Vous êtes sur la page 1sur 53

Anti epilepsi dan antikonvulsi part 1 1.

Pendahuluan Antikonvulsi (anti kejang) digunakan untuk mencegah dan mengobati bangkitan epilepsi ( epileticseizure) dan bangkitan non-epilepsi. Bromida, obat pertama yang digunakan untuk tereapi epilepsi telah ditinggalkan karena ditemukannya berbagai antiepilepsi baru yang lebih efektif. Fenobarbital diketahui mempunyai efek antikonvulsi spesifik. Tidak berkaitan langsung dengan efek hipnotiknya. Di indonesia fenorbital ternyata masih digunakan, walaupun diluar negri obat ini mulai banyak ditinggalkan. Fenitoin (definilhidantoin), sampai sampai saat ini masih tetap obat utama antiepilepsi, khususnya untuk bangkitan parsial dan bangkitan umum tonikklonok. Disamping itu karbamazepin semakin banyak digunakan, karena dibandingkan dengan fenitoin efek sampingnya lebih sedikit dan lebih banyak digunakan untuk anak-anak tidak menyebabkan wajah kasar dan hipertrifi gusi. Pengaruhnya terhadap perubahan tingkah laku maupun kemampuan kognitif lebih kecil.

1.1 EPILEPSI

Epilesi adalah nama umum untuk sekelompok gangguan atau penyakit susunan saraf pusat yang timbul spontan dan berulang dengan episoda singkat (disebut bangkitan berulang atau recurrent seizure) dengan gejala utama kesadaran menurun sampai hilang, bangkitan ini biasanya disertai kejang, hiperaktivitas otonomik, gangguan sensorik atau psikik dan slalu disertai gambaran letupan EEG (abnormal dan eksesif). Untukepilepsi, gambaran EEG bersifat diagnostik. Berdasarkan gambaran EEG epilepsi dapat dinamakan disritmia serebral yang bersifat paroksismal. Bangkitan epilepsi merupakan fenomena klinis yang berkaitan dengan letupan listrik atau depolarisasi abnormal yang eksesif, terjadi disuatu fokus dalam otak yang menyebabkan bangkitan paroksimal. Fokus ini merupakan neuron epileptik yangsensitif terhadap rangsangan yang disebut neuron epileptik. Neuron inilah yang menjadi sumber bangkitan epileptik. Letupan depolarisasi dapat terjadi didaerah korteks. Penjalaran yang terbatas didaerah korteks akan menimbulkan bangkitan parsial misalnya epilepsi fokal jackson letupan depolarisasi tersebut dapat menjalar ke area yang lebih luas dan menimbulkan

konvulsi umum(generalized epilepsy). Letupan depolarisasi diluar korteks motorik antara lain korteks sensorik, pusat subkortikal, menimbulkan k\gejala prokonvulsi antaralain adanya penghiduan bau wangi-wangian, gangguan paroksismal terhadap kesadaran/kejiwaan selanjutnya penjalaran kedaerah korteks motorik menyebabkan konvulsi. Berdasarkan tempat asal letupan depolarisasi, jeis bangkitan dan penjalaran depolarisasi tersebut, dikenal berbagai bentuk epilepsi. KLASIFIKASI BANGKITAN EPILEPSI Pemilihan obat untuk terapi masing-masing bentuk epilepsi tergantung dari bentuk bangkitan epilepsi secara klinis dan kelainan EEGnya. Tidak ada satupun kebangkitan epilepsi yang dapat memuaskan dan diterima oleh semua ahli penyakit saraf. Klasifikasi epilepsi secara internasional tidak membantu sebagai pedoman untuk pembahasan obat anti epilepsi. Untuk maksud ini digunakan klasifikasi yang lazim digunakan di klinik dan berkaitan erat dengan efektivitas obat epilepsi. Pada dasarnya, epilepsi dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu : I. Bangkitan umum pimer (epilepsi umum) terdiri dari 1. Bangkitan tonik-klonik (epilepsi grand small) 2. Bangkitan lena (epilepsi petit mal atau absense) 3. Bangkitan lena yang tidak khas (atpycal absense), bangkitan tonik, bangkitan infantil (spasme enfantil) II. Bangkitan parsial atau fokal atau lokal ( epilepsi parsial atau lokal) 1. Banhkitan parsial sederhana a. Berasal dari lobus motor frontal (tonik,klonik,tonik-klonik,jacsonians) b. Berasal dari somatosensoris (visual,auditorik,olfaktorius, gustatorius, vertiginosa) c. Autonom d. Psikis murni 2. Bangkitan parsial kompleks, misalnya epilepsi psikomotor (epilepsi lobus temporali) 3. Bangkitan parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum. III. Bangkitan lain-lain( tidak temasuk bangkitan I dan II). Akan akan dibahas juga tentang kejang demam status epileptikus. Bangkitan umum tonik-klonik (grand-mal) Merupakan jenis bangkitan yang paling dramatis, terjadi pada 10% epilepsi, terdiri dari 3 fase : fase fase tonik, fase klonik dan fase kejang. Terapi sama dengan terapi pada bangkitan parsial Bangkitan lena (petit-mal)/absense

Bangkitan ena terjadi secara mendadak danjuga hilang secara mendadak (10-15 detik). Manifestasi klinis: berupa kesadaranmenurun sementara namun kendali atas postur tubuh masih baik (pasien tidak jatuh) biasanya disertai automatisme (gerakan-gerakan berulang) maka berkedip gerakan-gerakan ekstremitas berulang, gerakan mengunyah. Terjadi sejak masa kanak-kanan (4-8 tahun). Remisi spontan 60-70% pasienpada masa remaja. Seringali disertai oleh bangkitan umu sekunder. Bangkitan lena atipikal Manisfestasi kliniknya berupa perubahan postural terjadi lebih langbat dan lebih lama, biasanya disertai retardasi mental. Lebih refrakter terhadap terapi. Bangkitran mioklonik (bangkitan klonik) Barupa bangkitan oto sebagian/seluruh tubuh yang terjadi secara cepat dan mendadak. Mioklonik dapat terlihat pada berbagai jenis bangkitan seperti bangkitan umum tonik=klonik, bangkitanparsial, bangkitan umum tipe abscense dan spasme infantil. Bangkitan atonik Klinis: tiba-tiba kehilangan tonus oto postura sehingga seringkali jatuh tiba-tiba, sering terjadi pada masa kana-kana. Spasme infantil Terjadi pada usia 4-8 bulan. Manifestasi kliniknya berupa kontraksi leher, batang tubuh dan ekstremitas yang simetri bilateral; ada fragmentasi serangan kejang/terputus. Faktor pencetus: infeksi kerikterus, tbc, hiperglikemia, hipoglikemia, kelainan metabolisme. Sebagian besar tidak responsif terhadap terapi, dan retardasi mental tidak dapat dicega dengan terapi. Bangkitan parsial sederhana Dapat menyebabkan gejala-gejala motorik, sensori, otonom dan serebris tergantung korteks serebri yang aktivasi, namun kedaran tidak terganggu; penyebaran cetusanlistrik abnormal minimal, pasienmasih sadar. Bangkitan parsial komplek (epilepsi lobus temporali) Penyebaran cetusan listrik yang abnormal lebih banya. Biasanya terjadi di lobus terporal karena lobus ini rentan terhadap hipoksia/infeksi. Klini: ada tanda peringatan/aura yang disertai oleh perubahan kesadaran; diikuti oleh automatisme, yakni gerakan automatis yang tidak disadari karena menjilat bibir, menelan, menggaruk, berjalan, yang biasanya berlangsung selama 30-120 detik. Kemudian biasanya pasien kembali normal yang disertai kelelahan selama beberapa jam. Bangkitan parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum

Biasanya terjadi pada bangkitan parsial sederhana Bangkitanlainnya Kejang demam pada neonatus Adalah kejang pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun tanpa disertai kalainan neurologis, bersifat umum dan singkat (<15menit), terjadi bersamaan dengan demam, hanya terjadi 1x dalam waktu 24 jam. Anak-anak dengan infeksi susunan saraf pusat atau kejang tanpa demam sebelumnya tidak dapat disebut menderita kejang demam. Status epileptikus Yaitu suatu bangkitan yang terjadi berulang-ulang. Pasien belum sadar setelah episode pertama, serangan berikutnya sudah dimulai. Merupakan suatukegawat daruratan. Ada berbagai jenis status epileptikus, tapi yang sering terjadi adalah jenis epileptikus umum, tonik-klonik (grand mal). Dapat disebabkanoleh penghentian terapi yang mendadak, terapi yang tidak memadai, penyakit-penyakit dalam otak (ensenfalitis, tumor dalam otak kelainan serebrovaskular), keracunan alkohol, kehamilan. Mekanisme terjadinya bangkitan epilepsi Konsep terjadinya epilepsi telah dikemukakan satu abad yang lalu oleh John Hughlings Jackson, bapak epilepso modern, pada fokus epilepsi di kertek serebri terjadi letupan yang timbul kadang-kadang, secara tiba-tiba, berlebihan dan cepat; letupan ini menjadi bangkitan umu bila neuron normal disekitarnya terkena pengaruh letupan tesebut. Konsep ini tetap dianut dengan beberapa perubahankecil. Adanya letupan depolarisasi abnormal yang mejadi dasar diagnosis diferensial epilepsi memang dapat dibuktikan. Mekanisme dasar terjadinya bangkitan umum primer adalah karena adanya cetusan listrik di fokal korteks. Cetusan listrik tersebut akan melampaui ambang inbihisi neuron disekitarnya, kemudian menyebar melalui sinaps kortikol-kortikal. Tidak ada gejala klinis yang tampak, abnormalitas EEG tetap terekan pada periode antar kejang. Kemudian cetusan korteks tersebut menyebar ke korteks kontralateralmelalui jalur hemisfer dan jalur nukleus subkorteks. Gejala klinis, tergantung bagian otak yang tereksitasi misalnya salivasi, idriasis, takikardi. Aktifitas subkortek akan diteruskan kembali ke korteks asalnya sehingga akan meningkatkan aktivitas aksitasi dan terjadi penyebaran cetusanlistrik melalui neuron-neuron spinal melalui jalur kortikospinal dan retikulospinal sehingga menimbulkan kejang tonik-klonik umum. Secara klinis terjadi fase tonik-klonik berulang kali dan ahirnya timbul kelelahan neuron pada fokusi epilepsi dan menimbulkan paralisis dan menimbulkan pacaepilepsi. Sedangkan mekanisme dasar terjadinya bangkitan parsial meliputi 2 fase, yakni fase inisiasi dan fase propagasi. 1. Fase inihiasi terjadi atas letupan potensial aksi frekuensi tinggi yang

mengakibatkan ion Ca++ dan Na+ serta hiperpolarisasi/hipersinkronisasi yang dimediasi oleh reseptor GABA atau kanal ion K+ 2. Fase propagasi. Dalam keadaan normal menyebaran depolarisasi akan di hambat oleh neuron-neuron inhibisi disekitarnya yang menyadakan hiperpolarisasi. Namun pada fase propaasi terjadi peningkatan K+ intrasel (yang mendepolarisasi neuron-neuron disekitarnya), akumulasi Ca++ pada ujung ahir pre sinaps(meningkatkan pelepasan neurotransmitor), serta menginduksi reseptor eksitasi NMDA dan meningkatkan ion Ca++ sehingga tidak terjadi inhibisi oleh neuron-neuron disekitarnya. Kemudian akan dilanjutkan dengan penyebaran dari korteks hingga spinal, sehingga dapat meningkatkan epilepsi umum/epilepsi sekunder. 1.2 MEKANISME KERJA OBAT ANTIEPILEPSI Pada prinsipnya, obat anti epilepsi bekerja untuk menghambat proses inihiasi dan penyebaran kejang, namun umumnya obat antiepilepsi lebih cenderung bersifat membatasi proses penyebaran kejang daripada mencegah proses inihiasi. Dengan secara umu ada 2 mekanisme kerja, yakni: peningkatan inhibisi (GABA-ergik) dan penurunan eksitasi yang kemudian memodifikasi konduksi ion: Na+ , Ca2+ , K+ dan Cl- atau aktivitas neuroranmitor, meliputi : 1. Inhibusi kanal Na+ pada membran sel akson Contoh : fenitoin dan karbamazepin (pada dosis terapi), fenobarbital dan acam valproat(dosis tinggi), lamotrigin, topiramat, zonisamid. 2. Inhibisi kalan Ca2+ tipe T pada neuron talamu (yang berperan sebagai pace-maker untuk membangkitkan cetusan listrik umum di korteks) Contoh: etosuksimid, asam valproat dan clonazepam. 3. Peningkatan inhibisi GABA a. Langsung pada klompleks GABA dan klompleks Cl-. Contoh: benzodiazepin, barbiturat. b. Menghambat degradasi GABA, yaitu dengan mempengaruhi re-uptake dan metabolisme GABA Contoh: tiagabin, vigabatrin, asam valproat, gabapentin. 4. Penurunan eksitasi glutamat, yakni melalui: a. Blok reseptor NMDA, misal lamotrigin b. Blok reseptor AMPA, misal fenobarbital, topiramat. 1.3 KADAR ANTIEPILEPSI DALAM PLASMA Penatapan kada entiepilepsi yang emrupakan kegiatan Theurapetic Drug Monitoring berperan penting dalan idividualisasi antiepilepsi, kaena berbagai faktor obat yang diminum menghasilkan kadaryang berbeda antar individu.perbedaan faktor genetik dan fisiologik akan mempengaruhi absorpsi, distribusi, biotranformasi maupun ekskresi obat. Pengukuran kadar obat akan membantu dokter untuk mengetahui/mendeteksi : 1. Kepatuah pasien 2. Apakah kada terapi sudah dicapai dengan dosis yang diberikan 3. Apakah peningkatan dosis masih dapat dilakukan pada bangkitan yang belum terkendali tanpa menimbulkan efek toksik 4. Besarnya dosis untuk penyesuaian bila terjadi interaksi

obat, perubahan keadaan fifiologi maupun penyakit. Manfaat penetapan kadar epilepsi dalam darah pasien sudah jelas, yaitu 80% pasien dapat dikendalikan kejangnya dengan antiepilepsi yang tersedia saat ini, bila obat yang diberikan memberikan kadar terapi optima. Denganmemantau kadar antiepilepsi maka dapat diberikan dosis secara individual, agar efek toksis dan kegagalan terapi dapat dihindarkan. Fenition merupakan salah satu entiepilepsi yang kadarnya dalam darah sangat perlu dipantau. Pada dosis terapi, biotranformasi fenition mungkin sudah mengalami kejenuhan sehingga dengan perubahan dosis yang kecil dapat menimbulkan perubahan kadar yang drastis. Meskipu ndemikian, kadar terapi tidak boleh menjadi acuan keberhasilan terapi,. Monitoring kadar obat dapat memberi panduan penyesuaian dosis tetapi keputusan ahir tetap berdasarkan obsrvasi klinisnya. Jadi tidak perlu menigkatkan dosis yang ternyata dibawah dosis terapi bila terjadi serangan. 2. ANTIEPILEPSI Hingga kini ada 16 obat anti epilepsi danobat-obat tersebut digolongkan dalam 5 golongan kimiawi, yakni : hidantoin, barbiturat, oksazolidindion, suksimid dan asetil urea. Akhir-akhir ini karbamazepin dan asam valproat memegang peran penting dalam pengobatan epilepsi, karbamazepi; untuk kebangkitan parsial sederhana maupun kompleks, sedangkan asam valproat terutama untuk bangkitan lena maupun bangkitan kombinsai lena dengan bangkitan tonik=klonik. Obat antiepilepsi dan indikasinya dapat dilihat pada tabel 11-1 FARMAKOKENETIK OBAT ANTIEPILEPSI. Pada umunya sebagian obat antiepilepsi di metabolisme di hati, kecuali vigabatrin dan gabaventinyang di eliminasi oleh ekskresi ginjal. Fenitoin mengalami metabolisme hepar yang tersaturasi. Banyak obat antiepilepsi bekerja pada beberapa tempat. 2.1 GOLONGAN HIDANTOIN Dalam golongan hidantoin dikenal 3 senyawa antikonvulsi: fenitoin (dlfenilhidantoin), mefenitoin dan etotoin dengan fenitoin sebagai prototipe. Kinijuga telah tersedia fosfenitoin, yakni bentuk fenitoin yang lebih mudah terlarut dan digunakan untuk pengguna parental. Fenitoin yang semula obat utama untuk hampir semua jenis eppilepsi, kecuali bangkitan lena, sekarang telah bergeser oleh obat yang profil keamanannya lebih baik yaitu valproat dan lamotrigin. Adanya ggusfenil atau aromatik lainnya pada atom C5 penting untuk efek pengendalian bangkitan tonik-klonik; sedangkan gugus alkil bertalian dengan efek sedasi, sifat yang terdapat pada mefenitoin dan barbiturat, tetapi tidak pada fenitoin, dan hasil N-demetilasi oleh enzim mikrosom hati menghasilkan metabolit tidak aktif. FARMAKODINAMIKA Fenetoin berefek antikonvulsi tanpa menyebabkan dan dosis letal menimbulkan rigiditas deserebrsai. Sifat anti konvulsi fenitoin didasarkan pada

