Vous êtes sur la page 1sur 17

PAPER

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Sylvia Sarah


NIM : 080100366

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Ketika bayi belum dapat mengembangkan perhatian visual yang baik atau

kemampuan untuk memfiksasi dan mengikuti objek pada usia 3-4 bulan, beberapa
penyebab harus dipertimbangkan. Banyak dari penyebab diantaranya katarak,
glaukoma, gangguan retina, dan malformasi. Beberapa kelainan mata relatif
mudah didiagnosis dengan pemeriksaan mata standar. Namun, kelainan lainnya
bersifat tersembunyi dan sulit untuk dideteksi1.
Pada tahun 2000 Biro Sensus AS melaporkan bahwa ada 72.3 juta anak di
bawah usia 18 tahun di Amerika Serikat (26 % dari penduduk) dan angka dalam
kelompok usia ini, dengan tingkat pertumbuhan sebesar 13,7 persen, yang
meningkat lebih cepat daripada segmen lain dari populasi. Gangguan penglihatan
adalah kecacatan keempat yang paling umum di Amerika Serikat dan kondisi ini
menjadi penyebab keterbatasan selama masa kanak-kanak. Meskipun prevalensi
gangguan penglihatan dalam populasi ini tinggi, penelitian menunjukkan bahwa
hanya sekitar 31 persen dari anak-anak antara usia 6 hingga 16 tahun yang
cenderung menjalani pemeriksaan mata yang komprehensif dan visus dalam satu
tahun terakhir, sedangkan di bawah usia 6 , hanya sekitar 14 persen yang
cenderung menjalani pemeriksaan mata dan visus2.
Dalam sebuah penelitian terhadap 5.851 anak usia 9 sampai 15 tahun,
hampir 20 persen membutuhkan kacamata tetapi hanya 10 persen dari kelompok
yang sudah memilikinya. Dengan demikian, 90 persen dari anak-anak yang
membutuhkan kacamata tidak memakainya. Sayangnya, tidak seharusnya
ketergantungan pada skrining visus oleh dokter anak atau dokter perawatan
primer lainnya yang dapat menghasilkan deteksi akhir amblyopia dan gangguan
penglihatan lainnya2.
Pada saat penglihatan terganggu atau hilang, hal ini dapat mempengaruhi
perilaku belajar seseorang. Bila kelainan penglihatan terjadi cukup berat, anak

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Sylvia Sarah


NIM : 080100366

yang bersangkutan dalam proses pendidikannya memerlukan pelayanan secara


khusus3.
1.2.

Tujuan Penulisan

Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Sebagai salah satu tugas Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
2. Sebagai bahan untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis serta
pembaca, terutama mengenai Penurunan Penglihatan Pada Bayi dan Anak.

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Sylvia Sarah


NIM : 080100366

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1

Perkembangan Visual Normal


Perkembangan visual adalah proses maturasi yang sangat kompleks.

Perubahan struktural terjadi pada kedua mata dan sistem saraf pusat. Penelitian
laboratorium dan klinis telah menunjukkan bahwa penglihatan normal
berkembang sebagai akibat dari kode genetik dan pengalaman dalam lingkungan
visual yang normal1.
Penglihatan pada bayi biasanya dinilai secara kualitatif secara klinis
maupun dengan tes psikofisik seperti respon optokinetic nystagmus (OKN), atau
visually evoked cortical potential (VECP; juga disingkat dengan VEP atau VER
untuk visually evoked potential atau response), dan teknik pemeriksaan yang yang
lain. Refleks berkedip terhadap cahaya terang harus muncul beberapa hari setelah
lahir. Refleks cahaya pupil biasanya muncul setelah 31 minggu kehamilan, tetapi
sulit untuk dievaluasi karena miosis pada bayi baru lahir1.
Pada sekitar usia 6 minggu, bayi normal harus mampu membuat dan
menjaga kontak mata dengan manusia lain dan bereaksi dengan ekspresi wajah.
Bayi berusia 2-3 bulan harus tertarik pada benda-benda yang terang. Bayi
prematur diharapkan dapat menjangkau tanda tersebut, tergantung pada derajat
prematuritas1.
Diskonjugasi gerakan mata, skew deviation, dan sunsetting dapat
diperhatikan pada bayi normal, tetapi ini tidak bertahan setelah usia 4 bulan.
Tanda-tanda perkembangan penglihatan yang buruk sebenarnya termasuk gerakan
mata dimana kurangnya respon terhadap wajah yang familiar dan objek, serta

