Vous êtes sur la page 1sur 50

Tugas Akhir

ANGKA KEMATIAN IBU (AKI) DI PUSKESMAS KAMPUS PALEMBANG

Oleh: Cynthia Lina, S.Ked 54081001076

Dosen Pembimbing I: dr. Asmarani Mamun, M.Kes Dosen Pembimbing II : dr. Ardhelia Arin

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2013

HALAMAN PENGESAHAN Makalah dengan judul ANGKA KEMATIAN IBU (AKI) DI PUSKESMAS KAMPUS PALEMBANG

oleh: Cynthia Lina, S.Ked 54081001076 Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Palembang,

februari 2013

Dosen Pembimbing I

Dosen Pembimbing II

dr. Asmarani Mamun, M.Kes

dr. Ardhelia Arin

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan karunia dan rahmat-Nya serta kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat/ Ilmu Kedokteran Komunitas Palembang, Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Seiring dengan selesainya penulisan makalah yang berjudul Angka Kematian Ibu (AKI) di Puskesmas Kampus Palembang ini, penulis mengucapkan terima kasih dan rasa hormat kepada dr. Asmarani Mamun, M.Kes dan dr. Ardhelia Arin selaku pembimbing makalah ini. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi tercapainya hasil yang lebih baik dan membawa manfaat bagi semua. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat serta dapat dijadikan pertimbangan dan sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan

Palembang,

Januari 2013

Penulis

BAB I PENDAHULUAN

I.1

Latar Belakang

Di Indonesia angka kematian ibu masih merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan. AKI mengacu pada jumlah kematian ibu yang terkait dengan masa kehamilan, persalinan, dan nifas. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, Sampai saat ini Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia menempati urutan teratas di Negara-negara ASEAN, yaitu 228 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini lebih rendah dibandingkan AKI hasil SDKI tahun 2002-2003 yang mencapai 307 per 100.000 kelahiran hidup.1 Dalam komitmen internasional Millenium Development Goals (MDGs), penurunan kematian ibu melahirkan menjadi salah satu dari delapan tujuan (goals) yang dirumuskan. Komitmen tersebut dituangkan Indonesia dalam arah pembangunan jangka panjang kesehatan Indonesia tahun 2005-2025, yakni : meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan akses terhadap pelayanan kesehatan yang mencakup, meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH) dari 69 tahun pada tahun 2005 menjadi 73,7 tahun pada tahun 2025, menurunnya Angka Kematian Bayi (AKB) dari 32,3 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2005 menjadi 15,5 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2025, dan menurunnya AKI dari 262 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2005 menjadi 74 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2025. 2 Berdasarkan indeks pembangunan manusia, Indonesia menempati urutan ke-111 pada tahun 2009. Peringkat ini pun tidak bergeser dari tahun-tahun sebelumnya. Selain bidang pendidikan dan ekonomi, bidang kesehatan memegang peranan penting dalam permasalahan ini karena indikator perhitungan indeks pembangunan manusia meliputi aspek kesehatan. Dua di antaranya adalah Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Saat ini status kesehatan ibu di Indonesia masih jauh dari harapan, ditandai dengan masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) yaitu 228 per 100,000

kelahiran hidup (SDKI, 2007). Meskipun telah mengalami penurunan jika dibandingkan pada tahun 2002-2003, yaitu 307 per 100.000 KLH, angka ini masih merupakan angka tertinggi jika dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Malaysia (62), Srilanka (58), and Philipina (230). Angka kematian ibu saat melahirkan yang telah ditargetkan dalam MDGs pada tahun 2015 adalah 110, dengan kata lain akselerasi sangat dibutuhkan sebab pencapaian target tersebut masih cukup jauh. Di Palembang, AKI pun tergolong cukup tinggi. AKI Kota Palembang berdasarkan Laporan Indikator Database 2005 UNFPA 6th Country Programme adalah 317 per 100.000 kelahiran, lebih rendah dari AKI Propinsi Sumsel sebesar 467 per 100.000 kelahiran. Jumlah kematian ibu tahun 2006 di Kota palembang sebanyak 15 orang dengan penyebabnya yaitu eklampsia, perdarahan postpartum, karsinoma faring, stroke, gagal ginjal, placenta acreta, emboli air ketuban, post section caesarean, kelainan jantung dan lain-lain.3 Jumlah kematian ibu tahun 2010 di Kota palembang sebanyak 10 orang dengan penyebabnya yaitu perdarahan, hipertensi dalam kehamilan, pre eklampsia, dan kelainan jantung & sesak nafas (sumber data Bidang Pelayanan Kesehatan Kota Palembang, 2010). Sedangkan yang diharapkan tahun 2010 adalah 125/100.000 kelahiran hidup (sumber data Depkes).3 Terdapat tiga jenis area intervensi yang dapat dilakukan untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan ibu dan neonatal yaitu melalui peningkatan pelayanan antenatal yang mampu mendeteksi dan menangani kasus risiko tinggi secara memadai, pertolongan persalinan yang bersih dan aman oleh tenaga kesehatan terampil, pelayanan pasca persalinan dan kelahiran, serta pelayanan emergensi kebidanan dan neonatal dasar (PONED) dan komprehensif (PONEK) yang dapat dijangkau.4 Pemerintah Indonesia telah banyak melakukan kebijakan dan berbagai upaya untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi, antara lain dengan kegiatan Gerakan Sayang Ibu (GSI), Strategi Menyelamatkan Persalinan Sehat (Making Pregnant Safer) dan penggunaan buku KIA. Puskesmas salah satu kesatuan organisasi kesehatan fungsional tingkat pertama yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat. Puskesmas

