Vous êtes sur la page 1sur 36

DELTA BANYUASIN, SUMATERA SELATAN

ANISAH QORI AFIFAH 230210110038 http://blogs.unpad.ac.id/qoreeey/?p=183

Delta adalah endapan yang terbentuk di muara sungai dimana sungai yang mengalir ke laut, danau, ataupun waduk. Delta dibentuk dari endapan sedimen yang dibawa oleh sungai sebagai alur daun mulut sungai. Pembentukan delta membutuhkan waktu yang lama. Sungai akan mengendapkan bebannya di daratan jika mampu mengangkutnya. Ini dapat terjadi pada lekuk lereng, sisi dalam meander, dan pertemuan dua aliran sungai. Delta Banyuasin terletak di Muara Sungai Banyuasin, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. Secara koordinat delta ini terletak pada 2 00'- 2 30' S, 104 30'- 105 15' E. Area delta ini memiliki ketinggian 0 0,5 meter dengan luas area 150,000-200,000 ha sebagai habitat mangrove. Adapun kondisi alamnya yaitu memiliki iklim tropis yang lembab, dengan curah hujan tahunan rata-rata 2.300 mm. Garis pantai di sepanjang timur Kabupaten Banyuasin berbentuk tidak teratur membentuk teluk dan tanjung, relief pantai datar berbentuk lereng cekung dengan kelas lereng landai. Berdasarkan peta topografi Sumatera Selatan daerah ini merupakan bagian dataran rendah Sumatera bagian timur yang termasuk dataran lahan basah (lowland). Daerah ini juga dipengaruhi oleh monsun barat laut dari November sampai Februari. Perairan muara sungai Banyuasin mendapat pengaruh dari laut terbuka (Selat Bangka) dan mendapat pengaruh daratan yaitu adanya aliran sungai, baik sungai besar yang bermuara ke laut yaitu Sungai Musi, Sungai Sembilang, Sungai Terusan dalam dan Sungai-sungai lainnya dari daerah hulu seperti sungai Calik, sungai Lalan dan sungai Bungin atau Pasir. Aliran sungai dari daerah hulu ini akan membawa partikel - partikel atau muatan padatan tersuspensi yang berasal dari daratan atau bagian hulu sungai menuju ke arah muara, yang kemudian akan mengalami pengendapan. Sehingga kondisi perairan muara Banyuasin keruh dan berwarna kecoklatan yang disebabkan oleh adanya partikel-partikel tanah/endapan lumpur yang terbawa oleh aliran sungai baik sungai besar maupun sungai kecil yang bermuara di muara Sungai Banyuasin tersebut. Perairan muara sungai Banyuasin merupakan tempat bermuaranya dua sungai yaitu sungai Lalan dan sungai Banyuasin, dimana energi dan kecepatan arus yang berasal dari aliran sungai Banyuasin lebih tinggi daripada energi yang berasal dari

sungai Lalan (Pusat Penelitian Tata Ruang UNSRI, 2002). Hal itu menyebabkan sedimentasi yang terbawa bersamaan dengan aliran sungai Lalan akan terdorong oleh aliran sungai Banyuasin. Pada lokasi ini kecepatan arus akan mulai berkurang karena terhalang oleh point bar dan keberadaan Tanjung Sere, sehingga arus tersebut akan terpecah dan kecepatannya akan makin berkurang. Karena kecepatan arus mulai berkurang maka sedimen- sedimen yang berukuran besar yang terbawa bersama dengan aliran sungai akan mengalami pengendapan dan terbentuklah delta. Selain ke dua sungai ini juga terdapat aliran sungai-sungai kecil seperti sungai Bungin, sungai Tanjung api-api, sungai Lancau dan beberapa sungai lainnya. Hal ini menyebabkan kondisi substrat dasar perairan di daerah muara ini merupakan substrat lumpur berpasir dan lumpur berpasir berkerikil (Hakim, 2001). Hasil analisis ukuran butir yang telah dilakukan dalam suatu penelitian, menunjukkan bahwa pada stasiun yang berada dekat dengan muara dan laut, sedimen dasarnya didominasi oleh lumpur berpasir berkerikil, dengan persentase pasir semakin ke arah laut semakin meningkat. Hal ini diduga karena adanya proses pengadukan sedimen dasar oleh aktivitas arus, baik arus yang disebabkan karena lalu lintas kapal maupun arus pasang surut yang kemudian akan teraduk dan terangkat mengikuti arah arus. Saat arus ini bertemu dengan aliran sungai akan mengalami perlambatan, sehingga sedimen yang terbawa akan mengendap. Berdasarkan kondisi oseanografi perairan, dapat dikatakan bahwa sedimen di muara sungai Banyuasin berasal dari material hulu sungai yang terbawa oleh aliran sungai. Pernyataan ini dapat dilihat dengan munculnya endapan sedimen yang membentuk daratan atau delta di depan mulut muara sebagai hasil proses sedimentasi. Ada pula faktor oseanografi yang sangat mempengaruhi tingkat sedimentasi dan pembentukan delta di kawasan muara sungai Banyuasin yaitu arah dan kecepatan arus pasang surut. Berdasarkan penelitian, bahwa telah terjadi perubahan lahan berupa pendangkalan atau terbentuknya delta di perairan muara sungai Banyuasin dari tahun 1992 sampai dengan tahun 2003 dengan kecepatan rata-rata perubahan luasan sebesar 18.4635 hektar pertahun. Pada tahun 2003 sebagian daerah yang telah mengalami pendangkalan (sedimentasi) pada tahun 1992 telah berubah menjadi daratan (kawasan bervegetasi). Berbicara tentang vegetasi, vegetasi di delta Banyuasin ini telah disurvei oleh Sukristiyono Sukardjo dan lain-lain (1979 & 1984). Seperti yang kita tahu, ada banyak sekali jenis habitat yang terdapat pada suatu kawasan delta. Hal ini disebabkan oleh

tanah dari delta (khususnya delta banyuasin ini) adalah tanah hasil sedimentasi yang terbawa oleh arus sungai sehingga tanah disini memiliki tingkat kesuburan yang tinggi. Salah satu dari vegetasi yang ada di delta banyuasin ini adalah hutan mangrove. Daerah ini terdiri dari beberapa hutan mangrove yang terluas di Sumatera. Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawa -

rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasangsurut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana

terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu. Pada delta Banyasin ini telah ditemukan lebih dari 30 jenis mangrove, dengan spesies utamanya adalah Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata, Avicennia alba, Avicennia marina, Sonneratia alba, Sonneratia acida, Ceriops tagal, Ceriops candoleana dan Xylocarpus sp. Hutan mangrove bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya aerasi tanah, salinitas tanahnya yang tinggi, serta

mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan mangrove karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi. Hutan mangrove merupakan area penting dan dasar pembibitan bagi berbagai jenis ikan laut, dan udang. Daerah ini juga merupakan salah satu daerah yang paling penting bagi unggas air di Indonesia. Telah diketahui sebanyak delapan belas spesies burung air besar dan 20 spesies burung pantai bermigrasi. Delta juga adalah salah satu daerah terbanyak akan jenis crustacea di Indonesia. Adapula kepemilikan atas daerah ini yaitu bagian lahan basah merupakan milik negara (Pemerintah Indonesia), dan daerah sekitarnya dimiliki oleh penduduk lokal. Dimana daerah ini banyak dimanfaatkan sebagai areal kegiatan perikanan dan penebangan skala kecil mangrove oleh penduduk lokal. Daerah ini juga dimanfaatkan sebagai pemukiman, dan direncanakan sebagai areal pelabuhan. Salah satu dampak yang ditimbulkan dari tingginya laju sedimentasi yang terjadi di wilayah pesisir timur Banyuasin ini adalah terbentuknya dan semakin luasnya Pulau Sarang Elang. Hal ini akan menimbulkan semakin berkurangnya luasan perairan dan akan mengganggu organisme yang ada serta transportasi kapal.

DAFTAR PUSTAKA Handayani, Yulifa, dkk (2010). Monitoring Perubahan Luasan Pulau Ekor Tikus Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan Menggunakan Penginderaan Jauh. From http://scholar.googleusercontent.com/scholar?q=cache:eMw31oeURswJ:

scholar.google.com/+muara+banyuasin+sedimentasi&hl=id&as_sdt=0,5, 28 Mei 2013 Hendri, Muhammad, dkk (2010). Using Landsat ETM 7 Satellite Image to Analysis of Land Change and Sedimentation at Banyuasin River, Banyuasin District-South Sumatera.From 2QHTNXAF-y4J:scholar. http://scholar.Googleusercontent.com/scholar?q=cache: google.com/+sediment+ Banyuasin

+Musi+River+Delta&hl=id&as_sdt=0,5, 27 Mei 2013 Marcel J. Silvius (1986). Banyuasin River Delta. From http://www.arcbc.org.ph/ wetlands/indonesia/idnbanyuasinmusi.htm, 27 Mei 2013

