif 100%. Hasil negatif palsu MAT dapat terjadi pada sampel tunggal yang diambil sebelum fase imun penyakit. Akurasi uji juga ditentukan oleh pemilihan antigen, yang memerlukan diskusi dengan laboratorium setempat mengenai serovar yang sering ditemukan di daerah tersebut. Hasil positif palsu MAT dapat terjadi pada kasus Legionella, penyakit Lyme, serta sifilis. Uji IHA lebih cepat dan mudah dilakukan dan berdasarkan atas antibodi spesifik genus, dengan sensitivitas 92-100% dan spesifisitas 9495%. Uji tambahan yang sedang dalam penelitian adalah enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), polymerase chain reaction (PCR), dan dipstick assays (Setadi et al., 2001).

H. Penatalaksanaan

Berbagai obat antimikroba, termasuk penisilin dan tetrasiklin, menunjukkan aktivitas antileptospiral. Penisilin (misalnya 6 juta unit setiap hari intravena) adalah obat pilihan dalam leptospirosis berat dan khususnya efektif jika dimulai dalam waktu empat hari pertama sakit. Lamanya terapi harus 10-14 hari. Amoxycillin dan eritromisin juga telah ditemukan efektif dalam leptospirosis berat. Pasien harus diamati jika terjadi gagal ginjal, dan diobati, jika perlu dengan hemodialisis. Pasien dengan penyakit Weil memiliki manifestasi perdarahan mungkin memerlukan darah utuh atau transfusi trombosit. Pasien dengan MOF perlu menjadi diamati dalam ICU. Selain penisilin, doksisiklin dalam dosis 100 mg dua kali sehari selama 7 hari efektif dalam pengobatan ringan dan leptospirosis moderat (Dutta & Christopher, 2005). I. Komplikasi

Meningitis aseptik merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan. Gagal ginjal, kerusakan hati, perdarahan paru, vaskulitis, dan miokarditis jarang ditemukan namun pada umumnya sebagai menyebabkan kematian (Setadi et al., 2001). J. Pencegahan Ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk membantu mencegah mendapatkan leptospirosis. Antara lain: Datang ke dokter hewan untuk mendapatkan vaksin hewan peliharaan anda yang dapat melindungi terhadap penyakit ini Hindari kontak dengan air kencing hewan atau cairan tubuh, terutama apakah ada luka atau abrasi kulit Jangan berenang, berjalan, atau air yang mungkin terkontaminasi dengan urin hewan Pakai pakaian pelindung atau alas kaki di dekat tanah atau air yang mungkin terkontaminasi dengan air kencing hewan (Soeharsono, 2002).

K. Prognosis

Prognosis leptospirosis tergantung pada tingkat keparahan dari penyakit dan komplikasi yang terkait. Leptospirosis anikterik biasanya memiliki prognosis yang baik. Namun, perdarahan paru fatal dan miokarditis telah dilaporkan kadang-kadang dalam kasus anicteric. Itu angka kematian untuk penyakit Weil adalah 15-40%, dan lebih tinggi untuk pasien lebih dari 60 tahun age.26 Kami mengamati mortalitas 39,3% (13 pasien) dalam satu studi kami 33 pasien leptospirosis ikterik (Dutta & Christopher, 2005).

DAFTAR PUSTAKA

Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2013.Leptospirosis. http://www.cdc.gov /leptospirosis/. [diakses April 2013]. Behrman, Richard E.; Kliegman, Arvin, Ann M. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Vol 1. Jakarta: EGC. Dutta, TK & Christopher, M. 2005. Leptospirosis An Overview. Journal of the Association of Physicians of India, 53: 546-547. World Health Organization (WHO). 2013. Leptospirosis. http://www.who.int/topics/leptospirosis /en/. [diakses April 2013]. Pramono, Laurentius Aswin. 2009. Leptospirosis. Medika Jurnal Kedokteran Indonesia. Vol 35 No.1 http://www.jurnalmedika.com/edisi-tahun-2009/edisi-11-2009/116-artikel-kon sep/1 32-leptospirosis. [diakses April 2013]. Setadi, Bobby; Setiawan, Andi; Effendi, Daniel dan Hadinegoro,S.R.S. 2001. Leptospirosis. Sari Pediatri, 3 (3): 163-167. Soeharsono. 2002. Zoonosis :Penyakit Menular dari Hewan ke Manusia. Volume 1. Yogyakarta : Kanisius.

Vous aimerez peut-être aussi