adalah pelaksana teknis Dinas Kesehatan, bertangung jawab terhadap upaya penyelenggaraan kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat.5 Angka Kematian Ibu di Puskesmas Kampus tidak ditemukan. Namun dalam pelaksanaannya masih terdapat hambatan dan kendala seperti tidak tercatat dengan baik ibu hamil yang mengalami komplikasi dalam kehamilan dan ibu hamil yang termaksud faktor resti. 6 Selain itu, belum diadakannya evaluasi secara mendalam mengenai pendataan AKI dan komplikasi dalam kehamilan di Puskesmas Kampus Palembang. Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan analisis masalah mengenai ketidak adanya pendataan mengenai AKI dan pendataan komplikasi dalam kehemilan dan faktor resti di Puskesmas Kampus Palembang. I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka yang menjadi masalah adalah kendala apa yang dihadapi pada pelaksanaan mendeteksi jumlah angka kematian ibu di Puskesmas Kampus Palembang dan bagaimana cara penyelesaian kendala tersebut. I.3 Tujuan Penulisan

I.3.1. Tujuan Umum Mengetahui kendala-kendala yang dihadapi pada dalam pelaksanaan mentedeksi angka kematian ibu di Puskesmas Kampus Palembang I.3.2. Tujuan Khusus 1. Mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan

mentedeksi angka kematian ibu di Puskesmas Kampus Palembang secara terperinci 2. Mengidentifikasi cara yang dapat dipergunakan untuk menyelesaikan masalah pelaksanaan Mentedeksi Angka Kematian Ibu dan jumlah Kehamilan Resiko Tinggi di Puskesmas Kampus Palembang Palembang

I.4

Manfaat Penulisan

Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai kendala dan solusi terhadap pelaksanaan mengurangi angka kematian ibu dan meningkatkan deteksi dini komplikasi selama kehamilan sebagai salah satu bentuk pelayanan kesehatan, sehingga dapat bermanfaat: 1. Bagi Puskesmas dapat menjadi bahan acuan dan evaluasi dalam pelaksanaan Mentedeksi Angka Kematian Ibu dan jumlah Kehamilan Resiko Tinggi sehingga dapat mencapai tujuan program yang optimal. 2. Bagi Dinas Kesehatan sebagai sarana informasi sehingga dapat memberikan sarana serta dukungan terhadap pelaksanaan Mentedeksi Angka Kematian Ibu dan jumlah Kehamilan Resiko Tinggi di wilayah kerjanya 3. Bagi Mahasiswa sehingga dapat menambah pengetahuan serta informasi mengenai manajemen puskesmas, khususnya pada pelaksanaan

Mentedeksi Angka Kematian Ibu dan jumlah Kehamilan Resiko Tinggi sebagai salah satu pengalaman yang akan bermanfaat saat bertugas di puskesmas pada masa yang akan datang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Upaya Kesehatan Wajib dan Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu Program kerja tentang kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu dari upaya pelayanan wajib dari suatu pusat kesehatan masyarakat atau yang kerap disebut puskesmas. Beberapa upaya wajib yang dilakukan adalah :7 1. Upaya promosi kesehatan 2. Upaya kesehatan lingkungan 3. Upaya perbaikan gizi 4. Upaya pencegahan & pemberantasan penyakit menular 5. Upaya kesehatan ibu, anak & kb 6. Upaya pengobatan dasar

Selain 6 (enam) upaya diatas, terdapat beberapa upaya pengembangan yang dilakukan di suatu puskesmas. Diantaranya, usaha kesehatan sekolah, perawatan kesehatan masyarakat, kesehatan usia lanjut, upaya kesehatan tradisional, dan lainnya. Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA) menjadi topik yang akan dibahas di dalam makalah ini. PWS KIA adalah alat manajemen untuk melakukan pemantauan program KIA disuatu wilayah kerja secara terus menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat. Program KIA yang dimaksud meliputi pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lahir dengan komplikasi, bayi, dan balita.8 Dengan manajemen PWS KIA diharapkan cakupan pelayanan dapat menjangkau seluruh sasaran di suatu wilayah kerja sehingga kasus dengan risiko komplikasi kebidanan dapat ditemukan sedini mungkin untuk dapat memperoleh penanganan yang memadai.

Penyajian PWS KIA juga dapat dipakai sebagai alat motivasi, informasi dan komunikasi kepada sector terkait, khususnya aparat setempat yang berperan dalam pendataan dan penggerakan sasaran maupun membantu dalam

memecahkan masalah non teknis misalnya : bumil KEK, rujukan kasus dengan resiko. Pelaksanaan PWS KIA baru berarti bila dilengkapi dengan tindak lanjut berupa perbaikan dalam pelaksanaan pelayanan KIA. PWS KIA

dikembangkanuntuk intensifikasi manajemen program. Walaupun demikian hasil rekapitulasinya di tingkat puskesmas dan kabupatan dapat di pakai untuk menentukan puskesmas dan desa / kelurahan yang rawan. Demikian pula rekapitulasi PWS KIA di tingkat propinsi dapat dipakai untuk menentukan kabupaten yang rawan. Berikut adalah beberapa cakupan dari program di KIA.8 1. Pelayanan Antenatal (K1 dan K4) 2. Pendeteksian ibu hamil, bersalin, dan nifas oleh tenaga kesehatan 3. Pendeteksian ibu hamil, bersalin, dan nifas oleh masyarakat 4. Kunjungan Neonatus 5. Kunjungan Bayi 6. Pelayanan Kesehatan Anak Pra Sekolah 7. Pelayanan Keluarga Berencana 8. Pelayanan Imunisasi

Dengan contoh dari cakupan yang Kunjungan antenatal care yang dibagi menjadi Kunjungan 1 (K1) sebesar 95%, K4 sebesar 90%, pendeteksian ibu hamil, bersalin, dan nifas oleh tenaga kesehatan sebesar 20%, pendeteksian ibu hamil, bersalin, dan nifas oleh masyarakat sebesar 75%.