penghambat penjalaran rangsangan dari fokus ke bagian otak lain. Efek stabilisasi membran sel oleh fenitoi juga terlihat pada saraf tepi dan membran sel lainnya yang juga mudah terpacu misalnya sel sistem konduksi di jantung. Fenitoin mempengaruhi berbagai sistem fisiologik; dalam hal inin khususnya konduktans Na+, K+, Ca2+ neuron potensial membran dan neurotransmitor neropinefrin, lamotrigin dan valproat. FARMAKOKINETIK Abropsi fenitoin yang diberikan secara per oral barlangsung lambat, sesekali tidak lengkap; 10% dari dosis oral diekskresi bersama tinja dalam bentuk utuh. Kadar puncak dalam plasma dicapai dalam 3-12 jam. Bila dosis muat (loading dose) perlu diberikan, 600-8mg, dalam dosis terbagi dalam 8-12 jam, kadar efektif plasma akan dicapai dalam waktu 24 jam, pemberian fenitoin oleh albumin plasma kira-kira 90% dalam keadaan hipoalbuminea/uremia terjadi penurunan proteinplasma, kadar plasma fenitoin oral menuru, tetapi fenitoin bebas tidak jela menurun, sehingga dalam keadaan ini dosis fenitoin ditambah, maka toksisitas dapat terjadi.pada orang sehat, termasuk wanita hamil dan wanita yang memakai obat kontasepsi oral, fraksi bebas kira-kira 10%. Pada pasien apilepsifraksi bebas berkisar antara 5,8%-12,6%, fenitoin terikat kuat pada jaringan saraf sehingga kerjanya bertahan lebih lama, tetapi mula kerja lebih lama dibanding fenobarbital. Biotranformasi terutama berlangsung dengan cara hidroksilasi oleh enzim mikrosm hati. metabolit utamanya ialah deripat parahidroksifenil. Biotranformasi oleh enzim mikrosom hati sudah mengalami kejenuhan pada kadar terapi sehingga peninggian dosis fenitoin akan meningkatkan kadar fenitoin dalam serum tida proporsianal sehinggal dan menyebabkan intoksikasi. Oksidasi pada satu gugus fenil sudah menghilangkan efek antikonvulsinya. Sebagian besar metabolit fenitoin diekskresi bersama empedu kemudian mengalami reabropsi dan absorpsi dan biotranformasi lanjutandan diekskresi melalui ginjal. Diginjal metabolit utamanya mengalami sekresi oleh tubuli, sedangkan bentuk utuhnya mengalami reabsorpsi. INTERAKSI OBAT Kadar fenitoin dalam plasma akanmeninggi bila deberikan bersama kloramfenikol, disulfuram, INH, simetidin, dikumarol, dan beberapa sulfonamid tertentu karena obatobat tersebut menghambat biotranformasi fenitoin. Sedangkan suolfisoksazol, fenilbutazon, salisilat dan asam valproat akan mempengaruhi ikatan protein plasma fenitoin sehingga meninggikan kadar obat bebas dalam plasma. Teofilin menurunkan kadar fenitoin bila diberikan bersamaan, diduga karen ateofilin meningkatkan biotranformasi fenitoin dan mengurangi absorpsinya. Interaksi fenitoin dengan fenobarbital dan karbamazepin kompleks. Fenitoin akan menurun kadarnya karena

fenobarbital menginduksi enzim mikrosom hati, tetapi kadang-kadang fenitoin dapat meningkat akibat inhibisi kompetitif dalam metabolisme. Hal yang sama berlaku untuk kembinasi fenitoin dengan karbamazepin. Karena itu terapi kombinasi harus dilakuakn secara hati-hati sebaiknya di ikuti dengan pengukuran kadar obat dalam plasma. INTOKSIKASI DAN EFEK SAMPING Lihat tabel 11-4. Perhatia. Bila timbul gejala hepatotoksisitas berupa ikterus atau hepatitis, anemia megaloblastik (antara lain akibat defisiensi folat) atau kelainan darah jenis lain, pengobatan perlu dihentikan. Fenitoin bersifat terotogenik kemungkinan melahirkan bayi dengan cacat kongenital menigkat 3 kali, bila ibunya mendapat terapi fenitoin selama trimester pertama kehamilan. Cacat kongenital yang menonjol ialah sndroma fetal-hidantoin, yakni sumbing bibir, sumbing langitan, penyakit jantung kongenital, pertumbuhanlambat dan defisiensi mental. Pada kehamilan lanjut fenitoin menyebabkan abnormalitas tulang pada neonatus. Penggunaan fenitoin pada wanita hamil tetap diteruskan berdasarkan pertimbangan bahwa bangkitan epilepsi sendiri dapat menyebabkan cacat pada anak, sedang tidak semua ibu yang minum fenitoin mendapat anak cacat. INDIKASI Feitoin diindikasikan terutama untuk bangkitan tonik-klonik dan bangkitan parsial atau fokal. Banyak ahli penyakisaraf di Indonesia masih menyukai penggunaan fenobarbital karena karena fenitoin memiliki batas keamanan yang sempit; efek samping, efek toksik, sekalipun ringan, sifatnya cukup mengganggu terutama pada anak. Fenitoin juga bermanfaat pada bangkitan parsial komplek. Indikasi lain fennitoin ialah untuk neuralgia trigeminal dan aritmia jantung. SEDIAAN DAN POSOLOGI Fenitoin (difenihidan-toin) tersedia sebagai garam Na dalam bentuk kapsul 100 mg dan tablet kunyah 50 mg untuk penberianoral sedangkan sedaansuntuk 100 mg/ 2mL. Di damping itu juga tersedia bentuk sirup dengan takaran 125 mg/ 5 mL dan sirup untuk anak 30 mg/ 5 mL. Kini juga tersedia fenitoin lepas lambat dalam bentuk kapsul 200 mg dan 300 mg dan suntikan feosfenitoin 75 mg/mL yang dapat diberikan secara intramuskular ataupun intravena. Harus diperhatikan agar kadar dalam plasma optimal yaitu kisaran antara 10-20g/mL. Kadar dibawahnya kurang efektif untuk pengendalian konvulsi sedangkan kadar lebih tinggi hampir slalu disertai gejala toksik. Pada kadar di atas 20 g/mL dapat tibul nistagmus, kadar di atas 30 g/mL menyebabkan ataksia dan kadar di atas 40 g/mL disertai letargi. Dosis fenitoin slalu harus di sesuaikan untuk masing-masing individu, patokan kadar terapi antara 210-20 g/mL bukan merupakan angka mutlak, karena beberapa pasien menunjukan efektivitas fenitoin yang baik pada kadar 8 g/mL, sedangkan pasien lain, nistagmus

sudah terjadipada kadar 15 g/mL. Untuk pemberian oral, dosis awal untuk dewasa 300 mg, dilanjutkan degan dosis pemeliharaan antara 300-400 mg, maksimum 600 mg sehari. Anak diata 6 tahun dosis awal sama dengan dosis dewasa, sedangkan untuk anak dibawah 6 tahun dosis awal 1/3 dosis dewasa dosis pemeliharaan adalah 4-8 mg/kgBB sehari, maksimum 300 mg. Dosis awal dibagi dalam 2-3 kali pemberian. Dosis pemeliharaan dapat diberikan dosis tunggal harian tanpa mengurangi ektifitasnya karena masa paruh fenitoin cukup panjang tetapi pemberian dengan dosis terbagi akan menghasilkan fluktuasi kadar fenitoin dalam darah yang minimal. Pasien yang baru pertama kalimedapat fenitoin , tidak segera memperoleh efek, karena adanya tenggang waktu (time lag). Oleh karena itu terapi secara periodik umpamanya pada bangkitan yang berkaitan dengan haid, seyogyanya tidak menunggu sampai datangnya aura. Untuk mengganti terapi epilepsi dari fenobarbital menjadi fenitoin, penghentian fenobarbital juga harus berangsur-sngsur, sebab penghentian secara tiba-tiba dapat menyebabkan bangkitan berupa status epileptikus yang berbahaya. 2.2 GOLONGAN BARBITURAT Di samping sebagai hipnotik-sedatif, golongan barbiturat efektif sebagai obat antikonvulsi dan yang biasabya dugunakan adalah barbiturat kerja lama (long acting barbiturates). Di sini dibicarakan efek anti epilepsi prototip barbiturat yaitu fenobarbital dan firmidon yang struktur kimianya mirip dengan barbiturat. Sebagai antiepilepsi fenobarbital menekan letupan difokus epilepsi. Barbiturat menghambat tahap akhir oksidasi mitokondria sehingga mengurangi pembentukan fosfat bernergi tinggi. Senyawa fosfat ini perlu untuk sintesis neurotransmitor misalnya Ach dan untuk repolarisasi membran sel neuron setelah depolarisasi. FENOBARBITAL Fenobarbital asam 5,5-fenil-etil barbiturat merupakan senyawa organik pertama yang digunakan dalam pengobatan antikonvulsi. Kerjanyamembatasi penjalaran aktivitas dan menaikan ambang rangsang. Fenorbital masih merupakan obat antikonvulsi pilihan karena cukup efektif,murah. Efek sedatif dalam hal ini dianggap sebagai efek samping. Dapat diatasi dengan pemberian stimulan sentral tanpa mengurangi efek konvulsinya. Fenorbital merupakan obat pilihan utama untuk terapi kejang dan kejang demam pada anak. Dosis dewasa yang biasa yang biasa digunakan ialah dua kali 120-250 mg sehari. Dosis anak ialah 30-100 mg sehari. Untuk kejang demam yang berulang pada anak dapat diberikan dosis muat (loading dose)6-8 mg/kgBB dan ditambah dengan dosis pemeliharaan 3-4 mg/kgBB. Untuk mengendalikan epilepsidisarankan kadar plasma optimal, berkisar antara 10-40 g/mL. Kadar plasma diatas 40 g/mLsering disertai gejala toksik yang nyata.

Penghentian pemberian fenobarbital harus secara bertahan guna mencegah kemungkinan meningkatnya frekuensi bangkitan kembali atau malahan bangkitan status epileptikus. Penggunaan fenobarbital menyebabkan berbagai efek samping seperti sedasi, psikosis akut dan agitasi sehingga yang lebih sering dipakai adalah turunan fenobarbital seperti metabarbital atau mefobarbital. Interaksi fenobarbital dengan obat lain umunya terjadi karena fenobarbital meningkatkan aktifitas enzim mikrosom hati. Kombinasi dengan asam valparoat akan menyebabkan kadar fenobarbital meningkat 40%. PRIMIDON Primidon 2-deoksifenobarbital bersifat antikonvulsi mirip fenobarbital. Primidon lebih efektif dari pada fenobital, terutama tertama untuk terapi kejang parsial dan kejang umum tonik klonik. Dulu primidon adalah obat pilihan utama untuk kejang parsial kompleks, tetapi kini, karbamazapin dan fenitoin ternyata lebih baik dari pada primidon. Potensi antikonvulsi lebih lemah sebab oksigenkarbonil bagian urea diganti dengan hidrogen primidon dalam badan sebagian mengalami oksidasi menjadi fenobarbital sebagian mengalami dekarbiksilasi oksidarif pada atom C2 menjadi fenilatil melonamid (FEMA) yang tetap aktif, Efek samping pada SSP berupa kantuk, ataksia, pusing, sakit kepala, dan mual. Efek samping ini biasanya tidak berbahaya dan menghialang dengan sendirinya walaupun pengobatan diteruskan. Kelainan kulit yang lebih jarang terjadi berupa ruam morbiliform, pitting edema. Selain itu dapat terjadi anoreksia, impotensi, dan aktifitas spikotik, terutama pada pasien epilepsi psikomotor. Tidak dilaporkan gangguan hati dan ginjal oleh primidon. Leukopemia dan anemia megaloblastik pernah dilaporkan. Hyperaktivitas dapat terjadi dan dapat dikuarangi dengan dosis awal rendah. Dosis dewasa dimulai dengan 3 kali 50 mg sehari; kemudian dinaikan sampai 0,75-1,5 g sehari untuk 3 kali pemberian. Primidon efektif untuk semua bentuk bangkitan atau epilepsi, kecuali bangkitan lena. Efeksinya baik untuk tonik klonik yang teralh refrakter terhadap terapi yang lazim, dan lebih efektif lagi dalam kombinasi dengan fenitoin. Untuk bangkitan parsial kompleks dan bangkitan akinetik minor (suatu varian bangkitan lena), primidon merupakan obat terpilih; sedangkan terhadap bangkitan lena sendiri efeknya ridak memuaskan. Fenitoin dilaporkan meningkatkan konversi primidon menjadi fenobarbital, sebaliknya Inh menghambat konversi primidon menjadi fenobarbital dan FEMA. 2.3 GOLONGAN OKSAZOLODINDION TRIMETADION Trimetadion (3,5,5 trimetiloksazolidin 2,4 dion), merupakan obat entiepilepsi tipe advence, namun setelah etosuksimid dipakai secara luas pada tahun 1960, trimetadion sudah jarang digunakan. 2.4 GOLONGAN SUKSINIMID

Antiepilepsi golongan suksinimid yang digunakan di klinik adalah etosuksimid, metsuksimid, dan fensuksimid. Metsuksimid bersifat lebih toksis, etosiksimid paling efektif paling efektif bila dibandingkan dengan metsuksimid dan fensuksimid. Berdasarkan penelitian pada hewan, terungkap bahwa spektrum anti konvulsi etosuksimid sama dengan terimetadion. Sifat yang menonjol dair etosuksimud trimetadion ialah mencega bangkitan konvulsi pentilentetrazol. Etosuksimid, dengan sifat anti petilemtrazol terkuat, merupakan obat yang paling selektif terhadap bangkitan lena. ETOSUKSIMID Etosuksimid diaborpsi lengkap melaui saluran cerna. Setelah dosis tunggal oral, diperlukan waktu antara 1-7 jam untuk mencapai kadar puncak dalam plasma. Distribusi merata kesegala jaringan , dan kadar cairan seredrospinal sama dengan kadar plasma. Efek samping yang sering tibul ialah mual, sakit kepala, kantuk dan ruam kulit. Gejala yang lebih berat berupa agranulositosis dan pansitopenia. Efek samping ini dapat diatasi dengan menberikan dosis rendah pada awalnya dan meningkatkan dosis secara perlahan. Dibandingkan dengan trimetadion, etosuksimid lebih jarang menimbulkan diskrasia darah, dan nefrotoksisitas belum pernah dilaporkan; sehingga etosuksimid umunya lebih disukai dari pada trimetadion. Seperti trimetadion, pada pengobatan dengan etosuksimid dapat pula diperlukan pengobatan untuk mengatasi bangkitan tonik-klonik. Komponen bangkitan tonik-klonik dapat munculakibat pengobatan etosuksimid sehingga penobatan tambahan diperlukan. Etosuksimid merupakan obat terpilih untuk bangkitan lena tetapi tidak tersedia di Indonesia. Terhadap bangkitan lena pada anak, efektivitas etosuksimid sama dengan trimetadion; 50-70% pasien dapat dikendalikan bangkitnya. Obat ini juga efektif pada bangkitan mioklonik dan bangkitan akinetik. Etosuksimid tidak efektif untuk bangkitan parsial kompleks dan bangkitan tonikklonik umum atau pasien kejang dengan kerusakan organik otak yang berat. 2.5 KARBAMAZEPIN Karbamazepin pertama-tama digunakan utnuk pengobatan terigeminal neuralgia, kemudian ternyata bahwa obat ini efektif terhadap bangkitan parsial kompleks dan bangkitan tonik-klonik. Saat ini, karbamazepin merupakan antiepilepsi untam diamerika serikat untuk mengatasi berbagai bangiktan lena. Selain mengurangi kejang, efeknya nyata pada perbaikan psikis yaitu perbaikan pkewaspadaan dan perasaan, sehingga dipakai juga untuk mengobati kelainan psikiatirik seperti maniabipolar. Perbaikan psikis diduga berdasarkan pengarunya terhadapa amigdala karena memberikanhasil yang sama dengan amidalatopi bilateral. Karbamazepin memperlihatkan efek analgesik selektif misalnya tabesdorsalis dan

