Vous êtes sur la page 1sur 3

http://id.wikipedia.

org/wiki/Hujan_asam Metode Pencegahan


Di Amerika Serikat, banyak pembangkit tenaga listrik tenaga batu bara menggunakan Flue gas desulfurization (FGD) untuk menghilangkan gas yang mengandung belerang dari cerobong mereka. Sebagai contoh FGD adalah wet scrubber yang umum digunakan di Amerika Serikat dan negara-negara lainnya. Wet scrubber pada dasarnya adalah tower yang dilengkapi dengan kipas yang mengambil gas asap dari cerobong ke tower tersebut. Kapur atau batu kapur dalam bentuk bubur juga diinjeksikan ke dalam tower sehingga bercampur dengan gas cerobong serta bereaksi dengan sulfur dioksida yang ada, Kalsium karbonat dalam batu kapur menghasilkan kalsium sulfat ber pH netral yang secara fisik dapat dikeluarkan dari scrubber. Oleh karena itu, scrubber mengubah polusi menjadi sulfat industri. Di beberapa area, sulfat tersebut dijual ke pabrik kimia sebagai gipsum bila kadar kalsium sulfatnya tinggi. Di tempat lain, sulfat tersebut ditempatkan di land-fill.
http://madzhaluna.blogspot.com/2009/12/reviewreviewreview-penyebab-dampak-dan.html Upaya Pengendalian Deposisi Asam Usaha untuk mengendalikan deposisi asam ialah menggunakan bahan bakar yang mengandung sedikit zat pencemae, menghindari terbentuknya zat pencemar saar terjadinya pembakaran, menangkap zat pencemar dari gas buangan dan penghematan energi. a. Bahan Bakar Dengan kandungan Belerang Rendah Kandungan belerang dalam bahan bakar bervariasi. Masalahnya ialah sampai saat ini Indonesia sangat tergantung dengan minyak bumi dan batubara, sedangkan minyak bumi merupakan sumber bahan bakar dengan kandungan belerang yang tinggi. Penggunaan gas asalm akan mengurangi emisi zat pembentuk asam, akan tetapi kebocoran gas ini dapat menambah emisi metan. Usaha lain yaitu dengan menggunakan bahan bakar non-belerang misalnya metanol, etanol dan hidrogen. Akan tetapi penggantian jenis bahan bakar ini haruslah dilakukan dengan hati-hati, jika tidak akan menimbulkan masalah yang lain. Misalnya pembakaran metanol menghasilkan dua sampai lima kali formaldehide daripada pembakaran bensin. Zat ini mempunyai sifat karsinogenik (pemicu kanker). b. Mengurangi kandungan Belerang sebelum Pembakaran Kadar belarang dalam bahan bakar dapat dikurangi dengan menggunakan teknologi tertentu. Dalam proses produksi, misalnya batubara, batubara diasanya dicuci untukk membersihkan batubara dari pasir, tanah dan kotoran lain, serta mengurangi kadar belerang yang berupa pirit (belerang dalam bentuk besi sulfida( sampai 50-90% (Soemarwoto, 1992). c. pengendalian Pencemaran Selama Pembakaran Beberapa teknologi untuk mengurangi emisi SO2 dan Nox pada waktu pembakaran telah dikembangkan. Slah satu teknologi ialah lime injection in multiple burners (LIMB). Dengan teknologi ini, emisi SO2 dapat dikurangi sampai 80% dan NOx 50%. Caranya dengan menginjeksikan kapur dalam dapur pembakaran dan suhu pembakaran diturunkan dengan alat pembakar khusus. Kapur akan bereaksi dengan belerang dan membentuk gipsum

