Vous êtes sur la page 1sur 16

Akhlak Mahmudah Akhlak Mazmumah Ajaran islam adalah ajaran yang bersumber pada wahyu Allah, Al Quran dalampenjabarannya

a terdapat pada hadis Nabi Muhammad SAW. Masalah akhlak dalamIslam mendapat perhatian yang sangat besar. Berdasarkan bahasa, akhlak berartisifat atau tabiat. Berdasarkan istilah, akhlak berarti kumpulan sifat yg dimiliki olehseseorang yang melahirkan perbuatan baik dan buruk.Konsep Akhlak menurut Al-Ghazali adalah sifat yg tertanam dalam jiwa seseorang,darinya lahir perbuatan yang mudah tanpa pertimbangan pikiran terlebih dahulu. Akhlak meliputi jangkauan yang sangat luas dalam segala aspek kehidupan. Akhlakmeliputi hubungan hamba dengan Tuhannya (vertikal) dalam bentuk ritualkeagamaan dan berbentuk pergaulan sesama manusia (horizontal) dan juga sifatserta sikap yang terpantul terhadap semua makhluk (alam semesta). Bagi seorangmuslim, akhlak yang terbaik ialah seperti yang terdapat pada diri Nabi MuhammadSAW karena sifat-sifat dan perangai yang terdapat pada dirinya adalah sifat-sifatyang terpuji dan merupakan uswatun hasanah (contoh teladan) terbaik bagi seluruhkaum Muslimin. Allah Subhana Wa Taalah sendiri memuji akhlak Nabi Muhammad SAW di dalam Al-Quran sebagaimana firman-Nya: Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berakhlak agung. (Al-Qalam:4) Rasulullah SAW memerintahkan umatnya untuk berakhlak baik seperti yangterkandung dalam hadis: Orang mukmin yang paling sempurna keimanannyaadalah yang paling baik akhlaknya. Akhlak Mahmudah Akhlak-akhlak baik (mahmudah) meliputi : ikhlas, sabar, syukur, khauf (takutkemurkaan Allah), Roja(mengharapkan keridhaan Allah), jujur, adil, amanah,tawadhu (merendahkan diri sesama muslim), bersyukur a). Ikhlas

Kata ikhlas mempunyai beberapa pengertian. Menurut al-Qurtubi, ikhlas pada dasarnya berarti memurnikan perbuatan dari pengaruh-pengaruh makhluk. Abu Al-Qasim Al-Qusyairi mengemukakan arti ikhlas dengan menampilkan sebuah riwayat dari Nabi Saw, Aku pernah bertanya kepada Jibril tentang ikhlas. Lalu Jibril berkata, Aku telah menanyakan hal itu kepada Allah, lalu Allah berfirman, (Ikhlas) adalah salah satu dari rahasiaku yang Aku berikan ke dalam hati orang-orang yang kucintai dari kalangan hamba-hamba-Ku. Pengertian yang demikian dapat dijumpai di dalam QS. Al-Insan (76): 9, Sesungguhnya kami memberi makan kepadamu hanya untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak mengharapkan balasan dari kamu dan tidak pula ucapan terima kasih. Ikhlas adalah inti dari setiap ibadah dan perbuatan seorang muslim. Allah SWT berfirman dalam QS. Al Bayyinah: 5), Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan keikhlasan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. Keikhlasan seseorang ini, akan menghasilkan kemenangan dan kejayaan. Anggota masyarakat yang mengamalkan sifat ikhlas, akan mencapai kebaikan lahir-bathin dan dunia-akhirat, bersih dari sifat kerendahan dan mencapai perpaduan, persaudaraan, perdamaian serta kesejahteraan. Dari Suhaib ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, Sungguh menakjubkan perkaranya orang yang beriman, karena segala urusannya adalah baik baginya. Dan hal yang demikian itu tidak akan terdapat kecuali hanya pada orang mumin: Yaitu jika ia mendapatkan kebahagiaan, ia bersyukur, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan yang terbaik untuknya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya. (HR. Muslim) Sekilas Tentang Hadits Hadits ini merupakan hadits shahih dengan sanad sebagaimana di atas, melalui jalur Tsabit dari

Abdurrahman bin Abi Laila, dari Suhaib dari Rasulullah SAW, diriwayatkan oleh : - Imam Muslim dalam Shahihnya, Kitab Al-Zuhud wa Al-Raqaiq, Bab Al-Mumin Amruhu Kulluhu Khair, hadits no 2999. - Imam Ahmad bin Hambal dalam empat tempat dalam Musnadnya, yaitu hadits no 18455, 18360, 23406 & 23412. - Diriwayatkan juga oleh Imam al-Darimi, dalam Sunannya, Kitab Al-Riqaq, Bab Al-Mumin Yujaru Fi Kulli Syai, hadits no 2777. Makna Hadits Secara Umum Hadits singkat ini memiliki makna yang luas sekaligus memberikan definisi mengenai sifat dan karakter orang yang beriman. Setiap orang yang beriman digambarkan oleh Rasulullah SAW sebagai orang yang memiliki pesona, yang digambarkan dengan istilah ajaban ( ) . Karena sifat dan karakter ini akan mempesona siapa saja. Kemudian Rasulullah SAW menggambarkan bahwa pesona tersebut berpangkal dari adanya positif thinking setiap mumin. Dimana ia memandang segala persoalannya dari sudut pandang positif, dan bukan dari sudut nagatifnya. Sebagai contoh, ketika ia mendapatkan kebaikan, kebahagian, rasa bahagia, kesenangan dan lain sebagainya, ia akan refleksikan dalam bentuk penysukuran terhadap Allah SWT. Karena ia tahu dan faham bahwa hal tersebut merupakan anugerah Allah yang diberikan kepada dirinya. Dan tidaklah Allah memberikan sesuatu kepadanya melainkan pasti sesuatu tersebut adalah positif baginya. Sebaliknya, jika ia mendapatkan suatu musibah, bencana, rasa duka, sedih, kemalangan dan hal-hal negatif lainnya, ia akan bersabar. Karena ia meyakini bahwa hal tersebut merupakan pemberian sekaligus cobaan bagi dirinya yang pasti memiliki rahasia kebaikan di dalamnya. Sehingga refleksinya adalah dengan bersabar dan mengembalikan semuanya kepada Allah SWT. Urgensi Kesabaran Kesabaran merupakan salah satu ciri mendasar orang yang bertaqwa kepada Allah SWT. Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa kesabaran merupakan setengahnya keimanan. Sabar memiliki kaitan yang tidak mungkin dipisahkan dari keimanan: Kaitan antara sabar dengan iman, adalah seperti kepala dengan jasadnya. Tidak ada keimanan yang tidak disertai kesabaran, sebagaimana juga tidak ada jasad yang tidak memiliki kepala. Oleh karena itulah Rasulullah SAW menggambarkan tentang ciri dan keutamaan orang yang beriman sebagaimana hadits di atas. Namun kesabaran adalah bukan semata-mata memiliki pengertian nrimo, ketidak mampuan dan identik dengan ketertindasan. Sabar sesungguhnya memiliki dimensi yang lebih pada pengalahan hawa nafsu yang terdapat dalam jiwa insan. Dalam berjihad, sabar diimplementasikan dengan melawan hawa nafsu yang menginginkan agar dirinya duduk dengan santai dan tenang di rumah. Justru ketika ia berdiam diri itulah, sesungguhnya ia belum dapat bersabar melawan tantangan dan memenuhi panggilan ilahi. Sabar juga memiliki dimensi untuk merubah sebuah kondisi, baik yang bersifat pribadi maupun sosial, menuju perbaikan agar lebih baik dan baik lagi. Bahkan seseorang dikatakan dapat diakatakan tidak sabar, jika ia menerima kondisi buruk, pasrah dan menyerah begitu saja. Sabar dalam ibadah diimplementasikan dalam bentuk melawan dan memaksa diri untuk bangkit dari tempat tidur, kemudian berwudhu lalu berjalan menuju masjid dan malaksanakan shalat secara berjamaah. Sehingga sabar tidak tepat jika hanya diartikan dengan sebuah sifat pasif, namun ia memiliki nilai keseimbangan antara sifat aktif dengan sifat pasif. Makna Sabar Sabar merupakan sebuah istilah yang berasal dari bahasa Arab, dan sudah menjadi istilah dalam bahasa Indonesia. Asal katanya adalah Shobaro, yang membentuk infinitif (masdar) menjadi shabran. Dari segi bahasa, sabar berarti menahan dan mencegah. Menguatkan makna seperti ini adalah firman Allah dalam Al-Quran:

Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas. (QS. Al-Kahfi/ 18 : 28) Perintah untuk bersabar pada ayat di atas, adalah untuk menahan diri dari keingingan keluar dari komunitas orang-orang yang menyeru Rab nya serta selalu mengharap keridhaan-Nya. Perintah sabar di atas sekaligus juga sebagai pencegahan dari keinginan manusia yang ingin bersama dengan orang-orang yang lalai dari mengingat Allah SWT. Sedangkan dari segi istilahnya, sabar adalah: Menahan diri dari sifat kegeundahan dan rasa emosi, kemudian menahan lisan dari keluh kesah serta menahan anggota tubuh dari perbuatan yang tidak terarah. Amru bin Usman mengatakan, bahwa sabar adalah keteguhan bersama Allah, menerima ujian dari-Nya dengan lapang dan tenang. Hal senada juga dikemukakan oleh Imam al-Khowas, bahwa sabar adalah refleksi keteguhan untuk merealisasikan al-Quran dan sunnah. Sehingga sesungguhnya sabar tidak identik dengan kepasrahan dan ketidak mampuan. Justru orang yang seperti ini memiliki indikasi adanya ketidak sabaran untuk merubah kondisi yang ada, ketidak sabaran untuk berusaha, ketidak sabaran untuk berjuang dan lain sebagainya. Rasulullah SAW memerintahkan umatnya untuk sabar ketika berjihad. Padahal jihad adalah memerangi musuh-musuh Allah, yang klimaksnya adalah menggunakan senjata (perang). Artinya untuk berbuat seperti itu perlu kesabaran untuk mengeyampingkan keiinginan jiwanya yang menginginkan rasa santai, bermalas-malasan dan lain sebagainya. Sabar dalam jihad juga berarti keteguhan untuk menghadapi musuh, serta tidak lari dari medan peperangan. Orang yang lari dari medan peperangan karena takut, adalah salah satu indikasi tidak sabar. Sabar Sebagaimana Digambarkan Dalam Al-Quran Dalam al-Quran banyak sekali ayat-ayat yang berbicara mengenai kesabaran. Jika ditelusuri secara keseluruhan, terdapat 103 kali disebut dalam al-Quran, kata-kata yang menggunakan kata dasar sabar; baik berbentuk isim maupun fiilnya. Hal ini menunjukkan betapa kesabaran menjadi perhatian Allah SWT, yang Allah tekankan kepada hamba-hamba-Nya. Dari ayat-ayat yang ada, para ulama mengklasifikasikan sabar dalam al-Quran menjadi beberapa macam; 1. Sabar merupakan perintah Allah SWT. Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam QS.2: 153: Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. Ayat-ayat lainnya yang serupa mengenai perintah untuk bersabar sangat banyak terdapat dalam AlQuran. Diantaranya adalah dalam QS.3: 200, 16: 127, 8: 46, 10:109, 11: 115 dsb. 2. Larangan istija l(tergesa-gesa/ tidak sabar), sebagaimana yang Allah firmankan (QS. Al-Ahqaf/ 46: 35): Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka 3. Pujian Allah bagi orang-orang yang sabar, sebagaimana yang terdapat dalam QS. 2: 177: dan orangorang yang bersabar dalam kesulitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar imannya dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa. 4. Allah SWT akan mencintai orang-orang yang sabar. Dalam surat Ali Imran (3: 146) Allah SWT berfirman : Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar. 5. Kebersamaan Allah dengan orang-orang yang sabar. Artinya Allah SWT senantiasa akan menyertai hamba-hamba-Nya yang sabar. Allah berfirman (QS. 8: 46) ; Dan bersabarlah kamu, karena sesungguhnya Allah itu beserta orang-orang yang sabar. 6. Mendapatkan pahala surga dari Allah. Allah mengatakan dalam al-Quran (13: 23 24); (yaitu) surga `Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-

bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (sambil mengucapkan): Salamun `alaikum bima shabartum (keselamatan bagi kalian, atas kesabaran yang kalian lakukan). Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu. Inilah diantara gambaran Al-Quran mengenai kesabaran. Gembaran-gambaran lain mengenai hal yang sama, masih sangat banyak, dan dapat kita temukan pada buku-buku yang secara khusus membahas mengenai kesabaran. Kesabaran Sebagaimana Digambarkan Dalam Hadits. Sebagaimana dalam al-Quran, dalam hadits juga banyak sekali sabda-sabda Rasulullah SAW yang menggambarkan mengenai kesabaran. Dalam kitab Riyadhus Shalihin, Imam Nawawi mencantumkan 29 hadits yang bertemakan sabar. Secara garis besar, hadits-hadits tersebut menggambarkan kesabaran sebagai berikut; 1. Kesabaran merupakan dhiya (cahaya yang amat terang). Karena dengan kesabaran inilah, seseorang akan mampu menyingkap kegelapan. Rasulullah SAW mengungkapkan, dan kesabaran merupakan cahaya yang terang (HR. Muslim) 2. Kesabaran merupakan sesuatu yang perlu diusahakan dan dilatih secara optimal. Rasulullah SAW pernah menggambarkan: barang siapa yang mensabar-sabarkan diri (berusaha untuk sabar), maka Allah akan menjadikannya seorang yang sabar (HR. Bukhari) 3. Kesabaran merupakan anugrah Allah yang paling baik. Rasulullah SAW mengatakan, dan tidaklah seseorang itu diberi sesuatu yang lebih baik dan lebih lapang daripada kesabaran. (Muttafaqun Alaih) 4. Kesabaran merupakan salah satu sifat sekaligus ciri orang mumin, sebagaimana hadits yang terdapat pada muqadimah; Sungguh menakjubkan perkara orang yang beriman, karena segala perkaranya adalah baik. Jika ia mendapatkan kenikmatan, ia bersyukur karena (ia mengatahui) bahwa hal tersebut adalah memang baik baginya. Dan jika ia tertimpa musibah atau kesulitan, ia bersabar karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut adalah baik baginya. (HR. Muslim) 5. Seseorang yang sabar akan mendapatkan pahala surga. Dalam sebuah hadits digambarkan; Dari Anas bin Malik ra berkata, bahwa aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya Allah berfirman, Apabila Aku menguji hamba-Ku dengan kedua matanya, kemudian diabersabar, maka aku gantikan surga baginya. (HR. Bukhari) 6. Sabar merupakan sifat para nabi. Ibnu Masud dalam sebuah riwayat pernah mengatakan: Dari Abdullan bin Masud berkataSeakan-akan aku memandang Rasulullah SAW menceritakan salah seorang nabi, yang dipukuli oleh kaumnya hingga berdarah, kemudia ia mengusap darah dari wajahnya seraya berkata, Ya Allah ampunilah dosa kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui. (HR. Bukhari) 7. Kesabaran merupakan ciri orang yang kuat. Rasulullah SAW pernah menggambarkan dalam sebuah hadits; Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda,Orang yang kuat bukanlah yang pandai bergulat, namun orang yang kuat adalah orang yang memiliki jiwanya ketika marah. (HR. Bukhari) 8. Kesabaran dapat menghapuskan dosa. Rasulullah SAW menggambarkan dalam sebuah haditsnya; Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullan SAW bersabda, Tidaklah seorang muslim mendapatkan kelelahan, sakit, kecemasan, kesedihan, mara bahaya dan juga kesusahan, hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapuskan dosa-dosanya dengan hal tersebut. (HR. Bukhari & Muslim) 9. Kesabaran merupakan suatu keharusan, dimana seseorang tidak boleh putus asa hingga ia menginginkan kematian. Sekiranya memang sudah sangat terpaksa hendaklah ia berdoa kepada Allah, agar Allah memberikan hal yang terbaik baginya; apakah kehidupan atau kematian. Rasulullah SAW mengatakan; Dari Anas bin Malik ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, Janganlah salah seorang diantara kalian mengangan-angankan datangnya kematian karena musibah yang menimpanya. Dan sekiranya ia memang harus mengharapkannya, hendaklah ia berdoa, Ya Allah, teruskanlah hidupku ini sekiranya

