Vous êtes sur la page 1sur 35

A. SISTEM TRADISIONAL 1. Pengertian Sistem Tradisional Beberapa akademisi menyebutkan beberapa konsep Sistem Tradisional yang berbeda-beda.

Don R. Hansen dan Maryanne M. Mowen. (2000:57) menyatakan Sistem Tradisional adalah sistem akuntansi biaya yang mengasumsikan bahwa semua diklasifikasikan sebagai tetap atau variabel berkaitan dengan perubahan unit atau volume produk yang diproduksi. Adapun Edward J. Blocher, Kung H. Chen, dan Thomas W. Lin (2000:117) menyebutkan Sistem Tradisional adalah sistem penentuan Harga Pokok Produksi dengan mengukur sumber daya yang dikonsumsi dalam proporsi yang sesuai dengan jumlah produk yang dihasilkan. Selain itu, Abdul Halim (1999:461) mengemukakan bahwa Sistem Tradisional adalah pengukuran alokasi Biaya Overhead Pabrik yang menggunakan dasar yang berkaitan dengan volume produksi. Dari beberapa pendapat akademisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Sistem Tradisional adalah sistem penentuan Harga Pokok Produksi yang menggunakan dasar pembebanan biaya sesuai dengan perubahan unit atau volume produk yang diproduksi. Sistem Tradisional didesain pada waktu teknologi manual digunakan untuk pencatatan transaksi keuangan. Sistem Tradisional didesain untuk perusahaan manufaktur. Oleh karena itu, biaya dibagi berdasarkan 3 fungsi pokok yaitu: 1) Fungsi produksi 2) Fungsi pemasaran 3) Fungsi administrasi dan umum Sistem Tradisional hanya membebankan biaya pada produk sebesar biaya produksinya Biaya pemasaran serta administrasi dan umum tidak diperhitungkan ke dalam kos produk, namun diperlakukan sebagai biaya usaha dan dikurangkan langsung dari laba bruto untuk menghitung laba bersih usaha. Oleh karena itu, dalam Sistem Tradisional biaya produknya terdiri dari tiga elemen yaitu: a) Biaya Bahan Baku (BBB) b) Biaya Tenaga Kerja Langsung (BTKL)

c) Biaya Overhead Pabrik (BOP) Biaya Bahan Baku dan Biaya Tenaga Kerja Langsung merupakan biaya langsung sehingga tidak menimbulkan masalah pembebanan pada produk. Pembebanan Biaya Bahan Baku dan Biaya Tenaga Kerja Langsung dapat dilakukan secara akurat dengan menggunakan pelacakan langsung atau pelacakan driver. Namun, pelacakan Biaya Overhead Pabrik menimbulkan masalah karena Biaya Overhead Pabrik tidak dapat diobservasi secara fisik. Oleh karena itu, pembebanan Biaya Overhead Pabrik harus berdasarkan pada penelusuran driver dan alokasi. Dalam Sistem Tradisional hanya menggunakan driver-driver aktivitas berlevel unit untuk membebankan Biaya Overhead Pabrik pada produk. Driver aktivitas berlevel unit adalah faktor-faktor yang menyebabkan perubahan biaya sesuai dengan perubahan unit produk yang diproduksi. Contoh driver-driver berlevel unit misalnya jumlah unit produk yang dihasilkan, jam kerja langsung, jam mesin, persentase dari Biaya Bahan Baku, persentase dari Biaya Tenaga Kerja Langsung. Penggunaan driver biaya berlevel unit untuk membebankan Biaya Overhead Pabrik pada produk menggunakan asumsi bahwa overhead yang dikonsumsi oleh produk mempunyai korelasi yang sangat tinggi dengan jumlah unit produk yang diproduksi. Sistem Tradisional akan menimbulkan distorsi biaya yang besar. Distorsi tersebut dalam bentuk pembebanan biaya yang terlalu tinggi (cost overstated atau cost overrun) untuk produk bervolume banyak dan pembebanan biaya yang terlalu rendah untuk (cost understated atau cost underrun) untuk produk yang bervolume sedikit. Tujuan kalkulasi biaya produk pada Sistem Tradisional secara khusus dicapai melalui pembebanan biaya produk ke persediaan dan harga pokok penjualan untuk tujuan pelaporan keuangan eksternal. Definisi biaya produk yang lebih komprehensif, seperti rantai nilai dan definisi biaya operasi tidak tersedia bagi keperluan manajemen. Namun, Sistem Tradisional sering menyediakan varian yang berguna bagi definisi biaya utama tradisional (biaya utama dan biaya manufaktur variabel per unit dapat dilaporkan).

2. Kelebihan dan Kelemahan Sistem Tradisional Sistem Tradisional mempunyai kelemahan dan kelebihan. Kelebihan Sistem Tradisional untuk menentukan Harga Pokok Produksi dikemukakan oleh Cooper dan Kaplan (1991): 1) Mudah diterapkan Sistem Tradisional tidak banyak menggunakan pemicu biaya (Cost Driver) dalam membebankan Biaya Overhead Pabrik sehingga memudahkan dalam melakukan perhitungan Harga Pokok Produksi. 2) Mudah diaudit Pemicu biaya (Cost Driver) yang tidak banyak akan memudahkan auditor untuk melakukan audit.

