Vous êtes sur la page 1sur 6

1.

Definisi Appendicitis adalah suatu peradangan pada appendiks, yang merupakan saluran tersembunyi yang memanjang dari bagian depan sekum (Lewis, 2000, hal 1150). Appendicitis adalah inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomen (Brunner and Suddarth, 2002, hal 1997). Appendicitis adalah peradangan pada appendiks vermiformis yang letaknya dekat katup sfingter diantara ileum (usus halus) dan sekum (usus besar). (Barbara, hal 1091).

2. Klasifikasi Appendicitis dibagi atas 2 yaitu: a. Appendicitis akut 1) Appendicitis akut focalis atau segmentalis Biasanya hanya bagian distal yang meradang, tetapi seluruh anggota appendiks 1/3 distal berisi nanah. Untuk diagnosis yang penting ialah ditemukannya nanah dalam lumen bagian itu. Kalau radangnya menjalar maka dapat terjadi appendiks purulenta. 2) Appendicitis akut purulenta (suppurativa) diffusa Disertai pembentukan nanah yang berlebihan. Jika radangnya lebih mengeras, dapat terjadi nekrosis dan pembusukan disebut appendicitis gangrenosa atau pheegmonosa. Pada appendicitis gangrenosa dapat terjadi perforasi akibat nekrosis ke dalam rongga perut dengan akibat peritonitis. b. Appendicitis kronik 1) Appendicitis kronik focalis Secara mikroskopi tampak fibrosis setempat yang melingkar sehingga dapat menyebabkan stenosis. 2) Appendicitis kronik obliterativa Terjadi fibrosis yang luas sepanjang appendik pada jaringan submukosa dan subserosa, hingga terjadi obliterasi (hilangnya lumen), terutama di bagian distal dengan menghilangnya selaput lendir pada bagian itu.

3. Anatomi Fisiologi Appendiks merupakan organ berbentuk tabung yang buntu, panjangnya kira-kira 10 cm (beranjak 3-15 cm) atau berukuran sekitar jari kelingking dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Tonjolan appendiks pada neonatus berbentuk kerucut yang menonjol dari apeks sekum sepanjang 4,5 cm. Pada masa kanak-kanak, batas appendiks dari sekum semakin jelas dan bergeser ke arah dorsal kiri. Pada orang dewasa panjang appendiks rata-rata 9-10 cm, terletak posteriomedial sekum kira-kira 3 cm inferior dari valvula ileosekalis. Posisi appendiks bisa retrosekal, retroileal, subileal atau di pelvis, memberikan gambaran klinis yang tidak sama. Pada posisi normalnya appendiks terletak pada dinding abdomen, di bawah titik Mc. Burney, dicari dengan menarik garis dari spina iliaka superior kanan ke umbilikalis, titik tengah garis itu merupakan pangkal appendiks.

Fungsi appendiks tidak diketahui, kadang-kadang appendik disebut tonsil abdomen karena ditemukan banyak jaringan limfoid sejak intra uterin akhir kehamilan dan mencapai puncaknya pada kira-kira umur 15 tahun, yang kemudian mengalami atrofi serta praktis menghilang pada usia 60 tahun. Dengan berkurangnya jaringan limfoid, terjadi fibrosis dan pada kebanyakan kasus timbul konstriksi lumen atau obliterasi. Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir ini secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Diperkirakan appendiks mempunyai peranan dalam mekanisme imunologik, yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk appendiks ialah Ig A Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Appendiks mengeluarkan cairan yang bersifat basa mengandung amilase, erepsin, dan musin.

4. Etiologi Penyebab utamanya adalah obstruksi atau penyumbatan yang disebabkan oleh: Fekalit (massa faeses yang padat) akibat konsumsi makanan rendah serat. Cacing/parasit Infeksi virus: E. coli, streptococcus

Sebab lain: misal: tumor, batu Striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya Hiperplasia limfoid.