DELTA SUNGSANG SUNGAI LEMATANG


Yuanita Prastika Wuri 230210110070 yuanitaprastika.blogspot.com

Delta adalah tanah datar hasil pengendapan yang dibentuk oleh sungai, muara sungai, dimana timbunan sediment tersebut mengakibatkan propagradasi yang tidak teratur pada garis pantai. Sungai akan mengendapkan bebannya di daratan jika tidak mampu lagi mengangkutnya. Ini dapat terjadi pada lekuk lereng, sisi dalam meander, pertemuan antara dua aliran sungai, dan pada perubahan graden. Tetapi endapan juga terjadi jika sungai masuk ke dalam danau atau laut, maka akan terbentuk delta. Syarat syarat untuk terbentuknya suatu delta, antara lain : a) Ada sungai yang menuju ke laut atau danau b) Lautnya dangkal c) Gelombang atau arus laut yang ada sangat kecil d) Tidak ada gerakan tektonik yang menyebabkan penurunan dasar laut atau dana di tempat muara sungai tersebut e) Arus pasang surut tidak kuat f) Dari waktu ke waktu material batuan yang diendapkan di laut atau danau cukup besar. Delta memperlihatkan banyak macamnya dalam bentuk dan lekuk. Pada puncak delta, saluran sungai terbagi dalam beberapa cabang cabang yang menyebar dan disebut distribution yang melintang pada permukaan delta melepaskan endapan pada ujung delta. Beberapa delta mempunyai kenampakan seperti kipas alluvial, tetapi berbeda beda satu sama lain, perbedan tersebut yaitu : Pengendapan pada delta disebabkan oleh pengurangan kecepatan aliran yang masuk ke dalam air laut yang tetap (laut atau danau) Perluasan delta secara vertikal terbatas, air the base level merupakan dari pertumbuhan ke atas. Kemiringan permukaan delta dapat diketahui lebih datar daripada besar kipas alluvial. Sungai Lematang adalah tergolong sungai yang cukup panjang yakni lebih dari 250 km panjangnya dan bermuara ke Sungai Musi yang akhirnya mengalis sampai ke

laut pantai timur Pulau Sumatera tepatnya di Delta Sungsang, dengan koordinat 221'42"S 10453'49"E. Secara umum diketahui bahwa nilai rata-rata fraksi sedimen di Sungai Lematang Delta Sungsang, berkisar 22.77 175.35 m (berada pada kategori lanau sedang hingga pasir halus), memiliki karakterisitik sedimen dasar dalam bentuk lanau sedang dengan nilai rata-rata ukuran butir berkisar 20.53 m 25.48 m. Nilai kondisi pemilahan sedimen berkisar 0.7 1.46 phi unit, dengan kondisi pemilahan dominan poorly dan moderately sorted. Berdasarkan nilai kemencengan sedimen, maka butiran sedimen cenderung bervariasi dari butiran halus hingga kasar dan didominasi oleh kondisi simetris dengan kisaran nilai - 0.29 0.33. Kondisi ini mengindikasikan terjadinya percampuran butiran yang kasar dan halus pada lokasi. Sedangkan biota yang hidup di Sungai Lematang yaitu mollusa, annelida, makrobentos, ikan, dan plankton. Penelitian tentang kemelimpahan biota sungai relatif masih jarang, termasuk di sungai-sungai kecil. Umumnya penelitian ini hanya berkaitan dengan ikan dan manfaat budidayanya. Penelitian biota air, baik berupa makrobentos, meiobentos, ikan, plankton, epifauna dan motil-fauna dapat digunakan untuk mengetahui adanya perubahan lingkungan akibat kegiatan manusia (antropogenik). Makrobentos adalah salah satu indikator kualitas lingkungan akuatik yang dapat diandalkan. Fauna ini hidup di dalam sedimen, bersentuhan langsung dengan tanah dan terkena air yang masuk melalui pori-pori sedimen, sehingga tanggapan bentos terhadap lingkungannya merupakan bentuk adaptasi yang telah berlangsung dalam jangka panjang. Mollusca umumnya hidup sebagai meiobentos di dalam sedimen, meskipun ada pula yang hidup di permukaan batuan atau menempel pada makrofita akuatik. Familia Annelida yang hidup sebagai bentos, hampir selalu dalam bentuk meiobentos, yakni tertanam di dalam sedimen. Familia ini biasa ditemukan di dataran rendah, dan seringkali melimpah di badan-badan air yang tercemar secara fisik maupun kimia. Berdasarkan hasil pengamatan mikroskopis yang telah dilakukan oleh Effendi Parlindungan Sagala, komposisi plankton di perairan Sungai Lematang 47 spesies plankton yang termasuk dalam 7 kategori takson (Cyanophyceae, Chlorophyceae, Diatomae/ Bacillariophyceae, Flagellata, Rhizopoda, Ostracoda dan Nematoda). meiobentos di dalam sedimen, meskipun ada pula yang hidup di permukaan batuan atau menempel pada makrofita akuatik. Familia Annelida yang hidup sebagai bentos, hampir selalu dalam bentuk meiobentos, yakni tertanam di dalam sedimen. Familia ini biasa ditemukan di dataran rendah, dan seringkali melimpah di badan-badan air yang

tercemar secara fisik maupun kimia. Kemampuan adaptasinya ini diberikan oleh sistem respirasi, reproduksi dan nutrisinya. Di samping itu pada tempat-tempat yang tercemar, ikan sebagai predator utamanya sering tidak dapat bertahan hidup, sehingga Annelida dapat berkembang biak dengan predasi minimal. Demikian pentingnya Sungai Lematang tersebut, baik secara ekologis maupun sosial. Secara ekologis, sungai ini memberikan sumbangan yang demikian besar untuk habitat berbagai kehidupan biota akuatik baik ukuran mikrobiota maupun makrobiota. Secara sosial Sungai Lematang memberikan banyak manfaat kepada berbagai pihak masyarakat mulai dari paling hulu hingga sampai paling hilir sungai. Setiap hari ratusan mobil truk bahkan damtruk mengangkut mengangkut material dari Sungai Lematang tersebut ke berbagai wilayah di Sumatera Selatan termasuk ke Palembang. Pada kehidupan mikrobiota, termasuk organisme plankton adalah sangat penting untuk menopang kehidupan makrobiota terutama nekton. Organisme nekton, khususnya ikan-ikan yang hidup dan berkembang biak dalam perairan Sungai Lematang memberikan sumbangan yang demikian besar pada kehidupan sebagian masyarakat yang mencari ikan sebagai nelayan di Sungai Lematang mulai dari lokasi paling hulu sungai di daerah Pagaralam, Kabupaten Lahat melalui tepi kota Lahat hingga Ke Kabupaten Muara. Kondisi Sungai Lematang secara umumnya ketika mengalir dari hulu sekitar daerah Pagaralam bila tidak ada hujan, maka airnya cukup bening dan banyak nelayan yang mencari ikan. Namun pada kondisi hujan apalagi hujan yang cukup lama pada musimnya, badan air menjadi keruh dan bertambah dalam sekitar 2 meter hingga 6 meter bahkan lebih. Ketika musim kemarau yang panjang debit air sungai menjadi semakin kecil dengan kedalam sungai 3bagian terdalam sekitar 2 3 meter dan bagian tepi rata-rat sekitar 0,5 meter. Pada kedalaman yang rendah pada musim kemarau semakin kehilir kualitas air diduga akan semakin jelek. Keadaan Sungai Lematang pada masa yang akan datang akan mendapat beban yang semakin bertambah berat karena beban Sungai Lematang akan semakin berat karena aktivitas lain yang telah menunggu waktu operasionalnya pada bebrapa tahun ke depan. Aktivitas lainnya yang dimaksud adalah banyak tambang batubara yang sekarang ini sedang menunggu selesainya pembuatan jalan tambang agar mereka beroperasi menambang. Lokasi tambang yang baru tersebut mulai dari Kabupaten Lahat hingga ke Kabupaten Muara Enim yang jumlahnya puluhan perusahaan tambang di masingmasing kabupaten.

DAFTAR PUSTAKA Allen JRL. 1985. Principles of Physical sedimentology. Department of Geology, University of Reading. London: George Allen and Unwin. [CHL]Coastal Hydraulic Laboratory 2002. Coastal Engineering Manual, Part III. Washington DC: Department of the Army. U.S. Army Corp of Engineers. Dyer, K.R., 1986. Coastal and Estuarine Sediment Dynamics, John Wiley dan Sons Ltd, New York. Effendi Parlindungan Sagala, 2002, Indeks Keanekaragaman dan Saprobik Plankton dalam menilai Kualitas Air Sungai Lematang, di Desa Tanjung Muning, Kecamatan Gunung Megang, Kabupaten Muara Enim, Surakarta. Faturahman, A., dan Wahyu M., 1992, Prosedur Pengerjaan Preparasi Contoh Untuk Berbagai Analisis, Pusat pengembangan Geologi Kelautan, Bandung. Komar, P. D. 1976. Beach Processes and Sedimentation, New Jersey: Geological Societyof London, Special Publication 139, p. 167 176. Winarno, K., dan Okid, 2002, Pemantauan Kualitas Perairan Rawa Jabung berdasarkan Keanekaragaman dan Kekayaan Komunitas Bentos, Surakarta.

DELTA BERBAK, JAMBI


Heri Abrianto 230210110050 http://blogs.unpad.ac.id/heriabrianto/2013/05/28/delta-berbak-jambi/

Delta berbak merupakan salah satu delta yang

ada di pulau sumatera,

Indonesia tepatnya ada di desa berbak provinsi jambi. Luas delta berbak ini sekitar 60.000 ha. Luasnya delta berbak ini menjadi potensi besar bagi bangsa Indonesia dan memberikan daya tarik bagi pemerintah untuk memanfaatkan delta berbak ini.

Gambar. Lokasi Delta Berbak, Jambi (Sumber : Google earth) Daerah delta tersebut kemudian dikembangkan untuk lahan sawah melalui proyek pengembangan persawahan pasang surut. Pemerintah melakukan pembukaan lahan pasang surut di Provinsi Jambi, yang sebagian besar terdiri dari lahan sulfat masam dimulai tahun 1969 (IPB, 1969; Litbang Transmigrasi, 1972; Satari, 1979) untuk Proyek Pembukaan Persawahan Pasang Surut (P4S) dan BP-P3S (Badan

Pelaksana Proyek Pengairan Pasang Surut) yang dilanjutkan dengan ISDP (Integrated Swamp Development Project). Sampai Pelita VI (1996/1997) pemerintah telah

membuka dan mengembangkan lahan rawa di Popinsi Jambi seluas 77.746 hektar untuk rawa pasang surut dan dan 7.436 hektar untuk rawa non pasang surut (Bappeda Provinsi Jambi, 2000).