Kelemahan Sistem Tradisional dikemukakan oleh Supriyono (1999: 267) sebagai berikut: a. Penawaran sulit dijelaskan karena terjadi distorsi biaya b. Harga jual yang ditawarkan pada konsumen terlalu besar dibandingkan dengan para pesaing karena produk yang bervolume banyak dibebani biaya per unit terlalu besar. c. Harga yang diminta oleh konsumen untuk produk bervolume banyak mungkin sudah menguntungkan, namun ditolak oleh perusahaan karena biaya per unitnya terdistorsi terlalu tinggi. d. Harga jual yang ditawarkan pada konsumen terlalu kecil dibandingkan dengan para pesaing karena produk bervolume sedikit dibebani produk biaya per unit terlalu kecil sehingga produk ini laku keras. e. Produk bervolume sedikit nampaknya laba, namun sebenarnya mungkin rugi karena biaya per unitnya dibebani terlalu kecil. f. Konsumen tidak mengeluh terhadap kenaikan harga jual produk bervolume rendah, hal ini disebabkan biaya per unitnya terdistorsi terlalu rendah sehingga para pesaing yang biaya per unitnya tepat menjual produk yang sama dengan harga yang jauh lebih mahal.

g. Meskipun labanya nampak tinggi (namun sebenarnya mungkin rugi), manajer produksi ingin menghentikan produk bervolume kecil karena lebih sulit untuk dibuat. h. Departemen akuntansi dan manajemen puncak tidak banyak

memperhatikan penyempurnaan sistem akuntansi biaya yang digunakan perusahaan dan para pengguna informasi biaya merasa informasi yang diperolehnya tidak bermanfaat dan bahkan menyesatkan. Penentuan Harga Pokok Produksi dengan Sistem Tradisional yang menggunakan driver berlevel unit sangat bermanfaat jika komposisi Biaya Bahan Baku dan Biaya Tenaga Kerja Langsung merupakan faktor yang dominan dalam proses produksi perusahaan, teknologi stabil dan keterbatasan produk. Biaya Bahan Baku dan Biaya Tenaga Kerja Langsung merupakan biaya utama (prime cost) sedangkan Biaya Tenaga Kerja Langsung dan Biaya Overhead Pabrik merupakan biaya konversi (conversion cost) yang merupakan biaya untuk mengubah bahan baku menjadi barang jadi. Sistem Tradisional hanya cocok diterapkan dalam lingkungan perusahaan manufaktur dalam persaingan level domestik. Sistem Tradisional akan menimbulkan distorsi biaya jika digunakan dalam lingkungan perusahaan manufaktur maju dan dalam persaingan level global. Sistem penentuan Harga Pokok Produksi harus disesuaikan dengan sistem yang cocok dengan lingkungan perusahaannya. Jika sistem penentuan Harga Pokok Produksi tidak dirubah akan menyebabkan distorsi biaya yang besar.

3. Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Sistem Tradisional Sistem Tradisional biaya produknya terdiri dari tiga elemen yaitu Biaya Bahan Baku, Biaya Tenaga Kerja Langsung, Biaya Overhead Pabrik. Sistem Tradisional hanya menggunakan driver-driver aktivitas berlevel unit untuk membuat perhitungan Harga Pokok Produksi. Sistem Tradisional tidak mencerminkan penyebab terjadinya biaya. Cost driver yang digunakan dalam Sistem Tradisional sebagai dasar pembebanan dapat berupa jam kerja langsung, jam mesin, jam inspeksi dan sebagainya.

Pada Sistem Tradisional mengalokasikan Biaya Overhead Pabrik ditempuh dengan dua tahap. Pertama, Biaya Overhead Pabrik dibebankan ke unit organisasi (pabrik atau departemen). Kedua, Biaya Overhead Pabrik dibebankan ke masing-masing produk. Elemen-elemen biaya dialokasikan secara proporsional dengan suatu pembanding yang sesuai. Elemen-elemen biaya dialokasikan secara langsung sesuai dengan perhitungannya. Elemenelemen biaya tersebut dijumlahkan untuk memperoleh nilai Harga Pokok Produksi kemudian dihitung Harga Pokok Produksi untuk setiap produk yang dihasilkan. Gambar pembebanan biaya Sistem Tradisional dapat diilustrasikan pada Gambar 1 sebagai berikut:

Pembebanan Biaya Overhead Pabrik dengan Sistem Tradisional dapat dilakukan dengan dua macam cara, yaitu: 1) Produk tunggal Suatu perusahaan yang hanya memproduksi satu produk seluruh Biaya Overhead Pabriknya dilacak pada produk itu sendiri. Ketepatan pembebanan Pembebanan Biaya ini Overhead cocok Pabriknya diterapkan tidak untuk menjadi masalah. yang

tidak

perusahaan

memproduksi beberapa jenis produk. Biaya Overhead Pabrik per unit adalah sebesar total Biaya Overhead Pabrik dibagi dengan jumlah unit yang

diproduksi. Contoh perhitungan Harga Pokok Produksi dengan cara ini dapat disajikan dalam Tabel 1 sebagaiberikut: Tabel 1. Perhitungan biaya satuan (produk tunggal) Biaya produksi Bahan Baku Tenaga Kerja Langsung Overhead Total Rp Rp 600.000,00 100.000,00 Unit produksi 10.000 10.000 10.000 Biaya per unit Rp 60,00 Rp 10,00 Rp 30,00 Rp100,00

Rp 300.000,00 Rp 1.000.000,00

2) Produk ganda dengan Cost Driver berdasar unit Suatu perusahaan yang memproduksi beberapa macam produk seluruh Biaya Overhead Pabriknya dibebankan secara bersama oleh seluruh produk. Dalam Sistem Tradisional diasumsikan Biaya Overhead Pabrik berhubungan erat dengan jumlah unit yang diproduksi yang diukur dalam jam kerja tenaga kerja langsung, jam mesin atau harga bahan. Namun, masalah yang ditimbulkan adalah mengidentifikasi jumlah Biaya Overhead Pabrik yang ditimbulkan atau dikonsumsi oleh masing-masing jenis produk. Masalah ini dapat diselesaikan dengan mencari driver biayanya. Driver biaya atau Cost Driver adalah faktor-faktor yang dapat menjelaskan penyebab konsumsi Biaya Overhead Pabrik. Pembebanan Biaya Overhead Pabrik pada produk dapat dihitung menggunakan tarif tunggal atau tarif departemen. Contoh data untuk penentuan Harga Pokok Produksi dapat disajikan pada Tabel 2 sebagai berikut:

Tabel 2. Data penentuan Harga Pokok Produksi Putih 20.000 Rp 100.000,00 20.000 10.000 20 800 Kertas pembungkus Biru Total 100.000 120.000 Rp 500.000,00 Rp 600.000,00 100.000 120.000 50.000 60.000 30 50 1200 2000