5. Patofisiologi Appendicitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks oleh fekalit, benda asing, tumor, infeksi virus, hiperplasia limfoid dan striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya. Appendik mengeluarkan cairan yang berupa sekret mukus, akibat obstruksi/penyumbatan lumen tersebut menyebabkan mukus akan terhambat. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga mengakibatkan pelebaran appendiks, resistensi selaput lendir berkurang sehingga mengakibatkan mudah infeksi dan dari penyumbatan ini lama kelamaan akan menyebabkan terjadinya peradangan pada appendik dengan tanda dan gejala nyeri pada titik Mc. Burney, spasme otot, mual, muntah dan menyebabkan nafsu makan menurun, hipertermi dan leukositosis. Bila sekresi mukus terus berlanjut, akan menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal, tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi appendicitis akut focalis yang ditandai oleh nyeri epigastrik. Hal ini juga bila berlangsung terus akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding. Peningkatan tekanan intraluminal akan mengakibatkan oklusi end arteri appendikularis sehingga aliran darah tidak dapat mencapai appendik menjadi hipoksia lama kelamaan menjadi iskemia akibat trombosis vena intramural, lama kelamaan menjadi nekrosis yang akhirnya menjadi gangren dimana mukosa edema dan terlepas sehingga berbentuk tukak. Dinding appendik ini akan menipis, rapuh dan pecah akan terjadi appendicitis perforasi. Bila semua proses di atas hingga timbul masa lokal yang disebut infiltrat appendikularis. Peradangan appendiks tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang menurun memudahkan terjadinya perforasi. Seringkali perforasi ini terjadi dalam 24-36 jam. Bila proses ini berjalan lambat organ-organ di sekitar ileum terminalis, sekum dan omentum akan membentuk dinding mengitari appendiks sehingga berbentuk abses yang terlokalisasi.

6. Tanda dan Gejala a. Tahap awal

1) Nyeri abdomen (nyeri epigastrik ataupun pada daerah umbilikus) hal ini terjadi hilang timbul. 2) Mual dan muntah 3) Demam b. Tahap pertengahan 1) Rasa sakit menjalar dari daerah epigastrik ke arah titik Mc. Burney.

2) Anoreksia 3) Kelesuan, badan terasa lemah 4) Terkadang kekakuan otot 5) Suhu subfebris c. Tahap akut yang disertai perforasi.

1) Terjadi peningkatan rasa sakit di daerah titik Mc. Burney. 2) Muntah 3) Peningkatan temperatur suhu hingga > 38,5oC 4) Kekakuan abdomen 5) Tungkai kanan tidak dapat diluruskan 6) Leukositosis 7) Takikardia.

7. Test Diagnostik a. Hematologi: leukositosis di atas 10.000 /ul, peningkatan neutrofil sampai 75%. b. CT scan abdomen: dapat menunjukkan terjadinya abses appendikal atau appendicitis akut. c. Foto abdomen: gambaran fekalit, jika perforasi terjadi, gambaran udara, bebas dapat dilihat dari hasil foto. d. USG: ditemukan gambaran appendicitis. e. Urinalisis: normal, tetap leukosit dan eritrosit mungkin ada dalam jumlah sedikit.

8. Komplikasi a. Perforasi Perforasi jarang timbul dalam 12 jam pertama tetapi meningkat sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui pre operatif dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,5oC tampak toksik, nyeri tekan di seluruh perut dan leukositosis akibat perforasi dan pembentukan abses. b. Peritonitis Merupakan peradangan peritoneum yang berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen misalnya appendicitis. Organisme yang sering menginfeksi adalah organisme yang hidup di dalam kolon yaitu pada kasus ruptura appendiks. Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa, kantong-kantong nanah (abses) terbentuk diantara perlekatan fibrinosa yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. c. Obstruksi usus Dapat didefinisikan sebagai gangguan aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat akut atau kronik, parsial atau total. Obstruksi usus kronik biasanya mengenai kolon sebagai akibat dari karsinoma. Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup.

9. Terapi dan Pengelolaan Medik a. Pre-operasi Bedrest: untuk observasi dalam 8-12 jam setelah keluhan. Puasa: cairan parenteral jika pembedahan langsung dilakukan Therapi farmakologik: narkotik dihindari karena dapat menghilangkan tanda dan gejala. Antibiotik: untuk menanggulangi infeksi. Transqualizer: untuk sedasi. NGT: untuk mengeluarkan cairan lambung jika diperlukan. Catatan: enema dan laxantia tidak boleh diberikan karena dapat meningkatkan peristaltik usus dan menyebabkan perforasi. Pembedahan: Appendictomie: secepatnya dilakukan bila didiagnosanya tepat dan tentunya cara dan reaksi sistemik harus diperhatikan. b. Post-operasi Observasi TTV terjadinya perdarahan, syok, hipertermia atau gangguan pernafasan. Pasien dipuasakan sampai fungsi usus kembali normal. Kemudian berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya diberikan makanan saring dan hari berikutnya lunak. Aktivitas: satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar. Antibiotik dan analgesik setelah post op diberikan. Jahitan diangkat hari ke tujuh.

Vous aimerez peut-être aussi