Delta berbak ini dikembangkan secara besar-besaran untuk persawahan melalui proyek pengembangan persawahan pasang surut. Menurut Proyek

Pembukaan Persawahan Pasang Surut

(P4S) tahun 1973, Permasalahan yang

ditemukan dalam pembukaan lahan pasang surut (tidal swamp areas) di delta berbak antara lain : tanah tersebut memiliki lapisan atas mentah dan daya sangganya rendah, kurangnya aksesibiltas transportasi, sebagian besar areal ditutupi oleh lapisan bahan organik dengan tingkat kematangan fibrik dan kandungan hara yang rendah, drainase sangat jelek dan air tergenang. Untuk memperbaiki keadaan tersebut di atas maka dilakukan drainase dengan membuat saluran yang diharapkan dapat membuang kelebihan air dan masuknya air pasang. Akan tetapi sebagai akibat dari pembuatan saluran dan tanggul (jalan) dalam pembukaan lahan pertanian pada lahan pasang surut adalahturunnya muka air tanah. Dengan turunnya muka air tanah menyebabkan terjadinya subsiden, pematangan tanah, pematangan gambut dan yang sangat berbahaya adalah lapisan bahan sulfidik mengandung pirit (FeS2), bila teroksidasi akan menghasilkan ion H+ dan ion SO42yang mengakibatkan tanah yang mengandung bahan sulfidik menjadi tanah sulfat masam yang sangat masam. (Van Breemen, 1975; Dent, 1986; Widjaja-Adhi et al., 1992). Keadaan sangat masam meningkatkan kelarutan ion Al3+, Fe2+, dan Mn2+ meningkat dan mendesak kation-kation basa seperti Ca2+, Mg2+, K+ dan Na+ keluar dari komplek jerapan tanah. Tanah sulfat masam yang mengalami berbagai proses oksidasi, reduksi, pengeringan, penggenangan, pencucian oleh banjir secara berulang setiap tahun telah mempengaruhi kandungan pirit terutama pada tanah lapisan atas yang mengakibatkan penurunan dan perubahan pada beberapa karakteristik tanah akan mempengaruhi produktivitas tanah sulfat masam (Syilla et al., 1992). Pernyataan tersebut didukung Yulianti dalam skripsinya yang berjudul Keracunan Aluminium Pada Tanah Sawah Dari Bahan Induk Sedimen Mangrove di Rantau Rasau, Delta Berbak, Jambi mengatakan bahwa kegiatan pembangunan sawah dan drainase pada daerah rawa-rawa bergambut dengan ketebalan 0.5-2 meter menyebabkan turunnya permukaan air tanah sehingga menyebabkan terjadinya penurunan permukaan tanah gambut (subsidence) atau gambut menjadi kering sehingga mudah terbakar atau dibakar pada saat pembersihan lahan. Sebagai akibatnya lahan diusahakan untuk pemanfaatan yang sebagian besar lapisan gambut telah hilang dari permukaan tanah.

Istilah tanah sulfat masam digunakan untuk menggantikan istilah Katteklai (cat clay) yang dulu umum digunakan di Belanda. Istilah cat clay pertama kali dikemukakan oleh para petani Belanda untuk mencirikan tanah rawa yang bermasalah ketika dikeringkan dan umumnya tidak subur. Tanah tersebut dicirikan dengan adanya bercak kuning pucat. Sejalan dengan ilmu pengetahuan secara mineralogi bercak kuning pucat tersebut dikenal sebagai mineral jarosit yang merupakan rekristalisasi dari bahan-bahan hasil oksidasi dari mineral pirit dengan kation-kation dari tanah (Bloomfield and Coulter, 1973). Tanah sulfat masam dicirikan oleh pH yang sangat rendah (<3.5) diikuti dengan rendahnya ketersediaan kation-kation di kompleks jerapan serta rendahnya

ketersediaan unsur hara P, selain itu kelarutan unsur yang dapat meracuni tanaman meningkat sangat tinggi. Pada lahan sulfat masam hanya rumput purun kudung (Eleocharis sp) dan pohon gelam (Melaleuca cajuput) serta salah satu jenis pakupakuan yang dapat berkembang pada kondisi tersebut. Dari hasil pengamatan morfologi tanah di selta berbak, Yulianti dalam skripsinya menyatakan bahwa Hasil pengamatan morfologi tanah dari hasil pemboran terlihat bahwa pada kedalaman (0-70) cm tanah masih masif, tanah tidak berstruktur, bahan organik =30% dan banyak air. Pada contoh tanah terdapat perubahan warna yaitu pada kedalaman (0-45) cm tanah berwarna kelabu pucat, sedangkan pada kedalaman (>45) cm tanah berwarna kelabu tua. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa pada analisis tekstur tanah sulfat masam tergolong liat, hal ini menunjukkan bahwa presentase liat tinggi yang berkisar antara (60.59-82.99) persen. Dan dari hasil analisis kimia tanah diketahui kandungan basa-basa K, Na, Ca dan Mg di delta berbak terlihat sangat rendah, di mana total basa-basa hanya berkisar antara 3-4 me/100g tanah yang dibandingkan dengan nilai KTK tanah tersebut berkisar 20-30 me/100g. Di delta berbak, Jambi tersusun dari mineral liat smektit dan illit serta group kaolinit. Oleh karena itu nilai KTK tanah cukup tinggi. Penelitian yulianti juga mengatakan bahwa pH tanah sangat berfluktuasi menurut musim. Apabila pH di atas 5.5 maka Al akan mengendap menjadi Al(OH)3 dan tidak meracuni tanaman dan apabila pH tanah atau air berubah dari pH 5.5 menjadi lebih rendah satu satuan pH maka Aluminium akan meningkat sangat drastis. Pada kondisi itu Aluminium di larutan tanah merupakan unsur yang sangat beracun bagi tanaman. Pada awal musim hujan pH sangat rendah dan meningkat sampai akhir musim hujan. Kandungan unsur hara makro dan mikro juga rendah sehingga perlu usaha

perbaikan tanah agar lahan sulfat masam di delta berbak, jambi dapat digunakan untuk usaha pertanian. Kandungan Fe2O3pada tanah sulfat masam di delta berbak tergolong rendah sekitar 2% sehingga Fe2O3 bukan sebagai sumber keracunan bagi tanaman. Sementara itu kandungan Al-dd pada pH 4.2 mencapai 30-40 me/100g. Kadar Al-dd yang tinggi ini menjadi permasalahan utama di tanah sulfat masam karena dengan jumlah sebanyak itu Al menjadi racun bagi tanaman. Jadi menurut yulianti bahwa penyebab tidak suburnya tanaman yang tumbuh di delta berbak jambi ini adalah karena tanaman tersebut keracunan akibat kadar aluminium yang tinggi. Sumber Al yang tinggi berasal dari hancurnya struktur mineral liat type 2:1 pada saat pH tanah sangat rendah akibat oksidasi pirit yang menghasilkan asam sulfat. Akibat dari reklamasi yang terjadi di delta berbak ini selain mengalami perubahan pH Asmadi Saad dalam jurnal penelitiannya yang berjudul Changes of Characteristics Tidal Swamp Area (Case Study Reclamation in Berbak Delta, Jambi) menyatakan Reklamasi lahan pasang surut untuk pertanian telah menyebabkan perubahan terhadap karakteristik tanah terutama pada ketebalan bahan organik. Setelah sepuluh tahun pertama (1973-1984) reklamasi lahan pasang surut terjadi

penurunan ketebalan bahan organik 19 cm (1,87 cm/tahun) dan kurun waktu (1984-2008) terjadi penurunan ketebalan bahan organik 10 cm (0.42 cm/tahun).

Menurut Asmadi penurunan ketebalan bahan organik pada lahan pasang surut setelah reklamasi sangat dipengaruhi oleh posisi ketinggian dan terluapi atau tidak oleh air pasang. DAFTAR PUSTAKA Saraswati, Yulianti Eny Kusuma. 2007. Keracunan Aluminium Pada Tanah Sawah Dari Bahan Induk Sedimen Mangrove di Rantau Rasau, Delta Berbak, Jambi. FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Saad, Asmadi , Supiandi Sabiham, Atang Sutandi, Basuki Sumawinata, dan M. Ardiansyah. 2011. Changes of Characteristics Tidal Swamp Area (Case Study Reclamation in Berbak Delta, Jambi). Fakultas Pertanian, Universitas Jambi Bappeda Provinsi Jambi. 2000. Potensi, Prospek dan Pengembangan Usaha Tani Lahan Pasang Surut. Laporan hasil seminar Penelitian dan Pengembangan Pertanian Lahan Pasang Surut Provinsi Jambi, Kuala Tungkal , 27 28 Maret 2000. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, DEPTAN.

Van Breemen, N. 1979. Acidification and deacidification of coastal soils as a result of periodic flooding. Proceeding SSSA Vol 39, 1153-1157. Dent, D. 1986. Acid Sulphate Soils: a baseline for research and development. ILRI. Wageningen. 202p. Widjaya Adhi, I.P.G., K Nugroho, S. Didi Ardi, dan A. Syarifudin Karama. 1992. Sumber daya lahan rawa: Potensi, keterbatasan dan pemanfaatan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian DEPTAN. Syilla, M., N.van Bremeen, L.O. Fresco, C.Dixon and A.Stein. 1992. Temporal and spatial variability of soil constraints affecting rice production along the Great Scarcies mangrove swamps, Sierra Leone. Selected Papers of the Ho Chi Minh City Symposium on Acid Sulphate Soils, March 1992. ILRI Publication 53 : 247-259. ILRI Netherland. Bloomfield, C and J. K. Coulter. 1973. Genesis and Management of Acid Sulfate Soils. Adv. Agronomy. 25: 266-273. Acad. Press. Inc., New York and London.