Produksi per tahun Biaya utama Jam kerja langsung Jam mesin Produksi berjalan Jam inspeksi

Dep. 1 Jam kerja langsung Putih Biru Total BOP: Biaya penyetelan Biaya inspeksi Biaya listrik Kesejahteraan Jumlah 1. Tarif tunggal

Data departemen Dep. 2

Dep. 3

4.000 76.000 80.000 Rp 88.000,00 Rp 74.000,00 Rp 28.000,00 Rp 104.000,00 Rp 294.000,00

16.000 24.000 40.000 Rp 88.000,00 Rp 74.000,00 Rp 140.000,00 Rp 52.000,00 Rp 354.000,00

20.000 100.000 120.000 Rp 176.000,00 Rp 148.000,00 Rp 168.000,00 Rp 156.000,00 Rp 648.000,00

Salah satu cara yang biasa digunakan untuk membebankan Biaya Overhead Pabrik pada produk adalah dengan menghitung tarif tunggal dengan menggunakan Cost Driver berdasar unit. Dalam pembebanan Biaya Overhead Pabrik dengan tarif tunggal semua Biaya Overhead Pabrik diasumsikan oleh satu Cost Driver. Cost driver yang digunakan sebagai dasar pembebanan dapat berupa jam kerja langsung, jam mesin, jam inspeksi dan sebagainya. Jadi dalam pembebanan ini hanya terdapat Cost Driver tunggal. Apabila Cost Driver tunggal yang dipilih adalah jam mesin, maka tarif tunggal berdasar jam mesin adalah total Biaya Overhead Pabrik dibagi dengan total jam mesin. Contoh perhitungan tarif tunggal berdasarkan jam mesin dapat disajikan pada Tabel 3 sebagai berikut: Tarif tunggal berdasar jam mesin (JM) = ( Rp294.000,00 + Rp354.000,00 ) : ( 10.000 JM + 50.000 JM ) = Rp 648.000,00 : 60.000 JM = Rp10,80 per JM

Tabel 3. Perhitungan tarif tunggal Putih Elemen biaya Biaya utama Biaya Overhead Pabrik =Rp10,8010.000 Jumlah Elemen biaya Biaya utama Biaya Overhead Pabrik =Rp10,8050.000 Jumlah Biaya total Rp 100.000,00 Rp 108.000,00 Rp 208.000,00 Biru Biaya total Rp Rp 500.000,00 540.000,00 Jumlah 100.000 100.000 Jumlah 20.000 20.000 Biaya per unit Rp 5,00 Rp 5,40 Rp 10,40 Biaya per unit Rp 5,00 Rp 5,40 Rp 10,40

Rp 1.040.000,00

Perhitungan Biaya Overhead Pabrik dengan tarif tunggal terdiri dari dua tahap. Pembebanan biaya tahap pertama yaitu Biaya Overhead Pabrik diakumulasi menjadi satu kesatuan untuk keseluruhan pabrik. Biaya Overhead Pabrik dibebankan secara langsung ke kesatuan biaya tersebut dengan mengakumulasikan seluruh Biaya Overhead Pabrik dalam satu tahun. Tarif tunggal dihitung dengan menggunakan dasar pembebanan biaya berupa jam mesin, unit produk, jam kerja dan sebagainya. Pembebanan biaya tahap kedua Biaya Overhead Pabrik dibebankan ke produk dengan mengalikan tarif tersebut dengan biaya yang digunakan masing-masing produk. 2. Tarif departemen Selain tarif tunggal juga dapat digunakan tarif departemen. Pembebanan biaya dengan tarif departemen menggunakan tarif overhead yang ditentukan berdasarkan pada volume untuk setiap departemen. Misalnya jam keja langsung untuk departemen A, unit produk untuk departemen B, dan jam mesin untuk departemen C. oleh karena itu, biaya yang dikonsumsi sudah mencerminkan pemakaian yang berbeda-beda

daripada tarif tunggal. Contoh perhitungan tarif departemen dapat disajikan pada Tabel 4 sebagai berikut: Tarif Departemen 1 berdasar jam kerja langsung (JKL) = Rp 294.000,00 : 80.000 JKL = Rp 3,675 per JKL

Tarif Departemen 2 berdasar jam mesin (JM) = Rp 354.000,00 : 40.000 JM = Rp 8,85 per JM

Tabel 4. Perhitungan tarif departemen Putih Elemen biaya Biaya utama Biaya Overhead Pabrik Dep.1= Rp 3,675 4.000 Dep.2= Rp 8,85 6.000 Jumlah Elemen biaya Biaya utama Biaya Overhead Pabrik Dep.1 = Rp 3,675 76.000 Dep.2 = Rp 8,85 34.000 Jumlah Rp Biaya total Rp 100.000,00 Jumlah 20.000 Biaya per unit Rp 5,00

Rp 14.700,00 Rp 53.100,00

20.000 20.000

Rp 0,735 Rp 2,655 Rp 8,390

Rp 167.800,00 Biru Biaya total 500.000,00 Jumlah 100.000

Biaya per unit Rp 5,00

Rp Rp

279.300,00 300.900,00

100.000 100.000

Rp 2,793 Rp 3,009

Rp 1.080.200,00

Rp 10,802

Pembebanan Biaya Overhead Pabrik berdasar tarif departemen lebih baik daripada tarif tunggal. Pembebanan Biaya Overhead Pabrik berdasar tarif departemen menggunakan tarif berdasarkan unit untuk setiap departemen. Tarif departemen menggunakan Cost Driver yang sama untuk aktivitas yang berbeda dalam satu departemen.

B. ACTIVITY-BASED COSTING 1. Konsep Dasar Activity-Based Costing Hansen dan Mowen (2000) mendefinisikan ABC sebagai berikut : Activity-Based Costing (ABC) adalah sistem yang pertama kali menelusuri biaya pada kegiatan/aktivitas kemudian pada produk.