(kalsium sulfat dihidrat). Penuruna suhu mengakibatkan penurunan pembentukan Nox baik dari nitrogen yang ada dalam bahan bakar maupun dari nitrogen udara. Pemisahan polutan dapat dilakukan menggunakan penyerap batu kapur atau Ca(OH)2. Gas buang dari cerobong dimasukkan ke dalam fasilitas FGD. Ke dalam alat ini kemudian disemprotkan udara sehingga SO2 dalam gas buang teroksidasi oleh oksigen menjadi SO3. Gas buang selanjutnya "didinginkan" dengan air, sehingga SO3 bereaksi dengan air (H2O) membentuk asam sulfat (H2SO4). Asam sulfat selanjutnya direaksikan dengan Ca(OH)2 sehingga diperoleh hasil pemisahan berupa gipsum (gypsum). Gas buang yang keluar dari sistem FGD sudah terbebas dari oksida sulfur. Hasil samping proses FGD disebut gipsum sintetis karena memiliki senyawa kimia yang sama dengan gipsum alam. d. Pengendalian Setelah Pembakaran Zat pencemar juga dapat dikurangi dengan gas ilmiah hasil pembakaran. Teknologi yang sudah banyak dipakai ialah fle gas desulfurization (FGD) (Akhadi, 2000. Prinsip teknologi ini ialah untuk mengikat SO2 di dalam gas limbah di cerobong asap dengan absorben, yang disebut scubbing (Sudrajad, 2006). Dengan cara ini 70-95% SO2 yang terbentuk dapat diikat. Kerugian dari cara ini ialah terbentuknya limbah. Akan tetapi limbah itu dapat pula diubah menjadi gipsum yang dapat digunakan dalam berbagai industri. Cara lain ialah dengan menggunakan amonia sebagai zat pengikatnya sehingga limbah yang dihasilkan dapat dipergunakan sebagi pupuk. Selain dapat mengurangi sumber polutan penyebab hujan asam, gipsum yang dihasilkan melalui proses FGD ternyata juga memiliki nilai ekonomi karena dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, misal untuk bahan bangunan. Sebagai bahan bangunan, gipsum tampil dalam bentuk papan gipsum (gypsum boards) yang umumnya dipakai sebagai plafon atau langit-langit rumah (ceiling boards), dinding penyekat atau pemisah ruangan (partition boards) dan pelapis dinding (wall boards). Amerika Serikat merupakan negara perintis dalam memproduksi gipsum sintetis ini. Pabrik wallboard dari gipsum sintetis yang pertama di AS didirikan oleh Standard Gypsum LLC mulai November tahun 1997 lalu. Lokasi pabriknya berdekatan dengan stasiun pembangkit listrik Tennessee Valley Authority (TVA) di Cumberland yang berkapasitas 2600 megawatt. Produksi gipsum sintetis merupakan suatu terobosan yang mampu mengubah bahan buangan yang mencemari lingkungan menjadi suatu produk baru yang bernilai ekonomi. Sebagai bahan wallboard, gipsum sintetis yang diproduksi secara benar ternyata memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan gipsum yang diperoleh dari penambangan. Gipsum hasil proses FGD ini memiliki ukuran butiran yang seragam. Mengingat dampak positifnya cukup besar, tidak mustahil suatu saat nanti, setiap PLTU batu bara akan dilengkapi dengan pabrik gipsum sintetis. d. Mengaplikasikan prinsip 3R (Reuse, Recycle, Reduce) Hendaknya prinsip ini dijadikan landasan saat memproduksi suatu barang, dimana produk itu harus dapat digunakan kembali atau dapat didaur ulang sehingga jumlah sampah atau limbah yang dihasilkan dapat dikurangi. Teknologi yang digunakan juga harus diperhatikan, teknologi yang berpotensi mengeluarkan emisi hendaknya diganti dengan teknologi yang lebih baik dan bersifat ramah lingkungan. Hal ini juga berkaitan dengan perubahan gaya hidup, kita sering kali berlomba membeli kendaraan pribadi, padahal transportasilah yang merupakan penyebab tertinggi pencemaran udara. Oleh karena itu kita harus memenuhi kadar baku mutu emisi, baik di industri maupun transportasi.

http://ferylife.blogspot.com/2013/01/cara-mengurangi-terjadinya-hujan-asam.html Hujan asam adalah hujan dengan derajat keasaman (pH) di bawah pH normal hujan sebesar 5,6. Hujan asam terbentuk jika gas-gas oksida dalam sulfur dan nitrogen larut dalam hujan. Sumber utama gas sulfur dan nitrogen adalah pembakaran batubara, peleburan biji sulfida dan pembakaran bahan bakar. Batubara dan bahan bakar fosil masih menjadi sumber energi utama bagi masyarakat dunia sehingga sulit untuk mencegah terjadinya hujan asam. Namun kita dapat mengurangi kemungkinan terjadinya hujan asam dengan: 1. Penurunan emisi gas Sulfur dan Nitrogen dengan menggunakan pengubah katalitik(perubah gas bahaya menjadi gas tidak berbahaya) dalam sistem pembuangan pada knalpot. 2. Pembakaran bahan bakar fosil yang lebih bersih dimana kandungan sulfur berkurang seperti gas. 3. Pengubahan gas sulfur menjadi substansi yang berguna, misalnya asam sulfurat. 4. Pengeluaran gas sulfur secara kimia dari gas buangan dengan mengumpulkan basa(misal kalsium hidroksida) untuk menetralkan gas asam. 5. Pemisahan sulfur dari batubara dengan metode filtrasi minyak.

Vous aimerez peut-être aussi