Vous êtes sur la page 1sur 21

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Religi sesungguhnya tidak mudah diberikan definisi atau dilukiskan,

karena Religi mengambil beberapa bentuk yang bermacam-macam diantara sukusuku dan bangsa bangsa di dunia. Watak Religi adalah suatu subyek yang luas dan kompleks yang hanya dapat ditinjau dari pandangan yang bermacam-macam dan membingungkan. Akibatnya, terdapatlah keanekarReligi n teori tentang watak Religi seperti teori antropologi, sosiologi, psikologi, naturalis dan teori kealaman. Sebagai akibat dari keadaan tersebut, tak ada suatu definisi tentang Religi yang dapat diterima secara universal. Kesulitan memahami realitas Religi salah satunya direspon oleh The

Encyclopedia of Philosophy dengan memberikan daftar komponen-komponen Religi . Menurut Encyclopedia itu, Religi (characteristic features of religion) sebagai berikut : a. Kepercayaan kepada wujud supranatural (Tuhan). b. Pembedaan antara yang sakral (keramat, suci, kerohanian) dan yang profan (tidak berhubungan dengan Religi ). c. Tindakan ritual yang berpusat pada obyek sakral. d. Tuntunan moral yang diyakini ditetapkan oleh Tuhan. e. Perasaan yang khas Religi (takjub, misteri, harap, cemas, merasa mempunyai ciri-ciri khas

berdosa, memuja) yang cenderung muncul di tempat sakral atau diwaktu menjalankan ritual, dan kesemuanya itu dihubungkan dengan gagasan Ketuhanan. f. Sembahyang atau doa dan bentuk-bentuk komunikasi lainnya dengan Tuhan. g. Konsep hidup di dunia dan apa yang harus dilakukan dihubungkan dengan Tuhan.

h. Kelompok sosial seReligi , seiman atau seaspirasi.

B. Rumusan Masalah 1 2 3 4 Bagaimana Religi dalam Kehidupan Individu ? Apa Fungsi Religi dalam Kehidupan Masyarakat ? Bagaimana Religi dan Pembangunan ? Bagaimana Religi dan Spritualitas

C. Tujuan Adapun tujuan penulisan makalah tentang Religi dan Pengaruhnya Dalam Kehidupan ini adalah menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan Religi dan pengaruhnya dalam kehidupan mengetahuinya menjadi tahu. yang para pembaca belum pernah

BAB II PEMBAHASAN

A. Religi Dalam Kehidupan Individu Siapapun orangnya, rakyat biasa atau pembesar, dan apapun Religi nya pasti tidak terlepas dari yang namanya aturan. Tiap Religi menuntut kepada setiap penganutnya untuk selalu berada dalam aturan Religi yang dianutnya. itu, Religi memberikan batasan dan mengatur kehidupan penganutnya. Seseorang yang dalam kesehariannya tidak di batasi dengan adanya aturan, niscaya hidupnya bagaikan kapas yang tertiup angin. Dalam arti, hidup orang tersebut tidak mempunyai arahan yang jelas. Menurut Hafidz Abdurrahman dalam bukunya Islam Politik Dan Spiritual menyatakan bahwa manusia adalah hewan, sama dengan hewan yang lain. Jika hewan yang lain mempunyai kebutuhan jasmani dan naluri, maka manusia juga demikian. Bedanya manusia diberi akal, sedangkan hewan yang lain tidak. Mengenai bukti-bukti bahwa manusia mempunyai akal, sedangkan hewan yang lain tidak, nampak dari perbedaan yang terdapat pada kehidupan masingmasing hewan tersebut. Dalam ajaran Islam, Nabi Muhammad SAW diutus tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak. Sehingga jika kita ingin melihat lebih jauh implikasi dari akhlak yang baik adalah seseorang akan lebih mengetahui betapa pentingnya akan adanya aturan dalam Religi , yang sebenarnya adanya aturan dapat memberikan batasan mana yang harus dikerjakan dan yang harus ditinggalkan. Karenanya, ketika seorang Muslim yang ingin menikah lagi, yang memang menurut Islam sendiri itu di perbolehkan namun yang pasti dibalik itu semua tidak terlepas dari aturan yang adil. Menurut Dr Ahmad Satori, adil itu Karena

mempunyai tiga makna: adil materi, adil hati, adil jatah.

