Vous êtes sur la page 1sur 7

Tugas kimia analisis Iodometri dan Pengendapan

Nama : Ari Sulistyowati NIM : 13521150 Kelas : C

PRODI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2014

Iodometri
Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi lebih besar dari sistem iodiumiodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti CuSO4.5H2O. Pada iodometri, sampel bersifat oksidator direduksi dengan kalium iodida berlebih dan akan menghasilkan iodium yang selanjutnya dititrasi dengan larutan baku tiosulfat. Banyaknya volume tiosulfat yang digunakan sebagai titran setara dengan iod yang dihasilkan dan setara dengan banyaknya sampel.

Melalui titrasi tak langsung ini, semua oksidator yang akan ditetapkan kadarnya direaksikan terlebih dahulu dengan ion iodide berlebih (I-) sehingga I2 dapat dibebaskan. Selanjutnya I2 yang dibebaskan ini dititrasi dengan larutan baku sekunder Na2S2O3 dengan indikator amilum. Pada metode iodimetri dan iodometri larutan harus dijaga supaya pH < 8, karena dalam larutan alkali iodium bereaksi dengan hidroksida (OH-) menghasilkan ion hipoiodit yang akhirnya menghasilkan ion iodat menurut, reaksi :

I2 + OH- HI + IO-

3IO- IO3- + 2I-

Sehingga apabila ini terjadi maka potensial oksidasinya lebih besar daripada iodium akibatnya akan mengoksidasi tiosulfat (S2O32-) yang tidak hanya menghasilkan ion tetrationat (S4O62-) tapi juga menghasilkan sulfat (SO42-) sehingga menyulitkan perhitungan stokiometri. Oleh karena itu, pada metode iodometri tidak pernah dilakukan dalam larutan basa kuat.

Titrasi iodometri adalah salah satu titrasi redoks yang melibatkan iodium. Titrasi iodometri termasuk jenis titrasi tidak langsung yang dapat digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih besar daripada sistem iodium-iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti : CuSO4.5H2O

Pada titrasi iodometri perlu diawasi pHnya. Larutan harus dijaga supaya pHnya lebih kecil dari 8 karena dalam lingkungan yang alkalis iodium bereaksi dengan hidroksida membentuk iodida dan hipoiodit dan selanjutnya terurai menjadi iodida dan iodat yang akan mengoksidasi tiosulfat menjadi sulfat, sehingga reaksi berjalan tidak kuantitatif. Adanya konsentrasi asam yang kuat dapat menaikkan oksidasi potensial anion yang mempunyai oksidasi potensial yang lemah sehingga direduksi sempurna oleh iodida. Dengan pengaturan pH yang tepat dari larutan maka dapat diatur jalannya reaksi dalam oksidasi atau reduksi dari senyawa.

Indikator Indikator yang digunakan dalam titrasi ini adalah amylum. Amylum tidak mudah larut dalam air serta tidak stabil dalam suspensi dengan air, membentuk kompleks yang sukar larut dalam air bila bereaksi dengan iodium, sehingga tidak boleh ditambahkan pada awal titrasi. Penambahan amylum ditambahkan pada saat larutan berwarna kuning pucat dan dapat menimbulkan titik akhir titrasi yang tiba-tiba. Titik akhir titrasi ditandai dengan terjadinya hilangnya warna biru dari larutan menjadi bening. Indikator kanji / amilum yang dipergunakan harus ditambahkan mendekati titik akhir titrasi. Penambahan amilum di awal titrasi akan menyebabkan terbentuknya iod-amilum akan membentuk kompleks warna biru yang tidak larut dalam air dingin, sehingga akan menyebabkan titran semakin bertambah untuk memutuskan ikatan kuat senyawa kompleks tersebut dan akan menganggu penetapan kadar sampel.

Pengendapan
Pengendapan adalah proses membentuk endapan yaitu padatan yang dinyatakan tidak larut dalam air walaupun endapan tersebut sebenarnya mempunyai kelarutan sekecil apapun. Prosedur analisis menentukan jumlah pereaksi yang digunakan atau ditambahkan kedalam sampel/analat agar terbentuk endapan. Dalam kasus dimana jumlah pengendap tidak disebutkan, biasanya dapat dilakukan estimasi kasar dengan cara perhitungan sederhana yang melibatkan konsentrasi pereaksi dan perkiraan berat zat/konstituen yang ada. Biasanya disarankan pemakaian pengendap berlebih karena kelarutan endapan-endapanberkurang atau menurun, yang disebabkan oleh efek ion yang sama (common ion effect). Kelebihan pengendap yang banyak tidak diinginkan, bukan saja karena pemborosan pereaksi tetapi juga karena endapan dapat cenderung melarut kembali dalam kelebihan pereaksi yang banyak, membentuk ion rangkai (kompleks). Sebagai contoh, senyawaan perak diendapkan dengan senyawa klorida dan endapan menjadi lebih, tidak dapat larut bila terdapat cukup kelebihan klorida, tetapi kelebihan klorida yang besar melarutkan endapan tadi : Ag Cl + 2Cl Ag Cl3 2 Secara umum, bila tidak ditentukan, dapat digunakan atau ditambahkan 10% kelebihan pengendap. Dalam semua hal, cairan supernatan atau saringan (filtrat) harus diuji untuk mengetahui kesempurnaan endapan dengan menambahkan sedikit penambahan jumlah pengendap. Hal yang utama dalam analisis gravimetri ialah pembentukan endapan yang murni dan mudah disaring . Pengendapan mulai terjadi dengan terbentuknya sejumlah partikel kecil yang disebut inti-inti (nukla) bila ketetapan hasil kali kelarutan (Ksp) suatu senyawaan dilampaui. Partikel-partikel kecil ini ukurannya akan membesar dan akan mengendap kedasar wadah. Partikel-partikel yang relatif besar ini seringkali lebih murni dan lebih mudah disaring. Pada umumnya ukuran partikel meningkat mencapai ukuran maksimum dan kemudian berkurang bila konsentrasi pereaksi pereaksi dinaikkan. Diketahui bahwa makin kecil kelarutan suatu endapan maka semakin kecil