neuropati lainnya yang sukar di atasi analgesik biasa. Atas pertimbangan untung-rugi karbamazepin tidak dianjurkanutnuk mengatasi nyeri ringan yang dapat diatasi dengan analgesik biasa. Efek samping karbamazepin cukup sering terjadi. Seperempat dari jumlah pasien yang diobati mengalami efek samping. Efek samping yang terjadi detelah pemberian obat jangka lama berupa pusing, vertigo, ataksia, diplopia dan penglihatan kabur. Frekuansi bankitan dapat meningkat akibat dosis berlebih efek samping lainnya dapat berupa mual, muntah, diskrasia darah yangberat (anemia aplastik, agranulositosis) dan reaksi alergi berupa dermattis, eosinifilia, limpfadenopati, dan splenomegali. Steven johnson relatif sering dilaporkan terjadi dengan obat ini sehingga pasien harus diperingatkan agar segera kembali ke dokter bila timbul vesikeldikuli stelah minum obat ini. Umunya penghentian obat dan kortikosteroid dapat mengatasi efek samping ini. Gejala intoksikasi akut karbamazepin dapat berupa stupor atau koma, pasien iritabel kejang dan depresi napas. Efek samping jangka panjang berupa retensi air yang apat menjadi masalah bagi pasien usia lanjut dengan gangguan jantung. Pada hewan, obat ini dilaporkan bersipat teratogenik dan karsinogenik. Pada manusia kedua efek ini perlu diselidiki lebih lanjut. Karna potensinya untuk menimbulkan efek samping sangat luas, maka pada pengobatan dengan karbamazepin dianjurkan pemerikasaan ilai basal dari darah dan melakukan pemeriksaan ulang selama pengobatan. Karbamazepin menurunkan kadar asam valproat, fenobarbital dan fenitoin. Febarbital dan fenitoin dapat meningkatkan metabolisme karbamazepin, dan biotranformasi karbamazepin dapat dihambat oleh eritromisin. Konversi primidon menjadi fenobarbital ditingkatkan oleh karbamazepin, sedangkan pemberian karbamazepin bersama asam valproat akan menurunkan kadar asam valproat. FOSOLOGI Dosis anak dibawah 6 tahun, 100 mg sehari: 6-12 tahun 2 kali 100 mg sehari. Dosis dewasa : dosis awal 2 kali 200 mg sehari pertama, selanjutnya dosis ditingkatkan secara bertahap. Dosisi pemeliharaan berkisar antara 800-1200 mg sehari untuk dewasa atau 20-30 mg/kgBB untuk anak. Dengan dosis ini umunya tercapai dalam terapi dalam serum 6-8 g/mL. 2.6 GOLONGAN BENZODIAZEPIN Disamping sebagai antiansietas, sebagian golongan obat bezodiazepin bermanfaat sebagai antikonvulsi, khususnya untuk epilepsi. Diazepan dapat dianggap sebagai prototip bezodiazepin. Khasiat bezodiazepin lebih nyat aterhadap konvulsi pentilentetrazol dari pada konvulsi ranjatan listrik maksimal. Diazepam IV merupakan obat terpilih untuk status epileptikus; dipihak lain peranan pemberian peroral dalam terapi epilepsi belum dapat di simpulkan secara konklusif. DIAZEPAM Diazepam

terutama digunakan untuk terapi konvulsi rekuren, misalnya status epileptikus. Obat ini juga bermanfaat unutk terapi bengkitan parsial sederhana misalnya bangkitan klonik fokal dan hipsaritmia yang refrakter terhadap terapi lazim. diazepam Efektif pada bangkitan lena karena menekan 3 gelombang paku dan ombak yang terjadi dalam 1 detik. Untuk mengatasi bangkitan status epileptikus pada orang dewasa, disuntukan 0,2 mg/kgBB dengan kecepatan 5mg/penit diazepam IV secara lambat. Dosis ini dapat diulang seperlunya dengan tenggang waktu 15-20 menit sampai beberapa jam dosis maksimal 20-30 mg. Sdangkan pada anak-anak dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,15-0,3 mg/kgBB selama 2 menit dan dosis maksimal 5-10 mg. Diazepam dapat mengendalikan 80-90% pasien bangkitan rekuren. Pemberian per rektal dengan dosis 0,5 atau 1 mg/kgBB diazepam untuk bayi dan anak dibawah 11 tahun dapat menghasilkan kadar 500g/mL dalam waktu 2-6 menit. Bagi anak yang lebih besar dan orang dewasa pemberian rektal tidak bermanfaat untuk mengatasi keadaan kejang akut, karena kadar puncak lambat tercapai dan kadar plasmanya rendah. Walaupun diazepam telah sering digunakan untuk mengatasi konvulsi rekuren, belum dapat dipastikan kelebihan manfaatnya dibandingkan obat lain, seperti barbiturat atau anestetik umum; untuk ini masih diperlukan suatu uji terkendali perbandingan efektivitas. Efek samping berat dan berbahaya dan menyertai penggunaan diazepam IV ialah obstruksi saluran napas oleh lidah, akibat relaksasi otot. Disamping ini dapat terjadi depresi nafas sampai henti nafas, hipotensi, henti jantung dan kantuk KLONAZEPAM Klonazepam merupakan benzodiazetin dengan masa kerja panjang. Penggunaanya tersenidri atau sebagai tambahan bersaam antiepilepsi lain, untuk terapi bangkitan mioklonik, bangkitan akinetik, dan spasme infantil. Klonazepam efektif untuk terapi tambahan semua tipe kejang, kecuali kejang klonik. Karena etosuksimid tidak tersedia di indonesia Klonazepam merupakan pilihan untuk terapi bangkitan lena. Manfat terhadap status epileptikus telah terbukti, tapi pilihan utama dalam hal ini masih tetap diazepam. Efek samping yang tersering ialah kantuk, ataksia dan gangguan kepribadian. Dosis awal 1,5, mg sehari, dibagi untuk 3 kali pembagian jika diperlukan dosis naikan 0,5-1 mg tiap 3 hari; tetapi tidak melebihi 20 mg sehari. Dosis sampai 10 tahun atau BB 30 kg, adalah 0,01-0,03 mg/kgBB sehari diberikan terbagi setiap 3 hari. Proses pemeliharaan yang lazim: 0,1-0,2 mg/kgBB sehari toleransi dapat terjadi terhadap efek antiepilepsinya, sehingga efeknya ilang walau pun diberikan dosis besar, biasanya terjadi setelah 1-6 bulan pengobatan. NITRAZEPAM Nitrazepam dapat di manfaatkan untuk mengendalikan hipsaripnia

spasme infantil dan bangkitan mio klonik. Namun kurang efektif bila di bandingkan dengan klonazepam. Malahan ada yang bependapat nitrazepam paling efektif terhadap bangkitan mioklonik. Dosis yang biasa digunakan 1mg/kgBB sehari. Dengan dosis ini dapat dikendalikan 50% dari pasien spasme infantil. Nitrazepam secara spesifik bermanfaat untuk terapi jenis bangkitan tersebut di atas, ACTH atau prednison dan kortikosteroid lain tetapi hasilnya kurang memuaskan. Tetapi sebaliknya obat ini dapat mencetuskan ( triggered ) bangkitan yonik-klonik, sehingga diperlukan tambahan anti konpulsi lain. Bangkitan lena juga dapat bertambah berat bila diberikan nitrazepam. Selain pencetusan bangkitan tonik-klinik atau memberatnya bangkitan lena, efeksamping yang paling mengganggu adalah hipersekresi lendir saluran nafas. Gangguan terhadap SSP terutama berupa gejala letargi dan ataksia. 2.7. ASAM VALPROAT Valproat ( dipropilasetat, atau 2 propil pentanoat ) terutama untuk terapi epilepsi tonik-klinik umum, terutama yang primer dan kurang efektif terhadap epilepsi fokal. Kolerasi antara efektivitas dengan kadar di darah dan di jaringan oat asal buruk. Halini menimbulkan pemikiran apakah metaboliknya yang aktif. Valproat menyebabkan hiper polarisasi potensial istirahat membran neuron, akibat peningkatan daya konduksi membran untuk kalium.efek anti konvulsi valproat bersifat rumit a.l. didasarkan meningkatnya kadar asam gama aminokurdirat ( GABA ) didalam otak. Perberian valproat per oral cepa di absorpsi da kadar maksimal serum tercapai setelah 1-3 jam. Makanan menghambat absorpsinya dengan masa paruh 8-10 jam, kadaar darah setabil setelah 48 jam terapi. Jika diberikan dalam bentuk amida, depamida, kadar valproat dalam serum sepadan dengan pemberian dalam bentuk asam valproat, tetapi masa paruhnya lebih panjang yaitu 15 jam. Biotansformasi depamida menjadi valproay berlangsung in vivo, tetapi jika di campur dengan plasma in vitro perubahan tidak terjadi. Kira-kira 70% dari dosis valproat di ekresi di urine dalam 24 jam. Tokssisitas valproat berupa gangguan saluran cerna, sistem saraf, hati, ruam kulit, dan alopsia. Gangguan cerna berupa anoreksia, mual, dan muntah terjadi pada 16% kasus. Efek tehadap SSP berupa kantuk, ataksia, dan tremor, menhilang dengan penuruna dosis. Gangguan pada hati berupa peninggian aktivitas enzim-enzim hati, dan sesekali terjadi nekrosisi hati yang sering berakibat fatal. Kira-kira 60 kasus kematian telah dilaporkan akibat penggunaan obat ini. Dari suatu uji klinik terkendali, dosis vlproat 1200 mg sehari, hanya menyebabkan kantu,ataksia, dan mual selintas. Terlalu dini untuk mengatakan bahwa obat ini aman dipakai karena penggunaan masih terbatas. Valproat efektif tehadap epilepsi umum yakni bangkitan lena yang disertai oleh

bangkitan tonik-klinik. Sedangkan terhadap epilepsi fokal lain efektivitas kurang mumuaskan. Terapi dimulai dengan dosis 3 kali 300 mg/hari; jika perlu, setelah 3 hari dosis di naikan menjadi 3 kali 400 mg/hari. Dosis harian lazim, berkisar 0,8-1,4 g. Dosis anak yang disarankan berkisar 20-30 mg/kgBB sehari. Asam valproat akan meningkatkan kadar fenobarbital sebanyak 40% karena terjadi penhambatan hidroksilasi fenobarbital, dapat menyebabkan stupor sampai koma. Sedangkan interaksinya dengan fenitoin terjadi melalui meklanisme yang lebih kompleks. Penitoin total dalam plasma akan turun, karena biotransformasi yang meningkat dan pergeseran fenitoin dari ikatan protein plasma, sedangkan fenitoin bebas dalam darah mungkin tidak dipengaruhi. Kombinasi asam valproat dengan klonazepam di hubungkan dengan timbullnya statusepileptikus bangkitan lena. 2.7 ANTIEPILEPSI LAIN FENASEMID Fenasemid merupakan senyawa turunan fenitoin ( 5-fenil-fenitoid ) mempunyai efektivitas yang rendah bila dibandingka dengan fenitoin. Fenasemid brsifat toksik berupa reaksi idiosimkrasi, hepattitis, nefritis, anemia aplastok; sehingga hanya dipakai untuk kejang parsial yang refrakter. PENGHAMBAT KARBONIIK ANHIDRASE. Asetazolamid, suatu penghambat karbinik anhidrase sebagai suatu diuretik akan menyebabkan asidosis ringan akibat kehilangan natrium dan kalium. Mekanisme kerja sebagai anti epilepsi tidak bergantung pada efek diuresis atau asidosis metabolik yang dapat ditimbulkan asetazolamin. Mekanisme kerja sebagai anti epilepsi mungkin bergantung pada efek asidosis metabolik ringan pada otak yang dapat ditimbulkan asetazelamid. Pada sel otak asetazolamid berefek mensetabilkan influks Na yang patologik, sefat yang menjadi dasar efek antikonvulsinya. Obat ini berguna untuk mengatasi bangkitan lena dan bangkitan toni-klonik yang bangkitannya berhubungan dengan siklus menstruasi. Efek asetazolamid bersifa sementara karena toleransi cepat terjadi. Dosis dewasa 5-15 mg/kgBB sehari sedangkan untuk anak; 1225 mg/kgBB sehari. VIGABATRIN Merupakan inhibitor GABA amino transferase. Mekanisme kerjanya adalah melalui peningkatan efek GABA vigabatrin di absorpsi dengan cepat yakni 1-3 jam, dengan waktu paruh 6-8 jam, dan volume distribusi 0,8 L/kg tidak ada metabolit yang aktif dan di ekresikan di ginjal. Bersfat toksik sehingga penggunaannya terbatas untuk spasme infantil dan bangkitan farsial yang refrakter tehadap pengibatan lainnya. Dosis oral 500 mg 2 kali sehari, dan agar obat ini efektif, dibutuhkan dosis total hingga 2-3 g setiap harinya. Efeksamping vigabatrin mrupakan pusing, pertambahan berat badan, agitasi, sikosis dan yang oaling sering adalah berupa gangguan atau defek lapangan penglihatan. LAMOTRIGIN Pertama kali

dikembangkan karena adanya antifolat dari obat anti kejang tertentu. Merupakan golongan fenil triazin dan inhibitor dihidrofolay reduktase mekanisme kerjanya adalah melalui inaktivasi kanal Na+, Ca+, dan mencegah pelepasan neurotransmiter glutamat dan aspartat. Lamotrigin di absorpsi sempurna 2,5 jam setelah pemberian oral. Volume distribusinya 1-1,4 L/kg. Hanya 55% yang terikat pada protein plasma. Lamotrigin dimetabolisme dengan glukoronidase menjadi 2-N-glukoronida dan di eksresikan melalui urine. Waktu paruhnya 24 jam. Pada pemberian monoterapi, digunakan untuk terapi bangkitan parsial dan dipakai sebagai terapi tambahan untuk pengobatab bangkitan lena dan bangkitan mioklonik. Efek samping lamotrigin antara lain berupaklir kemerahan ( terutama bila dikombinasikan dengan asam paltroat ),pusig, sakit kepala, diplopia, dan somnolen. Penggunaan lamotrigin pada anak-anak harus diwaspadai karena dapat terjadi deratitis yang mengancam jiwa, sehingga pemberian lamotrugin untuk anak-anak yang berusia kurang dari 12 tahun tidak di anjurkan. Lamotrigin mempunyai efek teratogenik, yakni akibat efek anti folat yang dimilikinya. Asam paltroat, dapat meningkatkan waktu paruh lamotrigin, sehingga pada pasien yang menggunakan asam valtroat, dosis lamotrigin haris diturunkan 25mg/hari. Lamotrigin juga meningkatkan dosis karbamazepin. GABA PENTIN Merupakan suatu analog GABA. Gaba pentin tidak bekerja pada reseptor GABA, tetepai berperan dalam metabolisme GABA. Waktu paruhnya pendek, yakni 5-8 jam. Tidak di metabolisme dantidak menginduksi enzim-enzim di hati dan tidak terikat pada protein plasma. Digunakan sebagai terapi tambahan untuk kejang parsial dan kejang umum tonik0klonik biasanya dibituhkan dalam dosis tinggi. Juga dipakai untuk mengobati nyeri neuripatik seperti neuralgia pasca herpes. Pemberian gaba pentin untuk anak kurang dari 12 tahun tidak di anjurkan dan pada pasien yang menderita gangguan fungsi ginjal, dosisnya harus disesuaikan. Dosis gaba pentin ( dewasa dan anak> 12 tahun ) adalah 900-1800 mg/hari. Efeksampingnya berupa ataksia, pusing, sakit kepala, somnolen, tremor. Belum ada penelitian tentang keamanan gaba pentin pada wanita hamil, menyusui, anak-anak dan usia lanjut. Tidak ada interaksi obat yang bermakna dengan gaba pentin, gaba pentin tidak mempengaruhi kadar obat abti epilepsi lainnya.

TOPIRAMAT Merupakan turunan monosakarida yang sangat berbeda dengan sruktur anti konpulsan lainnya. Mekanisme kerjanya adalah melalui blok kanal Na+, inhibi efek GABA. Absorpsinya cukup cepat ( 2 jam ), waktu paruhnya 20-30 jam digunakan

untuk terapi bangkitan sosial dan bangkitan umum tonik-klonik. Juga digunakan untuk sidroma Lennox-gestaut, sindroma west dan bangkitan lena. Dosis 200-600 mg/hari yang dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan perlahan-lahan. Topiramat sering kali diberikan bersamaan dengan obat anti konpulsan lainnya.

TIAGABIN Merupakan turunan asam nipekotik, suati inhibitor GABA sehingga meningkatkan kadar GABA dalam otak. Tiagabin banyak terikat oleh protein lasma. Waktu paruhnya 5-8 jam dan di metabolisme di hati melalui proses oksidasi CYP 3 A dan di eleminasi melalui urine dan feses. Dipakai sebagai terapi tambahan untuk bangkita parsial dan bangkitan umum tonik-klonik.dosis tiagabin : 16-56 mg/hariterbagi dalam 4 dosis. Efek samping tiagabi n meliputi gugup,pusing tremor, gangguan berpikir, depresi somnole, dan ataksia.

ZONISAMID Merupakan turunan sulfanomida dan bekerja melalui blok kanal Na+ dan Ca2+ . hanya sedikit terikat pada protein plasma, waktu paruh 1-3 hari. Digunakan untuk terapi bangkitan parsial dan bangkitan umumtonik-klonik serta spasme infantil dan mioklonus. Dosis dewasa 100 mg/hari sampai dengan 600 mg/hari. Sedangkan dosin anak-anak 4 mh/hari sampai debgan 12 mg/hari. Efek samping zonisamed di antaranya adalah pusing dan gangguan kognitif.

LEVETIRASETAM Merupakan analog dari pirasetam di indikasikan sebagai obat tambahan pada bangkitan parsial dan bangkitan tonik-klonik umum sekunder. Mekanisme kerjanya masih belum jelas, pada otak tikus obat ini terikat protein vesikel sinaps NAPZA. Absorpsi lengkap eliminasi 65% melalui ginjal, 24% sebagai metabolit.obat ini tidak merupakan substrat tidak menginduksi CYP sehingga jarang menimbulkan interaksi dengan obat antiepilepsi lainnya. Efek sampingnya berupa somonole, astenia, pusing.