Namun, dari sudut pandang Religi

Kristen sebagaimana diungkapkan

Rachmat T. Manullang (Pengamat Sosial KeReligi an) hanya menganut paham Monogami, kalaupun dalam perjanjian lama ada Nabi-nabi yang melakukan Poligami itu bukan karena kehendak Allah (Baca: Alah) tetapi karena kekerasan hati manusia itu sendiri. Memang, selain menjadi identitas diri, Religi juga memberikan kepada setiap penganutnya ajaran-ajaran, baik yang berhubungan dengan Sang Pencipta ataupun sesama makhluk hidup. Sehingga apapun pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang baik yang berReligi Islam atau Non-Islam, itu semua tidak terlepas dari aturan Religi . Oleh sebab itu, ketika seseorang menyadari akan adanya aturan dalam kehidupan kesehariannya, ia pasti akan mengatur (mengkonsep) akan kegiatan sebelum melakukannya. Dan yang pasti hasil antara orang yang sebelumnya mengatur berbeda dengan sebelumnya tidak mengatur (mengkonsep). Disinilah peran penting Religi dalam memberikan aturan kepada para penganutnya, yang jelas-jelas dalam Islam sendiri ketika seseorang ingin bahagia dunia dan akhirat haruslah mengikuti aturan-aturan yang ada pada Al-Quran dan Al-Hadist. 1. Ketika Aturan Di Abaikan Dalam kehidupan sehari-hari tak jarang seseorang menyimpang dari aturan Religi . Dan ia hanya mengabiskan waktunya hanya dengan mengadakan kegiatan-kegiatan yang mungkin jauh dari nilai-nilai kebaikan. Dan mungkin juga selama ini seseorang ataupun diri kita sendiri, menganggap aturan adalah sesuatu yang dapat menghalangi keinginan kita dalam bertindak. Lihat saja ketika sepasang insan yang ingin melakukan hubungan suami istri yang sah, pastinya ia terikat dengan adanya tali perkawinan. Namun masalahnya adalah, bagaimana jika seseorang tidak ingin lagi mengikuti aturan Religi ? Dan jika kita ingin melihat sejarah raja-raja terdahulu yang mengabaikan akan adanya aturan Religi , seperti Firaun yang tidak mau menyembah

kepada Allah SWT. Dan justru ia malah menganggap dirinya sebagai Tuhan yang merasa paling kuat, paling berkuasa atau Qorun dimana ia juga menganggap harta yang dimilikinya adalah hasil dari usahanya sendiri yang katanya Tuhan tidak ikut campur. Tetapi akhirnya ia juga harus merasakan dahsyatnya azab dari Allah yang dalam meninggalnya jauh dari kewajaran. Mengenai masalah aturan, aturan juga sangat berpengaruh ketika seseorang berada dalam suatu organisasi. Dimana setiap ketua sampai kepada anggotanya dibutuhkan visi dan misi yang sama, sehingga organisasi yang di kelolanya mempunyai tujuan (arahan) yang jelas. Namun suatu organisasi bisa saja mengalami kegagalan, jika salah satu dari anggotanya tidak dapat menjalani aturan yang ada dengan baik. Hingga dapat dikatakan, betapa pentingnya aturan dalam kehidupan. Karenanya

disadari atau tidak, mau atau tidak memang setiap seseorang harus siap untuk diatur dalam Religi nya. Dan yakinlah Religi yang kita anut mengatur kepada penganutnya untuk kebaikan diri kita sebagai penganut Religi yang sejati. 2. Saling Menasehati Islam adalah Religi rahmatan lil alamin, dimana setiap penganutnya di tuntut untuk selalu menebarkan kasih sayang kepada seluruh makhluk hidup. Kalaupun ada para penganutnya yang melakukan kesalahan, mengabaikan akan adanya aturan itu, yang salah adalah orangnya sendiri bukan kesalahan dari Religi yang dianutnya. Dalam Islam ketika ada para penganutnya yang melakukan kesalahan, sepantasnya seseorang yang sudah mengetahui akan ilmunya segera untuk saling menasehati dalam kebenaran (lihat Qs Al-Ahsr :3). Begitu indahnya aturan Religi Islam yang mungkin secara tidak langsung ketika seseorang melakukan kebaikan, itu pasti ada nilai tambah disisi Allah SWT. Melihat persoalan sebelumnya yang mungkin sebagian orang menganggap akan adanya aturan justru itu membebani kepadanya, itu adalah sikap yang