hidup itu lebih baik unttukku. Dan wafatkanlah aku, sekiranya itu lebih baik bagiku. (HR. Bukhari Muslim) Bentuk-Bentuk Kesabaran Para ulama membagi kesabaran menjadi tiga hal; sabar dalam ketaatan kepada Allah, sabar untuk meninggalkan kemaksiatan dan sabar menghadapi ujian dari Allah: 1. Sabar dalam ketaatan kepada Allah. Merealisasikan ketaatan kepada Allah, membutuhkan kesabaran, karena secara tabiatnya, jiwa manusia enggan untuk beribadah dan berbuat ketaatan. Ditinjau dari penyebabnya, terdapat tiga hal yang menyebabkan insan sulit untuk sabar. Pertama karena malas, seperti dalam melakukan ibadah shalat. Kedua karena bakhil (kikir), seperti menunaikan zakat dan infaq. Ketiga karena keduanya, (malas dan kikir), seperti haji dan jihad. Kemudian untuk dapat merealisasikan kesabaran dalam ketaatan kepada Allah diperlukan beberapa hal, (1) Dalam kondisi sebelum melakukan ibadah berupa memperbaiki niat, yaitu kikhlasan. Ikhlas merupakan kesabaran menghadapi duri-duri riya. (2) Kondisi ketika melaksanakan ibadah, agar jangan sampai melupakan Allah di tengah melaksanakan ibadah tersebut, tidak malas dalam merealisasikan adab dan sunah-sunahnya. (3) Kondisi ketika telah selesai melaksanakan ibadah, yaitu untuk tidak membicarakan ibadah yang telah dilakukannya supaya diketahui atau dipuji orang lain. 2. Sabar dalam meninggalkan kemaksiatan. Meninggalkan kemaksiatan juga membutuhkan kesabaran yang besar, terutama pada kemaksiatan yang sangat mudah untuk dilakukan, seperti ghibah (baca; ngerumpi), dusta, memandang sesuatu yang haram dsb. Karena kecendrungan jiwa insan, suka pada halhal yang buruk dan menyenangkan. Dan perbuatan maksiat identik dengan hal-hal yang menyenangkan. 3. Sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan dari Allah, seperti mendapatkan musibah, baik yang bersifat materi ataupun inmateri; misalnya kehilangan harta, kehilangan orang yang dicintai dsb. Aspek-Aspek Kesabaran sebagaimana yang Digambarkan dalam Hadits Dalam hadits-hadits Rasulullah SAW, terdapat beberapa hadits yang secara spesifik menggambarkan aspek-aspek ataupun kondisi-kondisi seseroang diharuskan untuk bersabar. Meskipun aspek-aspek tersebut bukan merupakan pembatasan pada bidang-bidang kesabaran, melainkan hanya sebagai contoh dan penekanan yang memiliki nilai motivasi untuk lebih bersabar dalam menghadapi berbagai permasalahan lainnya. Diantara kondisi-kondisi yang ditekankan agar kita bersabar adalah : 1. Sabar terhadap musibah. Sabar terhadap musibah merupakan aspek kesabaran yang paling sering dinasehatkan banyak orang. Karena sabar dalam aspek ini merupakan bentuk sabar yang Dalam sebuah hadits diriwayatkan, : Dari Anas bin Malik ra, bahwa suatu ketika Rasulullah SAW melewati seorang wanita yang sedang menangis di dekat sebuah kuburan. Kemudian Rasulullah SAW bersabda, Bertakwalah kepada Allah, dan bersabarlah. Wanita tersebut menjawab, Menjauhlah dariku, karena sesungguhnya engkau tidak mengetahui dan tidak bisa merasakan musibah yang menimpaku. Kemudian diberitahukan kepada wanita tersebut, bahwa orang yang menegurnya tadi adalah Rasulullah SAW. Lalu ia mendatangi pintu Rasulullah SAW dan ia tidak mendapatkan penjaganya. Kemudian ia berkata kepada Rasulullah SAW, (maaf) aku tadi tidak mengetahui engkau wahai Rasulullah SAW. Rasulullah bersabda, Sesungguhnya sabar itu terdapat pada hentakan pertama. (HR. Bukhari Muslim) 2. Sabar ketika menghadapi musuh (dalam berjihad). Dalam sebuah riwayat, Rasulullah bersabda : Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, Janganlah kalian berangan-angan untuk menghadapi musuh. Namun jika kalian sudah menghadapinya maka bersabarlah (untuk menghadapinya). HR. Muslim. 3. Sabar berjamaah, terhadap amir yang tidak disukai. Dalam sebuah riwayat digambarkan; Dari Ibnu Abbas ra beliau meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, Barang siapa yang melihat pada amir (pemimpinnya) sesuatu yang tidak disukainya, maka

