Vous êtes sur la page 1sur 2

BPK Asean dibentuk di Bali bulan depan

14/10/2011 11:39 Sebanyak 10 negara anggota Asean sepakat membentuk Supreme Audit Institution (SAI) atau Badan Pemeriksa Keuangan negara-negara Asia Tenggara untuk sharing pengalaman di bidang audit. Ketua BPK Hadi Poernomo menuturkan pembentukan BPK Asean lebih ditujukan pada upaya berbagi pengalaman di antara lembaga audit pemerintah masing-masing negara. Negara-negara di kawasan Asean banyak menerima pinjaman dari lembaga keuangan internasional seperti ADB maupun World Bank. Ini salah satu kesamaannya, ujarnya kemarin. Menurut Hadi, BPK Malaysia dan Singapura cukup berpengalaman dalam mengaudit keuangan yang berkaitan dengan institusi finansial, sedangkan Indonesia belum banyak memiliki jam terbang menjalankan hal tersebut. Di sini Indonesia bisa belajar dari dua negara itu mengenai audit institusi finansial. Dari berbagai segi, BPK Indonesia memang memiliki beban yang lebih tinggi dari negara lain. Namun untuk pengalaman mengaudit lembaga finansial belum. Rencananya Asean SAI akan diluncur kan di Bali bulan depan, bersamaan dengan Konferensi Tingkat Tinggi Asean ke-19. Dalam pertemuan yang dilaksanakan kemarin, para delegasi dari BPK se-Asean membahas mengenai finalisasi konsep Asean SAI. Audit utang Di sisi lain, BPK menyatakan akan melakukan audit atas kebijakan utang pemerintah, termasuk dalam hal penerapan kupon surat berharga negara (SBN), mulai 2012. Wakil Ketua BPK Hasan Bisri mengungkapkan audit akan dilaksanakan untuk tahun buku 2006 hingga 2011. Selama ini, audit atas utang pemerintah hanya didasarkan pada masalah kedisiplinan pencatatan akuntansi. Dengan audit tersebut, akan diketahui apakah kupon maupun bunga yang ditanggung pemerintan terlalu mahal atau tidak, kompetitif atau tidak. Audit tidak hanya diterapkan untuk tahun buku 2011 saja, tapi bisa mundur 5 tahun sebelumnya, ujarnya. Menurut Hasan, langkah audit atas kebijakan utang itu dimaksudkan untuk mengetahui tren utang sebelum dan sesudah reformasi. Sebelum 1998, utang pemerintah lebih didominasi oleh pinjaman luar negeri. Sementara sesudahnya didominasi oleh SBN. Dia berpendapat pemerintah sebenarnya dapat melakukan moratorium jika mengalami masalah pembayaran. Tetapi jika utang dari dalam negeri (SBN), pemerintah tidak bisa melakukan moratorium dan jika pemerintah gagal bayar kuponnya saja, pasar utang akan hancur, lanjut Hasan. Sejak 2005, pemerintah menjadikan SBN sebagai instrumen utama pembiayaan APBN, menggeser utang luar negeri. Dalam penjelasannya, pemerintah menyatakan kenaikan

instrumen pembiayaan tersebut lantaran untuk refinancing utang lama yang jatuh tempo serta utang baru yang memiliki persyaratan lebih baik. Hingga 31 Agustus, total outstanding utang pemerintah mencapai Rp1.744 triliun. Jumlah itu terdiri utang dari penerbitan SBN sebesar Rp1.147 triliun (66%) serta dari pinjaman langsung sebesar Rp597 triliun (34%). Rasio SBN mengalami kenaikan dari 5 tahun sebelumnya.

Vous aimerez peut-être aussi