sebenarnya harus di perbaiki. Dan karenanya, setiap muslim harus mampu mengatakan yang benar walaupun itu menyakitkan baginya. Akhirnya, ketika seseorang sudah mengabaikan aturan Religi yang ada, maka akan nampaklah kerusakan-kerusakan. Sebagaimana terungkap di media massa, banyak orang tak mau tunduk lagi pada aturan Religi . Jika aturan Religi tak lagi diindahkan, pasti akibatnya akan kembali kepada manusia sendiri.

B. Hakikat Religi Dalam Kehidupan Masyarakat Dalam kehidupan bermasyarakat, Religi memiliki fungsi yang vital, yakni sebagai salah satu sumber hukum atau dijadikan sebagai norma. Religi telah mengatur bagaimana gambaran kehidupan sosial yang ideal, yang sesuai dengan fitrah manusia. Religi juga telah meberikan contoh yang konkret mengenai kisahkisah kehidupan sosio-kultural manusia pada masa silam, yang dapat dijadikan contoh yang sangat baik bagi kehidupan bermasyarakat di masa sekarang. Kita dapat mengambil hikmah dari dalamnya. Meskipun tidak ada relevansinya dengan kehidupan masyarakat zaman sekarang sekalipun, setidaknya itu dapat dijadikan pelajaran yang berharga, misalnya agar tidak terjadi tragedi yang sama di masa yang akan datang. Seperti yang kita semua ketahui, sekarang banyak terdengar suara-suara miring mengenai Islam. Banyak orang kafir yang memanfaatkan situasi ini untuk memojokkan umat Islam di seluruh dunia dengan cara menyebarkan kebohongankebohongan. Menghembuskan fitnah yang deras ke dalam tubuh masyarakat Islam, sehingga membuat umat Islam itu sendiri merasa tidak yakin dengan keimanannya sendiri. Kasus terhangat baru-baru ini adalah mengenai pernikahan antara seorang kyai berusia 40 tahunan yang dikenal sebagai Syeh Puji yang menikahi gadis berusia 12 tahun! Dalam pandangan Islam, hal ini sah-sah saja. Karena, Rasulullah SAW sendiri menikahi Aisyah RA saat Aisyah masih berumur 9

tahun! Tetapi bagaimana pandangan masyarakat umum saat ini tentang kasus pernikahan unik ini? Banyak versi pendapat yang menghiasinya. Ada masyarakat umum yang memandang peristiwa ini sebagai peristiwa yang menghebohkan. Bagaimana ini bisa terjadi? Disinilah sebenarnya fungsi Religi sebagai sumber hukum yang utama dapat diterapkan. Kita boleh saja berbeda pandangan mengenai peristiwa ini. Tetapi sekali lagi, Religi lah yang harus kita jadikan rujukan. Dalam prakteknya fungsi Religi dalam masyarakat antara lain:2 1. Berfungsi edukatif Para penganut Religi berpendapat bahwa ajaran Religi yang mereka anut memberikan ajaran-ajaran yang harus dipatuhi. Ajaran Religi secara yuridis berfungsi menyuruh dan melarang. Kedua undur suruhan dan larangan ini mempunyai latar belakang mengarahkan bimbingan agar pribadi penganutnya menjadi baik dan terbiasa dengan yang baik menurut ajaran Religi masingmasing. 2. Berfungsi penyelamat Dimanapun manusia berada dia selalu menginginkan dirinya selamat. Keselamatan yang meliputi bidang yang luas adalah keselamatan yang diajarkan oleh Religi . Keselamatan yang diberikan oleh Religi kepada