hendaklah ia bersabar. Karena siapa yang memisahkan diri dari jamaah satu jengkal, kemudian ia mati. Maka ia mati dalam kondisi kematian jahiliyah. (HR. Muslim) 4. Sabar terhadap jabatan & kedudukan. Dalam sebuah riwayat digambarkan : Dari Usaid bin Hudhair bahwa seseorang dari kaum Anshar berkata kepada Rasulullah SAW; Wahai Rasulullah, engkau mengangkat (memberi kedudukan) si Fulan, namun tidak mengangkat (memberi kedudukan kepadaku). Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya kalian akan melihat setelahku atsaratan (yaitu setiap orang menganggap lebih baik dari yang lainnya), maka bersabarlah kalian hingga kalian menemuiku pada telagaku (kelak). (HR. Turmudzi). 5. Sabar dalam kehidupan sosial dan interaksi dengan masyarakat. Dalam sebuah hadits diriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda, Seorang muslim apabila ia berinteraksi dengan masyarakat serta bersabar terhadap dampak negatif mereka adalah lebih baik dari pada seorang muslim yang tidak berinteraksi dengan masyarakat serta tidak bersabar atas kenegatifan mereka. (HR. Turmudzi) 6. Sabar dalam kerasnya kehidupan dan himpitan ekonomi Dalam sebuah riwayat digambarkan; Dari Abdullah bin Umar ra berkata bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, Barang siapa yang bersabar atas kesulitan dan himpitan kehidupannya, maka aku akan menjadi saksi atau pemberi syafaat baginya pada hari kiamat. (HR. Turmudzi). Kiat-Kiat untuk Meningkatkann Kesabaran Ketidaksabaran (baca; istijal) merupakan salah satu penyakit hati, yang seyogyanya diantisipasi dan diterapi sejak dini. Karena hal ini memilki dampak negatif dari amalan yang dilakukan seorang insan. Seperti hasil yang tidak maksimal, terjerumus kedalam kemaksiatan, enggan untuk melaksanakan ibadah kepada Allah dsb. Oleh karena itulah, diperlukan beberapa kiat, guna meningkatkan kesabaran. Diantara kiat-kiat tersebut adalah; 1. Mengkikhlaskan niat kepada Allah SWT, bahwa ia semata-mata berbuat hanya untuk-Nya. Dengan adanya niatan seperti ini, akan sangat menunjang munculnya kesabaran kepada Allah SWT. 2. Memperbanyak tilawah (baca; membaca) al-Quran, baik pada pagi, siang, sore ataupun malam hari. Akan lebih optimal lagi manakala bacaan tersebut disertai perenungan dan pentadaburan makna-makna yang dikandungnya. Karena al-Quran merupakan obat bagi hati insan. Masuk dalam kategori ini juga dzikir kepada Allah. 3. Memperbanyak puasa sunnah. Karena puasa merupakan hal yang dapat mengurangi hawa nafsu terutama yang bersifat syahwati dengan lawan jenisnya. Puasa juga merupakan ibadah yang memang secara khusus dapat melatih kesabaran. 4. Mujahadatun Nafs, yaitu sebuah usaha yang dilakukan insan untuk berusaha secara giat dan maksimal guna mengalahkan keinginan-keinginan jiwa yang cenderung suka pada hal-hal negatif, seperti malas, marah, kikir, dsb. 5. Mengingat-ingat kembali tujuan hidup di dunia. Karena hal ini akan memacu insan untuk beramal secara sempurna. Sedangkan ketidaksabaran (istijal), memiliki prosentase yang cukup besar untuk menjadikan amalan seseorang tidak optimal. Apalagi jika merenungkan bahwa sesungguhnya Allah akan melihat amalan seseorang yang dilakukannya, dan bukan melihat pada hasilnya. (Lihat QS. 9 : 105) 6. Perlu mengadakan latihan-latihan untuk sabar secara pribadi. Seperti ketika sedang sendiri dalam rumah, hendaklah dilatih untuk beramal ibadah dari pada menyaksikan televisi misalnya. Kemudian melatih diri untuk menyisihkan sebagian rezeki untuk infaq fi sabilillah, dsb. 7. Membaca-baca kisah-kisah kesabaran para sahabat, tabiin maupun tokoh-tokoh Islam lainnya. Karena hal ini juga akan menanamkan keteladanan yang patut dicontoh dalam kehidupan nyata di dunia. Penutup

Inilah sekelumit sketsa mengenai kesabaran. Pada intinya, bahwa sabar mereupakan salah satu sifat dan karakter orang mumin, yang sesungguhnya sifat ini dapat dimiliki oleh setiap insan. Karena pada dasarnya manusia memiliki potensi untuk mengembangkan sikap sabar ini dalam hidupnya. Sabar tidak identik dengan kepasrahan dan menyerah pada kondisi yang ada, atau identik dengan keterdzoliman. Justru sabar adalah sebuah sikap aktif, untuk merubah kondisi yang ada, sehingga dapat menjadi lebih baik dan baik lagi. Oleh karena itulah, marilah secara bersama kita berusaha untuk menggapai sikap ini. Insya Allah, Allah akan memberikan jalan bagi hamba-hamba-Nya yang berusaha di jalan-Nya. Wallahu Alam By. Rikza Maulan, Lc. M.Ag. Sumber:http://www.eramuslim.com/syariah/tafsir-hadits/makna-sabar.htm Bersyukur Kepada Allah Diposting oleh admin 18 November 2010 Cetak buletin ini Kirim komentar At Tauhid edisi VI/45 Oleh: Yulian Purnama Syukur secara bahasa, : Syukur adalah pujian bagi orang yang memberikan kebaikan, atas kebaikannya tersebut (Lihat Ash Shahhah Fil Lughah karya Al Jauhari). Atau dalam bahasa Indonesia, bersyukur adalah berterima kasih. Sedangkan istilah syukur dalam agama, adalah sebagaimana yang dijabarkan oleh Ibnul Qayyim: : Syukur adalah menunjukkan adanya nikmat Allah pada dirinya. Dengan melalui lisan, yaitu berupa pujian dan mengucapkan kesadaran diri bahwa ia telah diberi nikmat. Dengan melalui hati, berupa persaksian dan kecintaan kepada Allah. Melalui anggota badan, berupa kepatuhan dan ketaatan kepada Allah (Madarijus Salikin, 2/244) Lawan dari syukur adalah kufur nikmat, yaitu enggan menyadari atau bahkan mengingkari bahwa nikmat yang ia dapatkan adalah dari Allah Taala. Semisal Qarun yang berkata: Sungguh harta dan kenikmatan yang aku miliki itu aku dapatkan dari ilmu yang aku miliki (QS. Al Qashash: 28) Syukur adalah salah satu sifat Allah Ketahuilah bahwa syukur merupakan salah satu sifat dari sifat-sifat Allah yang husna. Yaitu Allah pasti akan membalas setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh hamba-Nya, tanpa luput satu orang pun dan tanpa terlewat satu amalan pun. Allah Taala berfirman: Sesungguhnya Allah itu Ghafur dan Syakur (QS. Asy Syura: 23) Seorang ahli tafsir, Imam Abu Jarir Ath Thabari, menafsirkan ayat ini dengan riwayat dari Qatadah: Ghafur artinya Allah Maha Pengampun terhadap dosa, dan Syakur artinya Maha Pembalas Kebaikan sehingga Allah lipat-gandakan ganjarannya (Tafsir Ath Thabari, 21/531) Dalam ayat yang lain, Allah Taala berfirman: Allah itu Syakur lagi Haliim (QS. At Taghabun: 17) Ibnu Katsir menafsirkan Syakur dalam ayat ini: Maksudnya adalah memberi membalas kebaikan yang sedikit dengan ganjaran yang banyak (Tafsir Al Quran Al Azhim, 8/141) Sehingga orang yang merenungi bahwa Allah adalah Maha Pembalas Kebaikan, dari Rabb kepada Hamba-Nya, ia akan menyadari bahwa tentu lebih layak lagi seorang hamba bersyukur kepada Rabb-Nya atas begitu banyak nikmat yang ia terima.