DELTA TELANG MUSI-BANYUASIN


Agustinus Bagus Tri Prasetyo 230210110004 Agustinusbgs.blogspot.com

Indonesia adalah Negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.000 buah pulau. Wilayah pesisir dan luas laut mencakup sekitar 3,1 juta km2 dan ZEE 5,8 juta km2. Dan garis pantai memuat habitat yang sangat bervariasi (81.000 km2), kedua setelah Canada. Wilayah pesisir adalah wilayah interaksi antara lautan dan daratan. Wilayah ini sangat potensial sebagai modal dasar pembangunan Indonesia. Pemanfaatan dan pengelolaan wilayah pesisir yang baik menjadikan wilayah pesisir sebagai salah satu komoditi Indonesia. Maka dari itu, dalam hal ini tentu diperhatikan pula faktor faktor yang berdampak terhadap lingkungan pesisir, seperti : sedimentasi. Sedimen sangat berpengaruh dan banyak dijumpai dalam semua kehidupan, terutama di daerah muara sungai. Sedimen di muara sugai memiliki manfaat dan ada juga kerugian yang ditimbulkan. Indonesia terdapat banyak delta salah satunya terletak di provinsi Sumatera Selatan di Sungai Musi- Banyuasin delta tersebut bernama Delta Telang. Kawasan KTM Telang meliputi dua delta, yaitu Delta Telang I dan Delta Telang II yang dipisahkan oleh Sungai Telang. Delta Telang I dan Delta Telang II diapit oleh empat sungai besar, yaitu Sungai Musi di sebelah timur, Sungai Banyuasin di sebelah barat, serta Sungai Sebalik dan Sungai Gasing di sebelah selatan. Bagian utara dari kedua delta tersebut berbatasan dengan Terusan PU dan Selat Bangka. Di sebelah utara Terusan PU merupakan Kawasan SECDe (South Sumatra Eastern Corridor Development). Secara administratif, Delta Telang I yang memiliki luas 26.680 ha termasuk dalam wilayah Kecamatan Muara Telang, Banyuasin II, dan Makarti Jaya. Sedangkan Delta Telang II yang memiliki luas 13.800 ha termasuk dalam wilayah Kecamatan Tanjung Lago yang merupakan kecamatan baru hasil pemekaran dari Kecamatan Talang Kelapa dan Kecamatan Muara Telang. Kecamatan Tanjung Lago terbentuk pada tanggal 12 Desember 2006. Delta Telang I terbagi atas 20 desa, yaitu Desa Sumber Jaya, Marga Rahayu, Sumber Mulyo, Panca Mukti, Telang Jaya, Mukti Sari, Mukti Jaya, Mekar Sari, Telang Makmur, Sumber Hidup, Telang Rejo dan Desa Telang Karya yang merupakan desadesa eks UPT (Unit Permukiman Transmigrasi). Desa Karang Anyar, Talang Lubuk,

Terusan Dalam, Terusan Tengah, Muara Telang, Karang Baru, Muara Baru, dan Desa Upang Jaya merupakan desa-desa eks Marga. Delta Telang II terbagi atas 12 desa, yaitu Desa Telang Sari, Purwosari, Mulya Sari, Banyu Urip, Bangun Sari, Sumber Mekar Mukti, Suka Damai, Suka Tani, dan Desa Muara Sugih yang merupakan desa-desa eks UPT. Sedangkan Desa Tanjung Lago, Sri Menanti, dan Desa Kuala Puntian merupakan desa-desa eks Marga. Secara Telang Geografis Daerah terletak pada 02o29 sampai

02o 48 LS dan 104o 30sampai 104o52 BT. Secara umum Telang terletak di sebelah Utara berbatasan dengan Selat Bangka, sebelah Selatan berbatasan dengan Sungai Sebalik, sebelah Timur dengan Sungai Musi dan sebelah Barat berbatasan dengan Sungai Telang. Secara Administratif Telang terletak di Kecamatan Muara Telang Kabupaten Banyuasin dengan luas areal reklamsi 26.680 Ha Delta yaitu tanah datar hasil pengendapan sungai, yang dibentuk oleh

muara

sungai,

dimana

timbunan sediment tersebut mengakibatkan propagradasi yang tidak teratur pada garis pantai (Coleman, 1968; Scott & Fischer, 1969). Sungai akan mengendapkan bebannya di daratan jika tidak mampu lagi mengangkutnya. Ini dapat terjadi pada lekuk lereng, sisi dalam meander, pertemuan antara dua aliran sungai, dan pada perubahan graden. Tetapi endapan juga terjadi jika sungai masuk ke dalam danau atau laut, maka akan terbentuk delta. Syarat syarat untuk terbentuknya suatu delta, antara lain : a) b) c) d) Ada sungai yang menuju ke laut atau danau Lautnya dangkal Gelombang atau arus laut yang ada sangat kecil Tidak ada gerakan tektonik yang menyebabkan penurunan dasar laut atau danau di tempat muara sungai tersebut e) Arus pasang surut tidak kuat

f)

Dari waktu ke waktu material batuan yang diendapkan di laut atau danau cukup besar.

Delta memperlihatkan banyak macamnya dalam bentuk dan lekuk. Pada puncak delta, saluran sungai terbagi dalam beberapa cabang cabang yang menyebar dan disebut distribution yang melintang pada permukaan delta melepaskan endapan pada ujung delta. Beberapa delta mempunyai kenampakan seperti kipas alluvial, tetapi berbeda beda satu sama lain, perbedan tersebut yaitu : Pengendapan pada delta disebabkan oleh pengurangan kecepatan aliran yang masuk ke dalam air laut yang tetap (laut atau danau) Perluasan delta secara vertikal terbatas, air the base level merupakan dari pertumbuhan ke atas. Kemiringan permukaan delta dapat diketahui lebih datar daripada besar kipas alluvial. Adapun kerugian yang lain antara nya pengerukan yang harus dilakukan agar aliran sungai lancer dan pengerukan tersebut pastinya menguras dana yang besar tiap tahun nya.Walaupun tidak semua dampak yang ditimbulkan adalah dampak negatif, seperti dalam jangka panjang sedimentasi dalam jutaan tahun kembali akan mengahasilkan mineral yang berguna untuk energy seperti minyak dan gas alam atau seperti pengendapan yang terjadi di sungai, banyak yang menggali dan menambang pasir di darerah sungai. Selain itu juga pada delta telang sungai musi mengandung sulfat yang masam ini merupakan sumber daya yang berpotensi untuk dimanfaatkan walaupun sulit dalam pelaksaannya karena kesuburan yang sangat rendah. Tumpukan sedimen ini juga rentan meningkatkatnya keasaman tanah yang cukup hebat. Minyak memiliki daya jual tinggi dan manfaat yang besar yaitu sebagai bahan bakar motor, dan penggerak industry. Gas merupakan bahan untuk perapian rumah tangga, dan pasir sangat bermanfaat sebagai bahan bangunan, pasir yang berasal dari sedimen sungai lebih memiliki kualitas yang tinggi dibanding dengan yang lain nya karena sedimentsi menyebabkan kualitas pasir menjadi bagus untuk bahan bangunan dan untuk membuat jalan. Adapun yang lebih hebat sedimen sungai kadang mengandung bahan tambang yang sangat mahal dipsaran misalnya emas. Pemanfaatan lahan pada delta Telang sesuai dengan kedaaannya, yaitu sebagian besar wilayahnya merupakan daerah rawa pasang surut, penggunaan lahan yang dominan di kawasan tersebut adalah pertanian tanaman pangan, perkebunan

kelapa dan tanaman keras serta kebun campuran. Selain itu, juga ada lahan yang dimanfaatkan untuk konservasi mangrove. Mata pencaharian penduduk eks transmigran sebagian besar sebagai petani, sedangkan mata pencaharian dominan Suku Bugis adalah sebagai petani tanaman kelapa dan pedagang, sedangkan mata pencaharian penduduk lokal pada umumnya sebagai pedagang, namun ada juga yang mata pencahariannya sebagai petani dan nelayan. Penduduk yang bekerja pada sektor pertanian merupakan yang dominan, yaitu hampir 89 persen dari total penduduk, sedangkan yang bekerja pada sektor perdagangan dan jasa masing-masing kurang dari 1 persen. Penduduk yang bekerja sebagai buruh cukup banyak (8%), baik sebagai buruh tani maupun buruh non pertanian.

DELTA UPANG DI SUMATERA SELATAN


ESMI SARAH 230210110017 http://blogs.unpad.ac.id/esmi/2013/05/28/delta-upang-di-sumatera-selatan/ Sungai adalah suatu saluran yang dialiri oleh air yang mengangkut material-material atau partikel-partikel sedimen. Material tersebut merupakan hasil dari pelapukan yang tererosi oleh air sungai, sehingga sungai berfungsi untuk merendahkan maupun meninggikan daratan agar tercapai posisi seimbang. Delta merupakan suatu dataran berupa pengendapan material sedimen yang dibawa oleh aliran sungai dan diendapkan pada mulut lembah atau muara bagian hilir yang masuk ke danau atau laut. Proses pembentukkan delta ini dipengaruhi oleh proses laut dan proses fluvial. Proses laut ialah proses yang merusak sedimentasi karena adanya arus air laut yang menyebabkan hancurnya sedimen yang terakumulasi di muara sungai tersebut. Sementara proses fluvial ialah proses yang membangun sedimentasi. Sedimen-sedimen yang telah terakumulasi di muara sungai tidak terkikis oleh arus air laut pada proses fluvial ini. Adapun faktor-faktor yang mendukung terbentuknya suatu delta, sebagai berikut : 1. Arah aliran sungai yang menuju ke danau atau laut 2. Kecepatan aliran di muara minimum dan air di muara tenang 3. Kedalaman laut dangkal 4. Gelombang atau arus laut yang ada sangat kecil 5. Arus pasang surut tidak kuat 6. Tidak ada pengaruh dari gerakan tektonik yang dapat menyebabkan penurunan dasar danau atau laut di muara sungai tersebut 7. Material batuan yang diendapkan di danau atau laut dalam jumlah yang cukup banyak dan dalam waktu yang cukup lama Di Indonesia terdapat delta yang terbentuk melalui sungai-sungai besar, diantaranya adalah Delta Sungai Brantas yang berada di Jawa Timur, Delta Sungai Mahakam di Kalimantan, Delta Membrano di Papua, Delta Bengawan Solo di pulau Jawa dan Delta Sungai Musi di pulau Sumatera. Sungai Musi merupakan salah satu sungai besar dan terpanjang di pulau Sumatera. Dengan panjang 460 km, tepatnya terletak di provinsi Sumatera Selatan, Indonesia. Sungai ini membelah provinsi Sumatera Selatan dari Timur ke Barat yang bercabangcabang dengan delapan anak sungai besar seperti Sungai Komering, Ogan, Lematang, Kelingi, Lakitan, Semangus Rawas dan Batang hari Leko.