3. PRINSIP PEMILIHAN OBAT PADA TERAPI EPILEPSI Tujuan pokok terapi epilepsi adalah membebaskan pasien dari bangkitan epilepsi, tanpa menggunakan fungsi normal SSP agar pasien dapat menunaikan tugasnya tanpa

gangguan. Terapi dapat dijalankan dengan berbagai cara, sebaiknya dengan mempertahankan pedoman berikut: 1) Melakukan pengobatan kausal kalau perlu dengan melakukan pembedahan; umpamanya pada tumor serebri. 2) Menghindari faktor pencetus suatu bangkitan, umpanya minum alkohol, emosi, kelelahan fisik maupun mental. 3) Penggunaan anti konvulsi/epilepsi Secara diagnosis harus tepat, pilih obat anti epilepsi tunggal yang efektif yang paling sesuai untuk jenis bangkitannya. Pasien perlu berobat secara teratur. Pasien atau keluarganya sangat dianjurkan untuk membuat catatan mengenai waktu datangnya bangitan. Pemeriksaan neurologik disertai EEG peru dilakukan secara berkala. Disamping itu perlu berbagai pemeriksaan lain untuk mendeteksi timbulnya efek sedini mungkin yang dapat merugikan , antara lain pemeriksaan darah, kimia darah maupun kadar obat dalam darah. Dengan memperhatikan seua itu umumnya pasien dapat terbebas dari semua bangkitan, bahkan dapat tidak memerlukan obat atau dengan perkataan lain pasien dapat dinyatakan sembih. Kemungkinan ini lebih besar pada pasien usia muda. Untuk mencapai hasil terapi yang optimal perlu diperhatikan hal berikut ini. Pengobatan awal harus dimulai denganobat tunggal. Obat perlu mulai dengan dosis kecil dan dinaikan secara bertahap samapai efek terapi tercapai atau timbul efek sampingyang tidak dapat di toleransi lagi oleh pasien. Interval penyesuaian dosis tergantung dari obat yang digunakan. Sebagai pengguanaan obat kedua sebagai pengganti, bila fasilitas labolatorium memungkinkan sebaiknya kadar obat dalam plasma diukur. Bila kadar obat sudah melebihi kadar terapi tetapi efek terapi belum dicapai atau efek toksik telah mucul maka penggunaan obat pengganti diharuskan obat pertama harus diturunkan secara bertahap untuk menghindarkan status epileptikus. Bila mana dianggap perlu terapi kombinasi masih dibenarkan. Kegagalan terapi epilepsi paling sering disebabkan oleh ketidak patuhan pasien. Dalam menangulangi epilepsi pasien perlu membuat catatan mengenai penyakitnya, kunjungan teratur pada awal pengobatan merupakan suatu keharusan untuk mendeteksi suatu efek samping maupun efek toksik yang biasanya terjadi pada awal terapi. Pada pengobatan jangka panjang perlu dilakukan pemeriksaan EEG ulangan maupun pemerikasaan neurologis. Pemilihan obat dalam terapi epilepsi berdasarkan pada bentuk bangkitan dan gambaran EEG. Sebaiknya dipilih obat pilahan utama yang sesuai dengan bentuk

epilepsinya. Antiepilepsi dan efeksivitasnya belum mapan sebaiknya tidak digunakan dalam praktek umum. Tetapi diserahkan penggunaannya kepada para ahli, guna memastikan nilai manfaat yang sebenarnya. Untuk mendapatkan efek terapi secepatnya, pada keadaan kejang yang hebat diberikan dosis awal yang tinggi. Tetapi pada umunya terapi dimulai dengan dosis yang rendah untuk menekan kejadian efek samping yang berkaitan dengan besarnya dosis. Tidak jarang terjadi kegagalan terapi akibat : 1) Tidak teatnya diagnosis bentuk epilepsi 2) Tidak tepatnya pilihan obat dan dosis yang digunakan 3) Terlalu sering mengganti obat tanpa memberi waktu cukup untuk peralihan keadaan penyakit setelah tiap kali tercapai taraf mantap kadar darah dalam darah 4) Gagal memanfaatkan sepenuhnya kelebihan terapi kombinasi 5) Kurang memperhatikan aspek yang berkaitan dengan penyakit dan pengobatan 6) Ketidak patuhan pasien. Fenitoin dan karbamazepin merupakan obat pilihan utama untuk terapi epilepsi, kecuali terhadap bangkitan lena, fenobarbital masih sering digunakan didasarkan pada batas keamanan obat yang lebar serta harga yang murah dan umunya tersedia dipuskesmas. Valproat semakin banyak digunakan karena efek sampingnya lebihringan kecuali hepatotoksisitasnya yang bersifat idiosinkratik. Obat yang relatif baru umunya memperlihatkan spektrum yang antiepilepsi lebih luas dan keterimaan yang tinggi tetapi kurang dapat diandalkan dibanding yang lama. Selain itu umumnya lebih mahal. Terhadap bangkitan tonik-klonik manfaat fenitoin sedikit melebihi fenobarbital 60-65 % dari pasien dapat dibebaskan dari bangkitannya. Kombinasi bebrapa obat sesekali perlu dilakukan kombinasi yang paling disukai untuk bangkitan tonik-klonik adalah fenitoin dan fenobarbital yang masing-masing dapat diberikan dengan dosis penuh karena toksisitasnya berbeda. Gejala yang tidak teratasi oleh fonitoin dapat diatasai oleh fenobarbital antara lain aura, disritmia EEG fokal. Respon bangkitan fokal kortikal baik bentuk motorik maupun sensorik terhadap fenitoin umumnya sama seperti bangkitan tonik-klonik. Kombinasi ini juga dapat menimbulkan kerugian yaitu terjadinya interaksi obat yang membangkitan epilepsi tidak teratasi. Dalam keadaan ini pemantauan kadara obat dalalm darah diperlukan. Indikasi penghentian obat bila bebas kejang selama 2-3 tahun dan aktifitas paroksimal EEG telah menghilang. Obat perlu dihentikan secara perlahan-lahan dalam waktu beberapa bulan.

Bangkitan fokus lobus temporalis bagian anterior, biasanya berbentuk bangkitan parsial kompleks atau suatu kompleks bangkitan psikik lainnya, dan bersfat lebih refrakter terhadap pengobatan. Fenitoin karbamazepin dan asam valproat yang sama efektif. Dimulai dengan obat tunggal bila gagal bisa dilakukan terapi kombinasi. Fenibarbital jarang sekali efektif. Pembedahan menyingkirkan ujuj (tips) anteriol lobus temporalis diperlukan pada beberapa pasien. Untuk bangkitan lena etasuksimid adalah obat pilah utama (tetapi tidak tersedia di indonesia) untuk komponen bangkitan tonik-klonik dapat diberikan fenobarbital atau fenitoin. Asam valproat adalah obat untuk bangkitan lena yang disertai bangkitan umu tonik-klonik. Klonazepam juga diindikasikanuntuk gangguan ini. Serangan diensefalik (bangkitan lena tidak khas dan hipsaritmia) berhasil di obati dengan terapi kombinasi fenitoin dan fenobarbital tetapi diperlukan dosis lebih tinggi. Untuk hipsaritmia yang refrakter dapat ditambahkan ACTH atau adrenokortikosteroid. Pada status epileptikus diperlukan efek obat yang cepat diazepem merupakan obat pilahan utama fenobarbital juga sangat efektif di samping anestetik yang menguap atau depresan sentrallainnya. Dalam hal ini fenitoin kurang cepat memberikan efek sekalipun deberikan IV. Fenitoin digunakan setelah keadaan dapat dikuasai. Dan biasanya diberikan dosis tinggi serta pemberian jangka panjang. Pada kejang nonepileptik, terapi terutama ditunjukan pada penyebabnya misalkan demam, infeksi dan gangguan metabolik. Dua keadaan khusus yang perlu dikemukakan, terkait dengan kejang nonepileptik adalah : 1) Defisiensi piridoksin kongenital dengan kejang umum. Mungkin juga miklonik dan 2) Kejang sebagai gejala putus obat antara lain barbiturat, alkohol, sedatif tertentu lainnya. Untuk kejang akibat putus obat yang pada dasarnya merupakan gejala ketergantungan, substitusi dengan fenobarbital untuk kemudian dikurangi dosisnya secara bertahap dapat membantu mencegah timbulnya kejang. Efektifitas diazepam dalam hal ini masih perlu dikonfirmasikan lebih lanjut sedangkan fenitoin belum terbukti bermanfaat sekalipun cukup sering dugunakan.

KEJANG DEMAM Kejang yang terjadi pada 2-4% anak usia 6 bulan 5 tahun tanpa disertai kelainan neurologis bersifat umum dan singkat (<15 menit) terjadi bersamaan dengan demam

umumnya hanya terjadi 1x 24 jam pengobatan profilaksis secara rutin tidak dianjurkan kecuali disertai gangguan berikut ini : 1) Gejala neurologik yang abnormal misalnya srebralpalsi, mental retedasi, mikrosefali 2) Bila kejang terakhir berlangsung lebih dari 15 menit atau disertai gejala neurologik 3) Bila ada kejang pada orang tuanya atau keluarganya 4) Anak yang gejala kejang yang rekuren 5) Bila anak dirawat untuk suatu kegawatan. Fenobarbital atau asam valproat merupakan obat yang tepat pemberian berlangsung 1-2 tahun setelah kejang terakhir. Profilaksis kejang demam lainnya hanya dianjurkan ialah pemberian diazepan per rektal sewaktu demam. Terapi profilaksis baik yang menggunakan diazepan intermiten, fenobarbital maupun ibuprofen tidak terbukti bermanfaat. Hanya 2-3% anak kejang demam akan menderita epilepsi.

Kamis, 23 Juni 2011 EPILEPSI

Definisi Epilepsi (Yun = serangan) atau sawan/penyakit ayan adalah suatu gangguan saraf yang timbul secara tiba-tiba dan berkala, biasanya dengan perubahan kesadaran. Penyebabnya adalah aksi serentak dan mendadak dari sekelompok besar sel-sel saraf di otak. Aksi ini disertai pelepasan muatan listrik yang berlebihan dari neuron-neuron tersebut. Serangan ini kadang bergejala ringan dan (hampir) tidak terlihat, tetapi ada kalanya bersifat demikian hebat sehingga perlu dirawat di rumah sakit. Pada serangan parsial, hiperaktivitas terbatas pada hanya satu bagian dari kulit otak, sedangkan pada serangan luas hiperaktivitas menjalar ke seluruh otak. Penyebab/ patofisiologi

Separuh dari kasus epilepsi disebabkan oleh cedera otak seperti gegar otak berat atau infeksi (meningitis atau enchepalitis). Juga infark otak dan perdarahan otak (beroerte), kekurangan oksigen selama persalinan serta abses atau tumor dapat menimbulkan cacat dan epilepsi. Epilepsi ada kalanya juga dapat dicetuskan oleh obat seperti petidin, asam nalidiksat, klorpromazin, imipramin, dan MAO-blocker. Begitu pula akibat penyalahgunaan alkohol dan obat. Faktor provokasi lainnya adalah bila penggunaan obat antikonvulsi dan tranquilizers dihentikan secara tiba-tiba. Kadang-kadang serangan dapat dipicu oleh rangsanganrangsangan sensoris khas seperti kilatan cahaya dengan frekuensi tertentu atau juga oleh layar televisi yang berkilat-kilat serta musik keras yang berdentum-dentum. Faktor-faktor lain yang dapat memicu serangan adalah alkalosis, hipoglikemia, hipokalsemia, haid, dan kehamilan serta hormon kortison dan ACTH.

Jenis epilepsi Jenis epilepsi yang dikenal adalah bentuk serangan luas (Grand mal, Petit mal, absence) dimana sebagian besar otak terlibat, dan bentuk serangan parsial dimana pelepasan muatan listrik hanya terbatas sampai sebagian otak. 1. Grand Mal (penyakit besar) atau serangan tonis-kronis generalized [tonis = kontraksi otot otonom yang bertahan lama, klonis = kotraksi ritmis]. Bercirikan kejang kaku bersamaan dengan kejutan-kejutan ritmis dari anggota badan dan hilangnya untuk sementara kesadaran dan tonus. Hilangnya tonus menyebabkan penderita terjatuh, berkejang hebat dan otot-otot nya menjadi kaku. Fase tonus ini berlangsung 1 menit kemudian disusul fase klonis dengan kejang-kejang dari kaki-tangan, rahang dan muka.

Penderita kadang-kadang menggigit lidahnya sendiri dan juga dapat terjadi inkontinensia urine atau faeces. Selain itu dapat timbul hentakan-hentakan klonis, yakni gerakan ritmis dari kaki-tangan secara tak sadar, sering kali dengan jeritan, mulut berbusa, mata membelalak, dan gejala lainnya. Lamanya serangan berkisar antara 1-2 menit yang disusul dengan keadaan pingsan selama beberapa menit dan kemudian sadar kembali dengan perasaan kacau serta depresi. a. Serangan myoklonis ( myo = otot) adalah bentuk grand mal lainnya dan bercirikan kontraksi otot-otot simetris dan sinkron yang tak ritmis dari terutama bahu dan tangan. b. Status epileptikus adalah serangan yang bertahan dari 30 menit dan berlangsung beruntun dengan cepat tanpa diselingi keadaan sadar. Sesudah 30 menit ini mulai terjadi kerusakan pada SSP. Situasi gawat ini bisa fatal (mortalitas 10-15%) , karena kesulitan pernapasan dan kekurangn oksigen di otak. Pada umumnya dapat disebabkan oleh ketidakpatuhan penderita minum obat, menghentikan pengobatan secara tiba-tiba atau timbulnya demam.

2.

Peti Mal (penyakit kecil) atau absence (tak hadir). Bercirikan serangan yang hanya singkat sekali, antara beberapa detik sampai setengah menit dengan penurunan kesadaran ringan tanpa kejang-kejang. Petit mal juga bersifat serangan luas di seluruh otak. Gejalanya berupa keadaan termangu-mangu (pikiran kosong, kehilangan kesadaran dan respon sesaat), muka pucat, pembicaraan terpotong-potong atau mendadak berhenti bergerak terutama anak-anak.

3.

Parsial (epilepsi psikomotor) Bentuk serangan parsial umumnya berlangsung dengan kesadaran hanya menurun untuk sebagian kesadaran tanpa hilangnya ingatan. Penderita memperlihatkan kelakuan otomatis tertentu seperti gerakan mengunyam dan atau menelan atau berjalan dalam lingkaran.

Prinsip terapi

1.

Terapi serangan Kebanyakan lamanya serangan kurang dari lima menit dan berhenti dengan sendirinya tanpa pengobatan. Bila berlangsung lebih lama barulah harus diberi obat sebagai berikut :

a.

Diazepam rektal Sebagai larutan dalam rectiole, jika belum ada efek sesudah 5-10 menit pemberian diulang atau diberi midazolam/klonazepam secara oromucosal.

b.

Diazepam intravena Untuk efek cepat atau klonazepam i.v atau medazolam i.m. Serangan berhenti dalam 5-15 menit dan dosis tidak boleh terlallu tinggi karena resiko depresi pernapasan. Bila penanganan ini belum berhasil dan terjadi status epileptikus maka terapi mutlak segera dilanjutkan di rumah sakit untuk penanganan berikutnya.

c.

Penanganan berikutnya adalah benzodiazepin atau penitoin sebagai infus kontinyu dengan monitoring pernapasan dan sirkulasi. Pasien biasanya diberi diazepam 10 mg intra vena disusul dengan infus i.v dari 200 mg/liter selama 24 jaam.

2.

Terapi pemeliharaan Pada dasarnya monoterapi efektif pada penderita epilepsi misalanya karbamazepin atau valproat. Pentakaran harus dimulai dengan dosis rendah yang lambat laun ditingkatkan sampai dosis pemeliharaan yang serendah mungkin dan penghentian tidak boleh tiba-tiba. Bila obat ini tidak ampuh untuk serangan maka dicoba dengan obat lain. Setelah 2 sampai 3 obat dicoba tanpa hasil baik dapat ditambahkan obat lain sebagai politerapi. Obat dinyatakan efektif bila dapat menurunkan frekuensi serangan.

a.