penganutnya adalah keselamatan yang meliputi dua alam yaitu: dinia dan akhirat. 3. Berfungsi sebagai pendamaian Melalui Religi seseorang yang bersalah atau berdosa dapat mencapai kedamaian batin melalui tuntunan Religi . Rasa berdosa dan rasa bersalah akan segera menjadi hilang dari batinnya apabila seseorang pelanggar telah menebus dosanya melalui : tobat, pensucian ataupun penebusan dosa. 4. Berfungsi sebagai social control Para penganut Religi sesuai dengan ajaran Religi yang dipeluknya terikat batin kepada tuntunan ajaran tersebut, baik secara pribadi maupun secara

kelompok, ajaran Religi oleh penganutnya dianggap sebagai norma, sehingga dalam hal ini Religi dapat berfungsi sebagai pengawasan social secara

individu maupun kelompok, karena: Religi secara instansi, merupakan norma bagi pengikutnya. Religi secara dogmatis (ajaran) mempunyai fungsi kritis yang bersifat

profetis (kenabian) 5. Berfungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas Para penganut Religi yang sama secara psikologis akan merasa memiliki kesamaan dalam satu kesatuan: iman dan kepercayaan. Rasa kesatuan ini akanmembina solidaritas dalam kelompok maupun perorangan, bahkan kadang-kadang dapat membina rasa persaudaraan yang kokoh. Pada beberapa Religi rasa persaudaraan itu bahkan dapat mengalahkan rasa kebangsaan. 6. Berfungsi transformatif Ajaran Religi dapat merubah kehidupan kepribadian seseorang atau yang

kelompok menjadi kehidupan baru sesuai dengan ajaran Religi

dianutnya. Kehidupan baru yang diterimanya berdasarkan ajaran Religi yang dipeluknya itu kadangkala mampu mengubah kesetiaanya kepada adat atau norma kehidupan yang dianutnya sebelum itu. 7. Berfungsi jreatif Ajaran Religi mendorong dan mengajak para penganutnya untuk bekerja produktif bukan saja untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi juga untuk kepentingan orang lain. Penganut Religi bukan saja disuruh bekerja secara rutin dalam pola hidup yang sama, akan tetapi juga dituntut untuk melakukan inovasi dan penemuan baru. 8. Berfungsi sublimatif Ajaran Religi mengkuduskan segala usaha manusia, bukan saja yang bersifat Religi ukhrawi, melainkan juga yang bersifat duniawi. Segala usaha manusia selama tidak bertentangan dengan norma-norma Religi , bila dilakukan atas niat yang tulus, karena dan untuk Allah merupakan ibadah

C. Religi dan pembangunan Prof. Dr. Mukti Ali mengemukakan bahwa peranan Religi dalam pembangunan adalah: a. Sebagai etos pembangunan Maksudnya adalah bahwa Religi menjadi anutan seseorang atau

masyarakat jika diyakini atau dihayati mampu memberikan suatu tatanan nilai moral dalam sikap. Selanjutnya, nilai moral tersebut akan memberikan garis-garis pedoaman tingkah laku seseorang dalam bertindak, sesuai dengan ajaran Religi nya. Segala bentuk perbuatan yang dilarang Religi dijauhinya dan sebaliknya, selalu giat dalam menerapakn perintah Religi , baik dalam kehidupan pribadi maupun demi kepentingan orang banyak. Dari tingkah laku dan sikap yang demikian tercermin suatu pola tingkah laku yang etis. Penerapan Religi lebih menjurus keperbuatan yang bernilai akhlak mulia dan bukan untuk kepentingan lain. b. Sebagai motivasi Ajaran Religi yang sudah menjadi keyakinan mendalam akan mendorong seseorang atau kelompok untuk mengejar tingkat kehidupan yang lebih baik. Pengamalan ajaran Religi tercermin dari pribadi yang berpartisipasi dalam peningkatan mutu kehidupan tanpa mengharapkan imbalan yang berlebihan. Keyakinan akan balasan tuhan terhadap perbuatan baik telah mampu memberikan ganjaran batin yang akan mempengaruhi seseorang untuk beebuat tanpa imbalan material. Balasan dari Tuhan berupa pahala bagi kehidupan akhirat lebih didambakan oleh penganut Religi yang taat. Peranan-peranan positif ini telah telah mebuahkan hasil yang konkrit dalam pembangunan, baik berupa sarana maupun prasarana yang dibutuhkan. Melalui motiasi keagaaan seseorang terdorong untuk berkorban baik dalam bentuk materi maupun tenaga atau pikiran. Pengorbanan seperti ini merupakan asset yang potensial dalam pembangunan.