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Sylvia Sarah


NIM : 080100366

nistagmus. Menatap lampu yang cerah dan menggosok mata dengan kuat pada
bayi yang dapat diartikan secara visual bayi tidak tertarik (refleks okulo-digital)
merupakan tanda-tanda lain dari perkembangan penglihatan yang buruk1.

Tabel 1. Perkembangan penglihatan anak4

2. 2

Definisi
Ketajaman visual yaitu ukuran kemampuan mata untuk membedakan detail

dan bentuk objek. Hal ini dinilai dengan huruf / angka / gambar terkecil yang
dapat diidentifikasi dan dapat dilihat pada jarak tertentu, biasanya 20 kaki (jarak

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Sylvia Sarah


NIM : 080100366

penglihatan) atau 16 inci (penglihatan dekat). Ketajaman visual 20/20 dianggap


visus normal5,6.
Definisi resmi buta yaitu ketajaman visual 20/200 atau kurang pada mata
atau, adanya gangguan lapangan pandang hingga sedemikian rupa sehingga
lapangan pandang adalah 20 derajat atau kurang5,6.

2. 3

Epidemiologi

Salah satu penelitian terbesar yang melaporkan prevalensi gangguan penglihatan


spesifik pada anak-anak dilakukan oleh Health Examination Surveys pada tahun
1963-1965. Data dikumpulkan dari sampel 7.119 anak berusia 6-11 tahun yang
menjalani pemeriksaan mata standar. Dari anak-anak yang diperiksa, 9,2 persen
mengalami ketidakseimbangan otot mata, suatu kondisi penyakit, atau kelainan
lain pada satu atau kedua mata. Sekitar 2,4 persen mengalami strabismus konstan
dan 4,3 persen memiliki heteroforia signifikan. Kombinasi prevalensi kondisi
kelopak mata (hordeolum, konjungtivitis, dan blefaritis) adalah sekitar 1 persen2.
Tahap kedua dari proyek penelitian menentukan prevalensi gangguan mata
pada

anak usia 12 - 17 tahun. Dari 6.768 anak yang diperiksa, 7,9 persen

mengalami ketidakseimbangan otot mata, suatu kondisi penyakit, atau kelainan


lainnya pada satu atau kedua mata, sekitar 3,4 persen mengalami strabismus
konstan,

dan

1,8

persen

mengalami

heteroforia

signifikan.

Prevalensi

konjungtivitis adalah 0,6 persen, dan blefaritis, 0,3 persen2.


Sebuah tinjauan yang lebih baru dari literatur menemukan angka
prevalensi berikut untuk gangguan mata dan penglihatan pada anak-anak:
amblyopia, 2-3 persen; strabismus, 3-4 persen; gangguan refraksi, 15-30 persen;
dan penyakit okular, kurang dari 1 persen. Sebuah penelitian prospektif besar dari
prevalensi gangguan penglihatan dan penyakit mata terfokus pada populasi klinis
anak antara usia 6 bulan hingga 18 tahun. Pemeriksaan mata yang komprehensif
dilakukan pada 2.025 pasien berturut-turut yang menunjukkan bahwa, selain
gangguan refraksi, kondisi yang paling umum yang dokter mata dapat temui
dalam populasi yaitu penglihatan binokular dan gangguan akomodatif2.

