Vous êtes sur la page 1sur 10

J. Agronomika (2012) Vol 1 No.

3, 126-135

ISSN 2088-8066

PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT PADA PEMBERIAN PUPUK ORGANIK DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA XIV UNIT I BURAU KABUPATEN LUWU TIMUR SULAWESI SELATAN Growth of Oil Palm Seedlings on granting Organic Fertilizer in PT Nusantara Plantation XIV Unit I Burau, East Luwu South Sulawesi Laode Asrul1, Kahar Mustari1 dan Fadhillah Ahmad2

Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Makassar 2 Alumni Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Makassar Email : otheasrul@yahoo.com

Abstract
This study aims to determine the effect of organic NPK fertilizer at seeding early (Pre-Nursery) palm oil. The results of this study is expected to be a source of information about the influence of organic NPK fertilizer gave the best results on the growth of oil palm seedlings and can be a comparison of materials for further research. The study was conducted in October until December 2011 on the oil palm plantation in PT Nusantara Plantation XIV Unit I Burau Lagego Village, Burau, East Luwu, South Sulawesi Province. The research was conducted in a randomized block design. The treatment given was an organic NPK fertilizer derived from empty fruit bunches and palm oil mill effluents results consisting of 0 -1 -1 -1 -1 -1 g.plant dose, 20 g.plant , 40 g.Plant , 60 g.plant , 80 g.plant and 100 1 g.plant- . Each treatment was repeated three times with three replicates per treatment plant unit, so used 54 seed germination of oil palm plantations. The results showed that the treatment of organic NPK fertilizer up to a very real tangible effect on seedling height increment and root length, but not significantly affect the increase in leaf, seed weight and stem diameter. Organic NPK fertilizer application treatment that gives the highest value at high accretion and seedlings root length contained in the application of organic fertilizer NPK dose 0 g, the increase in the number of leaves at a dose of 100 g, the weight of the seeds with a dose of 80 g and the diameter of the rod with a dose of 20 g. Organic NPK fertilizer treatments have a significant influence on the growth and seedling development. Keywords : Oil Palm, Seedlings, Organic NPK fertilizer, dose.

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pupuk NPK organik di pembibitan awal Kelapa sawit (Pre-Nursery). Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi tentang pengaruh pupuk NPK organik memberikan hasil terbaik terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit dan dapat menjadi bahan perbandingan untuk penelitian lebih lanjut. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober sampai Desember 2011 pada perkebunan kelapa sawit di PT Perkebunan Nusantara XIV Unit I Burau Desa Lagego Burau, Luwu Timur, Propinsi Sulawesi Selatan. Penelitian dilakukan dalam rancangan acak kelompok. Perlakuan yang diberikan adalah pupuk NPK organik yang berasal dari tandan buah kosong dan limbah pabrik kelapa sawit hasil yang terdiri dari dosis 0 -1 -1 -1 -1 -1 g.tanaman , 20 g.tanaman , 40 g.Tanaman , 60 g.Tanaman , 80 g.tanaman -1 dan 100 g.tanaman . Tiap perlakuan diulang tiga kali dengan tiga ulangan per unit instalasi pengolahan, maka digunakan 54 perkecambahan benih dari perkebunan kelapa sawit. Hasil penelitian ___________________________________ menunjukkan bahwa perlakuan pupuk Diterima Tanggal 2 Februari 2012 NPK organik memberikan efek yang Disetujui Tanggal 21 Maret 2012 sangat nyata pada tinggi bibit dan panjang