Sungai Musi membentuk tiga delta, yaitu delta Telang, delta Upang dan delta Saleh, yang mana ketiganya terletak di Selat Bangka. Hal ini menyebakan perkembangan bentang alam yang terjadi di wilayah tersebut didominasi oleh proses fluvial. Selain itu juga arus laut yang berasal dari Laut Cina Selatan yang mengarah ke delta sungai Musi relatif kecil akibat adanya pulau Bangka yang menjadi penghalang, sehingga kecenderungan akumulasi sedimen di muara sungai lebih besar dan optimal. Berdasarkan kesimpulan yang diambil dari disertasi yang berjudul Mineralogi Sedimen Kuarter dari Dataran Aluvium Palembang Pada Jalur Delta Upang Cintamanis Sumatera Selatan oleh Rachmat Hardjosoesastro, dikatakan bahwa perbandingan profil sedimen klastik pada delta Upang dengan profil pada Cintamanis terdapat pada sifat mineraloginya. Pada Cintamanis, susunan mineral pada sedimen didominasi oleh bahan tersier kuarsa. Dataran aluvium pantai rawa-rawa Palembang pada jalur delta Upang Cintamanis dibangun dari lapisan endapan klastik tebal yang ditutupi oleh endapan mineral bergambut dengan ketebalan kurang dari satu meter. Pada delta Upang sendiri sedimen yang terbentuk memiliki komposisi campuran dari bahan vulkanik (gelas volkan, augit, hiperstan) dan bahan tua (kuarsa). Selain itu besar butir sedimen klastik di delta Upang ini berupa bahan halus liat dan lempung berbentuk suatu barrier oleh flokulasi dan pengaruh ombak laut. Secara fisiografis delta dibagi menjadi tiga, yaitu Upper Delta Plain, Lower Delta Plain dan Sub aqueous Delta. Upper Delta Plain adalah delta yang tidak dipengaruhi oleh arus air laut dan datarannya didominasi oleh alluvial atau sedimen yang terakumulasi oleh sungai. Lower Delta Plain adalah delta yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Delta akan terlihat ketika terjadi surut, sedangkan saat pasang delta tidak akan terlihat atau akan tenggelam. Hal ini merupakan hasil dari proses fluvial dan proses laut. Sementara Sub aqueous delta ialah delta yang berada di bawah permukaan laut dan karakterkarakternya dipengaruhi oleh proses laut. Delta sungai musi sendiri, termasuk delta Upang diklasifikasikan kedalam Upper Delta Plain, yang berarti bahwa delta Upang ini hanya dipengaruhi oleh proses fluvial dan tidak dipengaruhi oleh proses laut (arus air laut). Sedangkan secara stratigrafi delta Upang dikatakan sebagai Topsets Beds. Hal ini dikarenakan pada delta Upang dan delta sungai musi lainnya sedimen yang terakumulasi cenderung horizontal atau datar dan terletak pada Upper Delta Plain. Selain tipe ini, ada juga dua tipe lain yaitu Foreset Beds dan Bottomset Beds. Foreset Beds ialah sedimen yang berbentuk miring atau agak curam dan terdapat di Sub aqueous Delta Plain serta terdapat gradasi dari kasar hingga halus saat mengalir ke laut. Sedangkan Bottomset beds selalu berada di dasar laut dan sedimennya agak miring serta tidak terlalu curam. Bentang alam dari delta sungai musi antara lain ialah meander, daratan banjir, tanggul alam dan delta. Meander merupakan bentuk sungai yang berkelok-kelok dari mulai

hulu sungai musi itu sendiri. Di bagian hulu, volume dan juga tenaga air kecil dan belum terjadi pengendapan. Pada bagian tengah sungai musi, aliran air mulai melambat dan membentuk meander dikarenakan daratan yang berbentuk datar. Proses meander terjadi pada bagian dalam maupun luar tepi sungai. Sementara di bagian sungai musi yang alirannya cepat akan terjadi pengikisan sedangkan pada bagian tepi yang alirannya lamban akan terjadi pengendapan. Proses ini akan terjadi dalam waktu yang lama sehingga dapat membentuk meander. Meander sungai musi terbentuk di bagian hilir, dimana pengikisan dan pengendapan terjadi secara berturutturut. Hal ini dikarenakan proses pengendapan yang terjadi secara terusmenerus akan membuat kelokan sungai terpotong dan terpisah dari aliran sungai. Sehingga terbentuk kelokankelokan yang disebut dengan oxbow lake. Pada sungai Musi sering terjadi luapan air hingga ke tepi sungai ketika terjadi hujan lebat. Saat air surut, bahanbahan yang terbawa oleh air sungai akan terendapkan di tepi sungai sehingga terbentuk suatu dataran di tepi sungai. Kemudian timbul materialmaterial kasar yang berada di tepi sungai yang menyebabkan sungai musi menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan dataran banjir yang terbentuk. Bentang alam inilah yang disebut dengan tanggul alam. Saat mendekati muara, aliran air sungai musi ini menjadi lambat yang mendukung proses pengendapan sedimen di wilayah tersebut. Pasirpasir akan terendapkan sementara tanah liat dan lumpur akan tetap terbawa oleh aliran air. Dalam jangka waktu yang lama akan terbentuk dataran luas yang terdiri dari lapisanlapisan sedimen yang membentuk suatu delta yang berada di muara sungai musi. Delta ini berbentuk segitiga dengan tepi luar yang tererosi dan salinitas beberapa laguna yang meningkat karena saluran sungai di selat Bangka bertambah.

DAFTAR ACUAN Hastriawan, Hedi. Delta Sungai Musi. http://hedihastriawan.wordpress.com/geologi-dasar3/delta-sungai-musi/ http://www.sumselprov.go.id/index.php?module=content&id=6 Juner, Angga. 2010. Delta Sungai Musi. http://angghajuner.blogspot.com/2010/10/deltasungai-musi.html Thok, Tugino. Daftar Nama Delta di Indonesia. http://mastugino.blogspot.com/2012/ 09/daftar-nama-delta-di-indonesia.html

DELTA AIR SALEH


Leo Arswendo Simbolon 230210110056 http://blogs.unpad.ac.id/leosimbolon/2013/05/26/delta-air-saleh/

Dari hasil survai di lapangan dan mengambil data kantor kepala desa, secara geografis Air Saleh terletak 105o0231BT sampai dengan 105o3366 BT 2o2010 LS sampai dengan 3o0743 LS. Batasan delta ini sebelah utara dengan Selat Bangka, sebelah selatan berbatasan dengan sungai Musi dan areal transmigrasi Cinta Manis sebelah timur berbatasan dengan Sungai Saleh, sedangkan sebelah barat berbatasan dengan sungai Upang.

Delta Saleh secara administratif terletak di Kecamatan Mura Padang terdiri dari 5 desa yaitu Desa Sri Mulyo, Srikaton, Sidoardjo, Saleh Agung, Bintaran, sedangkan kecamatan Mekrti Jaya 5 desa yaitu Damar Wulan, Enggal Rejo, Saleh Jaya, Saleh Mulyo. Luas delta ini lebih kurang 19,090 ha, mulai ditempati transmigrasi pada tahun 1979 sampai 1981). Daerah studi termasuk dalam klas iklim C1 menurut klasifikasi Oldeman (1980) dengan suhu rata-rata bulanan 32 C. Curah hujan bulanan pada tahun 2003 saat musim hujan mencapai 250-460 mm/bulan (Oktober-April). Sebaliknya pada musim kemarau curah hujan bulanan rendah kurang dari 200 mm/bulan.

Delta Saleh merupakan lahan pasang surut yang sudah direklamasi dan mulai ditempati transmigrasi pada tahun 1981. Menurut Litbang Pertanian (1999), berdasarkan tipe hidrotopografinya lahan di Delta Saleh mempunyai tipe luapan B seluas 1.856 ha, tipe C seluas 5.630 ha, dan tipe D seluas 2.944 ha. Lahan yang dominan adalah lahan potensial seluas 9.438 ha, dan lahan Sulfat Masam 992 ha. Sumberdaya air pertanaman padi pada delta tersebut mengandalkan hujan sebagai input utama, di samping air dari jaringan terutama ketika pasang. Berdasarkan ketersediaan airnya, lahan usaha responden dapat digolongkan ke dalam empat tipe luapan, yaitu tipe pertama merupakan tipe lahan yang selalu terluapi oleh air pasang, baik pasang besar maupun kecil, tipe yang kedua, lahan selalu terluapi oleh air pasang besar saja, tetapi tidak terluapi oleh pasang kecil atau pasang harian, tipe ketiga lahan tidak terluapi oleh air pasang besar, tetapi air tanah berada < 50 cm dari permukaan tanah dan tipe keempat lahan tidak terluapi oleh air pasang dan air tanah berada pada kedalaman >50 cm dari permukaan tanah. Untuk tipe pertama dan kedua, kondisi ketersediaan air terutama untuk musim tanam I, tidak menjadi masalah. Sedangkan untuk tipe ketiga dan keempat, ketersediaan air menjadi faktor pembatas, terutama untuk tipe keempat yang adakalanya, untuk lokasi lahan yang tinggi, air tidak masuk ke lahan. Sehingga hanya mengandalkan air hujan sebagai sumber pengairannya. Akibatnya apabila awal musim hujan terlambat, bisa terjadi kekeringan di lahan. Pada lahan-lahan yang rendah, kemungkinan air pasang menggenangi lahan. Pada kondisi lahan seperti ini, pertanaman dapat dilakukan hampir sepanjang tahun, karena air tersedia, seperti yang terjadi di Desa Telang Karya (Delta Telang I). Di Desa Telang Karya, TAM (tata air mikro) berfungsi dengan baik, demikian pula dengan pintu airnya, sehingga lahan petani mendapat cukup air untuk pertanamannya. Sedangkan apabila terjadi hujan besar dan pasang, air yang masuk ke lahan, akan surut kembali diantaranya lewat gorong-gorong yang tersedia pada setiap lahan petani menuju saluran tersier. Banjir dan genangan terjadi pada saat curah hujan tinggi, yang biasa juga diikuti dengan pasang besar. Sesuai penuturan responden sebelumnya bahwa puncak musim hujan pada bulan Desember, maka menurut sebagian besar responden bulan Desember dapat terjadi banjir dan genangan, yang dipicu dengan jumlah hujan yang banyak dan tingginya pasang. Tinggi genangan bervariasi dari < 30 cm hingga > 1 m. Pada saat pasang tinggi ataupun curah hujan tinggi, kondisi genangan di pekarangan < 30 cm, sedangkan di lahan > 0.5 m. Mengenai lama genangan, umumnya menurut petani, genangan akan