Epilepsi luas (generalized) Pilihan pertama pada grand mal adalah valproat. Pada grand mal dengan serangan myoklonis dapat digunakan kombinasi dengan klonazepam. Karbamazepin, fenitoin dan vigabatrin tidak cocok karena justru dapat meningkatkan frekuensi serangan. Etosuksimida dan valproat sama efektifnya pada absence luas. Kombinasi dengan klonazepam + klobazam,

karbamaepin+valproat dan lamotrigin+valproat juga seringg kali efektif. Fenobarbital juga banyak digunakan tetapi efek sampingnya (sedasi, kantuk) membatasi penggunaannya. b. Epilepsi parsial Biasanya ditanggulangi dengan pilihan pertama karbamazepin, valproat, atau fenitoin. Obatobat lainnya yang efektif adalah benzodiazepin, lamotrigin, topiramat, dan vigabatrin. Efektivitas obat-obat ini tidak sempurna sehingga diperlukan kombinasi dari dua obat. c. Kortikosteroida Digunakan terutama bila penyakit menjadi parah(exacerbatio) misalnya pada penderita lansia, exacerbasi dapat diatasi dengan dosis rendah prednison 10 mg yang sepanjang tahun dapat dikurangi sampai dosis pemeliharaan. Tetapi pada pasien yang lebih muda diperlukan dosis yang lebiih tinggi dengan resiko efek samping besar. Suatu penelitian mutakhir menunjukan bahwa dosis awal tinggi dari kortikosteroid (metilprednisolon 1000 mg i.v ) berselang 3 hari menghasilkan kerusakan tulang yang lebih ringan daripada penggunaan metilprednisolon 16 mg per oral setiap hari. Melalui injeksi intra-artikuler kortikosteroida digunakan pada keadaan kaku dan nyeri hebat di sendi. Diagnosa Tes paling terpercaya untuk mendiagnosa jenis epilepsi adalah melaui pemeriksaan EEG (Elektroecepalogram), yaitu dapat mencatat variasi-variasi potensial dari aktivitas listrik di otak. Pencatatan ini berguna untuk antara lain melokalisasi dan mendiagnosa proses-proses patologis di otak. Misalnya luka di cortex menimbulkan gelombang khusus yang dapat dideteksi dalam EEG. Serangan grand mal yang diawali oleh aura dan kemudian disusul oleh konvulsi umum dengan kontraksi otot dan gerakan klonis, mempunyai pola EEG yang khusus. Sedangkan serangan petit mal memilki EEG yang khas. Dengan demikian EEG memungkinkan penetuan jenis epilepsi yang diderita pasien, yang ditunjang oleh gejala klinis khusus. Penanganan a. Tindakan utama

Selau diusahakan untuk meniadakan penyebab penyakit (misalnya tumor otak) dan menjauhkan faktor yang dapat memicu serangan (alkohol, stres, keletihan, demam, imuisasi, gejolak emosi) b. Tindakan darurat Pada waktu serangan hendaknya diusahakan jangan sampai penderita melukai dirinya sendiri, misalnya menggigit lidah. Perlu diperhatikan pula bahwa saluran pernapasannya bebas dan tidak tersumbat. Bila ada kecurigaan mengenai hipoglokemia, yang juga dapat memicu konvulsi, kadar gula darahnya harus ditentukan dan bila perlu harus diberikan glukosa secara intravena. Tujuan penanganan Serangan epilepsi dapat merusak sel-sel otak, terutama serangan grand mal dan menjadi suatu beban sosial dan psikologis bagi penderita. Oleh karena itu perlu sekali terapi yang bertujuan utama untuk mencegah timbulnya kejang atau mengurangi sebanyak mungkin jumlah serangan tanpa menngangu fungsi normal tubuh. Ini berarti bahwa antiepileptika harud digunakan secara terus-menerus. Dengan pengobatan dan dosis yang tepat serangan epilepsi dapat ditekan, yakni frekuensinya dikurangi pada 70-80% penderita. Bentuk epilepsi tertentu kadang hilang secara spontan sehingga pasien menjadi bebas serangan untuk rentang waktu panjang, namun pada umumnya penyembuhan tuntas sukar dicapai. Obat-obat epilepsi Antiepileptika adalah obat yang dapat menanggulangi serangan epilepsi berkat khasiat antikonvulsinya, yakni meredakan konvulsi (kejang klonus hebat). Semua obat antikonvulsi memiliki waktu paruh panjang, dieliminasi dengan lambat dan berakumulasi dalam tubuh pada penggunaan kronis.

Mekanisme kerja obat epilepsi GABA (gamma amino butiric acid). Di otak terdapat dua kelompok neurotransmitter, yakni zat-zat seperti noradrenalin dan serotonin yang memperlancar transmisi rangsangan listtrik di sinaps sel-sel saraf. Selain itu juga terdapat zat-zat yang menghambat

neurotransmisi, antara lain GABA dan glisin. Asam amino GABA memiliki efek dopamin (PIF = prolactin inhibiting factor) lemah, yang berdaya menghambat produksi prolaktin oleh hipofisis. GABA terdapat praktis di seluruh otak dalam dua bentuk, yaitu GABA-A dan GABA-B yang daya kerjanya berhubungan erat dengan reseptor benzodiazepin. Di lain pihak zat-zat yang memperkuat sistem penghambatan yang diatur oleh GABA berdaya antikonvulsi antara lain benzodiazepin (diazepam, klonazepam). Cara kerja a. Memperkuat efek GABA. Valproat dan vigabatrin bersifat menghambat perombakan GABA oleh transaminase, sehingga kadarnya meningkat dan neurotransmisi lebih diperlammbat. Juga topiramat bekerja menurut prinsip memperkuat GABA, sedangkan lamotiigrin meningkatkan kadar GABA. Fenobarbital juga menstimulir pelepasannya. b. Menghambat kerja aspartat dan glutamat. Kedua asam amino ini adalah neurotransmiter yang merangsang neuron dan menimbulkan serangan epilepsi. Pembebasannya ini menghambat oleh lamotigrin, juga oleh valproat, karbamazepin, dan fenitoin. c. Memblokir saluran-ssaluran (channel) Na, K, dan Ca yang berperan penting pada timbul dan perbanyakannya muatan listrik. Contohnya adalah etosuksimida, valproat, karbamazepin, okskarbazepin, fenitoin, lamotigrin, preglabarin dan topiramat. d. Meningkatkan ambang serangan dengan jalan menstabilkan membran sel, antara lain felbamat. e. Mencegah timbulnya pelepasan muatan listrik abnormal di pangkalnya (focus) dalam SSP, yaitu fenobarbital dan klonazepam. f. Menghindari menjalarnya hiperaktivitas (muatan listrik) tersebut pada neuron otak lainnya, seperti klonazepam dan fenitoin.

Penggolongan 1. a. Obat generasi pertama Fenobarbital (fenobarbiton, luminal) Memilki sifat antikonvulsif khusus yang terlepas dari sifat hipnotiknya. Yang digunakan terutama senyawa kerja panjang untuk memberikan jaminan yang lebih kontinyu terhadap serangan grand mal. Senyawa hipnotik ini terutama digunakan pada serangan grand mal dan status epilepticus berdasarkan sifatnya yang dapat memblokir pelepasan muatan listrik di otak. Untuk mengatasi efek hipnotiknya, obat ini dapat dikombinasi dengan kofein . Tidak boleh diberikan pada pada absences karena justru dapat memperburuknya. Resorpsinya diusus baik ( 70-90 %) dan lebih kurang 50 % terikat pada protein, plasma t panjang lebih kurang 3-4 hari. Maka dosisnya diberikan sehari sekaligus. Efek sampingnya berkaitan dengan efek sedasi yaitu pusing, mengantuk, ataksia, dan pada anak-anak mudah terangsang. Efek samping ini bias dikurangi dengan penambahan interaksinya bersifat mengiduksi enzim dan mempercepat penguraian kalsiferol vitamin D, dengan kemungkinan timbulnya haritis pada anak kecil. Dosisnya 1-2 dd 30-125 mg , maksimal 400 mg ( 2 kali) pada anak-anak 2-12 bulan 4 mg/kg BB sehari, pada status epileptikus dewasa 200-300 mg. Metilfenobarbital ( mefobarbital, prominal) juga digunakan pada petit mal. Resorpsinya kurang baik. Didalam hati zat ini dengan diubah seluruhnya menjadi fenobarbital. Efek sedasi dan hipnotiknya lebih ringan begitu pula khasiat antiepilepsinya. Dosisnya 2 dd 100-200 mg

b.

Asam valproat: asam dipropilasetat, DPA, Depakene, Leptulan (Na-) Khasiat antikonvulsi dari derivate asam valerian ini ditemukan secara kebetulan dan sebagai obat pilihan utama pada absences.

Mekanisme kerjanya diperkirakan berdasarkan hambatan enzim yang menguraikan GABA, sehingga kadar neurotransmitter ini di otak meningkat. Resorpsinya di usus cepat, setelah 15 menit sudah tercapai kadar plasma maksimal. PP-nya lebih kurang 90%, plasma t1/2 nya10 jam dan dieksresikan sebagai glukokronida, terutama melalui kemih. Resorpsi dari supositoria juga baik, tetapi bersifat merangsang bagi selaput lendir, juga pada penggunannya sebagai injeksi. Efek rangsangan local ini dapat banyak dikurangi dengan menggunakan tablet enteric-coated dan tablet slow-release. Efek sampingnya yang sering terjadi adalah gangguan saluran cerna yang bersifat sementara, adakalanya juga sedasi, ataksia, udema, pergelangan kaki, dan rambut rontok. Efek lainnya adalah kenaikan berat badan teutama pada remaja putrid. Pada kehamilan senyawa ini tidak boleh diberikan karena senyawa ini bersifat teratogen pada hewan. Interaksi. Karena DPA dapat meningkatkan kadar fenobarbital dan fenitoin maka berdasarkan penelitian kadarnya didalam darah, dosisnya harus dikurangi (sampai 30-50%) guna menghindari sedasi berlebihan. Sebaliknya khasiat DPAjuga diperkuat oleh antiepileptika lainnya. Dosis: oral semula 3-4 dd 100-150 mg d.c dari garam natriumnya untuk kemudian berangsurangsur dalam waktu 2 minggu dinaikkan sampai 2-3 dd 300-500 mg maksimal 3 gr sehari. Anak-anak 20-30 mg/kg sehari.

c.

Karbamazepin: tegretol Senyawa trisiklis ini selain bekerja antikonvulsi juga berkhasiat antidepresi dan antidiutetis, mungkin berdasarkan peningkatan sekresi di hipopisis atau penghambatan perombakannya. Penggunaan di banyak bidang yaitu: Epilepsi grand mal dan bentuk parsial sama efektifnya dengan fenitoin tetapi efek sampingnya lebuh sedikit. Fenobarbital dan valproat memperkuat efeknya. Tidak efektif pada absences.

Neuralgia trigeminus: merupakan yang paling efektif terhadap nyeri urat saraf hebat dibagian muka. Juga terdapat nyeri sinannaga (herves zoster). Depresi manis; efektivitasnya dapat disamakan dengan litium. Diabetes insipidius (poliuria akibat kekurangan ADH): khusus terhadap bentuk sentral dari ganggguan ini. Resorpsinya lambat dan kadar maksimal dalam plasma dapat tercapai setelah 4-24 jam. Pengikatan proteinnya tinggi, lebih kurang 80%, sedangkan plasma t1/2nya sangat variabel 730 jam. Didalam hati karbamazepin dioksidasi menjadi metabolit epoksida yang juga berdaya antikonvulsi. Efek sanpingnya yang sering terjadi berupa sedasi, sakit kepala, pusing, mual-mual, muntah, dan ataxia, yang umunya bersifat sementara (lbih kurang 2 minggu). Kurang lebih 40% dari pengguna masih mengalami kantuk setelah 1 tahun. Reaksi kulit (rashes) juga agak sering terjadi. Efek lainnya adalah anoreksia, mengantuk, radang kulit, dan gangguan psikis. Berhubung dapat terjadi gangguan darah, hepatitis dan lupus erythematodes, maka harus dilakukan pemeriksaan darah setiap minggu/bulan. Selama penggunaan kerbamazepin tidak boleh minum alkoholdan pengendara bermotor harus waspada. Kehamilan dan laktasi. Zat ini dapat menembus plasenta berkumulasi di jaringan janin dan dapat mengganggu pertumbuhan janin. Oleh sebab itu, tidak dianjurkan penggunaan selama kehamilan dalam keadaan utuh maupun metabolitnya dapat masuk ke dalam air susu. Dosis. Permulaan sehari 200-400 mg dibagi dalam beberapa dosis yang berangsur-angsur dapat dinaikkan sampai 800-1200 mg dibagi dalam 2-4 dosis. Pada manula setengah dari dosis ini. Dosis awal bagi anak-anak sampai usia 1 tahun 100 mg sehari, 1-5 tahun 100-200 mg sehari, 5-10 tahun 200-300 mg sehari dengan dosis pemeliharaan 10-20 mg/kg berat badan sehari dibagi dalam beberapa dosis. Oksakarbazepin Derivate yang sama efektifnya dengan karbamazepin pada dosis yang 50% lebih tingg. Kedua obat ini tidak bersifat inductor enzim, maka pada pengunaan lama tidak menimbulkan auto induksi (stimulasi dari metabolisme sendiri). Efek sampingnya lebih ringan , khusus rash. Okskarbazepin terutama digunakan pada serangan tonis-klonis dan pada epilepsy parsial. Resorpsinya cepat dan hampir sempurna (95%) untuk diubah menjadi

dihidroksikarbamazepiun aktif dengan plasma t1/2 10-25 jam . Lebih dari 95% diekskresikan melalui urin sebagai konyugat dan 0,3 % dalam bentuk utuh. Efek sempingnya berupa perasaan letih, pusing, dan ataksia, hiponatriemia, gangguan tidur, tremor, dan radang kulit. Kehamilan dan laktasi.zat ini dapat masuk kedalam air susu ibu dan dapat mencapai kadar 50% dari kadar plasma sang ibu. Dosis :monoterapi 1 dd 300 mg d.c atau p.c. lambat laun dinaikan sampai dosis pemeliharaan dari 2-3 dd 200-400 mg, politerapi pada epilepsy gawat dan resisten 1 dd 300 mg dan lambat laun ditingkatkan sampai dosis pemeliharaan dari 2-3 dd 300-1000 mg. d. Fenitoin (difenilhidantoin, Diphantoin, Dilantin) Struktur kimia obat ini mirip barbital tetapi dengan cincin-5 hidantoin. Senyawa hidantoin ini terutama digunakan pada grand mal dan tidak digunakan pada grand mal karena dapat memprovokasi absences. Senyawa imidazolidin ini tidak bersifat hipnotik seperti senyawa barbital dan suksinimida. Resorpsinya di usus cukup baik, presentasi pengikatan pada protein tinggi, lebih kurang 90%. Setelah mengalami siklus enterohepatis, akhirnya fenitoin di ekskresi melalui ginjal dalam bentuk glukuronida (60-75%). Plasma t1/2 nya rata-rata 22 jam. Efek sampingnya yang sering timbul adalah hyperplasia gusi (tumbuh berlebihan) dan obstipasi. Efek lainnya adalah menyebabkan pusing, mual dan bertambahnya rambut/bulu badan (hipertrichosis). Wanita hamil tidak boleh menggunakan fenitoin karena bersifat teratogen. Dosis permulaan sehari 2-5 mg/kg berat badan dibagi dalam 2 dosis dan dosis pemeliharaan 2 dd 100-300 mg (garam Na) pada waktu makan dengan minum banyak air. Pada anak-anak 216 tahun, permulaan sehari 4-7 mg/BB dibagi dalam 2 dosis dan dosis pemeliharaan sehari 411 mg/BB. Bila dikombinasi dengan fenobarbital, dosisnya dapat diperkecil. e. Suksinimida Senyawa ini memiliki kesamaan dalam susunan gugus cincinnya dengan fenitoin, terutama digunakan pada petit mal. Contoh obat: etosuksimida dan mesuksimida. Contoh obat lainnya yaitu asam valproat, diazepam, dan klonazepam, karbammazepim dan oksikarbazepim.