akar, tetapi tidak signifikan mempengaruhi Jumlah daun, berat biji dan diameter batang. Perlakuan apliaksi Pupuk Organik NPK yang memberikan nilai tertinggi pada pertambahan tinggi bibit dan panjang akar diperoleh pada aplikasi dosis pupuk organik NPK 0 g, peningkatan jumlah daun pada dosis 100 g, berat benih dengan dosis 80 g dan diameter batang dengan dosis 20 g. Pemberian Pupuk Organik NPK memberi pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan dan perkembangan bibit. Kata kunci : Kelapa sawit, Pembibitan, Pupuk Organik NPK, dosis. PENDAHULUAN Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman penghasil minyak nabati yang paling efisien di antara beberapa tanaman sumber minyak nabati yang memiliki nilai ekonomi tinggi lainnya, seperti kedelai, zaitun, kelapa, dan bunga matahari. Kelapa sawit dapat menghasilkan minyak sebanyak 6-8 ton.Ha-1 dengan rendemen mencapai 21%. Sedangkan tanaman sumber minyak nabati lainnya hanya menghasilkan kurang dari 2,5 ton.Ha-1 (Sunarko, 2009). Pengembangan kelapa sawit di Provinsi Sulawesi Selatan khususnya Kabupaten Luwu Timur mengalami fluktuasi yang sangat pesat. Pada tahun 2006 produksi tanaman kelapa sawit menjadi 5.370 ton kemudian meningkat menjadi 16.019 ton pada tahun 2008 dan mengalami penurunan pada tahun 2009 menjadi 9.368 ton dengan luas lahan yang sudah digunakan adalah 4.548 Ha. Pada tahun 2010, perkebunan besar di Kabupaten Luwu Timur adalah perkebunan kelapa sawit, dengan total produksi sebesar 68.567,66 ton dengan luas tanam sebesar 6.452 Ha. Kecamatan yang paling besar memberikan kontribusi produksi tanaman ini adalah kecamatan Burau sebanyak 20.964 ton dengan luas tanam sebesar 1.747 Ha (BPS, 2009). Penyediaan bibit kelapa sawit untuk memenuhi kebutuhan tersebut diatas tentu tidak terlepas dari kegiatan pengadaan benih, penyemaian dan pembibitan di lapangan. Menurut Solahuddin (2004) bahwa keberhasilan pertumbuhan tanaman kelapa sawit di lapangan sangat ditentukan oleh kondisi bibit yang ditanam. Bibit yang pertumbuhannya baik di pembibitan akan memberikan tanaman yang pertumbuhannya baik pula di lapangan. Tujuan utama dari pembibitan adalah mempersiapkan bibit yang berkualitas dalam jumlah yang cukup dengan kriteria sehat, kuat dan kokoh. Hal tersebut menjadi faktor penentu bagi keberhasilan tumbuh tanaman kelapa sawit di lapangan sehingga mendapatkan produksi yang memuaskan. Menurut Setyamidjaja (2006) bahwa tujuan dari pembibitan adalah untuk mendapatkan bibit yang tumbuh seragam dan bebas dari bibit abnormal sehingga didapatkan bibit yang baik. Keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari diadakannya pembibitan kelapa sawit adalah jangka waktu antara pertumbuhan kecambah sampai tahap tanaman menghasilkan lebih singkat, bahan tanaman dalam jumlah besar berada dalam areal yang ukurannya kecil sehingga pemeliharaan dapat dilaksanakan dengan efisien, dan lingkungan tumbuh di pembibitan mendorong pertumbuhan yang lebih baik dan merata (Mangoensoekarjo, 2005). Produksi yang meningkat dan berkualitas diperoleh bukan hanya dengan memperhatikan benih unggul dalam pembibitan. Akan tetapi, perawatan tanaman kelapa sawit juga perlu diperhatikan. Salah satu perawatan kelapa sawit adalah dalam hal pemupukan yang menjadi faktor penentu produksi tanaman kelapa sawit. Pemupukan bertujuan untuk menambah ketersediaan unsur hara dalam tanah agar tanaman dapat menyerapnya sesuai dengan kebutuhan. Pupuk dikelompokkan menjadi dua yaitu pupuk organik (alami) dan pupuk anorganik (buatan). Pada pupuk organik, pemberian bahan organik pada tanah bertujuan untuk meningkatkan kandungan asam humid yang terbentuk dari hasil pelapukan bahan organik tersebut. Bahan organik merupakan bahan penting dalam menciptakan kesuburan tanah baik secara fisik, kimia maupun dari segi biologi tanah, setengah dari kapasitas tukar kation berasal dari bahan organik. Selain itu, bahan organik adalah sumber energi dari sebagian besar organisme tanah. Bahan organik umumnya ditemukan di permukaan tanah. Jumlahnya tidak besar hanya berkisar 35% tetapi
127

L.Asrul, K.Mustari, dan F.Ahmad

pengaruhnya terhadap sifat sifat tanah sangat besar sekali. Tanah yang baik dan produktif membutuhkan kandungan bahan C-organik >2%. Selama kondisi lahan produksi belum diperbaiki maka untuk mempertahankan produktivitas dibutuhkan asupan pupuk yang meningkat. Disamping sebagai sumber nutrien, fungsi bahan organik juga berperan sebagai pembenah tanah (Hakim, 1986). Salah satu sumber bahan organik berasal dari tandan kosong kelapa sawit yang diubah menjadi pupuk kompos merupakan sumber fosfor (P), kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan karbon (C), yang berguna bagi perbaikan struktur organik pada lapisan tanah terutama pada kondisi tropis. Tandan kosong kelapa sawit memiliki struktur berpori dengan kandungan bahan kering 40-60% dan perbandingan C/N 70-100%. Oleh karena itu, kandungan garam mineralnya rendah kecuali kalium karbonat, maka tandan kosong sulit menjadi pupuk kompos monosubstrat tanpa perlakuan khusus. Dosis pupuk NPK organik dari tandan kosong dan hasil limbah pabrik minyak kelapa sawit untuk bibitan kelapa -1 sawit menggunakan 50-75 g.tanaman . Pemupukan dilakukan sebulan sekali sampai bibit berumur 3 bulan. Menurut Sastrosayono (2005) bahwa setelah bibit berumur lebih dari 4 bulan, pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk majemuk dengan dosis yang sama yaitu -1 0,5 g.liter untuk masing-masing N, P, dan K yang dilakukan dua minggu sekali sampai bibit berumur 6 bulan. Setelah bibit berumur 6 bulan, pemberian pupuk majemuk dilakukan 2 bulan sekali dengan -1 dosis 0,5 g.liter . Untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman kelapa sawit diperlukan pengelolaan hara yang tepat melalui pemberian pupuk organik. Pupuk NPK organik yang berasal dari tandan kosong kelapa sawit dan hasil limbah pabrik kelapa sawit dimanfaatkan agar dapat bernilai ekonomis dan ramah terhadap lingkungan. Tujuan penelitian untuk mengetahui dosis pupuk NPK organik yang memberikan hasil terbaik terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit.. METODE Penelitian ini dilaksanakan di areal pembibitan milik PT. Perkebunan Nusantara XIV Unit I Burau di Desa