surut secara cepat di Delta Air Saleh. Lama genangan umumnya beberapa jam (kurang dari satu hari), meskipun ada juga yang menjawab kurang dari satu jam atau lebih > 1 hari. Lahan lebih lama tergenang, biasanya karena posisi lahan berada di bawah. Area studi ini secara hidrologis berada pada kawasan estuari Sungai Sugihan, Sungai Kumbang dan Sungai Saleh. Pasang surut harian lebih disebabkan akibat dari pengaruh pasang surut laut dibandingkan akibat dari fluktuasi debit sungai dan curah hujan. Di lahan rawa pasang surut Delta Saleh ternyata memiliki rekaman kekeringan terparah yang hampir sama dengan lahan sawah irigasi biasa. Kekeringan yang dirasakan pada tahun-tahun terjadinya El-Nino, dirasakan pula di sini, berupa kekeringan yang panjang dengan menurunnya produksi padi dan pada sebagian lahan terjadi kebakaran. Menurut responden, kekeringan terparah terjadi pada tahun 1982, 1994, dan 1997. Angin kencang biasanya terjadi pada saat musim hujan, terjadinya angin kencang bersamaan dengan saat puncak musim hujan yaitu Bulan Desember. Menurut responden, di wilayah ini angin kencang biasa terjadi pada bulan-bulan Juli hingga Maret, dengan pendapat terbanyak pada bulan Desember. Menurut responden, tahuntahun terjadinya angin kencang juga terjadi pada tahun 1994 dan 1997. Kejadian angin kencang pada tahun-tahun tersebut dapat merupakan pemicu meluasnya kebakaran lahan di wilayah ini. Kekuatan angin pada skala yang besar secara visual dapat terlihat dari tumbangnya pohon atau diterbangkannya atap. Namun demikian, dapat juga terjadi angin yang cukup kuat, namun tidak sampai menumbangkan pohon ataupun menerbangkan atap. Pendapat tersebut sejalan dengan kondisi kekeringan di lahan sawah seperti yang terjadi di Indramayu. Boer and Team (2003) menyatakan bahwa apabila kerugian tersebut diperkirakan maka di Kabupaten Indramayu pada tahun El-Nino 1991, 1994 dan 1997, perkiraan kerugian ekonomi akibat kegagalan panen pada tahun El-Nino dapat mencapai 371 milyar sedangkan kehilangan investasi yang dialami petani dapat mencapai 228 milyar. Dengan demikian, sesungguhnya di lahan rawa juga harus dilakukan pengelolaan risiko iklim untuk mengurangi kerugian yang mungkin terjadi akibat kerusakan yang ditimbulkan bencana iklim. Boer dan Subbiah (2005) menyatakan bahwa berdasarkan data historis dampak kejadian iklim, diketahui bahwa luas total kerusakan dan kehilangan akibat

kejadian iklim ekstrim, terutama banjir dan kekeringan, cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Karena ekosistem lahan rawa memiliki karakter yang berbeda, sehingga ingin diketahui bagaimana kondisinya ketika iklim ekstrim terjadi dan seberapa besar peluang terjadinya bencana akibat iklim ekstrim dapat menyebabkan kerugian pada sistem pertanian lahan rawa, terutama rawa pasang surut. Sistem tata air di area studi direncanakan bekerja berdasarkan konsep aliran satu arah (one way flow system) di mana air pasang masuk melalui saluran Primer dan terus ke Sekunder pemberi (SPD), dan masuk ke tersier pemberi yang akhirnya mengaliri lahan usahatani. Pada kondisi air berlebih (musim hujan) air dari lahan akan keluar melalui tersier pembuangan dan terus menuju sekunder pembuang (SDU) yang selanjutnya menuju ke saluran primer. Konsep ini tidak sepenuhna berjalan karena lahan terlelu tinggi untuk diluapai air pasang. Sehingga keberadaan air di petak tersier lebih dikarenakan curah hujan. Konsep pengelolaan air pada daerah ini adalah drainase terkendali dan penahanan air. Pintu sekunder dan tersier sangat penting artinya untuk menahan air. Penahanan air harus dikombinasikan dengan upaya pencucian saluran. Setidaknya 2 minggu sekali air disaluran harus di cuci.

DELTA SUNGAI SIAK


Angga Meidia P 230210110049 http://blogs.unpad.ac.id/anggameidia/2013/05/29/delta-sungai-siak/

Sungai Siak adalah sebuah sungai yang terletak di provinsi Riau, Indonesia. Merupakan sungai terdalam di Indonesia, yang kedalamannya dahulu mencapai 30 meter, namun akibat pendangkalan kini tinggal sekitar 18 meter. Meander pada sungai siak merupakan sungai siak yang berkelok - kelok yang terbentuk karena adanya pengendapan. Proses berkelok-keloknya sungai siak dimulai dari bagian hulu sungai siak. Pada bagian hulu, volume air kecil dan tenaga yang terbentuk juga kecil. Akibatnya sungai mulai menghindari penghalang dan mencari rute yang paling mudah dilewati. Sementara, pada bagian hulu belum terjadi pengendapan. Pada bagian tengah sungai siak, yang wilayahnya mulai datar aliran air mulai lambat dan membentuk meander. Proses meander terjadi pada tepi sungai, baik bagian dalam maupun tepi luar. Di bagian sungai siak yang aliranya cepat akan terjadi pengikisan sedangkan bagian tepinya yang lamban alirannya akan terjadi pengendapan.Apabila hal itu berlangsung secara terus-menerus akan membentuk meander.

Secara umum sungai dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: Sungai Muda (dimana sungai ini mempunyai lembah yang sempit, terdapat air terjun dan pola alirannya menyerupai hurup P), Sungai Dewasa (dimana sungai ini sudah mempunyai lembah yang mulai meluas dan tidak terdapat lagi air terjun) dan Sungai Tua (dimana Jarak antara tebing dangan pinggiran sungai masih ada pasir dan dataran sungai makin meluas, sehingga terjadi erosi dan mengakibatkan banjir). Dapat kita klasifikasikan bahwa sungai siak ini termasuk kedalam Sungai Tua karena sungai ini mempunyai lembah berbentuk U dan sudah berkelok-kelok (meandering) yang menandakan bahwa sungai tersebut sudah pada stadium tua.
Bagian-bagian dari sungai bisa dikategorikan menjadi tiga, yaitu bagian hulu, bagian tengah dan bagian hilir. a. Bagian Hulu

Bagian hulu memiliki ciri-ciri: arusnya deras, daya erosinya besar, arah erosinya (terutama bagian dasar sungai) vertikal. Palung sungai berbentuk V dan lerengnya cembung (convecs), kadang-kadang terdapat air terjun atau jeram dan tidak terjadi pengendapan. b. Bagian Tengah Bagian tengah mempunyai ciri-ciri: arusnya tidak begitu deras, daya erosinya mulai berkurang, arah erosi ke bagian dasar dan samping (vertikal dan horizontal), palung sungai berbentuk U (konkaf), mulai terjadi pengendapan (sedimentasi) dan sering terjadi meander yaitu kelokan sungai yang mencapai 180 atau lebih. c. Bagian Hilir Bagian hilir memiliki ciri-ciri: arusnya tenang, daya erosi kecil dengan arah ke samping (horizontal), banyak terjadi pengendapan, di bagian muara kadang-kadang terjadi delta serta palungnya lebar.

Kabupaten Bengkalis mempunyai letak yang sangat strategis, karena dilalui oleh jalur perkapalan internasional menuju ke Selat Malaka. Bengkalis juga termasuk dalam salah satu program Indonesia Malaysia Singapore Growth Triangle (IMS-GT) dan Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle (IMT-GT), terlibat aktif juga dalam Dunia Melayu Dunia Islam. Adapun secara geografis, Kabupaten Bengkalis terletak dibagian pesisir timur pulau Sumatera, antara 200800- 005552 LU dan 100053610203032 BT.

Kabupaten Bengkalis berbatasan dengan : Utara Timur Selatan Barat : Selat Malaka : Selat Malaka : Kabupaten Siak dan Meranti : Kab Rokan Hilir

Delta

Pada saat aliran sungai siak mendekati muara, maka kecepatan aliranya menjadi lambat. Akibatnya, terkadi pengendapan sedimen oleh air sungai siak. Pasir akan diendapkan sedangkan tanah liat dan Lumpur akan tetap terangkut

oleh aliran air. Setelah sekian lama , akan terbentuk lapisan - lapisan sedimen. Akhirnya lapian lapisan sedimen membentuk dataran yang luas pada bagian sungai yang mendekati muaranya dan membentuk delta sungai siak. Delta sungai siak membentuk sebuah segitiga ketika dilihat dari atas. Bagian tepi luar delta ini tererosi, dan salinitas beberapa laguna telah meningkat karena bertambahnya saluran sungai siak di hilir.
Kabupaten bengkalis. Wilayahnya mencakup daratan bagian timur pulau Sumatera dan wilayah kepulauan, dengan luas adalah 11.481,77 km. Ibukota kabupaten ini berada di Bengkalis tepatnya berada di Pulau Bengkalis yang terpisah dariPulau Sumatera. Pulau Bengkalis sendiri berada tepat di muara sungai Siak, sehingga dikatakan bahwa pulau Bengkalis adalah delta sungai Siak. Bengkalis merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian rata-rata sekitar 1-6,1 m dari permukaan laut. Sebagian besar merupakan tanah organosol, yaitu jenis tanah yang banyak mengandung bahan organik. Di daerah ini juga terdapat

beberapa sungai, tasik (danau) serta 24 Pulau besar dan kecil. Beberapa di antara pulau besar itu adalah Pulau Rupat (1.524,84 km) dan Pulau Bengkalis (938,40 km). Pembentukan Delta Di muara sungai, air sungai yang sering keruh dan berwarna coklat bertemu dengan air laut yang umumnya jernih. Di tempat ini terdapat gundukan tanah yang dinamakan delta. Delta ini terbentuk karena air sungai yang keruh coklat, membawa berbagai jenis kotoran dan tanah bertemu dengan ion-ion yang terdapat di air laut, mengalami koagulasi. Air sungai yang setiap hari tampak keruh coklat itu merupakan suatu koloid. Karena keruh, dapat diduga bahwa zat-zat yang menyatu dengan air sungai itu mayoritas berfasa padat. Koloid yang fasa terdispersinya padat dan medium pendispersinya cair, yaitu air, dinamakan sol. Dikatakan bahwa air sungai adalah koloid padat dalam cair (padat/cair atau s/l). Suatu koloid merupakan campuran antara homogen dan heterogen. Hal ini menjelaskan bahwa bagian terkecil koloid berupa sekelompok partikel yang tersebar dalam medium pendispersinya. Masingmasing kelompok ini dapat stabil dalam waktu yang cukup lama berada diantara mediumpendispersi, karena dilindungi oleh ion-ion tertentu yang diadsorpsi oleh kelompok partikel tersebut.