Para Religi wan tentu akan yakin, bahwa dengan Religi bangsa ini bisa dibangun hingga menjadi aman, damai, dan sejahtera. Anggapan tersebut secara formal telah mendapatkan pengakuan dari negara. Pancasila yamh selama ini dijadikan sebagai dasar negara, di mana Ketuhanan Yang Maha Esa diletakkan pada sila pertama sebenarnya menggambarkan tentang pentingnya faktor Religi itu. Namun kadang ada saja orang yang tidak berhasil melihat peran Religi secara jelas dalam kehidupan ini. Sehingga mereka membuat penilaian yang kurang tepat, misalnya dikatakan bahwa Religi bukan menjadi faktor penting untuk membangun kedamaian, melainkan justru sebaliknya. Religi dianggap sebagai faktor penyebab terjadinya disharmoni di tengah masyarakat. Penglihatan negatif seperti itu didasarkan pada kasus-kasus yang sebenarnya tidak seberapa jumlahnya. Misalnya terjadi konflik antar penganut Religi , pembangunan rumah ibadah yang mengalami hambatan, pengrusakan fasilitas kelompok Religi tertentu, dan sejenisnya. Kasus-kasus seperti itu memang ada, tetapi sebenarnya jumlahnya tidak terlalu banyak dan belum seberapa bila dibandingkan dengan fungsi-fungsi positif yang dilahirkan dari kegiatan keReligi an itu. Bisa dibayangkan, betapa banyak dan besar manfaat bagi masyarakat dari kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing Religi . Melalui tempat ibadah, seperti masjid, gereja, pura, klenteng, wihara dan lain-lain umat beraga mendapatkan bimbingan secara gratis oleh para pemukanya masing-masing. Selain itu, masyarakat berReligi memiliki reference person yang diperankan langsung oleh para pemuka Religi hingga menjadi anutan tentang kehidupan ideal yang seharusnya dijalankan. Lebih dari itu, Religi juga memberikan sumbangan pada kegiatan

pengembangan ilmu pengetahuan, penyelenggaraan pendidikan,

sosial, ekonomi, dan lain-lain. Pusat-pusat pengembangan ilmu, sekalipun masih terbatas jumlahnya, ternyata dilakukan dari motivasi keReligi an.

10

Selain itu,

betapa besar jumlah lembaga pendidikan yang dirintis dan

dikembangkan atas dorongan semangat Religi . Munculnya sekolah-sekolah Islam, kristen, katholik, hindu, budha dan lain-lain, di berbagai tempat adalah bukti konkrit betapa besar peran dan sumbangan Religi di negeri ini. Bahkan umpama saja, pemerintah tidak menyelenggarakan pendidikan maka, kebutuhan pendidikan akan bisa dicukupi oleh lembaga Religi masingmasing. Ummat Islam akan membuat sekolah, madrasah, pondok pesantren dan bahkan universitas-universitas di berbagai tempat. Demikian pula penganut Kristen dan Katholik akan membuat seminari-seminari, sekolah dan juga perguruan tinggi. Begitu pula Religi -Religi lain akan membuat lembaga pendidikan serupa. Hal serupa akan dilakukan dalam kegiatan sosial. Berbekalkan

semangat Religi maka di berbagai kota berdiri panti asuhan anak yatim, perawatan orang jompo, pembangunan klinik, rumah sakit, gerakan pengentasan kemiskinan dan lain-lain. Gerakan itu muncul atas inisiatif dan prakarsa para pemeluk Religi yang dilakukan sebagai bagian dari wujud ketaatannya terhadap Religi nya. Gerakan itu dirintis dan diselenggarakan tanpa menunggu bantuan dan pembiayaan dari pemerintah. Religi tidak cukup hanya dilihat sebagai gerakan ritual, melainkan juga memiliki kemampuan menggerakkan orang untuk melakukan kegiatan dalam wilayah yang amat luas. Memang seringkali terjadi konflik antar pemeluk Religi , baik yang berskala kecil hingga yang cukup besar. Akan tetapi sebenarnya fenomena tersebut adalah sebagai bagian dari proses-proses sosial yang selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat. Kompetisi, konflik dan benturan-benturan lainnya adalah hal wajar, tetapi itu semua sebenarnya dapat dimaknai sebagai sesuatu yang lazim dalam kehidupan sosial. Kalaupun toh terjadi, fenomena seperti itu, bilamana berhasil dikelola, justru memberikan sesuatu yang