Lagego, Kecamatan Burau, Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian ini berlangsung dari Oktober sampai Desember 2011. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah biji kecambah tanaman kelapa sawit varietas Costarica, pupuk NPK organik, polybag, tanah, bambu, daun kelapa dan air. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sekop, papan demplot, selang air, meteran / mistar, timbangan, kamera dan alat tulis menulis. Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk Rancangan Acak Kelompok. Perlakuan yang diberikan pada penelitian ini adalah perlakuan dosis pupuk NPK organik yang berasal dari tandan kosong dan hasil limbah pabrik kelapa sawit. Perlakuan dosis pupuk NPK organik terdiri dari dosis 0 g.tanaman-1 (d0), 20 g.tanaman-1 (d1), 40 g.tanaman-1 (d2), 60 g.tanaman-1 (d3), 80 g.tanaman-1 (d4) dan 100 g.tanaman-1 (d5). Masing-masing perlakuan kemudian diulang sebanyak tiga kali ulangan dengan tiga unit tanaman tiap perlakuan, sehingga digunakan 54 biji kecambah tanaman kelapa sawit. HASIL DAN PEMBASAN Pertambahan Tinggi Bibit Tinggi bibit kelapa sawit dan sidik ragamnya menunjukkan bahwa pupuk NPK organik berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi bibit. Hasil uji BNJ pada Tabel 1 menunjukkan bahwa bibit kelapa sawit yang diberi perlakuan pupuk NPK organik 100 g memperlihatkan petambahan tinggi bibit terendah (8,99 cm) dan berbeda nyata dengan perlakuan pupuk NPK organik 80 g. Sedangkan pertambahan bibit kelapa sawit yang paling tinggi (16,33 cm) terdapat pada perlakuan tanpa pemberian pupuk NPK organik. Hasil analisis polynomial ortogonal menunjukkan bahwa pemberian dosis pupuk NPK organik bersifat linear yang persamaannya adalah y = 15,626 0,0612x R = 0,921. Hal ini berarti bahwa pada dosis pupuk NPK organik 0 g berpengaruh pada rata-rata pertambahan tinggi tanaman. Hubungan antara dosis pupuk NPK organik dengan rata-rata pertambahan tinggi tanaman disajikan pada Gambar 1.

128

Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit

Tabel 1. Rata-rata pertambahan tinggi bibit kelapa sawit (cm) selama tiga bulan perlakuan Dosis Pupuk Organik (g.tanaman ) -1 0 g.tanaman -1 20 g.tanaman -1 40 g.tanaman -1 60 g.tanaman -1 80 g.tanaman -1 100 g.tanaman
-1

Rata-Rata a 16,33 b 14,20 c 11,72 b 12,12 b 12,03 d 8,99

NPBNJ 0,05 2,05

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama (a,b,c) berarti tidak berbeda nyata pada taraf = 0,05.

20,00 Tinggi Bibit (cm) 15,00 10,00 5,00 0,00 0 20 40 60 80 (g.t$n$m$n-1) 100 120 Dosis Pupuk P! "#g$nik y = 15.626 - 0.0612x R = 0.921

Gambar 1. Rata-rata Pertambahan tinggi bibit kelapa sawit (cm) dengan pupuk NPK organik selama tiga bulan pengamatan setelah perlakuan.