Etosuksimida (etilmetilsiksinimida, Zarontin) Derivate pirolidin ini sangat efktif terhadap serangan absence. Daya kerjanya panjang dengan plasma t nya 2-4 hari. Praktis tidak terikat pada protein, eksresinya melalui ginjal, yaitu 50% sebagai metabolit dan 20% dalam keadaan utuh. Efek sampingnya berupa sedasi, antara lain mengantuk dan termenung-menung, sakit kepala, anoreksia dan mua, juga bersendawa. Leucopoenia jarang terjadi, namun gambaran darah juga fungsi hati dan urin, perlu di monitor secara teratur. Dosis: 1-2 dd 250-500 mg sebagai tablet enteric coatet berhubung rasanya tidak enak dan bersifat merangsang. Mesuksimida (celongtin) Adalah derivate metal dengan sifat dan penggunaan yang kurang lebih sama. Dosis: 1 dd 300 mg, maksimal 1,2 gr sehari. f. Primidon (mysoline) Struktur kimia obat ini sangat mirip fenobarbital tetapi bersifat kurang sedative. Sangat efektif terhadap serangan grand mal dan psikomotor. Di dalam hati terjadi biotransformasi menjadi fenobarbital dan feniletilmalonamida (PEMA), yang juga bersifat antikonvulsi. Penggunaan lainnya adalah pada neuralgia trigeminus. Efek sampingnya adalah pusing, mengantuk, ataksia, dan anoreksia juga anemia tertentu yang dpat diatasi dengan asam folat. Pada anak-anak mudah terangsang. Dosisnya : dimulai dengan 4 dd 500 mg (2 tablet), pada hari keempat dikurangi sampai 4 dd 250 mg dan pada hari kesebelas 125 mg dan seterusnya. g. Diazepam (valium, stesolid, mentalium) Disamping khasiat anksiolitis relaksasi otot dan hipnotiknya, senyawa benzodiazepine iini juga berdaya antikonvulsi sehingga diazepam digunakan pada epilepsy dan dalam bentuk injeksi i.v terhadap status epileptikus. Pada penggunaan oral dan dalam klisma (rectiole) resorbsinya baik dan cepat tetapi dalam bentuk suppositoria lambat dan tidak sempurna. Di dalam hati diazepam dibiotransformasi menjadi N-desmetildiazepam yang juga aktif dengan plasma t1/2 panjang antara 42-120 jam. Plasma t diazepam berkisar antara 20-54 jam. Efek samping (benzodiazepine) adalah mengantuk, termenung-menung, pusing dan kelemahan otot. Dosis : 2-4 dd 2-10 mg dan i.v 5-10 mg dengan perlahan-lahan 1-2 menit, pada anak-

anak 2-5 mg. pada status epileptikus dewasa dan anak diatas usia 5 tahun 10 mg, di bawah 5 tahun 5 mg sekali. Pada konvulsi demam anak-anak 0,25-0,5 mg/ kg berat badan. Bayi dan anak-anak dibawah 5 tahun 5 mg setelah 5 tahun 10 mg, juga secara preventif pada demam (tinggi) Klonazepam (rivotril) Adalah derivate klor dari nitrazepam dengan kerja antikonvulsi yang lebih kuat. Klonazepam terutama digunakan pada absences anak-anak dan merupakan obat pilihan utama (i.v) pada status epileptikus karena khasiatnya lebih kuat dan dua sampai tiga kali lebih pesat daripada diazepam. Khasiatnya diperkirakan berdasarkan perintangan langsung dari pusat epilepsy di otak dan juga merintangi penyebaran aktivitas listrik berlebihan pada neuron lain. Kinetik : sekitar 87 % zat ini diikat pada protein plasma dan dimetabolisir dalam hati menjadi senyawa metabolit tidak aktif. Plasma t1/2 nya 18-50 jam per oral kadar darah maksimalnya dicapai sesudah 1-3 jam melalui i.v setelah satu menit. Efeksampingnya berupa sedasi seperti mengantuk, pusing, dan kelemahan otot serta sekresi ludah berlebihan (hipersalivasi) yang dapat membahayakan pernafasan terutama pada anak-anak. Selama penggunaan klonazepam dilarang minum alcohol karena mempengaruhi efek obat. Dosis : oral anak-anak 3 dd 0,5-2 mg, dewasa permulaan 0,5 mg sehari yang lambat laun dinaikkan sampai 3 dd 1-5 mg (maksimal 20 mg sehari), dosis harus dinaikkan berangsur-angsur. Pada status epileptikus i.v 1 mg (perlahan-lahan) sesudah 30 menit diulang 1 mg, anak-anak 1 dd 0,5 mg. Klobazam (frisium) Adalah derivate 1,5-benzodiazepin yang dipasarkan sebagai transquilizer tetapi memiliki khasiat antikonvulsi yang sama kuatnya dengan diazepam. Klobazam digunakan sebagai obat tambahan pada absences yang resisten terhadap klonazepam. Setelah penggunaan oral minimal 87% diresorpsi dan 85% diikat pada protein plasma. Metabolit utamanya adalah Ndesmetilklobazam yang memiliki sifat antikonvulsi lemah. Plasma t nya 18-30 jam dan di ekskresi melalui urin. Daosis : oral sehari 5-15 mg lambat laun ditingkatkan sampai maksimal 80 mg sehari.

2.

Obat generasi kedua Obat-obat ini umumnya tidak diberikan tunggal sebagai monoterapi melainkan sebagai tambahan dalam kombinasi dengan obat-obat klasik (obat generasi pertama). Keberatan obatobat yang agak baru ini adalah pengalaman penggunaanya yang masih relatif singkat dibandingkan dengan obat-obat generasi pertama yang sudah membuktikan keampihan dan keamanannya. Contih obat: vigabatrin, lamotrigin dan gabapentin, felbamat, topiramat, dan pregabalin.

a.

Felbamat :taloxa Analogon meprobamat ini digunakan sebagai obat tambahan bila karbamazepin atau fenitoin tunggal kurang berkhasiat. Resorpsinya cepat dengan kadar plasma maksimal tercapai dalam 1-4 jam, plasma t nya 12-16 jam yang diekskresikan melalui urine dalam bentuk utuh yang mekanisme khasiatnya diperkirakan berdasarkan peningkatan ambang serangan. Efek sampingnya yang serius berupa anemia aplastis dan gangguan fungsi hati. Juga mual, muntah, gangguan penglihatan, pusing dan reaksi alergi pada kulit. Dosis : permulaan 0,6-1,2 gram dibagi dalam tiga sampai empat dosis berangsur-angsur dinaikkan sampai maksimal 3,6 gram sehari.

b.

Gabapentin :neurontin Senyawa sikloheksil asetat ini memiliki struktur kimiawi yang berkaitan dengan GABA tetapi mekanisme kerjanya berlainan. Obat ini digunakan sebagai obat tambahan pada epilepsy parsial dan untuk penderita pada siapa antiepileptika biasa kurang memberikan efek. Selain itu digunakan pada depresi manis bersama litium dan pada nyeri neuropati dengan efek setelah 1-3 minggu. Resorpsinya per oral dalam waktu 2-3 jam sudah tercapai kadar plasma maksimal dengan masa paruh 5-7 jam dan diekskresikan lengkap melalui urin dalam bentuk utuh. Efek sampingnya mengantuk, pusing, ataksia, perasaan letih dan meningkatnya berat badan. Dosis : permulaan 1-3 dd 100-200 mg yang lambat laun ditingkatkan sampai 3 dd 300-400 mg. pada nyeri neuropati 3 dd 600 mg.

c.

Lamotrigin : lamickal Senyawa triazin ini berdaya antikonvulsi atas dasar menstabilisir membrane sel saraf, sehingga menghambat pembebasan neurotransmitter glutamate yang berperan penting pada timbulnya serangan epilepsy. Oabt ini digunakan pada epilepsy grand mal dan parsial.

Resorpsinya cepat dan sempurna dengan kadar plasma maksimal tercapai dalam waktu 2,5 jam dan plasma t 29 jam. Zat ini diuraikan dalam hati menjadi dua metabolit Nglukuronida yang tidak aktif dan seluruhnya diekskresi melalui urin 8% dalam keadaan utuh. Efek sampingnya berupa radang kulit yang timbul 3 minggu setelah terapi dimulai dan hilang sendirinya setelah pengobatan dihentikan. Dosis : 2 dd 100 mg dan berangsur-angsur ditingkatkan sampai 400 mg sehari, pemeliharaan 1-2 dd 100 mg. d. Pregabalin (Lyrica) Obat baru ini adalah analogon dari GABA dan diindikasikan pada terapi tambahan epilepsy parsial dan untuk penanganan nyeri neuropatis perifer. Kerjanya dengan mempengaruhi secara langsung saluran kalsium ( Ca channel) dari sel. Efek sampingnya adalah rasa kantuk dan vertigo reversible yang hilang setelah penggunaan selama 3-4 minggu. Selain itu juga gangguan ingatan dan konsentrasi, mudah tersinggung, tremor dan gangguan lambung-usus serta berat badan meningkat. Dosis : 2-3 dd 75-200 mg. e. Topiramat (topamax) Monosakarida (fruktopyranose) ini digunakan sebagai adejufan pada epilepsy parsial dan atau epilepsy luas tonis-klonois. Diserap baik dalam usus (> 80 %). Dalam hati sebagian di rombak menjadi beberapa metabolit inaktif,dengan masa paruh di atas 20 jam. Eliminasinya melalui kemih dalam bentuk utuh (65 %). Efek sampingnya mirip pregabalin kecuali menurunkan berat badan. Dosis : pemula 1-dd 20 mg selama 1 minggu lalu dinaikan 20 mg/minggu sampai 1 dd 200 mg (dosis efektif minimal). Bila perlu berangsur-angsur dinaikan sampai maksimal 2 dd 500 mg. Pemeliharaan 2 dd 100-200 mg. f. Vigabatrin : Sabril Senyawa heksen ini termasuk generasi ke dua dan merupakan derivate sintetis dari GABA. Berkhasiat menghambat secara spesifik enzim GABA transaminase yang berfungsi menguraikan GABA sehingga kadar neuro transmitter ini meningkat dengan efek antikonvulsi. Obat ini digunakan sebagai obat tambahan pada pengobatan epilepsy yang kurang responnya terhadap antiepileptika lain.Resorbsinya cepat (minimal 70%),kadar plasma maksimal 1-2 jam, t -nya 5 sampai 8 jam.tidak terikat pada protein plasma,praktis tidak di metabolisir dan di ekskresi dalam keadaan utuh melalui urine. Efek sampingnya mengantuk letih,pusing dan sakit kepala juga gangguan psikis. 1/3 dari pengguna mengalami gangguan pengelihatan serius dan irepersibel setelah digunakan lama 1-3 tahun maka perlu

untuk menjalani pemeriksaan mata selama pengobatan. Kehamilan dan laktasi, pada hewan percobaan terjadi kelainan pada janin. Obat ini masuk kedalam air susu ibu. Dosis : Permulaan 1 dd 1 gram,lambat laun dinaikan sampai dosis pemeliharaan dari 2 dd 1 gram sampai 2 dd 2 gram. Anak-anak sehari 40-80 mg/kg BB. g. Zonisamida Adalah suatu derivate dari benzisoksazol-sulfonamida yang termasuk kedalam kelompok bau antiepileptika. Mekanisme kerjanya adalah memblokir pencetusan reaksi saraf via saluran (chanel) Na serta Ca sehingga mengurangi menjalarnya serangan epilepsy. Digunakan sebagai obat tambahan pada epilepsy parsial. Efek sampingnya berupa reaksi terhadap SSP,hipersensitivitas dan pembentukan batu ginjal.

Penggunaan Antiepileptika sering memiliki indeks terapi yang sempit (fenitoin). Maka untuk efek optimal perlu ditentukan pentakaran yang seksama agar kadar darah terpelihara pada rentang kadar terapi yang sekonstan mungkin. Banyak obat (primidon, karbamazepin,klonazepam, dan valproat) menimbulkan mual dan pusing. Maka untuk menghindarinya obat permulaan diberikan tunggal dalam dosis rendah yang berangsur-angsur dinaikkan sehingga efek maksimal tercapai dan kadar plasma berjalan tetap. Pengecualian adalah fenitoin dan etosuksimida yang dapat langsung diberikan dalam dosis pemeliharaanya. Akan tetapi sering juga terapi dilanjutkan dengan kedua obat bersama, bahkan ditambah lagi obat ketiga bila belum tercapai hasil yang diinginkan. 1. Kombinasi Bagi orang yang resisten untuk monoterapi diperlukan kombinasi dari dua atau tiga jenis obat sekaligus yang sebenarnya kombinasi ini tidak dianjurkan karena kemungkinan timbulnya interaksi dan bertambahnya efek samping. Ketidakpatuhan pasien dalam minum obat dapat berkurang yang merupakan penyebab utama kegagalan terapi. Penelitian dengan fenitoin, karbamazepin, dan valproat menunjukkan bahwa pada kebanyakan pasien serangan dapat dikendalikan dengna hanya satu jenis oabt bila diberikan dalam dosis yang cukup tinggi shingga perlu dipantau melalui penentuan kadar obat dalam darah. Pada kasus resisten

baru dapat digunakan kombinasi dengan epileptika generasi kedua felbamat, vigabatrin, lamotigrin dalam dosis serendah mungkin yang berangsur-angsur dinaikkan. 2. Penggunaan lain Antiepileptika semakin banyak digunakan untuk indikasi lain dan sering kali off label, artinya diluar indikasi resmi, untuk mana obat dipsarkan. Misalnya untuk nyeri neuropati seperti pada neuralgia trigeminus dari saraf otak kelima, yaknni nyeri hebat seperti teriris-iris di bagian muka (karbamazepin, fenitoin, gabafentin, dan pregabalin). Juga untuk profilaksis migrain (valproat dan topiramat) dan pada gangguan bipoler (karbamazepin, valproat dan lamotrigin) 3. Pentakaran. Kebanyakan obat epilepsi memiliki plasma t yang agak panjang (10-50 jam lebih) sehingga sebaiknya dosis diberikan satu kali sehari. Namun pada umumnya obat diberikan dua atau tiga kali sehari untuk meniadakan kemungkinan terjadinya serangan akibat terlupanya satu dosis. 4. Jangka waktu terapi. Lamanya pengobatan tergantung dari usia, frekuensi serangan, dan faktor yang dapat memicu serangan. Pada umumnya terapi diberikan selama bertahun-tahun dan kebanyakan kasus malahan seumur hidup. Bila dalam waktu lima tahun tidak terjadi lagi serangan maka dosis dapat berangsur-angsur diturunkan dan bila serangan tidak terjadi lagi terapi dapat dihentikan sama sekali. Pada bayi pengobatan umumnya bisa dihentikan beberapa minggu sampai bulan sesudah serangan terakhir. Pada anak-anak sampai 6 tahun kebanyakan setelah satu tahun. Penghentian terapi tidak boleh secara tiba-tiba karena dapat memicu serangan kecuali bila timbul efek-efek samping serius seperti toksisitas hati dan sindrom StevensJohnson. Epilepsi yang sukar ditangani disebut epilepsi refractair. Pengobatan mutakhir untuk menghentikan serangan adalah dengan cara pembedahan.

Efek samping Efek samping yang paling sering timbul adalah berupa gangguan lambung-usus (nausea, muntah, obstipasi, diare, dan hilang citarasa). Begitu pula efek SSP (rasa kantuk,

pusing, ataksia, nystagmus dan mudah tersinggung) sering kali terjadi. Selain itu juga terjadi reaksi hipersensivitas (dermatitis, ruam, urtikaria, sindrom Stevens-Johnson, hepatitis), rontok rambut, hirsutisme, kelainan psikis, gangguan darah dan hati serta perubahan berat badan. Valproat, gabapentin, pregabalin dan vigabatrin meningkatkan berat badan sadangkan topiramat menurunkan berat badan. Okskarbazepin, gabapentin, dan lamotrigin memperbaiki suasana jiwa, sedangkan vigabatrin dan topiramat memperbesar psikosis. Kebanyakan antiepileptika mempengaurhi sistem endokrin, misalnya metabolisme vitamin D, dengan akibat penurunan kadar kalsium dan pospatdalam darah. Oleh karena itu penderita yang menggunakan antiepileptika untuk jangka waktu lama, perlu periodik diperikasa kadar kalsium dan fosfatnya. Kehamilan Efek teratogen. Antiepileptika menyebabkan gangguan konginetal dua sampai tiga kali lebih besar daripada keadaan normal khususnya asam valproat dan karbamazepin. Efek teratogen ini (spina bifida) ditimbulkan oleh toksisitas langsung terhadap sel-sel janin dan juga karena defisiensi asam folat. Penyebabnya adalah karrena di satu pihak obat-obat ini (valproat dan krbamazepin) menghambat dengan kuat resorpsi asam folat dan di lain pihak meningkatkan ekskresi nya karena induksi enzim di hati. Penurunan kadar asam folat juga dapat menyebabkan anemi makrositer, maka dianjurkan pemberian suplesi dari vitamin ini. Fenobarbital, fenitoin, dan varploat dapat menimbulkan kelainan jantung dan bibir sumbing. Guna meringankan resiko serangan pada wanita hamil dan memperkecil resiko cacat pada janin dianjurkan pemberian obat dengan dosis yang serendah mungkin.

Penghentian Penghentian pengobatan epilepsi dapat menimbulkan serangan pada sang ibu dengan akibat dapat menimbulkan penyimpangan pada janin pada akibat hipoksia atau pendarahan intracranial. Pengunaan kombinasi

Sebaiknya diganti dengan obat tunggal karena resiko penyimpangan pada janin lebih kecil pada monoterapi dibandingkan dengan politerapi. Interaksi Beberapa antiepileptika menyebabkan (auto) induksi enzim hati (system oksidasi), seperti karbamazepin, fenitoin, fenobarbital, dan primidon. Oleh karenanya obat-obat ini dapat saling menurunkan kadarnya dalam darah dengan peningkatan ekskresinya. Kadar dari antikoagulansia, zat-zat anti HIV dan steroida (antikonseptiva) diturunkan. Akibatnya induksi enzim ini telah menimbulkan kehamilan pada wanita yang menggunakan pil antihamil. Sebaliknya beberapa obat menyebabkan penghambatan enzim melalui kompetisi untuk tempat pengikatan yang sama. Misalnya valproat mampu meningkatkan kadar fenobarbital dengan kuat, sedangkan efek valproat dikurangi oleh fenitoin. Interaksi tersebut hampir tidak terjadi pada vigabatrin dan gabapentin karena zat-zat ini praktis tidak dimetabolismekan dan pada okskarbazepin karena dipecah oleh enzim-enzim jenis lain dihati. Namun, dapat memicu perombakan pil antihamil yang mengandung kurang dari 50 mcg estrogen dengan resiko pendarahan-antara dan kehamilan.

TERAPI PENGOBATAN EPILEPSI : Obat pertama yang paling lazim dipergunakan: (seperti: sodium valporat, Phenobarbital dan phenytoin) Ini adalah anjuran bagi penderita epilepsi yang baru, Obat-obat ini akan memberi efek samping seperti gusi bengkak, pusing, jerawat dan badan berbulu (Hirsutisma), bengkak biji kelenjardan osteomalakia (The National Society for Epilepsi, 2007). Obat kedua yang lazim digunakan: (seperti: lamotrigin, tiagabin, dan gabapetin) Jika tidak terdapat perubahan kepala penderita setelah mengunakan obat pertama, obatnya akan di tambah dengan dengan obatan kedua. Lamotrigin telah diluluskan sebagai obat pertama di Malaysia. Obat baru yang diperkenalkan tidak dimiliki efek samping, terutama dalam hal kecacatan sewaktu kelahiran (The National Society for Epilepsi, 2007). Obat-Obat Epilepsi :

1.