2.2 Angka Kematian Ibu A. Definisi Kematian ibu adalah kematian dari setiap wanita waktu hamil, persalinan, dan dalam 90 hari sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab apapun, tanpa memeperhitungkan tuanya kehamilan dan tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan (WHO). Angka Kematian Ibu (AKI) adalah banyaknya kematian perempuan pada saat hamil atau selama 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan tempat persalinan, yang disebabkan karena kehamilannya atau

pengelolaannya, dan bukan karena sebab-sebab lain, per 100.000 kelahiran hidup.9 Kematian ibu adalah kematian perempuan pada saat hamil atau kematian dalam kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya kehamilan atau tempat persalinan, yakni kematian yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan, terjatuh dll (Budi, Utomo. 1985). B. Kegunaan Informasi mengenai tingginya MMR (maternal mother rate) akan bermanfaat untuk pengembangan program peningkatan kesehatan reproduksi, terutama pelayanan kehamilan dan membuat kehamilan yang aman bebas risiko tinggi (making pregnancy safer), program peningkatan jumlah kelahiran yang dibantu oleh tenaga kesehatan, penyiapan sistim rujukan dalam penanganan komplikasi kehamilan, penyiapan keluarga dan suami siaga dalam menyongsong kelahiran, yang semuanya bertujuan untuk mengurangi Angka Kematian Ibu dan meningkatkan derajat kesehatan reproduksi. C. Cara Menghitung Kemudian kematian ibu dapat diubah menjadi rasio kematian ibu dan dinyatakan per 100.000 kelahiran hidup, dengan membagi angka kematian dengan angka fertilitas umum. Dengan cara ini diperoleh rasio kematian ibu kematian maternal per 100.000 kelahiran

Rumus

Dimana: Jumlah Kematian Ibu yang dimaksud adalah banyaknya kematian ibu yang disebabkan karena kehamilan, persalinan sampai 42 hari setelah melahirkan, pada tahun tertentu, di daerah tertentu. Jumlah kelahiran Hidup adalah banyaknya bayi yang lahir hidup pada tahun tertentu, di daerah tertentu. Konstanta =100.000 bayi lahir hidup. Contoh Berdasarkan data SDKI 2002 - 2003, Angka Kematian Ibu atau Maternal Mortality Ratio(MMR) di Indonesia untuk periode tahun1998-2002, adalah sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup. D. Keterbatasan AKI sulit dihitung, karena untuk menghitung AKI dibutuhkan sampel yang besar, mengingat kejadian kematian ibu adalah kasus yang jarang. Oleh karena itu kita umumnya digunakan AKI yang telah tersedia untuk keperluan pengembangan perencanaan program.

2.3 Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Kematian Ibu A. Penyebab Langsung 1. Faktor reproduksi a. Usia Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia dibawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali setelah usia 30-35 tahun. b. Paritas Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut pandang kematian maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal. Resiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih baik, sedangkan resiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan Keluarga Berencana. Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan.

2. Komplikasi Obstetri Penyebab kematian ibu. adalah perdarahan, eklampsia atau gangguan akibat tekanan darah tinggi saat kehamilan, partus lama, komplikasi aborsi, dan infeksi. Perdarahan, yang biasanya tidak biasa diperkirakan dan terjadi secara mendadak, bertanggung jawab atas 28 persen kematian ibu. Sebagian besar kasus perdarahan dalam masa nifas terjadi karena perdarahan post partum, retensio plasenta dan atonia uteri. Hal ini mengindikasikan kurang baiknya manajemen tahap ketiga proses kelahiran dan pelayanan emergensi obstetrik dan perawatan neonatal yang tepat waktu.

a. Perdarahan Post Partum Perdarahan post partum adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam setelah pesalinanberlangsung. Perdarahan post partum dibagi menjadi dua bagian yaitu: 1. Perdarahan post partum primer Perdarahan post partum primer terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utama Perdarahan post partum primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, dan robekan jalan lahir. Terbanyak dalam 2 jam pertama. 2. Perdarahan post partum sekunder Berdasarkan post partum sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Penyebab utama perdarahan post partum sekunder adalah robekan jalan lahir dan sisa plasenta dan membran. Perdarahan post partum yang disebabkan oleh atonia uteri atau sisa plasenta sering berlangsung sangat banyak dan cepat. Renjatan karena perdarahan banyak segera akan disusul dengan kematian maternal, jika masalah ini dapat diatasi secara cepat dan tepat oleh tenaga yang terampil dan fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai. b. Eklampsia Eklampsia merupakan penyebab utama kedua kematian ibu, yaitu 13 persen kematian ibu di Indonesia (rata-rata dunia adalah 12 persen)
10