Syukur adalah sifat para Nabi Senantiasa bersyukur dan berterima kasih kepada Allah atas limpahan nikmat Allah, walau cobaan datang dan rintangan menghadang, itulah sifat para Nabi dan Rasul Allah yang mulia. Allah Taala berfirman tentang Nabi NuhAlaihissalam: (Yaitu) anak cucu dari orang-orang yang Kami bawa bersama-sama Nuh. Sesungguhnya Nuh adalah hamba yang banyak bersyukur (QS. Al Isra: 3) Allah Taala menceritakan sifat Nabi Ibrahim Alaihissalam: (120) Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang musyrik, Dan ia senantiasa mensyukuri nikmat-nikmat Allah, Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus (QS. An Nahl: 120-121) Dan inilah dia sayyidul anbiya, pemimpin para Nabi, Nabi akhir zaman, Muhammad Shallallahualaihi Wasallam, tidak luput dari syukur walaupun telah dijamin baginya surga. Diceritakan oleh Ibunda Aisyah Radhiallahuanha: . : ! ! Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam biasanya jika beliau shalat, beliau berdiri sangat lama hingga kakinya mengeras kulitnya. Aisyah bertanya: Wahai Rasulullah, mengapa engkau sampai demikian? Bukankan dosa-dosamu telah diampuni, baik yang telah lalu maupun yang akan datang? Rasulullah besabda: Wahai Aisyah, bukankah semestinya aku menjadi hamba yang bersyukur? (HR. Bukhari no.1130, Muslim no.2820) Syukur adalah ibadah Allah Taala dalam banyak ayat di dalam Al Quran memerintahkan manusia untuk bersyukur kepadaNya. Maka syukur adalah ibadah dan bentuk ketaatan atas perintah Allah. Allah Taala berfirman: Ingatlah kepada-Ku, maka Aku akan mengingat kalian. Bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah ingkar (QS. Al Baqarah: 152) Allah Taala juga berfirman: Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah (QS. Al Baqarah: 172). Maka bersyukur adalah menjalankan perintah Allah dan enggan bersyukur serta mengingkari nikmat Allah adalah bentuk pembangkangan terhadap perintah Allah. Buah manis dari syukur 1. Syukur adalah sifat orang beriman Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam bersabda: Seorang mukmin itu sungguh menakjubkan, karena setiap perkaranya itu baik. Namun tidak akan terjadi demikian kecuali pada seorang mumin sejati. Jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur, dan itu baik baginya. Jika ia tertimpa kesusahan, ia bersabar, dan itu baik baginya (HR. Muslim no.7692) 2. Merupakan sebab datangnya ridha Allah Allah Taala berfirman: Jika kalian ingkar, sesungguhnya Allah Maha Kaya atas kalian. Dan Allah tidak ridha kepada hamba Nya yang ingkar dan jika kalian bersyukur Allah ridha kepada kalian (QS. Az Zumar: 7)

3. Merupakan sebab selamatnya seseorang dari adzab Allah Allah Taala berfirman: Tidaklah Allah akan mengadzab kalian jika kalian bersyukur dan beriman. Dan sungguh Allah itu Syakir lagi Alim (QS. An Nisa: 147) 4. Merupakan sebab ditambahnya nikmat Allah Taala berfirman: Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu mengumumkan: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azabKu sangat pedih. (QS. Ibrahim: 7) 5. Ganjaran di dunia dan akhirat Janganlah anda menyangka bahwa bersyukur itu hanya sekedar pujian dan berterima kasih kepada Allah. Ketahuilah bahwa bersyukur itupun menuai pahala, bahkan juga membuka pintu rezeki di dunia. Allah Taala berfirman: Dan sungguh orang-orang yang bersyukur akan kami beri ganjaran (QS. Al Imran: 145) Imam Ath Thabari menafsirkan ayat ini dengan membawakan riwayat dari Ibnu Ishaq: Maksudnya adalah, karena bersyukur, Allah memberikan kebaikan yang Allah janjikan di akhirat dan Allah juga melimpahkan rizki baginya di dunia (Tafsir Ath Thabari, 7/263) Tanda-tanda orang yang bersyukur 1. Mengakui dan menyadari bahwa Allah telah memberinya nikmat Orang yang bersyukur senantiasa menisbatkan setiap nikmat yang didapatnya kepada Allah Taala. Ia senantiasa menyadari bahwa hanya atas takdir dan rahmat Allah semata lah nikmat tersebut bisa diperoleh. Sedangkan orang yang kufur nikmat senantiasa lupa akan hal ini. : : : . : Dari Ibnu Abbas Radhiallahuanhuma, ia berkata: Ketika itu hujan turun di masa Nabi Shallallahualaihi Wasallam, lalu Nabi bersabda: Atas hujan ini, ada manusia yang bersyukur dan ada yang kufur nikmat. Orang yang bersyukur berkata: Inilah rahmat Allah. Orang yang kufur nikmat berkata: Oh pantas saja tadi ada tanda begini dan begitu (HR. Muslim no.243) 2. Menyebut-nyebut nikmat yang diberikan Allah Mungkin kebanyakan kita lebih suka dan lebih sering menyebut-nyebut kesulitan yang kita hadapi dan mengeluhkannya kepada orang-orang. Saya sedang sakit ini.. Saya baru dapat musibah itu.. Saya kemarin rugi sekian rupiah.., dll. Namun sesungguhnya orang yang bersyukur itu lebih sering menyebut-nyebut kenikmatan yang Allah berikan. Karena Allah Taala berfirman: Dan nikmat yang diberikan oleh Rabbmu, perbanyaklah menyebutnya (QS. Adh Dhuha: 11) Namun tentu saja tidak boleh takabbur (sombong) dan ujub (merasa kagum atas diri sendiri). 3. Menunjukkan rasa syukur dalam bentuk ketaatan kepada Allah Sungguh aneh jika ada orang yang mengaku bersyukur, ia menyadari segala yang ia miliki semata-mata atas keluasan rahmat Allah, namun di sisi lain melalaikan perintah Allah dan melanggar larangan-Nya, ia enggan shalat, enggan belajar agama, enggan berzakat, memakan riba, dll. Jauh antara pengakuan dan kenyataan. Allah Taalaberfirman: Sungguh Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar, padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. Karena itu bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya (QS. Al