Pada saat air sungai bertemu dengan air laut, maka terjadilah perlucutan muatan koloid sungai oleh ion-ion dari air laut. Ion-ion yang berlawanan muatan ini tarik menarik, sehingga terjadi penetralan muatan. Karena pelindung atau selimut muatan koloid itu terlucuti, maka masing-masing kelompok partikel koloid itu menyatu dan menggumpal. Makin lama gumpalan itu membesar dan akhirnya akan mengendap menjadi gundukan tanah. Peristiwa ini merupakan koagulasi koloid oleh elektrolit. Pulau bengkalis ini terletak di muara Sungai Siak dan merupakan delta Sungai Siak yang terbentuk dari lumpur yang mengendap karena berkurangnya laju alir sungai saat memasuki laut.

Jenis Delta Secara fisiografis, delta dibagi menjadi tiga yaitu Upper Delta Plain, Lower Delta Plain, dan Sub aqueous Delta. Upper Delta Plain adalah delta yang tidak dipengaruhi oleh arus air laut dan datarannya didominasi oleh alluvial atau sedimen yang terakumulasi oleh sungai. Lower Delta Plain adalah delta yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Ketika air laut pasang, delta ini akan tenggelam. Sebaliknya, ketika air laut surut, delta akan timbul kembali. Ini adalah hasil dari proses fluvial dan proses marine. Sedangkan Sub aqueous Delta adalah delta yang berada di bawah permukaan laut, dan karakter delta ini dipengaruhi oleh proses marine. Jadi, delta sungai Siak ini apabila dilihat dari segi fisiografisnya Secara stratigrafi, delta juga dibagi menjadi tiga yaitu Topsets Beds, Foreset Beds, dan Bottomset Beds. Topsets Beds sering terdapat di Upper dan Lower Delta Plains dan sedimen yang terakumulasi relatif horizontal atau datar. Foreset Beds, sedimennya miring (agak curam) dan terdapat di Sub aqueous Delta Plain, ada gradasi dari kasar menjadi halus ketika mengalir ke laut. Bottomset Beds terletak selalu di dasar laut, dan sedimennya agak miring dan tidak terlalu curam. Delta pada sungai siak ini termasuk jenis upper delta karena tidak dipengaruhi oleh air laut DAFTAR ACUAN Sonny,bangbang.http://babangsony.blogspot.com/2010/10/bengkalis-kotaterubuk.html http://bappeda.bengkaliskab.go.id/

DELTA SUNGAI MUSI


OKLIANDI SAPUTRA 230210110045 blogs.unpad.ac.id/okliandi45

Sungai Musi adalah sebuah sungai yang terletak di provinsi Sumatra Selatan, Indonesia. Dengan panjang 750 km, sungai ini merupakan yang terpanjang di pulau Sumatera dan membelah Kota Palembang menjadi dua bagian. Jembatan Ampera yang menjadi ikon Kota Palembang pun melintas di atas sungai ini. Sejak zaman Kerajaan Sriwijaya hingga sekarang, sungai ini terkenal sebagai sarana transportasi utama bagi masyarakat. Mata airnya bersumber di daerah Kepahiang, Bengkulu. Sungai Musi disebut juga Batanghari Sembilan yang berarti sembilan sungai besar, pengertian sembilan sungai besar adalah Sungai Musi beserta delapan sungai besar yang bermuara di sungai Musi. Adapun delapan sungai tersebut adalah : 1. Sungai Komering 2. Sungai Rawas 3. Sungai Leko 4. Sungai Lakitan 5. Sungai Kelingi 6. Sungai Lematang 7. Sungai Semangus 8. Sungai Ogan Delta merupakan bentang alam yang terbentuk di mulut atau muara sungai. Bentang alam tersebut terbentuk akibat adanya sediment yang tertransport ke muara sungai dan terakumulasi membentuk delta. Pembentukan bentang alam di muara sungai ini dipengaruhi oleh dua proses yaitu proses marine dan proses fluvial. Proses marine merupakan proses yang merusak sedimentasi karena adanya arus air laut yang menyebabkan hancurnya sedimen yang terakumulasi di muara sungai tersebut. Proses yang kedua yaitu proses fluvial, merupakan proses yang membangun sedimentasi. Hal ini disebabkan karena sedimen yang terakumulasi di muara sungai tidak terkikis oleh arus air laut. Seperti kebanyakan sungai sungai besar yang ada di Indonesia, sungai Musi cenderung mentransport sedimen ke muara sungai dalam jumlah yang relatif besar

sehingga delta yang terbentuk tersebut dapat dijadikan tempat pemukiman penduduk dan kawasan konservasi alam. Delta sungai Musi terbagi menjadi tiga delta yaitu Delta Telang, Delta Upang, dan Delta Saleh. Ketiga delta ini terletak di Selat Bangka. Sehingga, perkembangan bentang alam yang terjadi didominasi oleh proses fluvial. Hal ini dikarenakan arus air laut yang berasal dari Laut Cina Selatan yang mengarah ke delta sungai Musi relatif kecil akibat terhalang oleh Pulau Bangka sehingga kecenderungan akumulasi sedimen di muara sungai lebih besar dan optimal. Berdasarkan penjelasan di atas, ketiga delta sungai Musi dapat diklasifikasikan ke dalam tipe High Constructive Delta yang memiliki high sediment input. Secara fisiografis, delta dibagi menjadi tiga yaitu Upper Delta Plain, Lower Delta Plain, dan Sub aqueous Delta. Upper Delta Plain adalah delta yang tidak dipengaruhi oleh arus air laut dan datarannya didominasi oleh alluvial atau sedimen yang terakumulasi oleh sungai. Lower Delta Plain adalah delta yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Ketika air laut pasang, delta ini akan tenggelam. Sebaliknya, ketika air laut surut, delta akan timbul kembali. Ini adalah hasil dari proses fluvial dan proses marine. Sedangkan Sub aqueous Delta adalah delta yang berada di bawah permukaan laut, dan karakter delta ini dipengaruhi oleh proses marine. Jadi, delta sungai Musi ini apabila dilihat dari segi fisiografisnya, maka delta sungai Musi termasuk ke dalam Upper Delta Plain, yang mana delta ini dipegaruhi oleh proses fluvial dan tidak dipengaruhi oleh arus air laut. Secara stratigrafi, delta juga dibagi menjadi tiga yaitu Topsets Beds, Foreset Beds, dan Bottomset Beds. Topsets Beds sering terdapat di Upper dan Lower Delta Plains dan sedimen yang terakumulasi relatif horizontal atau datar. Foreset Beds, sedimennya miring (agak curam) dan terdapat di Sub aqueous Delta Plain, ada gradasi dari kasar menjadi halus ketika mengalir ke laut. Bottomset Beds terletak selalu di dasar laut, dan sedimennya agak miring dan tidak terlalu curam. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa secara statigrafi delta sungai Musi digolongkan sebagai Topsets Beds yang mana sedimen terakumulasi relatif horizontal. Material-material sedimen yang di bawah oleh sungai musi akan diendapkan di muara sungai musi yang terletak di selat bangka. Daratan hasil pengendapan oleh sungai musi disebut akuatis. Bentang alam yang ada pada delta sungai musi antara lain meander, daratan banjir, tanggul alam dan delta sungai musi itu sendiri.

a. Meander Meander pada sungai musi merupakan sungai musi yang berkelok - kelok yang terbentuk karena adanya pengendapan. Proses berkelok-keloknya sungai musi dimulai dari bagian hulu sungai musi.Pada bagian hulu, volume air kecil dan tenaga yang terbentuk juga kecil. Akibatnya sungai mulai menghindari penghalang dan mencari rute yang paling mudah dilewati. Sementara, pada bagian hulu belum terjadi pengendapan. Pada bagian tengah sungai musi, yang wilayahnya mulai datar aliran air mulai lambat dan membentuk meander. Proses meander terjadi pada tepi sungai, baik bagian dalam maupun tepi luar. Di bagian sungai musi yang aliranya cepat akan terjadi pengikisan sedangkan bagian tepinya yang lamban alirannya akan terjadi pengendapan.Apabila hal itu berlangsung secara terus-menerus akan membentuk meander. Meander pada sungai musi terbentuk pada sungai bagian hilir, dimana pengikisan dan Pengendapan terjadi secara berturut turut. Proses pengendapan yang terjadi secara terus menerus akan menyebabkan kelokan sungai terpotong dan terpisah dari aliran sungai, Sehingga terbentuk oxbow lake (suatu bentuk yang seperti berbelok-belokan yang ada di sungai dan kelokan sungai yang terpotong tidak bias dialiri oleh air dari induk sungai. b. Daratan Banjir dan Tanggul alam Apabila terjadi hujan lebat, volume air sungai musi meningkat secara cepat. Akibatnya terjadi banjir dan meluapnya air hingga ke tepi sungai. Pada saat air surut, bahan bahan yang terbawa oleh air sungai akan terendapkan di tepi sungai. Akibatnya, terbentuk suatu dataran di tepi sungai. Timbulnya material yang tidak halus (kasar) terdapat pada tepi sungai musi. Akibatnya tepi sungai musi lebih tinggi dibandingkan dataran banjir yang terbentuk. Bentang alam itu disebut tanggul alam.