11

bersifat positif, yaitu kelompok yang ada.

sebagai kekuatan untuk menggerakan kelompok-

Melalui gambaran tersebut, maka

bisa dilihat secara jelas peran

strategis berbagai Religi dalam membangun bangsa ini. Memang peran itu belum maksimal. Masih diperlukan proses yang panjang lagi. Semuanya masih dalam proses pendewasaan, pengayaan, dan gerakan menuju tingkat kualitas yang diinginkan oleh mereka masing-masing. Manakala keinginan itu telah tercapai, sehingga Religi benar-benar telah dihayati sebagai sumber inspirasi, jalan menuju kualitas hidup yang sebenarnya, pedoman etik dan tata cara melakukan komunikasi dengan Tuhan dan sesamanya, maka Religi akan menjadi kekuatan solutif terhadap problem bangsa ini. Bangsa ini ke depan akan menjadi berperadaban unggul oleh karena telah memiliki filsafat hidup yang kokoh yang bersumber dari Religi yang tumbuh dan berkembang di negeri ini. Persoalannya adalah, bagaimana masing-masing tokoh dan pemuka Religi meningkatkan kualitas keberReligi an para penganutnya, tanpa harus saling menyinggung dan apalagi mengganggu antar sesama. Religi mengajarkan kedamaian, budi luhur,

kesejahteraan, dan memberikan konsep tentang kebahagiaan, baik di dunia maupun di akherat. Oleh karena itu, sangat naif, tatkala ada sementara tokoh yang memberikan statemen atau penilaian, bahwa Religi tidak memberi sumbangan apa-apa pada upaya membangun kedamaian dan penyelesaian problem kehidupan ini. Wallahu alam.

D. Religi dan Spritualitas Sedangkan dalam aspek kepercayaan, masyarakat pada masa

perundagian(zaman logam) juga masih mempercayai akan adanya kekuatan roh nenek moyang,dan juga percaya akan adanya kekuatan animisme serta dinamisme. Animisme adalah suatu kepercayaan yang meyakini adanya suatu roh atau jiwa yanh melekat pada benda-benda, baik pada benda hidup maupun mati. Benda-

12

benda yang memiliki jiwa atau roh itu bisa berupa hewan, tumbuhan, batuan, gunung, sungai, dan sebagainya. Menurut kepercayaan purba, bahwa roh atau jiwa itu terdapat disekeliling manusia dan juga menjadi roh pelindung, baik dirumah, desa, ladang, hutan dan sebagainya. Orang-orang yang berhubungan dengan mereka, diajak berbicara dan bergaul, namun tidak semua roh itu baik, adapula yang jahat. Menurut kepercayaan mereka, roh yang baik dapat dijadikan sahabat sedangkan yang jahat harus diperangi atau dilawan. Adapun yang dimaksud dengan kepercayaan dinamisme adalah suatu keyakinan yang menyebutkan bahwa kadangkala pada benda-benda tertentu, baik benda hidup atau mati, atau bahkan juga pada benda-benda ciptaan manusia( seperti tombak dan keris) memiliki kekuatan gaib dan dianggap bersifat suci( keramat) , sehingga dapat dianggap dapat memancarkan pengaruh baik ataupun buruk kepada manusia dan dunia disekitarnya. Dengan demikian apabila orang bertemu dengan benda-benda tertentu yang memiliki pengaruh tersebut maka ia harus hati-hati , waspada dan sebagainya. Misalnya saja , di Jawa ada kepercayaan yang menyebutkan bahwa apabila orang bertemu atau lewat ditempat yang dianggap angker, misalnya kuburan kuno, pohon beringin besar, dan sebagainya maka harus hati-hati. Orang yang telah mengetahui Allah, mengalami kehadiran-Nya,