Fenobarbital Merupakan obat antiepilepsi pertama yang telah diketahui manfaatnya sejak tahu 1912. Efek antikonvulsinya diduga berdasarkan kemampuannya untuk mempotensiasi jaras penghambat, secara klinis terbukti meningkatkan ambang kejang dan membatasi penyebaran aktivitas listrik saat rangsang kejang. Pada penggunaan oral, penyerapan berlangsung lambat tetapi sempurna; kadar puncak plasma dicapai setelah beberapa jam. 40%60% terikat dengan protein. Kira-kira 25% dikeluar kan melalui ginjal dalam bentuk tetap, sisanya dimetabolisme oleh sistim mikrosomal hepar. Obat ini bersifat enzyme inducer sehingga dapat memper cepat metabolisme hepatik obat lain; suatu sifat yang perlu dihatikan bila digunakan bersama obat lain karena akan mengurangi efektivitas obat tersebut. Waktu paruh plasma berkisar antara 90 jam pada dewasa, sedangkan pada anak lebih bervariasi, tetapi umumnya lebih singkat. Dapat diberikan sekali sehari bila kadar teraupetik plasmanya telah tercapai. Kadar terapeutik plasma berkisar antara 1025 ug/ml, sedangkan untuk pencegahan kejang demam diperlukan kadar minimum 15 ug/ml. gejala toksik berupa sedasi berlebihan timbul bila kadarnya > 60 ug/ml. Dosis umum untuk dewasa berkisar 15 mg/kgbb/hari, sedangkan untuk anak 36 mg/kgbb/hari dibagi dua dosis. Mengingat waktu paruhnya yang panjang, diperlukan waktu beberapa minggu untuk mencapai efek klinis yang diharapkan; tenggang waktu ini dapat dipersingkat dengan jalan memberikan dosis ganda di awal pengobatan. Fenobarbital efektif untuk kejang tonik klonik umum dan kejang fokal; jugadigunakan untuk profilaksis kejang demam. Sampai saat ini masih banyak digunakan karena harganya murah, meskipun kadang-kadang dijumpai efek samping yang mengganggu, terutama bila digunakan oleh anak-anak. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah sedasi, terutama di awal pengobatan; umum nya berangsur-angsur menghilang bila pengobatan dilanjutkan. Efek samping yang lebih mengganggu ialah hiperaktivitas dan iritabilitas pada anak dan menurut suatu penelitian, juga menyebabkan rendahnya IQ rata-rata 8,4 angka lebih rendah pada penggunaan selama 2 tahun. Fenobarbital tersedia dalam bentuk tablet 30 mg., 50 mg dan 50 mg/ml 100 mg. serta preparat injeksi 25 mg/ml

2.

Fenitoin/Difenilhidantoin

Fenitoin telah diperkenalkan sebagai obat antiepilepsi sejak 1938, merupakan hasil riset yang khusus mencari obat antiepilepsiObat ini menekan penyebaran lepas muatan listrik dan fokus epileptik ke korteks normal di sekitarnya; efek ini diduga karena fenitoin mengurangi kadar natrium intraseluler sehingga mengurangi iritabilitas neuron bersangkutan terutama di sel-sel piramidal dan sel-sel neuron perantara. Obat ini efektifdan banyak digunakan untuk epilepsi umum, terutama jenis tonikklonik, juga untuk jenis fokal dan psikomotor, tetapi tidak efektif untuk jenis lena atau untuk kejang demam. Pada pemberian per oral, diserap di traktus gastrointestinal dan dimetabolisme di hati; waktu paruhnya 22 jam pada pemberian per oral dan 1015 jam bila diberikan intravena. Konsentrasi maksimal tercapai dalam 424 jam dan keadaan mantap tercapai setelah 710 hari. Ekskresinya terutama dalam bentuk termetabolisme melalui urine, hanya <5% yang diekskresi dalam bentuk utuh. Obat ini diketahui mempunyai sifat farmakokinetik yang sulit karena adanya sifat kejenuhan atau kemampuan maksimum hepar untuk memetabolisme obat ini sehingga perubahan dosis yang melampaui batas maksimum akan sangat menaikkan kadarnya dalam plasma. Bila efek terapeutiknya belum memuaskan, dianjurkan untuk mengukur kadarnya dalam plasma; bila <8 mg/l (20 umol/l) dosis ditambah 100 mg., bila kadarnya 812 mg/I (2060 umol/I) dosis ditambah 50 mg., sedangkan bila adarnya> 12 mg/l (60 umol/l) cukup dengan penambahan 25 mg. Dosis umumnya 47 mg/kgbb/hari dibagi dalam tiga dosis; terutama efektif untuk jenis tonik klonik umum atau fokal, dan jenis parsial kompleks. Bila dengan dosis 500600 mg/hari masih belum memuaskan, pengobatan harus dinilai kembali, baik melalui pengukuran kadar plasma atau dikombinasi dengan obat antiepilepsi lain. Kadar plasma yang diinginkan ialah antara 1020 ug/ml. Dewasa ini telah tersedia preparat fenitoin parenteral yang dapat digunakan pada status konvulsivus dengan dosis 510 mg/kgbb. intravena secara perlahan dalam 510 menit. Efek samping yang tergantung dosis berupa nistagmus yang muncul pada kadar plasma 20 ug/ml(80 mmol/I), ataksia pada kadar plasma 30 ug/ml dan sedasi pada kadar plasma 40 ug/ml. Pada anak-anak dapat berupa lesu, tidak nafsu makan dan gerakan-gerakan tidak stabil. Manifestasi alergi berupa ruam kulit dapatmuncul 1014 hari setelah pengobatan dimulai, juga dapatmenyebabkan sindrom Steven-Johnson. Hiperplasi gingiva dan hipertnikosis merupakan efek samping yang tidak tergantung dosis; dijumpai terutama pada

anak-anak setelah 23 bulan pengobatan. Fenitoin juga pernah dilaporkan meningkatkan kejadian labio/palatoschizis pada bayi yang ibunya menggunakan obat tersebut. Fenitoin tersedia dalam bentuk kapsul/tablet 50 mg., 100mg. dan preparat per enteral 100 mg/2 ml. (Phenytoin, Dilantin). 3. Karbamazepin Obat ini telah digunakan sebagai obat antiepilepsi sejak 1974, merupakan senyawa iminostilbene. Terutama efektif untuk epilepsi psikomotor, meskipun juga bermanfaat untukjenis tonik-klonik umum atau fokal motorik. Tidak efektif untukjenis lena dan jenis mioklonik Obat ini tidak menimbulkan sedasi dan dilaporkan membenikan efek psikotropik berupa meningkatnya inisiatif dan perbaikan tingkah laku; selain itu juga diduga mempunyai efek antidepresi karena struktur kimianya yang mirip imipramin. Aktivitas antikonvulsinya mirip dengan fenitoin; pada dosis terapeutik mampu menghambat aktivitas fokal yang dibangkikan oleh rangsng kimia ataupun elektrik dalam laboratorium. Mekanisme kerjanya secara pasti belum diketahui. Karbamazepin diserap dengan cepat setelah penggunaan peroral, kadar puncak plasma tercapai dalam26 jam; waktu paruh nya dalam penggunaan jangka lama berkisar antara 1317 jam; dalam darah 80% terikat dengan protein. Obat ini dimetabolisme menjadi 10,11-epoksid yang juga mempunyai aktivitas antikonvulsan. Karena merangsang metabolisme hepar, obat ini dapat memperpendek waktu paruh obat (antiepilepsi) lain yang diberikan bersamaan. Obat ini juga bermanfaat untuk mengatasi neuralgia trigeminal. Dosis umumnya berkisan antara 6001200 mg/hari untuk dewasa dan 2030 mg/kgbb/hari untuk anak-anak, dibagi 23 dosis Dimulai dari dosis rendah untuk menghindani efek samping dan dinaikkan setiap 46 minggu sampai tercapai dosis optimal. Kadar plasma yang efektif berkisar 68 ug/ml, efek samping mulai muncul pada kadar plasma 8,510 ug/ml. Efek samping yang mungkin dijumpai berupa diplopi, pandangan kabur, mengantuk, pusing, muntah, mual dan ataksia selain itu pernah dilaporkan menyebabkan depresi sumsum tulang yang fatal,ikterus dan sindrom Steven-Johnson. Ada yang menganjurkan pemeriksaan darah berkalapadapenggunaan karbamazepin yang terus menerus. Karbamazepin tersedia dalam bentuk tablet 100 mg., 200mg, tablet controlled release 200 mg dan sirup 100 mg/5 ml, (Tegretol, sediaan generik). 4. Asam Valproat Efek antiepilepsinya ditemukan secara kebetulan ketika zat ini digunakan sebagai pelarutlpencampur zat lain yang sedang diuji efek antiepilepsinya. Mekanisme kerjanya

belum diketahui dengan pasti, diduga melalui inhibisi enzim GABA transaminase sehingga menyebabkan peningkatan konsentrasi GABA di celah sinap, atau melalui penghambatan reuptake GABA di celah sinap. Asam vaiproat diserap dengan cepat dan sempurna pada pemberian oral, kadarpuncak plasma dicapai dalam 14jam, bila ditelan bersama makanan akan terlambat sampai beberapa jam. Waktu paruhnya berkisar 15 jam. Dalam tubuh sebagian besar (8094%) terikat protein plasma. Obat ini terutama efektif untuk serangan lena, juga dapat digunakan untuk serangan miokionik atau tonik-klonik, tetapi kurang efektif untuk serangan parsiil. Efek sampingnya relatif rendah dibandingkan dengan obat antiepilepsi lain, umumnya berupa keluhan gastrointestinal seperti anoreksia, mual, muntah. Efek samping lain ialah tremor, penambahan berat badan, rambut rontok. Efek terhadap susunan saraf berupa sedasi, ataksia dan gangguan koordinasi jarang ditemukan, selain itu dilaporkan tidak mengganggu fungsi kognitif. Terdapat laporan mengenai efek hepatotoksik yang pada beberapa kasus menyebabkan gagal hati dan kematian. Sediaan asam valproat bersifat higroskopik, dalam bentuk tablet 150 mg. dan 300 mg. (Leptilan) atau tablet 250 mg, (Depakote) dan sirup 250 mg/5 ml. (Depakene). 5. Lamotrigine Obat ini disintesis sebagai antagonis asam folat berdasarkan asumsi bahwa asam folat merupakan zat perangsang kejang; tetapi ternyata obat ini terutama bekerja menghambat pelepasan asam amino tertentu dan menstabilkan membran neuron rnelalui penghambatan aktivitas ion natrium, yang menyebabkan pengurangan pelepasan asam glutamat ke celah sinap. Lamotrigin diserap dengan cepat melalui saluran cerna dan bioavailabilitasnya mendekati 100%; terutama dimetabolisme dihati dengan waktu paruh 29 jam sehingga memungkinkan penggunaan/dosis sekali sehari. Ekskresinya terutama melalui urine (70%), dalam bentuk utuh k ang dari 10%. Waktu paruh dapat lebih singkal pada anak-ana atau orangtua. Penggunaannya pada pasien-pasien epilepsi yang resisten terhadap pengobatan sebelumnya menunjukkan efektivitas terutama pada jenis tonik klonik umum dan parsial; respon yang baikjuga didapatkan pada kasus-kasus atonik atau jenis lena. Dikalangan anakanak kelihatannya bermanfaat pada sindrom Lennox-Gastaut. Obat ini diketahui berinteraksi dengan obat antiepilepsi lain; bila digunakan bersama karbamazepin, fenitoin atau fenobarbital waktu paruhnya dipersingkat menjadi hanya rata-

rata 15 jam; sebaliknya kombinasi dengan asam valproat memperpanjang waktu paruh menjadi rata-rata 60 jam. Oleh karena itu diperlukan penyesuaian dosis Dosis awal yang dianjurkan sebagai pengobatan tambahan pada epilepsi parsiil yang resisten adalah 2 dd 25 mg/hari, dinaikkan sampai 2 dd 50 mg/hari dalam 23 minggu; bila dikombinasi dengan asam valproat, dosis awalnya25 mg. selang sehari, dinaikkan sampai 25 mg/hari. Dosis pemeliharaan biasanya berkisar 100200 mg dua kali sehari, meskipun dapat digunakan sampai 600700 mg/hari. Anak-anak dapat mulai dari 2 mg/kgbb/hari dinaikkan sampai 515 mg/kgbb/hari; sedangkan bila dikombinasi dengan asam vaiproat dosisnya 0,51,5 mg/kgbb/hari. Efek samping lamotrigin berupa ataksia, diplopi, pandangan kabur, mual, muntah; dan studi atas 572 pasien, efek samping tersering ialah rasa pusing (dizziness) 14%, diplopia 14%, mengantuk 13%, nyeri kepala 12%, ataksia 11% dan astenia 10% yang umumnya ringan dan hilang bila dosis diturunkan. Lesi kulit (skin rash) timbul pada 3% pasien, umumnya ringan dan timbul pada awal pengobatan. Obat ini agaknya tidak mempengaruhi fungsi kognitif. Tersedia dalam bentuk tablet 50 mg dan 100 mg. (Lamictal). 6. Gabapentin Obat ini mempunyai struktur mirip GABA; meskipun demikian tidak terikat pada reseptor GABA, bukan agonis GABA ataupun mempengaruhi metabolisme GABA. Efek antikonvulsinya mula-mula diketahui dari percobaan binatang dan sampai saat ini mekanismenya belum diketahui dengan pasti. Gabapentin mencapai kadar plasma maksimum 23 jam setelah penggunaan per oral dan mencapai kadar steady state setelah 12 hari penggunaan teratur; penyerapannya tidak dipengaruhi makanan. Bioavailabilitasnya mencapai 60% pada dosis 300 mg. Obat ini tidak menginduksi enzim hepar ataupun dimetabolisme, diekskresi 100% melalui ginjal dengan waktu paruh plasma 57 jam, sehingga obat ini harus diberikan tiga kali sehari; tetapi di lain pihak kadar plasmanya tidak dipengaruhi oleh obat lain yang dimetabolisme oleh hepar. Sampai saat ini tidak diketahui berinteraksi atau mempengaruhi obat antiepilepsi lain. Obat ini telah digunakan sebagai obat tambahan pada epilepsi yang resisten, dimulai dengan dosis 600900 mg/hari; dosis umumnya sebesar 6001800 mg/hari dalam dosis terbagi. Pengurangan frekuensi serangan tercapai bila kadar plasmanya >2 mg/l. Saat ini diindikasikan untuk pasien dewasa dengan kejang parsiil dengan/tanpa kejang umum sekunder yang tidak terkontrol. Dosis 1200 mg/hari diketahui dapat mengurangi frekuensi serangan > 50 % pada 29% dan 66 pasien, sedangkan studi lain menunjukkan

pengurangan frekuensi serangan pada 28% pasien. Penggunaannya sebagai monoterapi berhasil pada 10 dari 20 pasien dengan dosis sampai 1800 mg/hari selama 6 bulan. Efek samping yang terutama ialah mengantuk (15%), rasa lelah (13%), pusing (7%) dan kenaikan berat badan (5%); tidak jelas apakah berhubungan dengan dosis. Efek samping lain diantaranya ataksia, sedangkan studi perbandingan dengan karbamazepin tidak menunjukkan adanya gangguan neuropsikologi yang bermakna. Tersedia dalam bentuk kapsul 100 mg, 300mg dan 400 mg. (Neurontin). 7. Klonazepam Termasuk golongan benzodiazepin yang disetujui penggunaannya sebagai

antiepilepsi. Pada percobaan binatang dapat mencegah kejang yang diinduksi dengan pentilentetrazol; juga terbukti menekan penyebaran aktivitas kejang yang berasal dari foku epileptogen, meskipun tidak menghilangkan aktivitas tersebut. Seperti golongan

benzodiazepin lain, mempunyai efek memperkuat ikatan GABA di reseptornya sehingga memperkuat efek inhibisi. Pada pemberian per oral diabsorbsi dengan cepat dan kadar puncak plasma tercapai dalam 24 jam; sekitar 50% terikat protein plasma. Waktu paruh plasmanya 12 hari, sebagian besar diekskresi melalui urine dalam bentuk metabolit, hanya < 1% yang diekskresi dalam bentuk utuh. Obat ini telah dicoba dengan hasil baik pada jenis lena, spasmus infantil, jenis miokionik dan akinetik; dan sebagai obat alternatif untuk jenis tonik-kl nik, fokal motor dan parsial kompleks. Dosis awal 1,5 mg/hari untuk dewasa dan 0,010,03 mg/kgbb/hari untuk anak-anak; dapat dinaikkan setiap 37 hari sebesar 0,5 mg/hari pada dewasa dan sebesar 0,250,5 mg/hari pada anak-anak. Dosis maksimum 20 mg/hari untuk dewasa dan 0,2 mg/kgbb/hari untuk anak-anak. Efek samping utama ialah mengantuk, lemah dan letargi yang dialami oleh 50% pasien, tetapi cenderung berkurang bila pengobatan diteruskan. Efek samping lain berupa ataksia, hipotoni, disartri, pusing, kadang-kadang menyebabkan gangguan tingkah laku pada anak-anak. Obat ini juga menyebabkan toleransi pada penggunaan lama. Sediaan dalam bentuk tablet 1 mg. dan 2 mg. (Rivotril). 8. Diazepam Termasuk dalam golongan benzodiazepin, hanya digunakan untuk mengatasi kejang karena mula kerjanya yang cepat. Diberikan per rektal atau intravena pada bayi/anak kecil dengan dosis 5 mg untuk bayi/anak dan 10 mg untuk dewasa, dapat diulang setiap 24 jam

dengan dosis maksimum 100 mg/24 jam. Efek samping yang perlu diwaspadai ialah depresi pernapasan dan bradikardi. Akhir-akhir ini ada laporan yang menyatakan bahwa diazepam oral 0,33 mg/kg/bb diberikan tiga kali sehari pada saat demam dapat menurunkan frekuensi bangkitan kejang demam sampai 44%; efek samping yang timbul ialah ataksia, letargi dan iritabilitas. Tersedia dalam bentuk tablet 2 mg, 5 mg, 10 mg dan bentuk injeksi 10 mg/2 ml, serta rektiol (rectal tube) 5 mg dan 10 mg (Valium, Stesolid dan lain-lain).