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Sylvia Sarah


NIM : 080100366

Tabel 2. Gangguan penglihatan pada populasi klinis anak2

2. 4

Etiologi
2.4.1. Kehilangan Penglihatan Pregenikulata
Nistagmus sensorik kongenital dapat menjadi indikator klinis dari kehilangan

penglihatan pregenikulata bilateral. Strabismus dapat terjadi dengan kehilangan


penglihatan pregenikulata unilateral. Etiologinya sering terlihat pada pemeriksaan
mata. Penyebab yang jelas meliputi kelainan segmen anterior, kekeruhan kornea
(anomali Peters, sklerokornea), katarak, dan glaukoma kongenital1,3.
Hipoplasia nervus optikus adalah anomali diskus optikus kongenital yang
paling umum yang menyebabkan kehilangan penglihatan pregenikulata pada bayi.
6

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Sylvia Sarah


NIM : 080100366

Biasanya, kasus unilateral dijumpai dengan strabismus sensorik, dan kasus


bilateral dijumpai dengan nistagmus. Evaluasi endokrinologi diperlukan untuk
mendeteksi hipopituitarisme terkait. MRI otak harus dipertimbangkan untuk
mendeteksi anomali terkait sistem saraf pusat1.
Morning glory anomaly disc, koloboma diskus optikus, dan stafiloma
adalah anomali diskus optikus kongenital yang lain yang dapat menyebabkan
kehilangan penglihatan pregenikulata pada bayi. Hal ini dapat segera terdeteksi
pada pemeriksaan klinis1.
Kehilangan penglihatan pregenikulata pada bayi juga dapat disebabkan
oleh atrofi nervus optikus. Etiologinya termasuk hidrosefalus, tumor otak, trauma,
cedera hipoksik - iskemik, metabolic storage disease, dan neuropati optik genetik
yang diwariskan seperti atrofi optik. Atrofi optik dapat menjadi defek terisolasi
atau aspek dari penyakit neurologis difus atau sistemik. Neuroimaging umumnya
diperlukan. Selanjutnya evaluasi sistemik dan neurologis tergantung pada temuan
klinis yang terkait1.
Bayi dengan penglihatan yang buruk, nistagmus, dan tidak ada kelainan
yang jelas pada pemeriksaan mata mungkin memiliki gangguan retina. Distrofi
retina, termasuk amaurosis kongenital Leber, akromatopsia, dan congenital
stationary night blindness, menyebabkan kehilangan penglihatan pregenikulata.
Pada bayi dengan distrofi retina, perubahan epitel pigmen retina sering tidak
dijumpai. Attenuasi pembuluh retina yang halus dan kepucatan pada diskus
optikus dapat dijumpai, meskipun retina mungkin normal. Tanda-tanda klinis
yang menyarankan distrofi retina termasuk fotofobia, niktalopia, gangguan
refraksi tinggi (baik hiperopia maupun miopia), pupil paradoks, dan tanda
okulodigital (bayi biasa menekan mata dengan jari atau tangan dalam upaya untuk
mendorong stimulasi entoptik dari retina)1.
Penglihatan yang buruk dan nistagmus pada bayi dapat dihasilkan dari
hipoplasia fovea, penyebab lain dari kehilangan penglihatan pregenikulata.
Albinisme dan aniridia merupakan kondisi terkait . Oleh karena itu, bayi dengan
nistagmus harus dievaluasi untuk adanya defek transilluminasi iris, hipoplasia
fovea, dan hipopigmentasi fundus. Temuan ini menunjukkan albinisme1.