Sedangkan Garrison, Noreen dan Brewer (2006) menjelaskan bahwa : Activity Based Costing (ABC) adalah metode perhitungan biaya (costing) yang dirancang untuk menyediakan informasi biaya bagi manajer untuk keputusan strategis dan keputusan lainnya mempengaruhi kapasitas dan juga biaya tetap. yang mungkin akan

Berdasarkan pengertian di atas Activity-Based Costing (ABC) adalah suatu sistem informasi akuntansi yang mengidentifikasi berbagai aktivitas yang dikerjakan dalam suatu organisasi dan mengumpulkan biaya dengan dasar dan sifat yang ada dan perluasan dari aktivitasnya. ABC memfokuskan pada biaya yang melekat pada produk berdasarkan aktivitas untuk memproduksi, mendistribusikan atau menunjang produk yang bersangkutan. ABC menyediakan informasi perihal aktivitas-aktivitas dan sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas tersebut. Aktivitas adalah setiap kejadian atau transaksi yang merupakan pemicu biaya (cost driver) yakni, bertindak sebagai faktor penyebab dalam pengeluaran biaya dalam organisasi. Aktivitas-aktivitas ini menjadi titik perhimpunan biaya. Dalam sistem ABC, biaya ditelusur ke aktivitas dan kemudian ke produk. Sistem ABC membagi aktivitas dalam 4 kelompok, yaitu: a. Aktivitas pendukung fasilitas (Facility sustaining activity cost) adalah biaya yang berkaitan dengan aktivitas mempertahankan kapasitas yang dimiliki perusahaan. Misal biaya depresiasi, biaya asuransi, biaya gaji pegawai kunci b. Aktivitas pendukung produk/jasa (Product/Service sustaining activity cost) adalah biaya yang berkaitan dengan aktivitas penelitian dan

pengembangan produk dan biaya untuk mempertahankan produk untuk tetap dapat dipasarkan. Misal biaya pengujian produk, biaya desain produk c. Aktivitas tingkat kelompok unit (Bacth activity cost) adalah biaya yang berkaitan dengan jumlah bacth produk yang diproduksi. Misal biaya setup mesin. d. Aktivitas tingkat unit (Unit level activity cost) adalah biaya yang berkaitan dengan besar kecilnya jumlah unit produk yang dihasilkan. Misal biaya bahan baku, biaya tenaga kerja

Langkah-langkah ABC sistem: a. Tahap pertama pengelompokan biaya overhead ke dalam kelompok biaya yang homogen. Kelompok biaya homogen merupakan kumpulan overhead yang variasinya dapat dijelaskan oleh satu faktor penyebab (cost driver). Untuk menentukan mana kelompok biaya yang homogen, dapat melihat biaya yang mempunyai rasio konsumsi sama untuk seluruh produk. b. Tahap kedua alokasi biaya overhead pabrik: Alokasi biaya overhead = Tarif kelompok x Dasar pembebanan yang dikonsumsi

2. Struktur sistem ABC Desain ABC difokuskan pada kegiatan, yaitu apa yang dilakukan oleh tenaga kerja dan peralatan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Kegiatan adalah segala sesuatu yang mengkonsumsi sumber daya perusahaan. Dengan memusatkan perhatian pada kegiatan dan bukannya departemen atau fungsi, maka sistem ABC akan dapat menjadi media untuk memahami, memanajemeni, dan memperbaiki suatu usaha. Mulyadi (2007: 52) mengungkapkan dua falsafah yang melandasi Activity-Based Costing yaitu: 1) Cost is caused

Biaya ada penyebabnya dan penyebab biaya adalah aktivitas. Pemahaman tentang aktivitas yang menjadi penyebab timbulnya biaya akan menempatkan personel perusahaan pada posisi dapat mempengaruhi biaya. Activity-Based Costing berawal dari keyakinan dasar bahwa sumber daya menyediakan kemampuan untuk melaksanakan aktivitas, bukan sekedar menyebabkan timbulnya biaya yang harus dialokasikan. 2) The causes of cost can be managed Penyebab terjadinya biaya (yaitu aktivitas) dapat dikelola. Melalui pengelolaan terhadap aktivitas yang menjadi penyebab terjadinya biaya, personel perusahaan dapat mempengaruhi biaya. Pengelolaan terhadap aktivitas memerlukan berbagai informasi tentang aktivitas. Karena adanya aktivitas akan menimbulkan biaya, maka untuk dapat menjalankan usahanya secara efisien, perusahaan harus dapat mengelola aktivitasnya. Dalam hubungannya dengan biaya produk, maka biaya yang dikonsumsi untuk menghasilkan produk adalah biaya-biaya untuk aktivitas merancang, merekayasa, memproduksi, menjual dan memberikan pelayanan produk.

3. Syarat Penerapan Sistem Activity-Based Costing Dalam penerapannya, terdapat beberapa kriteria penerapan Activity Based Costing pada perusahaan, antara lain :
1.

Product diversity Menunjukkan jumlah dan keanekaragaman product families yang ditawarkan. Dalam hal ini semakin banyak produk yang dihasilkan, maka semakin cocok menggunakan analisis ABC. Hal ini dikarenakan jika semakin banyak beragam produk yang dihasilkan akan berakibat semakin beragam pula aktivitasnya sehingga semakin tinggi pula tingkat distorsi biaya.

2.

Support diversity Menunjukkan jumlah dan keanekaragaman aktivitas yang

mengakibatkan tingginya pengeluaran biaya overhead. Hal tersebut menyebabkan kesulitan dalam pengalokasian biaya overhead. Jadi,

semakin banyak jumlah dan keanekaragaman aktivitas maka semakin cocok menggunakan analisis ABC.
3.