Pemantauan kehamilan secara teratur sebenarnya dapat menjamin akses terhadap perawatan yang sederhana dan murah yang dapat mencegah kematian ibu karena eklampsia. c. Aborsi yang tidak aman Aborsi yang tidak aman. bertanggung jawab terhadap 11 persen kematian ibu di Indonesia (rata-rata dunia 13 persen). Kematian ini sebenarnya dapat dicegah jika perempuan mempunyai akses terhadap informasi dan pelayanan

kontrasepsi serta perawatan terhadap komplikasi aborsi. Data dari SDKI 2002 2003 menunjukkan bahwa 7,2 persen kelahiran tidak diinginkan. d. Prevalensi pemakai alat kontrasepsi Kontrasepsi modern memainkan peran penting untuk menurunk an kehamilan yang tidak diinginkan. SDKI 20022003 menunjukkan bahwa kebutuhan yang tak terpenuhi (unmet need) dalam pemakaian kontrasepsi masih tinggi, yaitu sembilan persen dan tidak mengalami banyak perubahan sejak 1997. Angka pemakaian kontrasepsi (Contraceptive Prevalence Rate) di Indonesia naik dari 50,5 persen pada 1992 menjadi 54,2 persen pada 2002 yang sama, SDKI 20022003 menunjukkan angka 60.3 persen. e. Sepsis Sepsis sebagai faktor penting lain penyebab kematian ibu sering terjadi karena kebersihan (hygiene) yang buruk pada saat persalinan atau karena penyakit menular akibat hubungan seks yang tidak diobati. Sepsis ini berkontribusi pada 10 persen kematian ibu (rata-rata dunia 15 persen). Deteksi dini terhadap infeksi selama kehamilan, persalinan yang bersih, dan perawatan semasa nifas yang benar dapat menanggulangi masalah ini. Partus lama, yang berkontribusi bagi sembilan persen kematian ibu (rata-rata dunia 8 persen), sering disebabkan oleh disproposi cephalopelvic, kelainan letak, dan gangguan kontraksi uterus. f. Pertolongan persalinan oleh petugas kesehatan terlatih. Pola penyebab kematian di atas menunjukkan bahwa pelayanan obstetrik dan neonatal darurat serta pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih menjadi sangat penting dalam upaya penurunan kematian ibu. Walaupun sebagian besar perempuan bersalin di rumah, tenaga terlatih dapat membantu mengenali kegawatan medis dan membantu keluarga untuk mencari perawatan darurat. Proporsi persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih terus meningkat dari 40,7 persen pada 1992 menjadi 68,4 persen pada 2002.11 Akan tetapi, proporsi ini bervariasi antarprovinsi dengan Sulawesi Tenggara sebagai yang
11

. Untuk indikator

terendah, yaitu 35 persen, dan DKI Jakarta yang tertinggi, yaitu 96 persen, pada 200211. Proporsi ini juga berbeda cukup jauh mengikuti tingkat pendapatan. Pada ibu dengan dengan pendapatan lebih tinggi, 89,2 persen kelahiran ditolong oleh tenaga kesehatan, sementara pada golongan berpendapatan rendah hanya 21,3
12

persen. Hal ini menunjukkan tidak meratanya akses finansial terhadap pelayanan kesehatan dan tidak meratanya distribusi tenaga terlatih terutama bidan.

B. Penyebab tidak langsung. Risiko kematian ibu dapat diperparah oleh adanya anemia dan penyakit menular seperti malaria, tuberkulosis (TB), hepatitis, dan HIV/AIDS. Pada 1995, misalnya, prevalensi anemia pada ibu hamil masih sangat tinggi, yaitu 51 persen, dan pada ibu nifas 45 persen.13 Anemia pada ibu hamil mempuyai dampak kesehatan terhadap ibu dan anak dalam kandungan, meningkatkan risiko keguguran, kelahiran prematur, bayi dengan berat lahir rendah, serta sering menyebabkan kematian ibu dan bayi baru lahir. Faktor lain yang berkontribusi adalah kekurangan energi kronik (KEK). Pada 2002, 17,6 persen wanita usia subur (WUS) menderita KEK.14 Tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan, faktor budaya, dan akses terhadap sarana kesehatan dan transportasi juga berkontribusi secara tidak langsung terhadap kematian dan kesakitan ibu. Situasi ini diidentifikasi sebagai 3 T (terlambat). Yang pertama adalah terlambat deteksi bahaya dini selama kehamilan, persalinan, dan nifas, serta dalam mengambil keputusan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan ibu dan neonatal. Kedua, terlambat merujuk ke fasilitas kesehatan karena kondisi geografis dan sulitnya transportasi. Ketiga, terlambat mendapat pelayanan kesehatan yang memadai di tempat rujukan. Pelayanan kesehatan merupakan tantangan berikutnya yang perlu ditangani. Termasuk di dalamnya adalah kualitas pelayanan yang disediakan oleh pemerintah dan swasta serta penanganan disparitas akses pada kelompok rentan