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Sylvia Sarah


NIM : 080100366

Elektroretinografi (ERG) dapat membantu dalam diagnosis gangguan


retina dan beberapa peneliti menganjurkan pemeriksaan ERG untuk semua bayi
dengan gangguan visual dan struktur okular normal. Peneliti lain berpikir bahwa,
pada bayi, ERG harus disediakan hanya untuk pasien yang dianggap memiliki
amaurosis kongenital Leber. Untuk mendapatkan ERG yang berkualitas pada bayi
merupakan hal yang sulit, dan pemeriksa harus menyadari variasi perkembangan
yang normal yang muncul dalam tes elektropsikologi ini pada tahun pertama
kehidupan. 1
2.2.1

Kehilangan Penglihatan Retrogenikulata, atau Gangguan Penglihatan


Kortikal

Gangguan visual kortikal menunjukkan kehilangan penglihatan dari patologi


posterior terhadap nukleus genikulata lateral (jalur visual retrogenikulata).
Patologi tersebut dapat melibatkan radiasi optikus (subkortikal), begitu juga
dengan korteks oksipital. Oleh karena itu, istilah gangguan penglihatan serebral
dan kehilangan penglihatan retrogenikulata menggambarkan kondisi ini dengan
lebih tepat1.
Gangguan penglihatan kortikal adalah penyebab paling sering dari
gangguan penglihatan anak di negara maju. Etiologinya dapat kongenital atau
didapat. Penyebab prenatal dan perinatal termasuk leukomalasia periventrikular
(penyebab utama gangguan penglihatan pada anak yang lahir prematur), infeksi
intrauterin, disgenesis serebral, asfiksia, perdarahan intrakranial, hidrosefalus, dan
infeksi. Penyebab yang diperoleh antara lain trauma dan pelecehan anak,
meningitis, dan ensefalitis1,3.
Bayi dengan gangguan penglihatan kortikal menunjukkan berbagai tingkat
gangguan visual. Keluarga dan dokter mata mungkin tidak yakin mengenai
apakah bayi bisa melihat. Pemeriksaan mengungkapkan struktur okular normal,
respon pupil normal, dan gerakan mata mencari. Gerakan nistagmus ritmis
biasanya tidak dijumpai. Atrofi optik dapat terjadi bersamaan. Pada bayi
prematur, optic disc cupping yang menyerupai glaucomatous cupping dapat
terjadi, paling sering akibat leukomalasia periventrikular1,3.

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Sylvia Sarah


NIM : 080100366

Hasil ERG tampak normal; hasil VEP dapat normal atau subnormal.
Neuroimaging mungkin normal atau mengungkapkan perubahan seperti atrofi dan
porensefali di korteks oksipital (striate atau parastriate), kerusakan radiasi optikus,
atau leukomalasia periventrikular. Anak-anak dengan pemeriksaan neuroirnaging
normal dapat memiliki prognosis yang lebih menguntungkan1.
Tergantung pada etiologi, gangguan penglihatan kortikal mungkin bersifat
sementara atau permanen dan dapat berhubungan dengan beberapa defisit
neurologis1.
2.4.2. Keterlambatan Maturasi Visual
Kadang-kadang, ketika hasil pemeriksaan mata benar-benar normal tetapi
fiksasi buruk, masalahnya hanyalah maturasi yang tertunda dari sistem visual
pada anak-anak tersebut. Hasil pemeriksaan pemeriksaan neurologis mungkin
normal kecuali untuk fungsi visual yang buruk. Beberapa pasien memiliki bukti
kerusakan neurologis lainnya. Masalah ini terutama umum pada anak dengan
disabilitas perkembangan lainnya1.
Jika perilaku visual bayi tidak mengalami progresi menjadi normal dalam
beberapa bulan, pemeriksaan lebih lanjut diperlukan. Visually evoked cortical
potentials yang dilakukan sangat dini dalam kehidupan awalnya mungkin
abnormal; pemeriksaan ini lebih valid pada anak mendekati usia 12 bulan.
Pemeriksaan tersebut dapat diabaikan ketika perilaku visual bayi secara jelas
mengalami kemajuan menuju normal1.
2. 5