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa aplikasi tanpa pupuk NPK organik memberikan pengaruh nyata hingga sangat nyata pada pertambahan tinggi bibit dan panjang akar. Sedangkan aplikasi pupuk NPK organik tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah daun, berat bibit dan diameter batang. Hal ini diduga karena pada pertumbuhan bibit kelapa sawit dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor dalam merupakan faktor genetik dan faktor luar merupakan faktor lingkungan. Faktor dalam antara lain tingkat kemasakan benih, ukuran benih, dormansi, dan penghambat perkecambahan. Dimana faktor genetik tersebut tidak memberikan pengaruh terhadap bibit kelapa sawit karena semua kecambah yang digunakan diseragamkan. Sedangkan faktor luar antara lain air, temperatur, cahaya, oksigen, dan medium. Dimana faktor lingkungan memberikan pengaruh terhadap bibit kelapa sawit

karena adanya perbedaan perlakuan terhadap pertumbuhan bibit seperti pemberian pupuk, air, dan cahaya. Hal ini sesuai dengan pendapat Kuruseng dan Wahab (2006) yang menyatakan bahwa lingkungan merupakan pembentuk akhir suatu organisme, dimana keragaman sebagai akibat faktor lingkungan dan faktor genetik umumnya berinteraksi satu sama lain dalam mempengaruhi penampilan fenotipe tanaman. Selain itu, faktor lingkungan yang disebabkan oleh pemberian pupuk dengan dosis yang berbeda mempengaruhi pertumbuhan bibit. Hal ini sesuai dengan pendapat Suzanty (2009) yang menyatakan bahwa dosis pupuk yang diberikan kepada tanaman haruslah tepat jumlahnya sesuai dengan kebutuhan tanaman. Pemberian yang berlebihan menyebabkan tanaman akan mengalami kelebihan unsur hara sehingga tanaman menjadi keracunan.

129

L.Asrul, K.Mustari, dan F.Ahmad

Pertambahan Jumlah Daun Pertambahan jumlah daun bibit kelapa sawit dan sidik ragamnya menunjukkan bahwa dosis pupuk NPK organik tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah daun bibit. Tabel 2. Rata-rata Pertambahan Jumlah Daun Bibit Kelapa Sawit (helai) selama tiga bulan perlakuan. Perlakuan 0 g.tanaman1 20 g.tanaman1 40 g.tanaman1 60 g.tanaman1 80 g.tanaman1 100 g.tanaman1

akar tertinggi (22,23 cm), sedangkan panjang akar yang paling rendah (9,60 cm) terdapat pada perlakuan pupuk NPK organik 80 g. Hubungan antara dosis pupuk NPK organik dengan rata-rata panjang akar disajikan pada Gambar 3.

Rata-Rata (helai) 1,15 0,72 1,15 0,92 1,15 1,17

Hasil analisis polynomial ortogonal menunjukkan bahwa pemberian dosis pupuk NPK organik bersifat kuadratik yang persamaannya adalah y = 0,0024x2 0,3194x + 20,644 R = 0,8963. Hal ini berarti bahwa pada perlakuan tanpa pemberian pupuk NPK organik menghasilkan panjang akar 22,23 cm. Berat Bibit Berat bibit kelapa sawit dan sidik ragamnya disajikan pada tabel 12a dan 12b. Sidik ragam menunjukkan bahwa dosis pupuk NPK organik tidak berpengaruh nyata terhadap berat bibit. Tabel 4. Rata-rata Berat Bibit Kelapa Sawit selama tiga bulan perlakuan. Perlakuan 1 0 g.tanaman1 20 g.tanaman1 40 g.tanaman1 60 g.tanaman1 80 g.tanaman1 100 g.tanamanRata-Rata (g) 5.94 4.82 5.34 5.33 6.03 3.62

Hasil rata-rata pada Tabel 2 menunjukkan bahwa bibit kelapa sawit yang diberi perlakuan pupuk NPK organik 100 g memperlihatkan rata-rata pertambahan jumlah daun tertinggi (1,17 helai). Sedangkan rata-rata pertambahan jumlah daun yang paling rendah (0,72 helai) terdapat pada perlakuan pupuk NPK organik 20 g. Hubungan antara dosis pupuk NPK organik dengan rata-rata pertambahan jumlah daun disajikan pada Gambar 2. Panjang Akar Panjang akar bibit kelapa sawit dan sidik ragamnya menunjukkan bahwa dosis pupuk NPK organik berpengaruh nyata terhadap panjang akar bibit. Tabel 3. Rata-rata Panjang Akar Bibit Kelapa Sawit (cm) selama tiga bulan perlakuan. Perlakuan 0 g.tanaman1 20 g.tanaman1 40 g.tanaman1 60 g.tanaman1 80 g.tanaman1 100 g.tanaman1

RataRata a 22,23 a 11,93 a 12,23 a 12,33 b 9,60 a 12,47

NPBNJ 0,05 6,46

Hasil rata-rata pada Tabel 4 menunjukkan bahwa bibit kelapa sawit yang diberi perlakuan pupuk NPK organik 80 g memperlihatkan rata-rata berat bibit tertinggi (6,03 g). Sedangkan rata-rata bibit yang paling rendah (3,62 g) terdapat pada perlakuan pupuk NPK organik 100 g. Hubungan antara dosis pupuk NPK organik dengan rata-rata berat bibit disajikan pada Gambar 4. Diameter Batang Diameter batang bibit kelapa sawit dan sidik ragamnya disajikan pada tabel 13a dan 13b. Sidik ragam menunjukkan bahwa dosis pupuk NPK organik tidak berpengaruh nyata terhadap diameter batang bibit.