Imran: 123) Maka rasa syukur itu ditunjukkan dengan ketakwaan. Tips agar menjadi orang yang bersyukur 1. Berterima kasih kepada manusia Salah cara untuk mensyukuri nikmat Allah adalah dengan berterima kasih kepada manusia yang menjadi perantara sampainya nikmat Allah kepada kita. Nabi Shallallahualaihi Wasallam bersabda: Orang yang tidak berterima kasih kepada manusia, berarti ia tidak bersyukur kepada Allah (HR. Tirmidzi no.2081, ia berkata: Hadits ini hasan shahih) Oleh karena itu, mengucapkan terima kasih adalah akhlak mulia yang diajarkan oleh Islam. Nabi Shallallahualaihi Wasallam bersabda: : Barangsiapa yang diberikan satu kebaikan kepadanya lalu dia membalasnya dengan mengatakan: Jazaakallahu khayr (semoga Allah membalasmu dengan kebaikan), maka sungguh hal itu telah mencukupinya dalam menyatakan rasa syukurnya (HR. Tirmidzi no.2167, ia berkata: Hadits ini hasan jayyid gharib) 2. Merenungkan nikmat-nikmat Allah Dalam Al Quran sering kali Allah menggugah hati manusia bahwa banyak sekali nikmat yang Ia limpahkan sejak kita datang ke dunia ini, agar kita sadar dan bersyukur kepada Allah. Allah Taala berfirman: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (QS. An Nahl: 78) 3. Qanaah Senantiasa merasa cukup atas nikmat yang ada pada diri kita membuat kita selalu bersyukur kepada Allah. Sebaliknya, orang yang senantiasa merasa tidak puas, merasa kekurangan, ia merasa Allah tidak pernah memberi kenikmatan kepadanya sedikitpun. Nabi Shallallahualaihi Wasallam bersabda: Jadilah orang yang wara, maka engkau akan menjadi hamba yang paling berbakti. Jadilah orang yang qanaah, maka engkau akan menjadi hamba yang paling bersyukur (HR. Ibnu Majah no. 4357, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah) 4. Sujud Syukur Salah satu cara untuk mengungkapkan rasa syukur ketika mendapat kenikmatan yang begitu besar adalah dengan melakukan sujud syukur. : [ ] Dari Abu Bakrah Nafi Ibnu Harits Radhiallahuanhu ia berkata: Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam biasanya jika menjumpai sesuatu yang menggemberikan beliau bersimpuh untuk sujud. Sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah(HR. Abu Daud no.2776, dihasankan oleh Al Albani dalam Irwa Al Ghalil) 5. Berdzikir Berdzikir dan memuji Allah adalah bentuk rasa syukur kita kepada Allah. Ada beberapa dzikir tertentu yang diajarkan oleh Rasulullah khusus mengungkapkan rasa syukur kita kepada Allah. Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam bersabda: : . ] [ Barangsiapa pada pagi hari berdzikir: Allahumma ashbaha bii min nimatin au biahadin min khalqika faminka wahdaka laa syariikalaka falakal hamdu wa lakasy syukru.

(Ya Allah, atas nikmat yang Engkau berikan kepada ku hari ini atau yang Engkau berikan kepada salah seorang dari makhluk-Mu, maka sungguh nikmat itu hanya dari-Mu dan tidak ada sekutu bagi-Mu. Segala pujian dan ucap syukur hanya untuk-Mu) Maka ia telah memenuhi harinya dengan rasa syukur. Dan barangsiapa yang mengucapkannya pada sore hari, ia telah memenuhi malamnya dengan rasa syukur. (HR. Abu Daud no.5075, dihasankan oleh Syaikh Abdul Qadir Al Arnauth dalam tahqiqnya terhadap kitab Raudhatul Muhadditsin) Cara bersyukur yang salah 1. Bersyukur kepada selain Allah Sebagian orang ketika mendapat kenikmatan, mereka mengungkapkan rasa syukur kepada selain Allah, semisal kepada jin yang mengaku penguasa lautan, kepada berhala yang dianggap dewa bumi, atau kepada sesembahan lain selain Allah. Kita katakan kepada mereka: Apakah engkau kufur kepada Dzat yang telah menciptakanmu dari tanah kemudian mengubahnya menjadi nutfah lalu menjadikanmu sebagai manusia? (QS. Al Kahfi: 37) Allah Taala yang menciptakan kita, menghidupkan kita, dari Allah sematalah segala kenikmatan, maka sungguh tidak tahu terima kasih jika kita bersyukur kepada selain Allah. Dan telah kita ketahui bersama bahwa syukur adalah ibadah. Dan ibadah hanya pantas dan layak kita persembahkan kepada Allah semata. Tidak ada sekutu baginya. Allah Taala juga berfirman: Beribadahlah hanya kepada Allah dan jadilah hamba yang bersyukur (QS. Az Zumar: 66) 2. Ritualiasasi rasa syukur yang tidak diajarkan agama Mengungkapkan rasa syukur dalam bentuk ritual sah-sah saja selama ritual tersebut diajarkan dan dituntunkan oleh Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam. Misalnya dengan sujud syukur atau dengan melafalkan dzikir. Andaikan ada bentuk lain ritual rasa syukur yang baik untuk dilakukan tentu sudah dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam serta para sahabat. Lebih lagi sahabat Nabi yang paling fasih dalam urusan agama, paling bersyukur diantara ummat MuhammadShallallahualaihi Wasallam, yang mereka jumlahnya puluhan ribu dan diantara mereka ada yang masih hidup satu abad setelah Rasulullah wafat, sebanyak dan selama itu tidak ada seorang pun yang terpikir untuk membuat ritual semacam perayaan hari ulang tahun, ulang tahun pernikahan, syukuran rumah baru, sebagai bentuk rasa syukur mereka. Nabi Shallallahualaihi Wasallam bersabda: Barang siapa yang melakukan amalan (ibadah) yang tidak berasal dari kami, maka amalan tersebut tertolak (HR. Bukhari no.20, Muslim no.4590) Semoga Allah menjadikan kita hamba-Nya yang senantiasa bersyukur atas segala nikmat-Nya. Allahumma ainni ala dzukrika wa syukrika wa huni ibadatika Ya Allah aku memohon pertolonganmu agar Engkau menjadikan aku hamba yang senantiasa berdzikir, bersyukur dan beribadah kepadamu dengan baik AT TAUHID TAHUN VIII

Memiliki Sifat Tawadhu Diposting oleh admin 17 February 2012 Cetak buletin ini Kirim komentar At Tauhid edisi VIII/8 Oleh: M. Abduh Tuasikal Tawadhu adalah sifat yang amat mulia, tetapi sedikit orang yang memilikinya. Ketika orang sudah memiliki gelar yang mentereng, berilmu tinggi, memiliki harta yang mulia, sedikit yang memiliki sifat