merasakancamput tangan-Nya dalam hidup, dan menerima wahyu-Nya, tidak dapat diam. Karena pengalaman pribadi berjumpa dengan Allah, orang yang mengalami perjumpaan dengan Allah terdorong dari dalam dirinya menceritakan perjumpaan itu kepada orang lain. Ia menyampaikan pada mereka pengalamannya akan Allah itu. Ia mewartakan pada orang lain apa hakikat Allah, apa pikiran dan kehendakNya bagi umat manusia dan dunia. Ia berusaha membantu mereka mendapatkan pengetahuan dan pengalaman tentang Allah seperti yang dialaminya agar hidup mereka bahagia seperti hidupnya. Religio pada intinya adalah pengenalan, hubungan, dan ikatan kembali dengan Allah dikonkretkan dalam Religi . Dengan kata lain, Religi adalah

13

pelembagaan religiositas oleh masyarakat penganutnya. Menurut Ensiklopedi Indonesia I (Ed. Hassan Shadily), istilah Religi berasal dari bahasa Sansekerta: a berarti berjalan tidak, gam berarti pergi atau berjalan dan a yang berarti bersifat atau keadaan. Jadi, Religi berarti sifat atau keadaan tidak pergi, tetap, lestari, kekal, tidak berubah. Maka, Religi adalah pegangan atau pedoman untuk mencapai hidup kekal. Inti dari sumber Religi adalah religiositas, yaitu perasaan dan kesadaran akan hubungan dan ikatan kembali manusia dengan Allah kerena manusia telah mengenal dan mengalami kembali Allah, dan percaya kepada-Nya. Dari penghayatan kesadaran akan hubungan dan ikatan dengan Allah itu, maka muncullah Religi dengan empat unsure utamanya yaitu dogma, doktrin, atau ajaran, ibadat atau kultus, moral atau etika dan lembaga atau organisasi. Dogma merumuskan hakikat Allah yang dikenal, dialami, dan dipercaya, serta kehendak-Nya untuk manusia dan dunia. Ibadat menetapkan bagaimana seharusnya hubungan manusia dengan Allah. Moral menggariskan pedoman perilaku yang menetapkan perilaku yang sesuai atau tidak sesuai dengan pengalaman dan kepercayaannya terhadap Allah dalam hidup. Lembaga mengatur hubungan antara penganut Religi satu sama lain, dan hubungan mereka dengan pimpinan Religi mereka dalam

rangka penghayatan religiositas secara bersama-sama. Karena Religi dilepaskan dari religiositas, maka dalam menjalani dan menghayati keempat unsure Religi itu orang berReligi tidak mengaitkan dengan Allah. Karena dilepaskan dari hakikat Allah dan kehendak-Nya bagi umat manusia dan dunia, dogma tentang Allah dan kehendak-Nya menjadi rumusan-rumusan tentang isiisi pokok Religi yang berdiri sendiri. Seringkali dogma Religi sebagaimana dirumuskan itu dianggap sudah paling sempurna, maka tidak bias dan tidak boleh diubah. Orang hanya harus menerima dan mempelajarinya. Bahkan, penafsirannya pun dibuat resmi dan dianggap baku. Menafsir dogma Religi secara lain dinilai sombong, berani, memberontak bahkan murtad dari Religi

14

.karena dogma Religi dianggap sudah sempurna, maka tidak mustahil bahwa dogma semacam itu mendorong para penganutnya terpeleset dalam kesombongan Religi . Ibadat lama-kelamaan menjadi magi dan tabu. Ibadat menjadi magi manakala rangkaian perbuatan yang dilakukan dan kata yang diucapkan serta berbagai benda yang digunakan, asal dilakukan dengan baik, dengan sendirinya akan mendatangkan keberuntungan dan membebaskan orang dari bahaya. Jadi tujuan ibadat bukan untuk memuja dan menyembah Allah serta mempererat hubungan dengan-Nya, tapi untuk mendapatkan keberuntungan