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama (a,b,c) berarti tidak berbeda nyata pada taraf = 0,05

Hasil uji BNJ pada Tabel 3 menunjukkan bahwa bibit kelapa sawit pada perlakuan tanpa pemberian pupuk NPK organik memperlihatkan panjang

130

Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit

1,40 %um&$' D$un ('(&$i) 1,20 1,00 0,80 0,60 0,40 0,20 0,00 d0 d1 d2 d3 d4 d5 Dosis Pupuk P! "#g$nik (g.t$n$m$n-1) Gambar 2. Rata-rata pertambahan jumlah daun bibit kelapa sawit (helai) dengan pupuk NPK organik selama tiga bulan perlakuan.

25,00 P$n-$ng .k$# (cm) 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 0 20 40 60 80 100 120 Dosis Pupuk P! "#g$nik (g.t$n$m$n-1) y = 0.002)x2 - 0.*19)x + 20.6)) R = 0.,96*

Gambar 3. Rata-rata panjang akar bibit kelapa sawit dengan dosis pupuk NPK organik selama tiga bulan perlakuan.

Tabel 5. Rata-rata Diameter Batang Bibit Kelapa Sawit selama tiga bulan perlakuan. Perlakuan 1 0 g.tanaman1 20 g.tanaman1 40 g.tanaman1 60 g.tanaman1 80 g.tanaman1 100 g.tanamanRata-Rata (mm) 4.08 4.42 3.38 4.12 3.93 2.79

Hasil rata-rata pada Tabel 5 menunjukkan bahwa bibit kelapa sawit yang diberi perlakuan pupuk NPK organik 20 g memperlihatkan rata-rata diameter batang tertinggi (4,42 mm). Sedangkan rata-rata diameter batang yang paling rendah (2,79 mm) terdapat pada perlakuan pupuk NPK organik 100 g. Hubungan antara dosis pupuk NPK organik dengan rata-rata diameter batang disajikan pada Gambar 5.

Aplikasi tanpa pupuk NPK organik berpengaruh nyata hingga sangat nyata terhadap pertambahan tinggi bibit dan panjang akar. Aplikasi tanpa pupuk NPK organik memberikan nilai tertinggi pada pertambahan tinggi bibit dan panjang akar sedangkan yang memberikan nilai terendah pada pertambahan tinggi bibit terdapat pada aplikasi tanpa pupuk NPK organik dengan dosis 100 g dan panjang akar terdapat pada aplikasi tanpa pupuk NPK organik dengan dosis 80 g. Hal ini diduga karena berdasarkan analisis pupuk yang dilakukan di laboratorium, terdapat unsur C-organik yang terlalu tinggi yaitu 12,94 dan unsur N yang rendah yaitu 0,98 apabila dibandingkan dengan unsur P dan unsur K masing-masing yaitu 1,02. Selain itu, berdasarkan hasil analisis tanah, pH yang

131

L.Asrul, K.Mustari, dan F.Ahmad

7,00 6,00 B(#$t Bibit (g) 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 d0 d1 d2 d3 d4 d5 Dosis Pupuk P! "#g$nik (g.t$n$m$n-1) Gambar 4. Rata-rata berat bibit kelapa sawit (g) dengan pupuk NPK organik selama tiga bulan perlakuan.

5,00 Di$m(t(# B$t$ng (mm) 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 d0 d1 d2 d3 d4 d5 Dosis Pupuk P! "#g$nik (g.t$n$m$n-1) Gambar 5. Rata-rata diameter batang bibit kelapa sawit (mm) dengan pupuk NPK organik selama tiga bulan perlakuan.