dan miskin. Data terbaru menunjukkan bahwa jumlah bidan di desa (BDD) yang menyediakan pelayanan bagi kelompok rentan dan miskin telah menurun 15. Sedangkan kematian ibu umumnya disebabkan perdarahan (25%), infeksi (15%), pre-eklampsia / eklampsia (15%), persalinan macet dan abortus. Mengingat kematian bayi mempunyai hubungan erat dengan mutu penanganan ibu, maka proses persalinan dan perawatan bayi harus dilakukan dalam sistem terpadu di tingkat nasional dan regional.16 Penyebab kematian juga bisa bersumber dari aspek medis, sosial, budaya, dan agama: a. Aspek medis meliputi: perdarahan (45,2%), eklamsia (12,9%), komplikasi aborsi (11,1), sepsis postpartum (9,6%), persalinan lama (6,5%), anemia (1,6%) dan penyebab tidak langsung (14,1%). b. Aspek sosial, antara lain: Suami/keluarga tidak mengetahui dan tidak tanggap terhadap kondisi setiap ibu hamil yang beresiko. Sikap individualistik masyarakat yang menganggap kelahiran adalah tanggung jawab keluarga saja. Anggaran untuk kesehatan ibu hamil (bumil) dan ibu bersalin (bulin) dalam rumah tangga masih dianggap tidak penting. Pelayanan persalinan yang tidak terjangkau oleh masyarakat kurang mampu. c. Aspek Agama, antara lain: Menganggap krisis selama persalinan merupakan hal yang biasa karena meninggal ketika bersalin adalah mati syahid. Menganggap hamil dan bersalin sebagai kodrat perempuan: tidak memperlakukan khusus bumil dan bulin. Jarangnya kajian agama yang memperbaharui anggapan tentang peran suami/masyarakat dalam membantu bumil dan bulin. Sikap pimpinan agama yang cenderung mempunyai banyak anak (melakukan 4-terlalu: sering, muda, banyak, tua.

d. Aspek Budaya: Terlalu banyak tabu yang merugikan bagi bumil dan bulin, baik dalam makan maupun sikap. Hamil dan persalinan dianggap peristiwa alami yang biasa. Suami tidak sensitif; beban kerja rumah tangga bumil dan tanggung jawabnya mencari nafkah masih sama seperti biasanya. Adanya bias gender; proses pengambilan keputusan masih di tangan laki-laki, yakni suami, bapak, mertua, bahkan untuk keperluan periksa hamil dan persalinan. Dari beberapa aspek penyebab kematian seperti disebutkan di atas, penyebab yang paling mendasar dari kematian ibu, menurut Azrul Azwar dari Departemen Kesehatan, tidak semata-mata berhubungan langsung dengan kesehatan, seperti perdarahan, eklamsia, atau kandungan yang gugur. Penyebab utamanya adalah penyebab tidak langsung, yakni pendidikan dan perekonomian. Kedua hal tersebut berpengaruh pada terbatas nya akses perempuan terhadap fasilitas pelayanan kesehatan. 2.4 SOP Penentuan Faktor Resti Untuk Ibu Hamil Faktor Resiko Ibu Hamil diantaranya 1. Primi muda, hamil ke-1 umur kurang dari 16 tahun 2. Primi tua, hamil ke-1 umur lebih dari 35 tahun, atau terlalu lambat hamil ke1 kawin lebih dari 4 tahun. 3. Terlalu lama hamil lagi, lebih dari 10 tahun. 4. Terlalu cepat hamil lagi, kurang dari 2 tahun 5. Terlalu banyak anak, Anak lebih dari 4 6. Terlalu tua, umur lebih dari 35 tahun 7. Tinggi badan kurang dari 145 cm 8. Pernah gagal kehamilan 9. Pernah melahirkan dengan tarikan tang / vakum 10. Pernah melahirkan dengan Uri dirogoh

11. Pernah melahirkan dengan diberi infuse/transfusi. 12. Pernah operasi seksio 13. Adanya penyakit pada ibu hamil : kurang darah, Malaria, TBC paru, Payah jantung, kencing manis dan penyakit menular seksual. 14. Adanya bengkak pada muka/tungkai dan tekanan darah tinggi. 15. Hamil kembar 2 atau lebih. 16. Hamil kembar air (Hydramnion). 17. Bayi mati dalam kandungan. 18. Kehamilan lebih bulan. 19. Hamil letak sungsang. 20. Hamil letak lintang. 21. Hamil dengan perdarahan. 22. Pre eklamsi berat (kejang) Kriteria Faktor Resiko Tinggi Ibu Hamil diantaranya 1. HB kurang dari 8 gr % 2. Tekanan darah tinggi (Sistole > 140 mmHg, diastole > 90 mmHg) 3. Eklampsia 4. Oedema yang nyata 5. Perdarahan pervaginam 6. Ketuban pecah dini 7. Letak lintang pada usia kehamilan lebih dari 32 minggu 8. Letak sungsang pada primigravida 9. Infeksi berat / sepsis 10. Persalinan premature 11. Kehamilan ganda 12. 6.34 Janin yang besar 13. Penyakit kronis pada ibu ; Jantung, paru, ginjal, dll 14. Riwayat obstetric buruk, riwayat bedah sesar dan komplikasi kehamilan.

Penatalaksanaan sesuai kelompok Resiko : a. Jumlah skor 2, termasuk kelompok Bumil resiko rendah (KRR), pemeriksaan kehamilan bisa dilakukan bidan, tidak perlu dirujuk, tempat persalinan bisa di polindes, penolong bisa bidan. b. Jumlah skor 6-10, termasuk kelompok Bumil resiko Tinggi (KRT), pemeriksaan kehamilan dilakukan bidan atau dokter, rujukan ke bidan dan puskesmas, penolong persalinan bidan atau dokter. c. Jumlah skor lebih dari 12, termasuk kelompok Resiko Sangat Tinggi (KRST), pemeriksaan kehamilan harus oleh dokter, penolong harus dokter. Indikator Kinerja Faktor resti dapat diidentifikasi sedini mungkin sehingga dapat mengatasi akibat dari resti itu sendiri dan menurunkan angka kematian ibu.