kerendahan hati, alias tawadhu. Padahal kita seharusnya seperti ilmu padi, yaitu kian berisi, kian merunduk. Memahami Tawadhu Tawadhu adalah ridho jika dianggap mempunyai kedudukan lebih rendah dari yang sepantasnya. Tawadhu merupakan sikap pertengahan antara sombong dan melecehkan diri. Sombong berarti mengangkat diri terlalu tinggi hingga lebih dari yang semestinya. Sedangkan melecehkan yang dimaksud adalah menempatkan diri terlalu rendah sehingga sampai pada pelecehan hak (Lihat Adz Dzariah ila Makarim Asy Syariah, Ar Roghib Al Ash-fahani, 299). Ibnu Hajar berkata, Tawadhu adalah menampakkan diri lebih rendah pada orang yang ingin mengagungkannya. Ada pula yang mengatakan bahwa tawadhu adalah memuliakan orang yang lebih mulia darinya. (Fathul Bari, 11: 341) Keutamaan Sifat Tawadhu Pertama: Sebab mendapatkan kemuliaan di dunia dan akhirat. Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasul shallallahu alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), Sedekah tidaklah mengurangi harta. Tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba sifat pemaaf melainkan akan semakin memuliakan dirinya. Dan juga tidaklah seseorang memiliki sifat tawadhu (rendah diri) karena Allah melainkan Allah akan meninggikannya (HR. Muslim no. 2588). Yang dimaksudkan di sini, Allah akan meninggikan derajatnya di dunia maupun di akhirat. Di dunia, orang akan menganggapnya mulia, Allah pun akan memuliakan dirinya di tengah-tengah manusia, dan kedudukannya akhirnya semakin mulia. Sedangkan di akhirat, Allah akan memberinya pahala dan meninggikan derajatnya karena sifat tawadhunya di dunia. (Lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 16: 142) Tawadhu juga merupakan akhlak mulia dari para nabi alaihimush sholaatu wa salaam. Lihatlah Nabi Musa alaihis salam, beliau melakukan pekerjaan rendahan, membantu memberi minum hewan ternak dalam rangka menolong dua orang wanita yang ayahnya sudah tua renta. Lihat pula Nabi Daud alaihis salam makan dari hasil kerja keras tangannya sendiri. Nabi Zakariya dulunya seorang tukang kayu. Sifat tawadhu Nabi Isa ditunjukkan dalam perkataannya (yang artinya), Dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. (QS. Maryam: 32). Lihatlah sifat mulia para nabi tersebut. Karena sifat tawadhu, mereka menjadi mulia di dunia dan di akhirat. Kedua: Sebab adil, disayangi, dicintai di tengah-tengah manusia. Orang tentu saja akan semakin menyayangi orang yang rendah hati dan tidak menyombongkan diri. Itulah yang terdapat pada sisi Nabi kita shallallahu alaihi wa sallam. Beliau shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda (yang artinya), Dan sesungguhnya Allah mewahyukan padaku untuk memiliki sifat tawadhu. Janganlah seseorang menyombongkan diri (berbangga diri) dan melampaui batas pada yang lain. (HR. Muslim no. 2865). Mencontoh Sifat Tawadhu Nabi shallallahu alaihi wa sallam Allah Taala berfirman (yang artinya), Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al Ahzab: 21) Lihatlah Nabi shallallahu alaihi wa sallam masih memberi salam pada anak kecil dan yang lebih rendah kedudukan di bawah beliau. Anas berkata, Sungguh Nabi shallallahu alaihi wa sallam biasa berkunjung ke orang-orang Anshor. Lantas beliau memberi salam kepada anak kecil mereka dan mengusap kepala mereka. (HR. Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya no. 459. Sanad hadits ini shahih kata Syaikh Syuaib Al Arnauth) Subhanallah Ini sifat yang sungguh mulia yang jarang kita temukan saat ini. Sangat sedikit orang yang mau memberi salam kepada orang yang lebih rendah derajatnya dari dirinya. Boleh jadi orang tersebut lebih mulia di sisi Allah karena takwa yang ia miliki.

Coba lihat lagi bagaimana keseharian Nabi shallallahu alaihi wa sallam di rumahnya. Beliau membantu istrinya. Bahkan jika sendalnya putus atau bajunya sobek, beliau menjahit dan memperbaikinya sendiri. Ini beliau lakukan di balik kesibukan beliau untuk berdakwah dan mengurus umat. Urwah bertanya kepada Aisyah, Wahai Ummul Mukminin, apakah yang dikerjakan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tatkala bersamamu (di rumahmu)? Aisyah menjawab, Beliau melakukan seperti apa yang dilakukan salah seorang dari kalian jika sedang membantu istrinya. Beliau mengesol sandalnya, menjahit bajunya dan mengangkat air di ember. (HR. Ahmad 6: 167 dan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya no. 5676. Sanad hadits ini shahih kata Syaikh Syuaib Al Arnauth). Lihatlah beda dengan kita yang lebih senang menunggu istri untuk memperbaiki atau memerintahkan pembantu untuk mengerjakannya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tanpa rasa malu membantu pekerjaan istrinya. Aisyah pernah ditanya tentang apa yang dikerjakan Nabi shallallahu alaihi wa sallam ketika berada di rumah. Lalu Aisyah menjawab, Beliau selalu membantu pekerjaan keluarganya, dan jika datang waktu shalat maka beliau keluar untuk melaksanakan shalat. (HR. Bukhari no. 676). Beda dengan kita yang mungkin agak sungkan membersihkan popok anak, menemani anak ketika istri sibuk di dapur, atau mungkin membantu mencuci pakaian. Nasehat Para Ulama Tentang Tawadhu Al Hasan Al Bashri berkata, Tahukah kalian apa itu tawadhu? Tawadhu adalah engkau keluar dari kediamanmu lantas engkau bertemu seorang muslim. Kemudian engkau merasa bahwa ia lebih mulia darimu. Imam Asy Syafii berkata, Orang yang paling tinggi kedudukannya adalah orang yang tidak pernah menampakkan kedudukannya. Dan orang yang paling mulia adalah orang yang tidak pernah menampakkan kemuliannya. (Syuabul Iman, Al Baihaqi, 6: 304) Basyr bin Al Harits berkata, Aku tidaklah pernah melihat orang kaya yang duduk di tengah-tengah orang fakir. Yang bisa melakukan demikian tentu yang memiliki sifat tawadhu. Abdullah bin Al Mubarrok berkata, Puncak dari tawadhu adalah engkau meletakkan dirimu di bawah orang yang lebih rendah darimu dalam nikmat Allah, sampai-sampai engkau memberitahukannya bahwa engkau tidaklah semulia dirinya. (Syuabul Iman, Al Baihaqi, 6: 298) Sufyan bin Uyainah berkata, Siapa yang maksiatnya karena syahwat, maka taubat akan membebaskan dirinya. Buktinya saja Nabi Adam alaihis salam bermaksiat karena nafsu syahwatnya, lalu ia bersitighfar (memohon ampun pada Allah), Allah pun akhirnya mengampuninya. Namun, jika siapa yang maksiatnya karena sifat sombong (lawan dari tawadhu), khawatirlah karena laknat Allah akan menimpanya. Ingatlah bahwa Iblis itu bermaksiat karena sombong (takabbur), lantas Allah pun melaknatnya. Abu Bakr Ash Shiddiq berkata, Kami dapati kemuliaan itu datang dari sifat takwa, qonaah (merasa cukup) muncul karena yakin(pada apa yang ada di sisi Allah), dan kedudukan mulia didapati dari sifat tawadhu. Urwah bin Al Warid berkata, Tawadhu adalah salah satu jalan menuju kemuliaan. Setiap nikmat pasti ada yang merasa iri kecuali pada sifat tawadhu. Yahya bin Main berkata, Aku tidaklah pernah melihat orang semisal Imam Ahmad! Aku telah bersahabat dengan beliau selama 50 tahun, namun beliau sama sekali tidak pernah menyombongkan diri terhadap kebaikan yang ia miliki. Ziyad An Numari berkata, Orang yang zuhud namun tidak memiliki sifat tawadhu adalah seperti pohon yang tidak berbuah. Ya Allah, muliakanlah kami dengan sifat tawadhu dan jauhkanlah kami dari sifat sombong. Allahummah-diinii li-ahsanil akhlaaqi, laa yahdi li-ahsaniha illa anta (Ya Allah, tunjukilah padaku akhlaq yang baik. Tidak ada yang dapat menunjuki pada baiknya akhlaq tersebut kecuali Engkau) (HR. Muslim no. 771). Wallahu waliyyut taufiq. [M. Abduh Tuasikal]