ukuran partikelnya. Tetapi ketentuan ini merupakan aturan kasar atau tidak mutlak sebagai contoh perak klorida (AgCl) dan bariumsulfat (BaSO4) mempunyai kelarutan molar yang sama (Ksp sekitar 1010 tetapi partikel bariumsulfat jauh lebih besar daripada perak klorida bila digunakan kondisi pengendapan yang serupa. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan kelarutan ialah : suhu pH pemakaian zat pengkompleks

Pengendapan sangat umum dilakukan pada suhu tinggi, dengan alasan bahwa garam dari asam lemah seperti kalsiumoksalat (CaC2O4) dan seng sulfida (ZnS) lebih baik bila diendapkan dalam suasana asam lemah daripada suasana basa. Bariumsulfat akan lebih baik diendapkan dalam larutan asam klorida 0,01 M sampai dengan 0,05 M karena kelarutan akan meningkat dengan terbentuknya ion hidogensulfat (HSO4-). Setelah endapan terbentuk kadang-kadang perlu dilakukan pencernaan (digestion) atau penuaan (aging) artinya endapan tersebut dibiarkan bersentuhan atau kontak dengan larutan induk (mother liquor), biasanya pada suhu yang ditinggalkan sebelum penyaringan dilakukan. Partikel-partikel kecil dari endapan berbentuk kristalin seperti BaSO4, lebih dapat larut dibandingkan partikel-partikel besarnya yang mengakibatkan larutan tersebut lewat jenuh terhadap partikel besar. Untuk meningkatkan ukuran partikel dari kecil menjadi besar seperti pada endapan kristalin BaSO4, dilakukan proses pemasakan (ripening). Pemasakan ini dapat dilakukan diatas penangas air (water bath) dimana wadah beserta endapan disimpan diatasnya selama 30 60 menit. Endapan selai (gelatin) seperti besi (III) hidroksida tidak dicerna (digest) karena endapan kecilnya

tidak begitu berbeda dengan endapan besarnya sehingga tidak terjadi peningkatan ukuran yang berarti. Untuk memperoleh endapan dengan partikel berukuran besar, pengendapan dilakukan dengan menambahkan perlahan-lahan larutan encer pengendap. Endapan kristalin biasanya dicernakan pada suhu yang dinaikan sebelum penyaringan yang bertujuan untuk makin meningkatkan ukuran partikel. Pada waktu proses pengendapan suatu endapan, dapat terjadi suatu zat yang biasanya dapat larut akan terbawa mengendap dan peristiwa ini disebut kopresipitasi. Sebagai contoh suatu larutan barium klorida yang mengandung sedikit ion nitrat dan kedalam larutan ini ditambah pengendap asamsulfat maka endapan bariumsulfat akan mengandung barium nitrat. Hal ini diistilahkan nitrat tersebut dikopresipitasi bersama sulfat. Kopresipitasi dapat terjadi karena terbentuknya kristal campuran atau oleh adsorpsi ion-ion selama proses pengendapan. Kristal campuran ini memasuki kisi kristal endapan, sedangkan ion-ion yang teradsorpsi ditarik kebawah bersama-sama endapan pada proses koagulasi.

Pengendap Pengendap yang digunakan umumnya zat anorganik walaupun pada beberapa penetapan digunakan zat organik sebagai pengendap. Pengendap anorganik biasanya berupa basa, asam atau garamnya. Basa yang sering dipakai adalah amonia (larutan gas amoniak dalam air), NaOH atau KOH. Endapan yang terbentuk berupa hidroksida yang akan berubah menjadi oksidanya bila bentuk pertama dipijarkan. Pemakaian pengendap selalu berlebihan untuk mendapatkan pengendapan sempurna tetapi dapat terjadi bahwa hidroksida yang mengendap mulamula akan larut dalam basa pengendap berlebih. Sebagai contoh, endapan Cu(OH)2 dapat larut dalam NH4OH sehingga yang terakhir ini tidak dapat digunakan sebagai

pengendap untuk memperoleh endapan Cu(OH)2. Pereaksi yang tepat adalah NaOH. Sebaliknya endapan Al(OH)3 akan larut dalam basa kuat, NaOH atau KOH. Endapan Zn(OH)2 akan larut dalam basa lemah (NH4OH) atau basa kuat (NaOH/KOH), jadi senyawaan seng harus diendapkan dengan suatu garam misalnya (NH4)2HPO4. Senyawaan barium dapat diendapkan dengan H2SO4 sehingga membentuk endapan BaSO4. Pengendapan BaSO4 dapat dilakukan dengan memakai Na2SO4 (garam) sebagai pengganti asam sulfat. Endapan perak klorida juga terbentuk bila pengendap NaCl ditambahkan kedalam suatu larutan garam perak. Secara umum endapan yang berbentuk hidroksida akan terurai bila dipijarkan pada suhu tinggi membentuk oksidanya yang kemudian ditimbang (bobot tetap). Endapan seperti BaSO4 relatif sukar terurai pada suhu tinggi tetapi akan tereduksi bila ada zat pereduksi seperti C atau H2. Pereduksi C diperoleh dalam kertas saring yang dipakai sebagai penyaring.

Vous aimerez peut-être aussi