Common processes Menunjukkan tinggi rendahnya tingkat kegiatan yang dilakukan secara bersama untuk menghasilkan produk-produk tertentu sehingga biaya periode masing-masing produk sulit dipisahkan. Kegiatan bersama tersebut misalnya: kegiatan manufacturing, engineering, marketing,

distribution, accounting, material handling dan sebagainya. Banyaknya departemen yang diperlukan dalam menjalankan operasi perusahaan

akan menyebabkan banyaknya common cost. Hal itu berdampak pada sulitnya alokasi biaya per produk. Jadi, semakin tinggi tingkat common processes maka semakin cocok menggunakan analisis ABC.
4.

Period cost allocation Menunjukkan kemampuan sistem akuntansi biaya yang ada mengalokasikan biaya periode secara akurat. Biaya periode merupakan biaya uang diidentifikasi dengan interval waktu tertentu karena tidak diperlukan untuk memperoleh barang atau produk yang akan dijual. Untuk dapat memperkecil biaya produk maka lebih disarankan biaya agar biaya periode menjadi proporsi yang paling besar dalam produk. Perusahaan yang telah menerapkan hal tersebut maka cocok untuk menggunakan analisis ABC.

5.

Rate of growth of period costs Menunjukkan tingkat kecepatan pertumbuhan biaya periode

sepanjang tahun. Perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan biaya periode yang pesat akan akan sulit untuk mengalokasikan biaya, dan sehingga tingkat kemungkinan untuk terjadinya distorsi biaya menjadi tinggi. Maka perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan biaya periode yang pesat, cocok dalam penggunaan analisis ABC.
6.

Pricing freedom Menunjukkan tingkat independensi perusahaan dalam menentukan harga sehingga menghasilkan product profitability. Perusahaan yang memiliki ketidakbebasan dalam menentukan harga biasanya disebabkan

adanya persaingan dengan kompetitor dalam pasar. Persaingan tersebut berdampak pada penentuan biaya yang tepat bagi perusahaan. Maka perusahaan yang tidak memiliki tingkat independensi untuk menentukan harga maka perusahaan tersebut cocok dengan menggunakan analisis ABC.
7.

Period expense ratio Menunjukkan kemungkinan terjadinya distorsi biaya produk secara material. Ini berkaitan dengan seberapa tingkat pengaruh penurunan ataupun kenaikan biaya dengan proporsi laba. Jika laba perusahaan tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan maka perusahaan cocok menggunakan analisis ABC.

8.

Strategic considerations Menunjukkan seberapa penting informasi biaya dimanfaatkan dalam proses pengambilan keputusan manajemen. Keputusan yang diambil oleh manajemen berkaitan dengan strategi yang diterapkan oleh perusahaan, tidak hanya terbatas pada strategi pemasaran. Sehingga semakin penting informasi biaya dalam pengambilan keputusan maka perusahaan cocok menggunakan analisis ABC.

9.

Cost reduction effort Menggambarkan seberapa penting akurasi pelaporan alokasi biaya periode untuk pengambilan keputusan internal manajemen. Adanya

keakuratan pelaporan alokasi biaya periode juga berkaitan dengan evaluasi bagi internal manajemen. Pihak manajemen dapat menggunakan informasi yang disajikan dalam laporan tersebut untuk membuat kebijakan yang lebih tepat pada kemudian hari. Jadi, semakin tinggi tingkat kepentingan akurasi maka semakin cocok menggunakan analisis ABC.
10. Analysis

of frequency

Menunjukkan tinggi rendahnya kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan analisis biaya pada produk. Banyak kegiatan berkaitan dengan frekuensi kebutuhan informasi biaya. Semakin tinggi tingkat

frekuensinya maka tingkat keakuratan alokasi biaya pun juga semakin

dibutuhkan. Maka semakin tinggi tingkat frekuensinya, perusahaan semakin cocok menggunakan analisis ABC.

Ada dua hal mendasar yang harus dipenuhi sebelum kemungkinan penerapan metode ABC, yaitu:
a.

Biaya berdasarkan non unit harus merupakan prosentase yang signifikan dari biaya overhead. Jika hanya terdapat biaya overheadyang dipengaruhi hanya oleh volume produksi dari keseluruhan overhead pabrik maka jika digunakan akuntansi biaya tradisionalpun informasi biaya yang dihasilkan masih akurat sehingga penggunaan sisitem ABC kehilangan relevansinya. Artinya ABC akan lebih baik diterapkan pada perusahaan yang biaya overheadnya tidak hanya dipengaruhi oleh volume produksi saja.

b.

Rasio konsumsi antara aktivitas berdasarkan unit dan berdasarkan non unit harus berbeda. Jika rasio konsumsi antar aktivitas sama, itu artinya semua biaya overhead yang terjadi bisa diterangkan dengan satu pemicu biaya. Pada kondisi ini penggunaan system ABC justru tidak tepat

karena sistem ABC hanya dibebankan ke produk dengan menggunakan pemicu biaya baik unit maupun non unit (memakai banyak cost driver). Apabila berbagai produk rasio konsumsinya sama, maka sistem akuntansi biaya tradisional atau sistem ABCmembebankan biaya overhead dalam jumlah yang sama. Jadi perusahaan yang produksinya homogen (diversifikasi paling rendah) mungkin masih dapat mengunakan sistem tradisional tanpa ada masalah.

4. Hierarki Biaya dalam Activity-Based Costing System Pada pembentukan kumpulan aktivitas yang berhubungan, aktivitas diklasifikasikan menjadi beberapa level aktivitas yaitu level unit, level batch, level produk dan level fasilitas. Pengklasifikasian aktivitas dalam beberapa level ini akan memudahkan perhitungan karena biaya aktivitas yang berkaitan dengan level yang berbeda akan menggunakan jenis Cost Driver yang berbeda. Hierarki biaya merupakan pengelompokan biaya