Antiepilepsi Penggolongan obat antiepilepsi (1) Hidantoin Fenitoin Fenitoin merupakan obat pilihan pertama untuk kejang umum, kejang tonik-klonik, dan pencegahan kejang pada pasien trauma kepala/bedah saraf (11). Fenitoin memiliki range terapetik sempit sehingga pada beberapa pasien dibutuhkan pengukuran kadar obat dalam darah (12). Mekanisme aksi fenitoin adalah dengan menghambat kanal sodium (Na+) (13) yang mengakibatkan influk (pemasukan) ion Na+ kedalam membran sel berkurang (11). dan menghambat terjadinya potensial aksi oleh depolarisasi terus-menerus pada neuron (4). Dosis awal penggunaan fenitoin 5 mg/kg/hari dan dosis pemeliharaan 20 mg/kg/hari tiap 6 jam (10). Efek samping yang sering terjadi pada penggunaan fenitoin adalah depresi pada SSP, sehingga mengakibatkan lemah, kelelahan, gangguan penglihatan (penglihatan berganda), disfungsi korteks dan mengantuk. Pemberian fenitoin dosis tinggi dapat menyebabkan gangguan keseimbangan tubuh dan nystagmus.Salah satu efek samping kronis yang mungkin terjadi adalahgingival hyperplasia (pembesaran pada gusi). Menjaga kebersihan rongga mulut dapat mengurangi resiko gingival hyperplasia (14). (2) Barbiturat Fenobarbital

Fenobarbital merupakan obat yang efektif untuk kejang parsial dan kejang tonik-klonik (11). Efikasi, toksisitas yang rendah, serta harga yang murah menjadikan fenobarbital obat yang penting utnuk tipe-tipe epilepsi ini. Namun, efek sedasinya serta kecenderungannya menimbulkan gangguan perilaku pada anak-anak telah mengurangi penggunaannya sebagai obat utama (15). Aksi utama fenobarbital terletak pada kemampuannya untuk menurunkan konduktan Na dan K. Fenobarbital menurunkan influks kalsium dan mempunyai efek langsung terhadap reseptor GABA (16) (aktivasi reseptor barbiturat akan meningkatkan durasi pembukaan reseptor GABAA (7) dan meningkatkan konduktan post-sinap klorida). Selain itu, fenobarbital juga menekan glutamate excitability dan meningkatkan postsynaptic GABAergic inhibition (16). Dosis awal penggunaan fenobarbital 1-3 mg/kg/hari dan dosis pemeliharaan 10-20 mg/kg 1kali sehari (14). Efek samping SSP merupakan hal yang umum terjadi pada penggunaan fenobarbital. Efek samping lain yang mungkin terjadi adalah kelelahan, mengantuk, sedasi, dan depresi. Penggunaan fenobarbital pada anak-anak dapat menyebabkan hiperaktivitas. Fenobarbital juga dapat menyebabkan kemerahan kulit, danStevens-Johnson syndrome (10). (3) Deoksibarbiturat Primidon Primidon digunakan untuk terapi kejang parsial dan kejang tonik-klonik (4). Primidon mempunyai efek penurunan pada neuron eksitatori (11). Efek anti kejang primidon hampir sama dengan fenobarbital, namun kurang poten. Didalam tubuh primidon dirubah menjadi metabolit aktif yaitu fenobarbital danfeniletilmalonamid (PEMA) (4). PEMA dapat meningkatkan aktifitas fenobarbotal (11). Dosis primidon 100-125 mg 3 kali sehari (7). Efek samping yang sering terjadi antara lain adalah pusing, mengantuk, kehilangan keseimbangan, perubahan perilaku, kemerahan dikulit, dan impotensi (11). (4) Iminostilben (a) Karbamazepin Karbamazepin secara kimia merupakan golongan antidepresan trisiklik (4). Karbamazepin digunakan sebagai pilihan pertama pada terapi kejang parsial dan tonik-klonik (11). Karbamazepin menghambat kanal Na+ (7), yang mengakibatkan influk (pemasukan) ion

Na+ kedalam membran sel berkurang (11) dan menghambat terjadinya potensial aksi oleh depolarisasi terus-menerus pada neuron (4). Dosis pada anak dengan usia kurang dari 6 tahun 10-20 mg/kg 3 kali sehari, anak usia 6-12 tahun dosis awal 200 mg 2 kali sehari dan dosis pemeliharaan 400-800 mg. Sedangkan pada anak usia lebih dari 12 tahun dan dewasa 400 mg 2 kali sehari (8). Efek samping yang sering terjadi pada penggunaan karbamazepin adalah gangguan penglihatan (penglihatan berganda), pusing, lemah, mengantuk, mual, goyah (tidak dapat berdiri tegak) dan Hyponatremia. Resiko terjadinya efek samping tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan usia (10). (b) Okskarbazepin Okskarbazepin merupakan analog keto karbamazepin. Okskarbazepin merupakan prodrug yang didalam tubuh akan segera dirubah menjadi bentuk aktifnya, yaitu suatu turunan 10monohidroksi dan dieliminasi melalui ekskresi ginjal (4). Okskarbazepin digunakan untuk pengobatan kejang parsial (10). Mekanisme aksi okskarbazepin mirip dengan mekanisme kerja karbamazepin (4). Dosis penggunaan okskarbazepin pada anak usia 4-16 tahun 810mg/kg 2 kali sehari sedangkan pada dewasa, 300 mg 2 kali sehari (11). Efek samping penggunaan okskarbazepin adalah pusing, mual, muntah, sakit kepala, diare, konstipasi, dispepsia, ketidak seimbangan tubuh, dan kecemasan. Okskarbazepin memiliki efek samping lebih ringan dibanding dengan fenitoin, asam valproat, dan karbamazepin (10). Okskarbazepin dapat menginduksi enzim CYP450 (4). (5) Suksimid Etosuksimid Etosuksimid digunakan pada terapi kejang absens (11). Kanal kalsium merupakan target dari beberapa obat antiepilepsi. Etosuksimid menghambat pada kanal Ca2+ tipe T. Talamus berperan dalam pembentukan ritme sentakan yang diperantarai oleh ion Ca2+ tipe T pada kejang absens, sehingga penghambatan pada kanal tersebut akan mengurangi sentakan pada kejang absens (4). Dosis etosuksimid pada anak usia 3-6 tahun 250 mg/hari untuk dosis awal dan 20 mg/kg/hari untuk dosis pemeliharaan. Sedangkan dosis pada anak dengan usia lebih dari 6 tahun dan dewasa 500 mg/hari (11). Efek samping penggunaan etosuksimid adalah mual dan muntah, efek samping penggunaan etosuksimid yang lain adalah

ketidakseimbangan tubuh, mengantuk, gangguan pencernaan, goyah (tidak dapat berdiri tegak), pusing dan cegukan (10). (6) Asam valproat Asam valproat merupakan pilihan pertama untuk terapi kejang parsial, kejang absens, kejang mioklonik, dan kejang tonik-klonik (11). Asam valproat dapat meningkatkan GABA dengan menghambat degradasi nya atau mengaktivasi sintesis GABA. Asam valproat juga berpotensi terhadap respon GABA post sinaptik yang langsung menstabilkan membran serta mempengaruhi kanal kalium (10). Dosis penggunaan asam valproat 10-15 mg/kg/hari (11). Efek samping yang sering terjadi adalah gangguan pencernaan (>20%), termasuk mual, muntah,anorexia, dan peningkatan berat badan. Efek samping lain yang mungkin ditimbulkan adalah pusing, gangguan keseimbangan tubuh, tremor, dan kebotakan. Asam valproat mempunyai efek gangguan kognitif yang ringan. Efek samping yang berat dari penggunaan asam valproat adalah hepatotoksik.Hyperammonemia (gangguan metabolisme yang ditandai dengan peningkatan kadar amonia dalam darah) umumnya terjadi 50%, tetapi tidak sampai menyebabkan kerusakan hati (10). Interaksi valproat dengan obat antiepilepsi lain merupakan salah satu masalah terkait penggunaannya pada pasien epilepsi. Penggunaan fenitoin dan valproat secara bersamaan dapat meningkatkan kadar fenobarbital dan dapat memperparah efek sedasi yang dihasilkan. Valproat sendiri juga dapat menghambat metabolisme lamotrigin, fenitoin, dan karbamazepin. Obat yang dapat menginduksi enzim dapat meningkatkan metabolisme valproat. Hampir 1/3 pasien mengalami efek samping obat walaupun hanya kurang dari 5% saja yang menghentikan penggunaan obat terkait efek samping tersebut (12). (7) Benzodiazepin Benzodiazepin digunakan dalam terapi kejang (11). Benzodiazepin merupakan agonis GABAA, sehingga aktivasi reseptor benzodiazepin akan meningkatkan frekuensi pembukaan reseptor GABAA (7). Dosis benzodiazepin untuk anak usia 2-5 tahun 0,5 mg/kg, anak usia 611 tahun 0,3 mg/kg, anak usia 12 tahun atau lebih 0,2 mg/kg (11), dan dewasa 4-40 mg/hari (7). Efek samping yang mungkin terjadi pada penggunaan benzodiazepin adalah cemas, kehilangan kesadaran, pusing, depresi, mengantuk, kemerahan dikulit, konstipasi, dan mual (11).

(8) Obat antiepilepsi lain (a) Gabapentin Gabapentin merupakan obat pilihan kedua untuk penanganan parsial epilepsi walaupun kegunaan utamanya adalah untuk pengobatan nyeri neuropati (12). Uji double-blind dengan kontrol plasebo pada penderita seizure parsial yang sulit diobati menunjukkan bahwa penambahan gabapentin pada obat antiseizure lain leibh unggul dari pada plasebo. Penurunan nilai median seizure yang diinduksi oleh gabapentin sekitar 27% dibandingkan dengan 12% pada plasebo. Penelitian double-blind monoterapi gabapentin (900 atau 1800 mg/hari) mengungkapkan bahwa efikasi gabapentin mirip dengan efikasi karbamazepin (600 mg/hari) (15). Gabapentin dapat meningkatkan pelepasan GABA nonvesikel melalui mekanisme yang belum diketahui. Gabapentin mengikat protein pada membran korteks saluran Ca2+ tipe L. Namun gabapentin tidak mempengaruhi arus Ca2+ pada saluran Ca2+ tipe T, N, atau L. Gabapentin tidak selalu mengurangi perangsangan potensial aksi berulang terusmenerus (4). Dosis gabapentin untuk anak usia 3-4 tahun 40 mg/kg 3 kali sehari, anak usia 512 tahun 25-35 mg/kg 3 kali sehari, anak usia 12 tahun atau lebih dan dewasa 300 mg 3 kali sehari (11). Efek samping yang sering dilaporkan adalah pusing, kelelahan, mengantuk, dan ketidakseimbangan tubuh. Perilaku yang agresif umumnya terjadi pada anak-anak. Beberapa pasien yang menggunakan gabapentin mengalami peningkatan berat badan (10). (b) Lamotrigin Lamotrigin merupakan obat antiepilepsi generasi baru dengan spektrum luas yang memiliki efikasi pada parsial dan epilepsi umum (10). Lamotrigin tidak menginduksi atau menghambat metabolisme obat anti epilepsi lain. Mekanisme aksi utama lamotrigin adalah blokade kanal Na, menghambat aktivasi arus Ca2+ serta memblok pelepasan eksitasi neurotransmiter asam amino seperti glutamat dan aspartat. Dosis lamotrigin 25-50 mg/hari (11). Penggunaan lamotrigin umumnya dapat ditoleransi pada pasien anak, dewasa, maupun pada pasien geriatri. Efek samping yang sering dilaporkan adalah gangguan penglihatan (penglihatan berganda), sakit kepala, pusing, dan goyah (tidak dapat berdiri tegak). Lamotrigin dapat menyebabkan kemerahan kulit terutama pada penggunaan awal terapi 3-4 minggu. StevensJohnson syndrome juga dilaporkan setelah menggunakan lamotrigin (10). (c) Levetirasetam

Levetiracetam mudah larut dalam air dan merupakan derifatpyrrolidone ((S)-ethyl-2-oxopyrrolidine acetamide) (31). Levetirasetam digunakan dalam terapi kejang parsial, kejang absens, kejang mioklonik, kejang tonik-klonik (10). Mekanisme levetirasetam dalam mengobati epilepsi belum diketahui. Namun pada suatu studi penelitian disimpulkan levetirasetam dapat menghambat kanal Ca2+ tipe N (11) dan mengikat protein sinaptik yang menyebabkan penurunan eksitatori (atau meningkatkan inhibitori). Proses pengikatan levetiracetam dengan protein sinaptik belum diketahui. Dosis levetirasetam 500-1000 mg 2 kali sehari (7). Efek samping yang umum terjadi adalah sedasi, gangguan perilaku, dan efek pada SSP. Gangguan perilaku seperti agitasi, dan depresi juga dilaporkan akibat penggunaan levetirasetam (10). (d) Topiramat Topiramat digunakan tunggal atau tambahan pada terapi kejang parsial, kejang mioklonik, dan kejang tonik-klonik. Topiramat mengobati kejang dengan menghambat kanal sodium (Na+), meningkatkan aktivitas GABAA, antagonis reseptor glutamat AMPA/kainate, dan menghambat karbonat anhidrase yang lemah (11). Dosis topiramat 25-50 mg 2 kali sehari (7). Efek samping utama yang mungkin terjadi adalah gangguan keseimbangan tubuh, sulit berkonsentrasi, sulit mengingat, pusing, kelelahan,paresthesias (rasa tidak enak atau abnormal). Topiramat dapat menyebabkan asidosis metabolik sehingga terjadi anorexia dan penurunan berat badan (10). (e) Tiagabin Tiagabin digunakan untuk terapi kejang parsial pada dewasa dan anak 16 tahun. Tiagabin meningkatkan aktivitas GABA (11), antagonis neuron atau menghambat reuptake GABA (7). Dosis tiagabin 4 mg 1-2 kali sehari (11). Efek samping yang sering terjadi adalah pusing, asthenia (kekurangan atau kehilangan energi), kecemasan, tremor, diare dan depresi (17). Penggunaan tiagabin bersamaan dengan makanan dapat mengurangi efek samping SSP (10). (f) Felbamat

Felbamat bukan merupakan pilihan pertama untuk terapi kejang, felbamat hanya digunakan bila terapi sebelumnya tidak efektif dan pasien epilepsi berat yang mempunyai resiko anemia

aplastik (11). Mekanisme aksi felbamat menghambat kerja NMDA dan meningkatkan respon GABA (4). Dosis felbamat untuk anak usia lebih dari 14 tahun dan dewasa 1200 mg 3-4 kali sehari (11). Efek samping yang sering dilaporkan terkait dengan penggunaan felbamat adalah anorexia, mual, muntah, gangguan tidur, sakit kepala dan penurunan berat badan. Anorexia dan penurunan berat badan umumnya terjadi pada anak-anak dan pasien dengan konsumsi kalori yang rendah. Resiko terjadinya anemia aplastik akan meningkat pada wanita yang mempunyai riwayat penyakitcytopenia (10). (g) Zonisamid Zonisamid merupakan suatu turunan sulfonamid (4) yang digunakan sebagai terapi tambahan kejang parsial pada anak lebih dari 16 tahun dan dewasa (11). Mekanisme aksi zonisamid adalah dengan menghambat kanal kalsium (Ca2+) tipe T. Dosis zonisamid 100 mg 2 kali sehari (7). Efek samping yang umum terjadi adalah mengantuk, pusing, anorexia, sakit kepala, mual, dan agitasi. Di United Stated 26% pasien mengalami gejala batu ginjal (10). Tabel II. Pilihan obat untuk gangguan kejang spesifik (10) Tipe seizure Terapi pilihan pertama Seizure parsial Karbamazepin Fenitoin Lamotrigin Asam valproat okskarbanzepin Gabapentin Topiramat Levetiracetam Zonisamid Tiagabin Primidon Fenobarbital Felbamat kejang absens Asam valproat Lamotrigin Obat alternatif

umum Etosuksimid Mioklonik Asam valproat Klonazepam Levetiracetam Lamotrigin, topiramat, felbamat, zonisamid, levetiracetam Tonikklonik Karbamazepin Asam valproat fenobarbital, okskarbanzepin, Levetiracetam topiramat, primidon, Fenitoin Lamotrigin,

Vous aimerez peut-être aussi