didapatkan adalah 4,20 yang berarti tanah tersebut sangat masam. Hal ini sesuai dengan pendapat Sitepu (2009) yang menyatakan bahwa pH tanah sangat masam <4,5 dan masam 4,5-5,5. Berdasarkan tabel kriteria kelas kesesuaian lahan untuk bibit kelapa sawit dengan situasi pH tanah 4,2-5,0 merupakan kelas lahan S2, dimana kandungan unsur hara C-organik <0,8 dan jumlah NPK adalah SRR (Sedang Rendah Rendah) sehingga diduga bahwa apabila kandungan unsur hara dalam tanah melebihi kriteria kelas kesesuaian lahan yang dibutuhkan, maka tanaman akan mengalami keracunan. Selain itu, C-organik dalam pupuk organik pada tanaman dapat bermanfaat sebagai sumber energi karena membentuk karbohidrat pada proses fotosintesis dan

respirasi sehingga pertumbuhan tanaman akan lebih meningkatkan tinggi tanaman, panjang akar, dan jumlah daun. Akan tetapi, jika tanaman kelebihan atau kekurangan unsur C-organik dalam pupuk organik maka tanaman akan keracunan dan menghambat proses fotosintesis dan respirasi yang mengakibatkan tanaman lambat menghasilkan zat makanan sehingga tanaman akan layu dan kelamaan akan mati. Hal ini sesuai dengan pendapat Suriadikarta (2005) yang menyatakan bahwa unsur C-organik yang terkandung dalam pupuk organik merupakan hasil fotosintesis dari salah satu bagian karbohidrat yang disimpan sebagai sumber energi. Kandungan Corganik dapat bermanfaat sebagai pembenah tanah untuk memperbaiki sifat fisik tanah. Apabila kandungan C-organik dalam pupuk organik kelebihan atau

132

Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit

kekurangan, maka akan menghambat proses pengomposan yang mengakibatkan kualitas pupuk organik menurun sehingga tanaman akan terhambat pertumbuhan dan perkembangan tinggi tanaman, panjang akar, dan jumlah daun. Hal itu sejalan dengan pendapat Hartatik (2008) menyatakan bahwa untuk mengamati perubahan kadar C-organik tanah memerlukan waktu yang lebih lama dan perubahannya relatif kecil akibat proses dekomposisi. Proses dekomposisi menjadi terhambat disebabkan kandungan Corganik yang berlebihan mengakibatkan pupuk organik belum matang dengan baik dan sulit mengalami penguraian sehingga belum dapat digunakan bagi tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutanto (2006) yang menyatakan bahwa proses dekomposisi menjadi terhambat karena kelebihan karbon oleh mikroorganisme dalam bentuk CO2. Nisbah C/N yang cukup besar juga menunjukkan sebagai bahan yang sukar terdekomposisi sedangkan nisbah C/N yang rendah menunjukkan bahan lebih mudah terdekomposisi. Selain itu, Faktor-faktor yang mempengaruhi dekomposisi bahan organik dapat dikelompokkan dalam tiga yaitu 1) sifat dari bahan tanaman termasuk jenis tanaman, umur tanaman dan komposisi kimia, 2) tanah termasuk aerasi, temperatur, kelembaban, kemasaman dan tingkat kesuburan, dan 3) faktor iklim terutama pengaruh dari kelembaban dan temperatur. Dekomposisi tandan kosong kelapa sawit secara alami sangat lambat dan memerlukan waktu yang cukup lama yaitu antara 6-12 bulan. Menurut Khalid dkk (2000) dalam Wahyuni (2008) menyatakan bahwa kecepatan dekomposisi tandan kosong kelapa sawit di lapangan dipengaruhi oleh iklim, kualitas bahan dan aktivitas organisme pada areal tersebut. Secara rata-rata residu tanaman kelapa sawit di lapangan terdekomposisi selama 12-18 bulan. Selain itu, apabila bahan organik pada pupuk organik belum cukup matang maka akan mengakibatkan kekahatan unsur hara. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutanto (2002) yang menyatakan bahwa penggunaan pupuk organik juga memiliki kendala antara lain untuk mengetahui efek pupuk organik terhadap tanaman diperlukan waktu yang

lama, kualitas pengomposan pupuk organik tidak konsisten tergantung bahan bakunya, kemungkinan akan menimbulkan kekahatan unsur hara apabila bahan organik yang diberikan belum cukup matang. Pada aplikasi pupuk NPK organik belum berpengaruh terhadap panjang akar, diameter batang dan berat bibit yang disebabkan karena tanah pada lahan tersebut memiliki pH tanah yang sangat masam yaitu 4,20. Pada kondisi pH tersebut, tanah mengalami pencucian hara sehingga kandungan unsur hara dalam pupuk NPK organik belum dapat dimanfaatkan dengan baik yang mengakibatkan akar menjadi pendek. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutedjo dan Kartasapoetra (1991) dalam Sitepu (2009) menyatakan bahwa kemasaman tanah menentukan ketersediaan dan keseimbangan unsur hara yang berakibat langsung terhadap tanaman karena meningkatnya kadar ion-ion hidrogen bebas. Tanaman akan tumbuh dan berkembang dengan baik pada pH optimum yang dikehendakinya. Apabila pH jenis tanaman itu tidak sesuai dengan persyaratan fisiologinya, pertumbuhan tanaman akan terhambat. Kemasaman tanah berakibat pula terhadap baik atau buruknya atau cukup kurangnya unsur hara yang tersedia, dalam hal ini pada pH sekitar 6,5 tersedianya unsur hara dinyatakan paling baik. Pada pH dibawah 6,0 unsur P, Ca, Mg, Mo ketersediaannya kurang, pH dibawah 4,0 ketersediaan unsur makro dan Mo dinyatakan buruk sekali, pada pH rendah ketersediaan Al, Fe, Mn, Bo akan meningkat, yang dapat menyebabkan keracunan bagi tanaman sehingga akar tidak berfungsi dengan baik dan akar menjadi pendek karena akar yang lebih panjang mampu menyerap unsur hara dan mineral lebih banyak dibandingkan dengan akar yang lebih pendek. Peningkatan pH pada tanah yang agak masam sangat penting diperhatikan karena berpengaruh pada pertumbuhan tanaman. Hasil analisis tanah pada penelitian ini yaitu 4,20 yang termasuk kriteria tanah sangat masam, dimana tanah yang sangat masam memiliki pH antara 4,20-5,50. Kelapa sawit tumbuh dengan baik pada pH tanah yang optimum antara 5,0-5,5, sehingga apabila kelapa sawit tumbuh pada pH tanah yang sangat masam sebaiknya dilakukan pengapuran