Pendekatan untuk Bayi dan Anak dengan Penurunan Penglihatan


Anamnesis yang cermat, dimulai dengan tinjauan dari masalah penglihatan

dalam keluarga adalah penting. Jika pasien laki-laki, kemungkinan gangguan


terkait kromosom X harus dieksplorasi. Jika saudata kandung memiliki kondisi
yang sama yang tidak dijumpai pada generasi sebelumnya, dicurigai adanya
penyakit resesif autosomal1.
Rincian kehamilan harus ditinjau misalnya faktor yang penting termasuk
infeksi maternal, paparan radiasi, obat-obatan, atau trauma. Masalah perinatal

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

termasuk

prematuritas,

retardasi

pertumbuhan

NAMA : Sylvia Sarah


NIM : 080100366

intrauterin,

stress

janin,

bradikardia, pewarnaan mekonium, dan kekurangan oksigen adalah penting.


Dokter juga harus menanyakan tentang adanya kelainan sistemik atau
perkembangan yang tertunda1,7.
Pemeriksaan bayi harus mencakup perhatian khusus pada fiksasi
penglihatan, persamaan respon cahaya pupil, keselarasan dan motilitas okular,
dan adanya nistagmus atau roving eye movements. Pemeriksaan fundus dan
refraksi sikloplegik juga dibutuhkan1,7.
Respon pupil lamban diakibatkan oleh penyakit jalur visual anterior
seperti distrofi retina, hipoplasia atau atrofi nervus optikus, koloboma nervus
optikus, dan morning glory disc anomaly. Pupil paradoks (konstriksi pupil dalam
merespon gelap) paling sering terkait dengan distrofi retina, tetapi juga dapat
terjadi dengan neuropati optik. Respon pupil adalah normal pada bayi dengan
gangguan penglihatan kortikal1.
Nistagmus sensorik kongenital ditandai dengan nistagmus ritmis,
horizontal, uniplanar, pendular atau jerk nystagmus. Nistagmus kongenital pada
anak-anak dapat menjadi indikator disfungsi visual pregenikulata bilateral.
Meskipun kata kongenital digunakan dalam kondisi ini, nistagmus biasanya
dimulai pada usia 2-3 bulan, tidak saat lahir1.
Defisit visual pada 1 atau kedua mata dapat menyebabkan abnormalitas
keselarasan okular. Deviasi esotropia atau eksotropia dapat terjadi1.
Ketika bayi lahir dengan penglihatan yang buruk, hasil pemeriksaan
didasarkan

pada

lokalisasi

disfungsi

visual.

Hal

ini

berguna

untuk

mengklasifikasikan gangguan yang menyebabkan kehilangan penglihatan pada


bayi yang menyebabkan terutama disfungsi visual pregenikulata dan yang
menyebabkan disfungsi visual retrogenikulata (disebut juga gangguan penglihatan
kortikal). Meskipun ini merupakan paradigma yang berguna secara klinis, harus
diakui bahwa beberapa gangguan mempengaruhi baik jalur pregenikulata dan
jalur retrogenikulata1.
Selain pemeriksaan rutin pada saat lahir, anak-anak biasanya tidak perlu
diperiksa sampai mereka berusia dua setengah tahun. Namun, mereka harus