dalam berbagai kelompok biaya (Cost Pool) sebagai dasar pengalokasian biaya. Firdaus dan Wasilah (2009: 324) memaparkan hierarki biaya dalam Activity-Based Costing System yaitu: 1) Biaya untuk setiap unit (output unit level) adalah sumber daya yang digunakan untuk aktivitas yang akan meningkat pada setiap unit produksi atau jasa yang dihasilkan. Dasar pengelompokan untuk level ini adalah hubungan sebab akibat dengan setiap unit yang dihasilkan. 2) Biaya untuk setiap kelompok unit tertentu (batch level) adalah sumber daya yang digunakan untuk aktivitas yang akan terkait dengan kelompok unit produk atau jasa yang dihasilkan. Dasar pengelompokan untuk level ini adalah biaya yang hubungan sebab akibat untuk setiap kelompok unit yang dihasilkan. 3) Biaya untuk setiap produk/jasa tertentu (product/service sustaining level) adalah sumber daya digunakan untuk aktivitas yang menghasilkan suatu produk dan jasa. Dasar pengelompokan untuk level ini adalah biaya yang memiliki hubungan sebab akibat dengan setiap produk atau jasa yang dihasilkan. 4) Biaya untuk setiap fasilitas tertentu (facility sustaining level) adalah sumber daya yang digunakan untuk aktivitas yang tidak dapat dihubungkan secara langsung dengan produk atau jasa yang dihasilkan tetapi untuk mendukung organisasi secara keseluruhan. 5) Dasar pengelompokan untuk level ini sulit dicari hubungan sebab akibatnya dengan produk atau jasa yang dihasilkan tetapi dibutuhkan untuk kelancaran kegiatan perusahaan yang berhubungan dengan proses produksi barang atau jasa.

5. Pembebanan Biaya Overhead pada Activity-Based Costing Pada Activity-Based Costing meskipun pembebanan biaya-biaya overhad pabrik dan produk juga menggunakan dua tahap seperti pada akuntansi biaya tradisional, tetapi pusat biaya yang dipakai untuk pengumpulan biaya-biaya pada tahap pertama dan dasar pembebanan dari

pusat biaya kepada produk pada tahap kedua sangat berbeda dengan akuntansi biaya tradisional. Activity-Based costing menggunakan lebih banyak cost driver bila dibandingkan dengan sistem pembebanan biaya pada akuntansi biaya tradisional. Sebelum sampai pada prosedure pembebanan dua tahap dalam Activity-Based Costing perlu dipahami hal-hal sebagai berikut: a. Cost Driver adalah suatu kejadian yang menimbulkan biaya. Cost Driver merupakan faktor yang dapat menerangkan konsumsi biayabiaya overhead. Faktor ini menunjukkan suatu penyebab utama tingkat aktivitas yang akan menyebabkan biaya dalam aktivitasaktivitas selanjutnya. b. Rasio Konsumsi adalah proporsi masing-masing aktivitas yang dikonsumsi oleh setiap produk, dihitung dengan cara membagi jumlah aktivitas yang dikonsumsi oleh suatu produk dengan jumlah keseluruhan aktivitas tersebut dari semua jenis produk. c. Homogeneous Cost Pool merupakan kumpulan biaya dari overhead yang variasi biayanya dapat dikaitkan dengan satu pemicu biaya saja. Atau untuk dapat disebut suatu kelompok biaya yang homogen, aktivitasaktivitas overhead secara logis harus berhubungan dan mempunyai rasio konsumsi yang sama untuk semua produk.

6. Cost Driver Jika perusahaan memiliki beberapa jenis produk maka biaya overhead yang terjadi ditimbulkan secara bersamaan oleh seluruh produk. Hal ini menyebabkan jumlah overhead yang ditimbulkan oleh masing-masing

jenis produk harus diidentifikasi melalui cost driver. Cost driver merupakan faktor yang dapat menerangkan konsumsi biayabiaya overhead. Faktor ini menunjukkan suatu penyebab utama tingkat aktifitas yang akan menyebabkan biaya dalam aktifitas. Ada dua jenis cost driver, yaitu: 1. Cost Driver berdasarkan unit

Cost Driver berdasarkan unit membebankan biaya overhead pada produk melalui penggunaan tarif overhead tunggal oleh seluruh departemen. 2. Cost Driver berdasarkan non unit Cost Driver berdasarkan non unit merupakan factor-faktor penyebab selain unit yang menjelaskn konsumsi overhead. Contoh cost driver berdasarkan unit pada perusahaan jasa adalah luas lantai, jumlah pasien, jumlah kamar yang tersedia.

7. Penentuan Cost Driver Yang Tepat Aktivitas yang ada dalam perusahaan sangat komplek dan banyak jumlahnya. Oleh karena itu perlu pertimbangn yang matang dalam menentukan penimbul biayanya atau cost driver.

8. Penentuan jumlah cost driver yang dibutuhkan Penentuan banyaknya cost driver yang dibutuhkan berdasarkan pada keakuratan laporan product cost yang diinginkan dan kompleksitas komposisi output perusahaan. Semakin banyak cost driver yang digunakan, laporan biaya produksi semakin akurat. Dengan kata lain semakin tinggi tingkat keakuratan yang diinginkan, semakin banyak cost driver yang dibutuhkan.

9. Pemilihan cost driver yang tepat Dalam pemilihan cost driver yang tepat ada tiga faktor yang harus dipertimbangkan:

Kemudahan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam pemilihan cost driver (cost of measurement). Cost driver yang membutuhkan biaya pengukuran lebih rendah akan dipilih.

Korelasi antara konsumsi aktivitas yang diterangkan oleh cost driver terpilih dengan konsumsi aktivitas sesungguhnya 20 (degree of correlation). Cost driver yang memiliki korelasi tinggi akan dipilih. Perilaku yang disebabkan oleh cost driver terpilih (behavior effect).

Cost driver yang menyebabkan perilaku yang diinginkan yang akan dipilih.