c. Delta Pada saat aliran sungai musi mendekati muara, maka kecepatan aliranya menjadi lambat. Akibatnya, terkadi pengendapan sedimen oleh air sungai musi. Pasir akan diendapkan sedangkan tanah liat dan Lumpur akan tetap terangkut oleh aliran air. Setelah sekian lama , akan terbentuk lapisan - lapisan sedimen. Akhirnya lapian lapisan sedimen membentuk dataran yang luas pada bagian sungai yang mendekati muaranya dan membentuk delta sungai musi. Delta sungai musi membentuk sebuah segitiga ketika dilihat dari atas. Bagian tepi luar delta ini tererosi, dan salinitas

beberapa laguna telah meningkat karena bertambahnya saluran sungai di selat bangka. Secara umum sungai dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: Sungai Muda (dimana sungai ini mempunyai lembah yang sempit, terdapat air terjun dan pola alirannya menyerupai hurup P), Sungai Dewasa (dimana sungai ini sudah mempunyai lembah yang mulai meluas dan tidak terdapat lagi air terjun) dan Sungai Tua (dimana Jarak antara tebing dangan pinggiran sungai masih ada pasir dan dataran sungai makin meluas, sehingga terjadi erosi dan mengakibatkan banjir). Dapat kita klasifikasikan bahwa sungai musi ini termasuk kedalam Sungai Tua karena sungai ini mempunyai lembah berbentuk U dan sudah berkelok-kelok (meandering) yang menandakan bahwa sungai tersebut sudah pada stadium tua. Daftar Pustaka hedihastriawan.wordpress.com angghajuner.blogspot.com psdg.bgl.esdm.go.id

DELTA BATANGHARI
Safura Aprilia 230210110066 blogs.unpad.ac.id/safuraaprilia/2013/05/29/deltabatanghari

Sungai adalah aliran air besar yang mengalir dari hulu hingga ke hilir. Aliran sungai dibagi menjadi dua, yaitu sungai stadium muda dan dewasa. a. Sungai stadium muda Ciri-ciri sungai stadium muda adalah 1) Penampang melintang lembah berbentuk v, 2) Banyak mempunyai erosi basis sementara, 3) Daya angkut aliran besar, 4) Lebar bawah lembah sama dengan lebar saluran sungai, dan 5) Dasar lembah belum rata. b. Sungai stadium dewasa Ciri-ciri sungai stadium dewasa adalah 1) Gradien lebih kecil, 2) Erosi lateral atau ke samping, 3) Mengalami pendataran dasar sungai, 4) Lembah membentuk huruf u, 5) Terdapat dataran banjir (flood plain) dan kelokan (meander), serta 6) Sudah tidak ada erosi dasar. Delta merupakan suatu pengendapan yang terjadi atau terbentuk oleh tumpukan sedimen yang memiliki bentuk dataran. Menurut Coleman dan Scott & Fischer delta merupakan tanah datar hasil pengendapan yang dibentuk oleh sungai, muara sungai, dimana timbunan sediment tersebut mengakibatkan propagradasi yang tidak teratur pada garis pantai (Coleman, 1968; Scott & Fischer, 1969). Delta sungai

berada di mulut sungai. Delta sungai terbentuk ketika

sebuah sungai membawa

sedimen. Berikut ini merupakan tahapan pembentukan suatu delta di sungai: Terbentuk dari sebuah danau, laut, atau waduk. Sungai lain yang tidak dapat menghilangkan sedimen yang cukup cepat untuk menghentikan pembentukan delta. Daerah pedalaman di mana air menyebar keluar dan sedimen yang tersimpan. Ketika memasuki aliran air, tidak lagi terbatas untuk menyalurkan dan mengembang lebar aliran air. Aliran ini berekspansi dan menghasilkan penurunan kecepatan aliran, yang mengurangi kemampuan aliran untuk mengangkut sedimen. Akibatnya, sedimen menetes keluar dari aliran dan deposit air. Seiring waktu, proses ini akan membangun saluran tunggal lobus delta, mendorong mulutnya ke dalam genangan air. Hal-hal yang

mempengaruhi terbentuknya delta antara lain yaitu arus sungai ataupun danau, aksi gelombang dan aksi pasang surut pada sungai ataupun danau tersebut. Delta ini terbentu karena adanya pengendapan sedimen dengan bentuk dataran. Tempat terbentuknya delta ini biasanya di mulut sungai. Pembentukan delta sendiri terdiri dari 3 cara pembentukan, diantaranya yaitu: Dipengaruhi oleh arus sungai Dipengaruhi oleh arus gelombang Dipengaruhi oleh pasang surut Delta ini terbentuk karena air sungai yang keruh coklat, membawa berbagai jenis kotoran dan tanah bertemu dengan ion-ion yang terdapat di air laut, mengalami koagulasi. Air sungai yang setiap hari tampak keruh coklat itu merupakan suatu koloid. Karena keruh, dapat diduga bahwa zat-zat yang menyatu dengan air sungai itu mayoritas berfasa padat. Koloid yang fasa terdispersinya padat dan medium pendispersinya cair, yaitu air, dinamakan sol. Dikatakan bahwa air sungai adalah koloid padat dalam cair (padat/cair atau s/l). Suatu koloid merupakan campuran antara homogen dan heterogen. Hal ini menjelaskan bahwa bagian terkecil koloid berupa sekelompok partikel yang tersebar dalam medium pendispersinya. Masing-masing kelompok ini dapat stabil dalam waktu yang cukup lama berada diantara mediumpendispersi, karena dilindungi oleh ion-ion tertentu yang diadsorpsi oleh kelompok partikel tersebut. Oleh karena itu koloid memiliki muatan tertentu. Delta yang akan dikaji lebih dalam yaitu delta batanghari. Delta Batanghari merupakan suatu delta yang terletak di pesisir timur Provinsi Jambi, tepatnya di Kecamatan Muara Sabak, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi. Delta

batanghari terbentuk oleh adanya aliran dari sungai nyiur dan sungai berbak serta cabang sungai batanghari.Selain itu delta batanghari ini juga dialiri oleh sungai sungai kecil antara lain yaitu sungai pemusiran, sungai simbur naik, sungai siau dan sungai lambur. Berdasarkan ketiga cara pembentukan delta, delta batanghari ini terbentuk karena dipengaruhi oleh arus sungai yang lebih dominan dibandingkan arus gelombang maupun pasang surut. Sebagai delta yang terbentuk oleh cabang sungai batanghari alangkah baiknya mengenal terlebih dahulu mengenai sungai tersebut. Sungai batanghari ini banyak disebut sebut sebagai sungai yang legendaris. Sungai batanghari disebut legendaris karena sungai ini pernah menjadi jalur lalu lintas utama bagi kapal - kapal niaga dari berbagai penjuru dunia. Sejarah mencatat, sungai yang sangat lebar (500 meter) dengan kedalaman lebih dari lima meter ini mampu mengantarkan kapal - kapal niaga berkapasitas penumpang ratusan orang itu melesat jauh hingga ke pedalaman Sumatra Barat. Menurut sejarawan Jeniferan (2009), pada abad ke-13 dan ke-14, wilayah hulu Sungai Batanghari pernah menjadi pusat pemerintahan kerajaan Malay-Dharmasraya. Sebelumnya, pada abad ke-8 hingga ke-13, di wilayah hilir, Jambi, juga pernah menjadi pusat kerajaan Melayu. Pada awal mulanya sungai batanghari memiliki lebar mencapai lebih dari 500 meter. Namun kini lebarnya terus menciut menjadi sekitar 200 meter. Pada musim hujan warna air sungai batanghari berwarna keruh kecokelatan karena bercampur dengan lumpur sedimentasi sebagai akibat dari perubahan tata guna lahan di daerah aliran sungai batanghari tersebut. Hamparan vegetasi hutan kini telah berubah menjadi kebun - kebun karet. Kondisi ini diawali ketika kolonial Belanda pada tahun 1904, menggalakkan penanaman pohon karet di DAS Batanghari. Beberapa bagian tubuh sungai kini tinggal alur. Kondisi di delta batanghari ini merupakan daerah rawa dengan kecenderungan selalu tergenang. Setelah mengetahui mengenai seluk beluk sungai batanghari maka dapat dibayangkan vegetasi apa saja yang kira kira dapat ditemukan di daerah delta batanghari. Delta batanghari banyak ditumbuhi oleh pohon karet dan mangroove. Namun seiring berkembangnya zaman, pohon karet mulai tergeserkan. Selain pohon karet dan mangrove di daerah delta batanghari juga terdapat vegetasi gulma.

DAFTAR PUSTAKA

Adriadi, Ade. 2010. Analisis Vegetasi Gulma pada Delta Batanghari. Available online at http://jurnalsain-unand.com/jurnal.php?dho=detail&id=244 ( diakses pada 27 Mei 2013 pukul 20.05 ) A Muchtar, N Abdullah. 2007. Pesisir Timur Jambi. Available online at

www.digilib.ui.ac.id/file?file=pdf/abstrak-83348.pdf (diakses pada 27 Mei 2013 pukul 21.00 ) G, Irianto. 2004. Alih Fungsi Lahan daerah sungai batanghari. Available online at new.iaard.go.id ( diakses pada 27 Mei 2013 pukul 21.30 ) NHT, Siahaan. 2004. Lingkungan dan Ekologi Sungai. Available online at Books.google.com ( diakses pada 27 Mei 2013 pukul 23.00 ) Tantular, UM. 2010. Analisis wilayah Delta Batanghari. Available online at isjd.pdii.lipi.go.id ( diakses pada 27 Mei 2013 pukul 23.00 ) N Abdullah. 2008. Pesisir dan Sungai Wilayah Timur Jambi . Available online at www.digb.ui.ac.id/file?file=-83348.pdf (diakses pada 27 Mei 2013 pukul 24.00 ) Iriana, Antoro. 2010. Vegetasi pada daerah sungai batanghari. Available online at new.ard.iaard.go.id ( diakses pada 27 Mei 2013 pukul 24.30 )

Vous aimerez peut-être aussi