10

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Sylvia Sarah


NIM : 080100366

diperiksa pada usia 6 bulan jika ada kecurigaan bahwa gangguan penglihatan
mungkin dijumpai8.
Dua masalah yang paling umum pada bayi adalah strabismus yang
mempengaruhi sekitar 4% dari bayi, dan amblyopia yang mempengaruhi sekitar
1%8.
Gangguan penglihatan yang dapat mengganggu perkembangan yang
sesuai tentu dapat dideteksi pada usia berapa pun. Deteksi dini dapat mencegah
komplikasi di masa depan8.
Satu dari sepuluh anak-anak pra-sekolah dipengaruhi oleh gangguan
penglihatan yang signifikan secara klinis. Orang tua perlu waspada akan tandatanda yang mungkin menunjukkan penglihatan anak mereka membutuhkan
perhatian. Hal ini sangat penting karena kelompok usia ini akan segera mulai
belajar keterampilan di sekolah. Tanda-tanda gangguan penglihatan yang
mungkin timbul dalam kelompok usia prasekolah termasuk ketidakmampuan
untuk mengekspresikan ide-ide dengan cat atau pensil atau kurangnya perhatian
untuk usia anak dan kinerja yang buruk di prasekolah atau TK8.
Anak-anak usia sekolah harus diperiksa pada usia 6 tahun sebagai tindak
lanjut pemeriksaan penglihatan mereka sebelumnya pada usia 3 tahun. Prevalensi
kondisi penglihatan tertentu meningkat secara signifikan menjadi 1 dalam 5
selama tahun-tahun sekolah, namun perubahan dalam visus anak biasanya
bertahap dimana sebagian besar tidak menyadarinya. Selain itu, banyak anak-anak
dengan mudah dapat melewati tes grafik mata dasar dan masih memiliki masalah
penglihatan dekat yang tidak terdeteksi yang mempengaruhi kinerja sekolah dan
beberapa kegiatan bermain8.
2.5.1. Pemeriksaan Ketajaman Visual
Pada usia dini, ketajaman visual harus dinilai sebagai bagian dari setiap
pemeriksaan umum anak yang normal. Cara terbaik adalah tidak menunggu
sampai anak cukup tua untuk merespon grafik visual, karena hal ini mungkin
tidak memberikan informasi yang akurat sampai usia sekolah9,10.

11

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Sylvia Sarah


NIM : 080100366

Selama 3-4 tahun pertama, perkiraan visus sangat bergantung pada


observasi dan laporan tentang perilaku anak baik selama bermain maupun
interaksi dengan orang tua dan anak-anak lain. Sayangnya, pada usia ini, kinerja
visual yang tampaknya normal memungkinkan adanya visus yang relatif buruk,
dan kinerja visual yang tidak normal dapat mencerminkan ketajaman visual yang
sangat buruk. Pengaruh gangguan penglihatan pada perkembangan motorik dan
sosial harus selalu diperhatikan. Respon pupil terhadap cahaya adalah tes kasar
untuk fungsi visual dan dapat diandalkan hanya untuk mengesampingkan
disfungsi lengkap dari jalur visual anterior atau eferen pupil. Kemampuan untuk
memfiksasi dan mengikuti target jauh lebih informatif. Target harus sesuai dengan
usia anak. Refleks binokular mengikuti dan konvergen sebaiknya diperiksa
terlebih dahulu untuk menjalin kerjasama dengan anak. Setiap mata harus diuji
secara terpisah, sebaiknya dengan oklusi mata sebelahnya oleh penutup mata.
Perbandingan kinerja kedua mata akan memberikan informasi yang berguna
tentang ketajaman visual relatif mereka. Dalam kasus nistagmus laten - nistagmus
yang meningkat dengan oklusi dari satu mata - anak cenderung membenci oklusi
setiap mata karena efek nistagmus tersebut pada ketajaman visual. Nistagmus
manifest mungkin menunjukkan gangguan jalur visual anterior atau penyakit
sistem saraf pusat sampai hal ini disingkirkan9,10.
Setelah usia 3 bulan jika terdapat adanya strabismus

yang dideteksi

dengan memeriksa refleksi cahaya kornea, juga harus dianggap sebagai indikasi
visus yang buruk pada mata yang menyimpang, terutama jika mata ini tidak
respon atau respon lambat untuk memfiksasi cahaya pada oklusi mata
sebelahnya9,10.
Dari sekitar usia 4 tahun, mungkin untuk memperoleh respon subyektif
dengan penggunaan grafik " E " buta huruf, child recognition figure, angka Lea,
atau kartu HOTV. Biasanya, pada kelas satu atau dua, bagan Snellen dapat
digunakan9,10.