2.5 Upaya Menurunkan Angka Kematian Ibu Telah banyak upaya yang dilakukan dalam menurunkan AKI dan AKB. Upaya tersebut diantaranya adalah mulai tahun 1987 telah dimulai program safe motherhood dan mulai tahun 2001telah dilancarkan Rencana Strategi Nasional making pregnancy safer (MPS). Adapun pesan kunci MPS adalah : i. Setiap persalinan, ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih; ii. Setiap komplikasi Obstetri dan neonatal mendapatkan pelayanan yang adekuat; iii. Setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran. Upaya penanggulangan AKI saat ini : 1. Dibentuknya AMP di puskesmas Audit Maternal Perinatal (AMP) menurut Departemen Kesehatan adalah suatu kegiatan untuk menelusuri kembali sebab kesakitan dan kematian ibu dan

perinatal dengan tujuan mencegah kesakitan dan kematian yang akan datang. AMP merupakan suatu investigasi kualitatif mendalam mengenai penyebab dan situasi di seputar kematian maternal dan perinatal/neonatal baik yang ditangani di fasilitas kesehatan termasuk bidan di desa atau bidan praktek swasta secara mandiri, maupun di rumah.17,18 Dari kegiatan ini dapat ditentukan18 1. Sebab dan faktor-faktor terkait dalam kesakitan / kematian ibu dan perinatal 2. Tempat dan alasan berbagi sistem dan program gagal dalam mencegah kematian 3. Jenis intervensi yang dibutuhkan

Dasar terjadinya kematian dan kesakitan maternal dan perinatal/neonatal seharusnya dapat diungkap tanpa harus membuka identitas pihak yang terkait kepada asesor. Adapun umpan balik untuk kepentingan pembelajaran, pembinaan, dan perbaikan tetap dapat diberikan kepada pihak yang bersangkutan karena identitas pihak yang terkait diketahui oleh Koordinator AMP Kabupaten/Kota.3

Mekanisme Kerja Audit Maternal Perinatal (AMP) Kasus kematian/kesakitan maternal dan perinatal/neonatal dilaporkan oleh pasien/masyarakat, petugas pemberi pelayanan, dan institusi pemberi layanan ke Puskesmas setempat. Untuk kematian yang terjadi di masyarakat, Bidan Koordinator/Bidan Puskesmas yang ditunjuk akan melakukan otopsi verbal dengan menggunakan formulir yang tersedia. Untuk kematian yang terjadi di Puskesmas atau fasilitas kesehatan lainnya (RB, BPS, Bidan di desa), Bidan Koordinator/Bidan Puskesmas yang ditunjuk akan melengkapi formulir kematian di fasilitas dan otopsi verbalnya.3,9 Kasus kematian di RS baik pemerintah maupun swasta dilaporkan ke Dinas Kesehatan setempat dalam waktu 3 hari. Formulir yang sudah dilengkapi dikirimkan ke Sekretariat AMP Kabupaten/Kota setempat. Sekretariat mendata, meneliti kelengkapan data, dan melaporkannya ke Koordinator. Data yang belum

lengkap harus dikembalikan ke Puskesmas pengirim untuk dilengkapi. Data yang terkumpul dan sudah lengkap dibuat anonim. Sekretariat kemudian berkoordinasi dengan Koordinator untuk mengagendakan pertemuan pengkaji dan menyiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan pertemuan tersebut.5,9

Gambar 2.1 Alur Mekanisme Kerja Audit Maternal Perinatal (AMP)20 2. PONED 21 Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) adalah pelayanan untuk menanggulangi kasus kegawatdaruratan obstetri dan neonatal yang terjadi pada ibu hamil, ibu bersalin maupun ibu dalam masa nifas dengan komplikasi obstetri yang mengancam jiwa ibu maupun janinnya. PONED merupakan upaya pemerintah dalam menanggulangi Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka

Kematian Bayi (AKB) di Indonesia yang masih tinggi dibandingkan di Negaranegara Asean lainnya. Pelayanan obstetri dan neonatal regional merupakan upaya penyediaan pelayanan bagi ibu dan bayi baru lahir secara terpadu dalam bentuk Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) di Rumah Sakit dan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Dasar (PONED) di tingkat Puskesmas. Puskesmas PONED adalah kemampuan memberikan puskesmas yang memiliki fasilitas dan untuk menanggulangi kasus

pelayanan

kegawatdaruratan obstetri dan neonatal selama 24 jam. Sebuah Puskesmas PONED harus memenuhi standar yang meliputi standar administrasi dan manajemen, fasilitas bangunan atau ruangan, peralatan dan obat-obatan, tenaga kesehatan dan fasilitas penunjang lain. Puskesmas PONED juga harus mampu memberikan pelayanan yang meliputi penanganan preeklampsi, eklampsi, perdarahan, sepsis, sepsis neonatorum, asfiksia, kejang, ikterus, hipoglikemia, hipotermi, tetanus neonatorum, trauma lahir, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), sindroma gangguan pernapasan dan kelainan kongenital. Alur pelayanan puskesmas PONED, setiap kasus emergensi yang datang di setiap puskesmas mampu PONED harus langsung ditangani, setelah itu baru

Pelayanan yang diberikan harus mengikuti Prosedur Tetap (PROTAP).