10. Kelebihan dan Kelemahan Activity Based Costing Keunggulan sistem Activity Based Costing membantu mengurangi distorsi yang disebabkan alokasi biaya tradisional. Sistem ini memberikan gambaran yang jernih tentang bagaimana bauran dari beraneka ragam produk, jasa, dan aktivitas memberikan kontribusi kepada laba usaha dalam jangka panjang. Menggunakan sistem Activity Based Costing dalam perhitungan harga pokok produk juga mempunyai kekurangan yang antara lain adalah: (1) Implementasi sistem Activity Based Costing ini belum dikenal dengan baik, sehingga prosentase penolakan terhadap sistem ini cukup besar. (2) Banyak dan sulitnya mendapat data yang dibutuhkan untuk menerapkan sistem Activity Based Costing. (3) Masalah joint cost yang dihadapi sistem konvensional juga tidak dapat teratasi dengan sistem ini. (4) Sistem Activity Based Costing melaporkan biaya dengan cara pembebanan untuk suatu periode penuh dan tidak mempertimbangkan untuk mengamortisasi longterm payback expense. Contohnya dalam penelitian dan pengembangan, biaya pengembangan dan penelitian yang cukup besar untuk periode yang disingkatkan akan ditelusuri ke produk sehingga menyebabkan biaya produk yang terlalu besar.

C. KASUS Contoh Kasus Menggunakan Metode Tradisional Perhitungan harga pokok kamar pada Hotel Coklat Makasar dilakukan untuk setiap bagian atau unit yang menghasilkan jasa. Biaya-biaya yang diperhitungkan sebagai harga pokok kamar merupakan biaya-biaya yang terjadi pada bagian atau unit penghasil jasa maupun biaya hasil alokasi dari bagian atau unit yang bersifat umum. Biayabiaya dari bagian atau unit yang sifatnya umum ini proses pembebanannya dilakukan dengan cara alokasi. Besarnya alokasi biaya-biaya tersebut didasarkan berdasarkan kontribusi pendapatan masing-masing bagian atau unit penghasilan jasa kamar terhadap pendapatan total jasa kamar hotel. Jenis Kamar di Hotel Coklat, antara lain :

1. Standard room, yang berjumlah 27 kamar dengan luas sebesar 27.5 m2. 2. Deluxe room, yang berjumlah 16 kamar dengan luas sebesar 30 m2 3. Suite room, yang berjumlah 2 kamar dengan luas sebesar 40 m2 4. Family room, yang berjumlah 2 kamar dengan luas sebesar 42 m2 5. Executive suite/Pent house, yang berjumlah 2 kamar dengan luas sebesar 60 m2 Tabel 5. Room Rate Hotel Coklat tahun 2010

Tabel 6. Jumlah Kamar Tersedia Dijual

Tabel 7 Jumlah Hari Hunian Hotel Coklat Tahun 2009.

Sumber: Berdasarkan kedua tabel diatas perhitungan dari proses pembebanan biaya dan penentuan harga jual jasa untuk masing-masing jenis kamar di Hotel Coklat dapat dijelaskan melalui perhitungan sebagai berikut : a. Tingkat pengisian kamar atau tingkat hunian kamar masing-masing jenis kamar (occupancy rate) selama tahun 2010.

Tabel 8 Occupancy Rate Hotel Coklat Tahun 2010

Sumber:

b. Penjualan jasa kamar hotel dari masing-masing jenis kamar selama tahun 2010. Tabel 9 Pendapatan Penjualan Jasa Kamar Hotel Coklat Tahun 2010

Sumber:

c. Persentase pendapatan dari masing-masing jenis kamar terhadap pendapatan dari penjualan jenis kamar secara keseluruhan selama tahun 2010 Tabel 10 Persentase Pendapatan Penjualan Jasa Kamar Hotel Coklat Tahun 2010

Sumber d. Alokasi biaya berdasarkan pendapatan Setiap jenis kamar akan menanggung beban biaya aktivitas jasa (harga pokok kamar) sebesar nilai persentase pendapatan yang diperoleh kamar itu sendiri terhadap perolehan pendapatan jasa kamar secara keseluruhan. Tabel 11 Harga Pokok Produk/Jasa Hotel Coklat Tahun 2010

Contoh Kasus Metode ABC Data yang digunakan untuk metode ABC adalah sama dengan data yang digunakan untuk metode tradisional. Langkah-langkah yang dilakukan dalam menghitung harga pokok kamar dengan menggunakan metode ABC : 1. Mengidentifikasi biaya dan aktivitas yang terjadi. Mengidentifikasi biaya-biaya yang termasuk dalam biaya langsung atau direct cost dan biaya tidak langsung atau indirect cost. Kemudian biaya-biaya yang termasuk dalam biaya langsung dialokasikan ke tiap jenis kamar mulai dari standar, deluxe, suite, family dan executive suite/pent house. Biaya langsung terjadi pada departemen kamar sedangkan biaya tidak langsung terjadi pada departemen lain selain departemen kamar. Aktivitas yang terjadi pada departemen kamar ialah aktivitas pelayanan kamar. Pengalokasian biaya langsung berdasarkan persentase jumlah kamar yang ada per tiap jenis kamar. Berikut perincian biaya langsung yang

dialokasikan ke tiap jenis kamar Hotel Coklat.

Tabel 12 Perincian Biaya Langsung Yang Dialokasikan ke Tiap Jenis Kamar Tahun 2010

2. Mengidentifikasi aktivitas biaya tidak langsung dan level aktivitasnya. Tabel 13 Identifikasi Aktivitas dan Level Aktivitas

3. Mengidentifikasi cost driver. a. Aktivitas penginapan untuk dasar pengalokasian dapat berdasarkan jumlah tamu yang menginap dan jumlah kamar terjual. Tetapi dengan mengingat bahwa biaya-biaya meningkat jika jumlah kamar terjual, maka yang dapat dijadikan cost driver adalah jumlah kamar terjual. b. Aktivitas laundry meliputi pencucian handuk, seprai dan selimut. Untuk dasar pengalokasian dapat berdasarkan jumlah kamar yang ada dan jumlah kamar terjual. Tetapi pencucian tersebut hanya dilakukan setelah kamar terjual, maka yang dapat dijadikan cost driver adalah jumlah kamar terjual. c. Aktivitas pemberian makan pagi ditelusuri secara langsung dengan tarif full breakfast buffet sebesar Rp. 30.000,-/orang. Untuk dasar pengalokasian dapat berdasarkan jumlah tamu yang menginap dan jumlah kamar yang terjual. Tapi peningkatan biaya pada pemberian makan pagi tergantung pada jumlah tamu yang menginap, maka yang dijadikan cost driver adalah jumlah tamu yang menginap. d. Aktivitas listrik untuk dasar pengalokasian berdasarkan jumlah kamar terjual, maka cost driver yang tepat adalah jumlah kamar terjual. e. Aktivitas air untuk dasar pengalokasian berdasarkan jumlah kamar terjual, maka cost driver yang tepat adalah jumlah kamar terjual.