12

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Sylvia Sarah


NIM : 080100366

Tabel 3. Perkembangan ketajaman visual9

2.5.2. Refraksi
Refraksi obyektif merupakan bagian penting dari pemeriksaan mata anak,
terutama jika ada kecurigaan visus yang buruk atau strabismus. Pada anak-anak,
pemeriksaan ini harus dilakukan di bawah sikloplegik untuk mengatasi
kecenderungan anak untuk berakomodasi. Dalam sebagian besar keadaan, tetes
cyclopentolate 1 % yang dipakai dua kali dengan selang waktu 5 - 30 menit
sebelum pemeriksaan akan memberikan sikloplegik yang cukup, tetapi sikloplegik
atropin mungkin diperlukan jika strabismus konvergen dijumpai atau mata sangat
berpigmen. Karena tetes atropin dapat dikaitkan dengan efek samping sistemik,
salep mata atropin 1 % yang dioleskan sekali sehari selama 2 atau 3 hari sebelum
pemeriksaan adalah hal yang dianjurkan. Orang tua harus diperingatkan akan
gejala toksisitas atropin - demam, wajah memerah, dan denyut nadi cepat.
Refraksi sikloplegik memberikan keuntungan tambahan midriasis yang baik untuk
memfasilitasi pemeriksaan fundus9.
Sekitar 80 % dari anak-anak antara usia 2 hingga 6 tahun mengalami
hipermetropia, 5 % mengalami miopia, dan 15 % mengalami emetropia. Sekitar
10 % mengalami gangguan refraksi yang memerlukan koreksi sebelum usia 7 atau
8 tahun. Hipermetropia masih relatif statis atau secara bertahap berkurang hingga
usia 19 atau 20 tahun. Miopia sering berkembang antara usia 6 hingga 9 tahun dan
meningkat sepanjang masa remaja, dengan perubahan terbesar pada saat pubertas.
Astigmatisma relatif umum pada bayi namun menurun prevalensinya selama

13

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Sylvia Sarah


NIM : 080100366

beberapa tahun pertama kehidupan. Setelah itu, prevalensi dan derajat tetap relatif
konstan sepanjang hidup9.
2.5.3. Pemeriksaan Segmen Anterior & Posterior
Pemeriksaan lebih lanjut harus disesuaikan dengan umur dan kemampuan
anak untuk bekerja sama. Pemeriksaan segmen anterior pada anak muda terutama
bergantung pada penggunaan cahaya senter dan kaca pembesar, namun
pemeriksaan slitlamp lebih memungkinkan pada bayi dengan kerjasama ibu dan
anak dengan dorongan yang tepat. Pengukuran tekanan intraokular dan
gonioskopi memiliki lebih banyak masalah dan sering memerlukan pemeriksaan
di bawah anestesi. Pemeriksaan fundus bergantung pada midriasis yang baik.
Umumnya lebih mudah pada neonatus dan bayi dibandingkan pada anak-anak
karena mereka dapat dikendalikan dengan mudah dan pemeriksaan sering mudah
dicapai selama pemeriksaan9.
Refleks cahaya fovea tidak ada pada bayi. Sebaliknya, makula memiliki
tampilan mother-of-pearl terang dengan elevasi. Pada usia 3-4 bulan, makula
menjadi sedikit cekung dan refleks cahaya fovea muncul9.
2.6. Rehabilitasi Penurunan Penglihatan
Rehabilitasi penglihatan yang buruk meliputi pengobatan pasien dengan
gangguan penglihatan yang tidak respon dengan obat-obatan dan bedah.
Sayangnya, rehabilitasi penglihatan yang buruk sering diabaikan pada anak-anak.
Namun, anak-anak dengan gangguan penglihatan membutuhkan penilaian
penglihatan buruk yang formal yang akan memberikan pilihan pengobatan
rehabilitatif, termasuk koreksi gangguan refraksi, pembesaran untuk kacamata
baca, kacamata bifokal, alat pembesaran teleskopik untuk melihat target yang
jauh, prisma, dan berbagai lensa transmisi selektif yang ditujukan untuk
mengurangi silau dan fotostress1.