ataudihindarkan dari bahaya. Ibadat diperlakukan sebagai hal yang tabu. Ibadat mempunyai aturan dan tata tertib menurut pemikiran tabu harus dilakukan dengan cermat dan teliti. Karena diperlakukan sebagai magi dan tabu, ibadat sudah bukan lagi menjadi sarana untuk berhubungan dengan Allah, melainkan sebagai perbuatan kramat. Karena dilepaskan dari religiositas, moral Religi juga dilepaskan dari maksud dan kehendak Allah dan berdiri sendiri, lalu menjelma menjadi perintah dan larangan. Orang tidak melanggar perintah atau larangan Religi bukan karena takut menghina Allah dan merusak hubungam dengan-Nya, tetapi Karena takut hukuman. Berubahnya moral Religi menjadi peraturan mengakibatkan beberapa akibat. Pertama, dengan entengnya orang berReligi melanggar perintah Religi . Kedua, karena perintah Religi menjadi peraturan, orang dapat menjadi

munafik. Ketiga, seandainya dengan jujur melaksanakan perintah dan menaati larangan, orang yang melihat moral Religi hanya sebagai peraturan tidak amat terbantu dalam penghayatan Religi nya karena sikapnya menjadi sekedar sikap legalitas. Keempat, tuntutan moral Religi adalah berat. Karena tidak mampu memenuhi tuntutan moral Religi itu, orang mengakali pelaksanaannya. Dalam konteks religiositas, lembaga adalah sarana pengembangan dogma, ibadat, dan moral. Namun bila dilepaskan dari religiositas, lembaga dapat menjadi tujuan

15

tersendiri. Terkadang Religi dijadikan alat untuk memperkuat identitas, atau menunjukkan kelebihan Religi nya pada masyarakat agar mendapat pujian.

16

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Siapapun orangnya, rakyat biasa atau pembesar, dan apapun Religi nya pasti tidak terlepas dari yang namanya aturan. Tiap Religi menuntut kepada setiap penganutnya untuk selalu berada dalam aturan Religi yang dianutnya. Karena itu, Religi penganutnya. Seseorang yang dalam kesehariannya tidak di batasi dengan adanya aturan, niscaya hidupnya bagaikan kapas yang tertiup angin. Dalam arti, hidup orang tersebut tidak mempunyai arahan yang jelas. Menurut Hafidz Abdurrahman dalam bukunya Islam Politik Dan Spiritual menyatakan bahwa manusia adalah hewan, sama dengan hewan yang lain. Jika hewan yang lain mempunyai kebutuhan jasmani dan naluri, maka manusia juga demikian. Bedanya manusia diberi akal, sedangkan hewan yang lain tidak. memberikan batasan dan mengatur kehidupan

B. Saran Dalam makalah ini penulis sadari masih jauih dari kesempurnaan dan banyak kekurangannya baik dalam bahasa yang belum baku, isi materi yang dibahas maupun penyusunan kalimatnya. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

17

DAFTAR PUSTAKA Djalaluddin, Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Religi , Kalam Mulia: Jakarta, 1998. cet. Ke-4 Jalaluddin, Psikologi Religi , PT RajaGrafindo Persada: Jakarta, 2004. cet. Ke-8 Mubarrak, Zakky, 2008. MPKT Buku Ajar II: Manusia, Akhlak, Budi Pekerti dan Masyarakat. Depok: Penerbit FEUI Kaelany, DR, 2009. Islam Religi Universal. Jakarta: Midada Rahma Press http://peziarah.wordpress.com/2007/02/05/sikap-keReligi an/

18

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang Aspek Religi Pengaruhnya Dalam Masyarakat Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.

Penulis

19

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... KATA PENGANTAR ..................................................................................... DAFATR ISI .................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ..................................................................................... B. Rumusan masalah................................................................................. C. Tujuan ................................................................................................. 1 2 2 i ii

BAB II PEMBAHASAN A. Religi Dalam Kehidupan Individu ................................................ B. Hakikat Religi Dalam Kehidupan Masyarakat ............................ C. Religi dan pembangunan .............................................................. D. Aspek Religi Dalam Kehidupan Masyarakat .............................. 3 6 9 12

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan .......................................................................................... B. Kritik dan Saran .................................................................................. 18 18

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

iii

ii

20

21

Vous aimerez peut-être aussi