Tawadhu adalah sikap tunduk kepada Allah dan rendah hati serta sayang terhadap hamba-Nya. Insan yang tawadhu adalah hamba-hamba Allah yang yang berjalan di bumi dengan rendah hati. (QS Al-Furqan [25]:63). Orang yang tawadhu adalah mereka yang tak pernah sombong dan bersikap angkuh serta tak pernah menyombongkan diri. Allah SWT berfirman, "Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sungguh Allah tak menyukai orangorang yang sombong dan membanggakan diri." (QS asySyu'ara [31]:18). Sesunguhnya, orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. (QS Al-Hujurat [49]:13). KONSEP KEADILAN (sebuah telaah al-adaabi wal ijtimaa`I) DALAM AL-QURAN

Allah berfirman dalam Al-quran: "Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pengajaran".( QS An-Nahl{16}: 90) Dalam kitab suci Al-Quran digunakan beberapa term/istilah yang digunakan untuk mengungkapkan makna keadilan. Lafad-lafad tersebut jumlahnya banyak dan berulang-ulang. Diantaranya lafad "al-adl" dalam Al-quran dalam berbagai bentuk terulang sebanyak 35 kali. Lafad "al-qisth" terulang sebanyak 24 kali. Lafad "al-wajnu" terulang sebanyak 23 kali. Dan lafad "al-wasth" sebanyak 5 kali (Muhamad Fu`ad Abdul Bagi dalam Mu`jam Mupathos Lialfaadhil Qur`an). Dr. Hamzah Yakub membagi keadilan-keadilan menjadi dua bagian. Adil yang berhubungan dengan perseorangan dan adil yang berhubungan dengan kemasyarakatan. Adil perseorangan adalah tindakan memihak kepada yang mempunyai hak, bila seseorang mengambil haknya tanpa melewati batas, atau memberikan hak orang lain tanpa menguranginya itulah yang dinamakan tidak adil. Adil dalam segi kemasyarakatan dan pemerintahan misalnya tindakan hakim yang menghukum orang-orang jahat atau orang-orang yang bersengketa sepanjang neraca keadilan. Jika hakim menegakan neraca keadilanya dengan lurus dikatakanlah dia hakim yang adil dan jika dia berat sebelah maka dipandanglah dia zalim. Pemerintah dipandang adil jika dia mengusahakan kemakmuran rakyat secara merata, baik di kota-kota maupun di desa-desa. Allah berfirman dalam Al-Quran: "Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang menegakan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap satu kaum, mendorong untuk kamu berbuat tidak adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan". (Al-Maidah [5] : 8) Keadilan adalah ketetapan Allah bagi kosmos atau alam raya ciptaan-Nya, karena menurut ajaran Islam keadilan adalah prinsip yang merupakan hukum seluruh hajat raya. Oleh karenanya melanggar keadilan adalah melanggar hukum kosmos dan dosa ketidak adilan akan mempunyai dampak kehancuran tatanan masyarakat manusia. (Nurcholish Majid). Sebagai gambaran dari keadilan Rasululah saw memberi contoh kepada kita, kalau beliau ingin pergi jauh beliau undi antara isteri-isterinya. Siapa yang kena undian maka itulah yang dibawanya. Sebagai kepala negara dan hakim, beliau selalu menerapakan keadilan dengan betul, hingga beliau pernah menyatakan: "Jika sekiranya Fatimah binti Muhamad mencuri, niscaya aku potong tangannya". (HR.

Bukhori). Ada beberapa faktor yang menunjang keadilan, diantaranya: a. Tentang di dalam mengambil keputusan. Tidak berat sebelah dalam tindakan karena pengaruh hawa nafsu, angkara murka ataupun karena kecintaan kepada seseorang. Rasululah saw dalam salah satu sabdanya mengingatkan agar janganlah seorang hakim memutuskan perkara dalam keadaan marah. Emosi yang tidak stabil biasanya seseorang tidak adil dalam putusan. b. Memperluas pandangan dan melihat persoalannya secara obyektif. Mengumpulkan data dan fakta, sehingga dalam keputusan seadil mungkin. Jika adil adalah sifat dan sikap Fadlilah (utama) maka sebagai kebalikannya adalah sikap zalim. Zalim berarti menganiaya, tidak adil dalam memutuskan perkara, berarti berat sebelah dalam tindakan, mengambil hak orang lain lebih dari batasnya atau memberikan hak orang lain kurang dari semestinya. Sikap zalim itu diancam Allah dalan firmannya: "Tidakkah bagi orang zalim itu sahabat karib atau pembela yang dapat ditakuti". (Al-mu`min : 18). Dalam ayat lain Allah berfirman lagi : "Dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun".(Ali Imran[3] : 192). Dalam hal ini, ahli-ahli akhlak mengemukakan hal-hal yang mendorong seseorang berlaku zalim: a. Cinta dan benci. Barang siapa yang mencintai seseorang, biasanya ia berlaku berat sebelah kepadanya. Misalnya orang tua yang karena cinta kepada anak-anaknya, maka sekalipun anaknya salah, anak itu dibelanya. Demikian pula kebencian kepada seseorang, menimbulkan satu sikap yang tidak lagi melihat kebaikan orang itu, tetapi hanya menonjolkan kesalahannya. b. Kepentingan diri sendiri. Karena perasaan egois dan individualis, maka keuntungan pribadi yang terbayang menyebabkan seseorang berat sebelah, curang dan culas. c. Pengaruh luar. Adanya pandangan yang menyenangkan, keindahan pakaian, kewibawaan, kepasihan pembicaraan dan sebagainya dapat mempengaruhi seseorang berat sebelah dalam tindakannya. Pengaruh-pengaruh tersebut dapat menyilaukan perasaan sehingga langkahnya tidak obyektif. Oleh karena itulah, bisa disimpulkan bahwa keadilan dan kezaliman bisa muncul karena adanya beberapa faktor, diantaranya: a. Kondisi orang tersebut pada saat itu b. Luas dan sempitnya pengetahuan yang dimiliki c. Latar belakan cinta dan benci d. Terdorong oleh kepentingan sendiri atau golongan e. Adanya pengaruh dari luar (extern) Rupanya itulah yang bisa saya sampaikan pada tulisan kali ini semoga kitas emua selalu dijaga oleh Allah selalu bisa berbuat adil dan selalu terhindar dar kezaliman.

Translation of Surah Al-Fatiha (The Opening) In the name of Allah, Praise be to Allah, The Beneficent,

the Lord

Beneficent, of the

the the

Merciful Worlds, Merciful.

Owner of the Day of Judgment, Thee (alone) we worship; Thee (alone) we ask for help. Guide us on the straight path, The path of those whom Thou hast favored; Not (the path) of those who earn Thine anger nor of those who go astray. (1 : 1-7) 1. In the Name of Allah, the Most Beneficent, the Most Merciful. 2. All the praises and thanks be to Allah, the Lord of the 'Alamin (mankind, jinns and all that exists). 3. The Most Beneficent, the Most Merciful. 4. The Only Owner (and the Only Ruling Judge) of the Day of Recompense (i.e. the Day of Resurrection) 5. You (Alone) we worship, and You (Alone) we ask for help (for each and everything). 6. Guide us to the Straight Way 7. The Way of those on whom You have bestowed Your Grace, not (the way) of those who earned Your Anger (such as the Jews), nor of those who went astray (such as the Christians).

Vous aimerez peut-être aussi