f. Aktivitas penyusutan untuk dasar pengalokasian dapat berdasarkan jumlah kamar tersedia dan jumlah kamar terjual. Tetapi aktiva tetap dan peralatan hotel yang disusutkan digunakan untuk semua kamar yang ada, maka cost driver yang tepat adalah jumlah kamar tersedia. g. Aktivitas pemasaran dapat dialokasikan berdasarkan jumlah kamar tersedia dan jumlah kamar terjual. Tetapi karena pemasaran dilakukan dengan tujuan untuk menjual semua kamar yang tersedia, maka cost driver yang tepat adalah jumlah kamar tersedia. h. Aktivitas penggajian untuk dasar pengalokasian berdasarkan jumlah jam kerja, maka cost driver yang tepat adalah jumlah jam kerja. i. Aktivitas pemeliharaan meliputi pemeliharaan gedung dan peralatan hotel dapat dialokasikan berdasarkan jumlah kamar tersedia dan jumlah kamar terjual. Tetapi pemeliharaan gedung dan peralatan hotel tidak hanya dilakukan pada kamar yang terjual, maka cost driver yang tepat adalah jumlah kamar tersedia. Tabel 14 Cost Pool dan Cost Driver

4. Membebankan biaya overhead Untuk biaya yang berasal dari departemen kamar langsung dibebankan 100 % ke kamar, tetapi untuk biaya yang berasal dari departemen penunjang departemen kamar hanya dibebankan 65 % dan sisanya 35 % dibebankan ke aktivitas di luar aktivitas yang berhubungan dengan harga pokok kamar seperti sewa ruangan. Tabel 15 Cost Pool I

Tabel 16 Cost Pool II

Tabel 17 Cost Pool III

Tabel 18 Cost Pool IV

Tabel 19 Cost Pool V

Tabel 20 Pengalokasian Data Cost Driver

Tabel 21 Tarif Cost Pool

Tabel 22 Harga Pokok Kamar Standard

Tabel 23 Harga Pokok Kamar Deluxe

Tabel 24 Harga Pokok Kamar Suite

Tabel 25 Harga Pokok Kamar Family

Tabel 26 Harga Pokok Kamar Executive Suite/Pent House

D. PERBANDINGAN PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUK/JASA ANTARA SISTEM Perbedaan antara penentuan harga pokok produk tradisional dan sistem ABC, yaitu: Tabel 27 Perbedaan penetapan harga pokok produk Tradisional dengan Metode Activity Based Costing NO ABC TRADISIONAL Menggunakan satu tempat penampungan biaya atau satu dasar alokasi untuk semua tempat penampungan biaya Tidak perlu di lakukan perhitungan tempat penampungan karena di anggap serupa dan logis Hanya menggunakan satu tahap. Menggunakan dua tahap jika departemen atau pusat biaya lain dibuat System tradisional melaporkan biaya perunit lebih tinggi dengan volume tinggi dan biaya per-unit lebih rendah untuk produk dengan volume rendah

1. Jumlah tempat penampungan biaya overhead dan dasar alokasi lebih banyak 2. Mengharuskan perhitungan tempat penampungan biaya dari suatu aktivitas maupun pemicu Sistem perhitungan ABC merupakan sistem perhitungan dua tahap ABC membagi biaya kedalam 4 tingkatan: a. Unit Level b. Batch Level c. Product Sustaining Level d. Vacility Sustaining Menggunakan aktivitas sebagai dasar alokasinnya

3.

4.

5.

Menggunakan ukuran unit-level sebagai dasar alokasi biaya

overhead ke output 6. Memvokuskan pada biaya, mutu dan factor waktu Memfokuskan pada kinerja keuangan jangka pendek,seperti laba

Tabel 28 Perbandingan Harga Pokok Kamar Sistem Konvensional Dan Sistem Activity Based Costing

Terjadinya selisih harga dikarenakan pada metode Activity Based Costing biaya overhead pada masing-masing produk dibebankan pada banyak cost driver Sehingga dalam metode Activity Based Costing mampu mengalokasikan biaya aktivitas ke setiap kamar secara tepat berdasarkan konsumsi masingmasingaktivitas.

https://docs.google.com/document/d/1zeoBOmPVzPdMYVS151tW8JGcNJaRow 3BGrg_D1ypCuQ/export?format=docx&id=1zeoBOmPVzPdMYVS151tW8JGc NJaRow3BGrg_D1ypCuQ paper http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1291/ANALISIS%20PE NERAPAN%20METODE%20ACTIVITY%20BASED%20COSTING%20SYST EM%20DALAM%20PENENTUAN%20HARGA%20POKOK%20KAMAR%20 HOTEL%20PADA%20HOTEL%20COKLAT%20MAKASSAR.pdf?sequence=1 ANALISIS PENERAPAN METODE ACTIVITY BASED COSTING SYSTEM DALAM PENENTUAN HARGA POKOK KAMAR HOTEL PADA HOTEL COKLAT MAKASSAR.pdf Perbandingan%20Metode%20Konvensional%20dengan%20Activity%20Based% 20Costing.pdf http://repository.maranatha.edu/1714/1/Perbandingan%20Metode%20Konvension al%20dengan%20Activity%20Based%20Costing.pdf http://journal.uny.ac.id/index.php/jkpai/article/download/874/693 874-2881-1SM(1).pdf

Vous aimerez peut-être aussi