14

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Sylvia Sarah


NIM : 080100366

BAB 3
KESIMPULAN
Prevalensi untuk gangguan mata dan penglihatan pada anak-anak yaitu
amblyopia, 2-3 persen; strabismus, 3-4 persen; gangguan refraksi, 15-30 persen;
dan penyakit okular, kurang dari 1 persen2.
Nistagmus sensorik kongenital dapat menjadi indikator klinis dari
kehilangan penglihatan pregenikulata bilateral. Penyebab yang jelas meliputi
kelainan segmen anterior, kekeruhan kornea (anomali Peters, sklerokornea),
katarak, dan glaukoma kongenital1,3.
Gangguan visual kortikal menunjukkan kehilangan penglihatan dari
patologi

posterior

terhadap

nukleus

genikulata

lateral

(jalur

visual

retrogenikulata). Etiologinya dapat kongenital atau diperoleh. Penyebab prenatal


dan perinatal termasuk leukomalasia periventrikular (penyebab utama gangguan
penglihatan pada anak yang lahir prematur), infeksi intrauterin, disgenesis
serebral, asfiksia, perdarahan intrakranial, hidrosefalus, dan infeksi. Penyebab
yang diperoleh antara lain trauma dan pelecehan anak, malungsi shunt,
meningitis, dan ensefalitis1,3.
Kadang-kadang, ketika hasil pemeriksaan mata benar-benar normal tetapi
fiksasi buruk, masalahnya hanyalah maturasi yang tertunda dari sistem visual.
Masalah ini terutama umum pada anak dengan disabilitas perkembangan lainnya 1.
Rehabilitasi penglihatan yang buruk meliputi pengobatan pasien dengan
gangguan penglihatan yang tidak respon dengan obat-obatan dan bedah1.

15

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Sylvia Sarah


NIM : 080100366

DAFTAR PUSTAKA
1. Anonym. Pediatric Ophthalmology and Strabismus . American Academy of
Ophthalmology : Singapore. pp.413-417
2. Scheiman MM, et al. Pediatric Eye And Vision Examination. Optometric
Clinical Practice Guideline. American Optometric Association: USA.
3. Sunanto

J.

Anak

dengan

Gangguan

Penglihatan.

Available

from:

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/196105151987
031-JUANG_SUNANTO/anak_dgn_gangguan_penglihatan.pdf
4. Anonym. Blind-Low Vision Early Intervention Program. Available from:
http://www.yrdsb.ca/schools/ChildCare/Documents/EL-blindlowvision.pdf
5. Anonym. Working with Infants and Toddlers with Visual Impairments and
Their Families. Available from: http://www.infantva.org/documents/pr-itcvafunctionalvision.pdf
6. Scoggin AE, et al. A Young Child with Visual Impairments. Chapter 11.
7. Canadian Pediatric Society. Vision screening in infants, children and youth.
Paediatr Child Health 2009; 14(4):246-248
8. Anonym. Childrens Vision Problems. Sight Matters. Available from:
http://www.eyecareplus.com.au/downloads/FAQ_SM_507.pdf
9. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asburys General Ophthalmology. 17 th
edition. McGraw-Hill: New York. Chapter 17.
10. Drentlaw KLB. Visual Acuity: The Critical Measure!. Association of
Technical

Personnel

in

Ophthalmology.

Available

from:

http://www.atpo.org/Documents/New/Articles/Visual%20Acuity%20The
%20Critical%20Measure!.pdf

16

PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : Sylvia Sarah


NIM : 080100366

17

Vous aimerez peut-être aussi