133

L.Asrul, K.Mustari, dan F.Ahmad

pada tanah tersebut. Tujuan pengapuran adalah untuk menaikkan pH atau mengurangi tingkat kemasaman tanah pada tanah yang bereaksi masam. Menurut pendapat Vademecum (2008) menyatakan bahwa pengapuran bermanfaat untuk dapat merangsang terjadinya struktur tanah yang remah, merangsang kehidupan jasad tanah, mempercepat pelapukan bahan organik menjadi humus, merangsang perkembangan akar hingga akar lebih mudah menyerap zat makanan dalam tanah dan mampu memberikan hasil yang tinggi. Pada beberapa jenis tanah mempunyai kandungan Al dan Fe tinggi, logam tersebut akan mudah larut dalam keadaan lebih masam dan pada kadar tertentu dapat merusak atau meracuni pertumbuhan tanaman. Setiap tanaman mempunyai toleransi tertentu terhadap kemasaman tanah dan kandungan Al dapat ditukar. Peningkatan pH melalui pengapuran dapat mengurangi kejenuhan Al dan meningkatkan ketersediaan berbagai hara seperti P, Ca, Mg, dsb. Hal ini sesuai dengan pendapat Mukhlis (2007) menyatakan bahwa tanah yang lebih masam biasanya ditemukan pada tanah yang tinggi kandungan Aluminium atau belerang. Unsur H, Ca, dan Mg, keasaman tanah dan pengapuran mempunyai pengaruh penting terhadap kelarutan ketersediaan hara dan kadangkadang meningkatkan daya racun. Naiknya kemasaman tanah disertai dengan naiknya kelarutan Al, Cu, Fe, Mn dan Zn. Semua kemasaman bukan dikarenakan sedikitnya kebutuhan Ca, melainkan tingginya kebutuhan elemenelemen lain. Pada kemasaman sedang atau kuat, kebanyakan tanah mengikat pupuk fosfat dengan membentuk senyawa-senyawa P, Fe dan Al yang terlarut. Pada kondisi netral, Fe dan Al jauh kurang terlarut, dan banyak fosfat bergabung dengan Ca dalam bentuk lebih tersedia. Jenis kapur yang digunakan untuk pengapuran tanah pada pH masam adalah kalsit dan dolomit. Menurut pendapat Anonimc (2010) menyatakan bahwa kapur yang digunakan untuk pengapuran tanah adalah kapur pertanian yang berupa bahan alamiah yang menggunakan senyawa kalsium (Ca) atau magnesium (Mg), dimana kalsit merupakan bahan alamiah kapur sedikit mengandung

magnesium dan dolomit merupakan bahan alamiah kapur yang banyak mengandung magnesium.

KESIMPULAN 1. Aplikasi pupuk NPK organik belum memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan dan perkembangan bibit akibat kandungan C-organik yang tinggi dan pH tanah yang sangat masam. 2. Aplikasi tanpa pupuk NPK organik berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi bibit dan panjang akar. DAFTAR PUSTAKA Anonima, 2008. Kelapa Sawit Usaha Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Aspek Pemasaran. Penebar Swadaya, Jakarta. Anonimb, 2011. Sawit Unggul Seperti Costarica. (http://www.costarica.wiki.com/ indexphp?...sawit-unggul-seperticostarica). Diakseskan pada tanggal 15 Oktober 2011. Anonimc, 2010. Pengapuran Pada Tanah Masam. (http://iqra5.blogspot.com/ 2010/07/pengapuran-pada-tanahmasam.html). Diakseskan pada tanggal 11 Juli 2010. BPS, 2009. Sulawesi Selatan Dalam Angka. Kerjasama Pemerintah Sulawesi Selatan dengan Badan Pusat Statistika Provinsi Sulawesi Selatan. Darnoko, D dan T. Sembiring. 2005. Sinergi Antara Perkebunan Kelapa Sawit Dan Pertanian Tanaman Pangan Melalui Aplikasi Kompos TKS Untuk Tanaman Padi. Pertemuan Teknis Kelapa Sawit 2005: Peningkatan Produktivitas Kelapa Sawit Melalui Pemupukan dan Pemanfaatan Limbah PKS. Medan 19-20 April. Fauzi, Y., Y. E. Widyastuti, I. Satyawibawa, dan R. Hartono. 2006. Kelapa Sawit. Penebar Swadaya, Jakarta. Hakim N.,1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung. Harjowigeno S., 1997. Ilmu Tanah. Mediatama Sarana Perkasa. Jakarta. Hartatik, W. Dan D. Setyorini, 2008. Pengaruh Pupuk Organik Terhadap

134

Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit

Sifat Kimia Tanah dan Produksi Tanaman Padi Sawah Organik. Jurnal Penelitian. Sragen. Indriarta, A. N., 2007. Kelapa Sawit Budidaya dan Pengolahannya. Sinar Cemerlang Abadi, Jakarta. Indriyani, Y. H., 2003. Membuat Kompos Secara Kilat. PS, Jakarta. Kuruseng, M.A. dan Wahab, A., 2006. Respon Berbagai Varietas Tanaman Jagung Terhadap Waktu Perompesan Daun Di bawah Tongkol. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Gowa. Gowa. [http://www.STPgowa.ac.id/indexphp ?...respon-berbagaivarietas-tanamanjagung-terhadap-waktu-perompesan. Diakses pada tanggal 17 Mei 2010]. Lingga, P. dan Marsono, 2004. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya, Jakarta. Mangoensoekarjo, S. dan Semangun, H., 2005. Manajemen Agobisnis Kelapa Sawit. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Mukhlis, 2007. Kemasaman Tanah Pada Lahan Gambut Kelapa Sawit. Jurnal Penelitian Universitas Sumatera Utara, Medan. Risza, S., 2010. Masa Depan Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia. Kanisius, Yogyakarta. Sastrosayono, S., 2003. Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis Budidaya Kelapa Sawit. Agomedia Pustaka, Jakarta. Sastrosayono, S., 2005. Budidaya Kelapa Sawit. Agomedia Pustaka, Jakarta. Setyamidjaja, D., 2006. Budidaya Kelapa Sawit. Kanisius, Yogyakarta. Setyorini, D., S. Rasti, dan K.A. Ea., 2006. Kompos : Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Seminar Sehari Penggunaan Pupuk Organik BPTP tanggal 28 Oktober 2006. Yogyakarta. Hal 8. Sitepu, A., 2009. Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.), Coklat (Theobroma cacao L.), dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bengei

Kabupaten Langkat. Universitas Sumatera Utara. Medan. (Skripsi). Solahuddin, 2004. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pembibitan Kelapa Sawit di PT Kerinci Agung. Makalah pada Training Senior Konduktor dan Supervisior PT TKA dan PT SSS. Sungai Talang. Sunarko, 2009. Budidaya dan Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit dengan Sistem Kemitraan. Agomedia Pustaka, Jakarta. Suriadikarta, D.A., T. Prihatini., 2005. Teknologi Pengelolaan Bahan Organik Tanah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. Deptan. Sutanto, R., 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius, Yogyakarta. Sutanto, R., 2006. Pertanian Organik. Kanisius, Yogyakarta. Suwahyono, U., 2011. Petunjuk Praktis Penggunaan Pupuk Organik Secara Efektif dan Efisien. Penebar Swadaya, Jakarta. Suzanty, E., 2009. Pertumbuhan dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Pada Berbagai Kombinasi Pemupukan Anorganik dan Organik Serta Tingkat dan Waktu Perompesan. Universitas Hasanuddin. Makassar. (Skripsi). Tim Bina Karya Tani, 2009. Pedoman Bertanam Kelapa Sawit. Yrama Widya, Bandung. Tobing, P. L. et al. 2003. Pengelolaan Limbah PKS. Dalam Buana, L., D. Siahaan, dan Adiputra S. (Eds.) Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit dan Produk Turunannya. Pusat Penelitian Kelapa Sawit Indonesia. Medan. Wahyuni, M., 2008. Laju Dekomposisi Aerob dan Mutu Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit dengan Penambahan Mikroorganisme Selulolitik, Amandemen dan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit. Jurnal Penelitian USU, Medan. Vademecum, 2008. Kelapa Sawit. PT Perkebunan Nusantara IV (PERSERO), Sumatera Utara.

135

Vous aimerez peut-être aussi