Pelayanan yang Diberikan Puskesmas PONED : Puskesmas PONED harus memiliki tenaga kesehatan yang telah dilatih PONED yaitu TIM PONED (Dokter dan 2 Paramedis). Pelayanan yang dapat diberikan puskesmas PONED yaitu pelayanan dalam menangani kegawatdaruratan ibu dan bayi meliputi kemampuan untuk menangani dan merujuk: 1. Hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia, eklampsia) 2. Tindakan pertolongan Distosia Bahu dan Ekstraksi Vakum pada Pertolongan Persalinan 3. Perdarahan post partum

4. infeksi nifas 5. BBLR dan Hipotermi, Hipoglekimia, Ikterus, Hiperbilirubinemia, masalah pemberian minum pada bayi 6. Asfiksia pada bayi 7. Gangguan nafas pada bayi 8. Kejang pada bayi baru lahir 9. Infeksi neonatal 10. Persiapan umum sebelum tindakan kedaruratan Obstetri Neonatal antara lain Kewaspadaan Universal Standar. 3. GSI 22 Gerakan Sayang Ibu (GSI) merupakan upaya untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan dan mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi yang masih tinggi dan merupakan gerakan masyarakat bekerja sama dengan pemerintah. Dengan demikian, yang dimaksud dengan GSI adalah suatu gerakan yang dilaksanakan oleh masyarakat bekerja sama dengan pemerintah untuk meningkatkan perbaikan kualitas hidup perempuan (sebagai sumber daya manusia) melalui berbagai kegiatan yang mempunyai dampak terhadap upaya penurunan angka kematian ibu karena hamil, melahirkan, dan nifas, serta kematian bayi. GSI yang kegiatannya ditunjang oleh Tim Pokja dan Tim Satgas GSI diarahkan agar mampu mendorong masyarakat untuk berperan aktif dan mengembangkan potensinya dengan melahirkan ide-ide kreatif dalam

melaksanakan GSI di daerahnya. Kegiatan-kegiatanya antara lain: 1. Melaksanakan pendataan ibu hamil, memberikan kode-kode terten tu untuk memberi tanda bagi ibu hamil beresiko tinggi (tanda biru), untuk yang normal diberi tanda kuning. Ini pertama kali dikembangkan di Sumatera Selatan, lalu dikembangkan di daerah lain.

2. Melaksanakan kegiatan KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi), melalui pengajian dan penyuluhan bagi calon pengantin, bisa juga dikembangkan dalam bentuk nyanyian, tarian, operet, puisi sayang ibu. Hendaknya juga didukung oleh para Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB), Petugas Depag, Dinas Kesehatan dan sebagainya. 3. Menyediakan Pondok Sayang Ibu. Ide ini pertama kali dicetuskan di Lampung. 4. Menggalang Dana Bersalin (Arlin) dari masyarakat sebagai bentuk kepedulian. 5. Menggalang sumbangan donor darah untuk membantu persalinan. 6. Menyediakan Ambulans Desa, bisa berupa becak, mobil roda empat milik warga yang dipinjamkan. 4. Perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K) Pemerintah telah melakukan upaya penurunan jumlah kematian ibu dan bayi dengan meningkatkan cakupan maupun kualitas pelayanan. Peningkatan kemampuan tenaga kesehatan pada Puskesmas Rawat Inap dengan PONED di wujudkan untuk menanggulangi permasalahan dan kondisi kematian ibu dengan penyebab langsung. Sedangkan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) diharapkan mampu menyelesaikan masalah atau kondisi tidak langsung yang menyebabkan ibu dan bayi meninggal. Kementerian Kesehatan RI telah meluncurkan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) dengan stiker yang telah terbukti mampu meningkatkan secara signifikan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan Buku KIA sebagai informasi dan pencatatan keluarga yang mampu meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan ibu, bayi, dan balita. Dengan tercatatnya ibu hamil secara tepat dan akurat serta dipantau secara intensif oleh tenaga kesehatan dan kader di wilayah tersebut, maka setiap kehamilan sampai persalinan dan nifas diharapkan dapat berjalan dengan aman dan selamat.

Manfaat dari P4K adalah meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin. Ibu nifas dan bayi baru lahir melalui peningkatan peran aktif keluarga dan masyarakat dalam merencanakan persalinan yang aman dan persiapan menghadapi komplikasi dan tanda bahaya kebidanan dan bayi baru lahir bagi ibu sehingga melahirkan bayi yang sehat. Dengan sasaran semua ibu hamil yang ada di wilayah tersebut.

Gambar 2.1 Stiker P4K 2.5 Standar Pelayanan Minimal 23 Standar pelayanan minimal untuk AKI sendiri belum ada, namun dari bahan yang didapatkan mengacu pada standar sebagai berikut.

Dimana: Jumlah Kematian Ibu yang dimaksud adalah banyaknya kematian ibu yang disebabkan karena kehamilan, persalinan sampai 42 hari setelah melahirkan, pada tahun tertentu, di daerah tertentu.

Jumlah kelahiran Hidup adalah banyaknya bayi yang lahir hidup pada tahun tertentu, di daerah tertentu. Konstanta =100.000 bayi lahir hidup. Walaupun tidak terdapat standar pelayanan minimal khusus dalam pelaksanaan AMP, banyak standar pelayanan minimal dalam upaya kesehatan ibu dan anak yang berkaitan dengan program AMP, yaitu sebagai berikut.

1. Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K-1

2. Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K-4

3. Cakupan Komplikasi Kebidanan yang ditangani

4. Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan yang Memiliki Kompetensi Kebidanan

5. Cakupan Pelayanan Nifas

Indikator khusus yang mengevaluasi keberhasilan pelaksanaan AKI belum ada. Namun, indikator keberhasilan pelaksanaan AKI saat ini ditandai dengan terbentuknya tim AMP di tingkat puskesmas, adanya pelaporan dan audit kematian maternal/neonatal di wilayah kerja Puskesmas dari Tim AMP ke Dinas Kesehatan/Kota, adanya pembelajaran bersama antartim AMP Puskesmas dalam wilayah Dinas Kesehatan/Kota tertentu tentang audit maternal perinatal yang ada, kerja sama tim antartim AMP Puskesmas dengan tim AMP Dinas Kabupaten/ Kota, dan adanya peran serta masyarakat dalam pelaporan kematian maternal/ perinatal di lingkungan sekitarnya. 2.6 PWS-KIA (buku PWS-KIA)24 PWS KIA adalah alat manajemen untuk melakukan pemantauan program KIA di suatu wilayah kerja secara terus-menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat. Program KIA yang dimaksud meliputi program pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi kebidanan, dan keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan komplikasi, bayi, dan balita. Kegiatan PWS KIA terdiri dari pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data serta penyebarluasan informasi ke penyelenggara program dan pihak/instansi terkait dan tindak lanjut. Kegiatan pokok pws kia, meliputi: 1. Peningkatan pelayanan antenatal sesuai standar bagi seluruh ibu hamil di semua fasilitas kesehatan. 2. Peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan kompeten, diarahkan ke fasilitas kesehatan.

3. Peningkatan pelayanan bagi seluruh ibu nifas sesuai standar di semua fasilitas kesehatan. 4. Peningkatan pelayanan bagi seluruh neonatus sesuai standar di semua fasilitas kesehatan. 5. Peningkatan deteksi dini faktor risiko dan komplikasi kebidanan

Indikator pemantauan pws kia, meliputi: 1. Cakupan pelayanan antenatal pertama kali (K1) 2. Cakupan pelayanan antenatal minimal 4 kali (K4) 3. Cakupan persalinan ditolong tenaga kesehatan (Pn) 4. Cakupan pelayanan nifas oleh tenaga kesehatan (Kf 3) 5. Cakupan pelayanan neonatus pertama kali (KN 1) 6. Cakupan pelayanan neonatus lengkap (KN Lengkap) 7. Deteksi faktor risiko dan komplikasi maternal oleh masyarakat 8. Cakupan penanganan komplikasi maternal (PK) 9. Cakupan penanganan komplikasi neonatus (NK) 10. Cakupan pelayanan kesehatan bayi (K Bayi) 11. Cakupan pelayanan kesehatan anak balita (K Balita) 12. Cakupan pelayanan kesehatan anak balita sakit yang dilayani dengan MTBS 13. Cakupan peserta KB aktif (contraceptive prevalence rate, CPR) dan neonatus oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat. 14. Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan dan neonatus secara adekuat dan pengamatan terus-menerus oleh tenaga kesehatan. 15. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh bayi sesuai standar di semua fasilitas kesehatan. 16. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh anak balita sesuai standar di semua fasilitas kesehatan. 17. Peningkatan pelayanan KB sesuai standar

Dengan PWS KIA diharapkan cakupan pelayanan dapat ditingkatkan dengan menjangkau seluruh sasaran di suatu wilayah kerja. Dengan terjangkaunya seluruh sasaran maka diharapkan seluruh kasus dengan faktor risiko atau komplikasi dapat ditemukan sedini mungkin agar dapat memperoleh penanganan yang memadai.

BAB III PROFIL PUSKESMAS KAMPUS PALEMBANG

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan

pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal dengan menyelenggarakan upaya kesehatan wajib dan pengembangan. DinasKesehatanProvinsiSumaera Selatan.3 Selain peraturan diatas, ada juga peraturan daerah lainnya yang mengatur tentang puskesmas dan wilayah kerja administratifnya. Surat Keputusan Walikota Palembang tahun 2001 yang mengatur wilayah kerja masing-masingnya. Puskesmas Kampus terletak di Kecamatan Ilir Barat I tepatnya di kelurahan Lorok Pakjo. Puskesmas ini terletak di Jalan Golf no 14. Masyarakat yang ingin berobat dapat menjangkaunya dengan berjalan kaki, angkutan umum, becak maupun menggunakan kendaraan bermotor. Wilayah kerja Puskesmas Kampus hanya meliputi satu kelurahan yaitu kelurahan Lorok Pakjo, dengan luas wilayah kerjanya 227 Ha. Wilayah Kerja Puskesmas Kampus ini berbatasan dengan: Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Demang Lebar Daun Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Bukit Lama Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Demang Lebar Daun Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan 26 Ilir DI

Visi, Misi, Moto, dan Nilai Puskesmas Visi Tercapainya kelurahan lorok pakjo sehat dan optimal tahun 2012 dengan bertumpu pada pelayanan prima dan pemberdayaan masyarakat.

Misi 1. Meningkatkan kemitraan dan pemberdayaan masyarakat. 2. Meningkatkan profesionalitas provider. 3. Memelihara dan meningkatkan upaya pelayanan kesehatan yang prima. 4. Menurunkan resiko kesakitan dan kematian. Motto 1. Ramahlah satu langkah satu senyuman. 2. Kreatiflah satu langkah satu ide langsung action.

Situasi dan Kondisi Puskesmas Kampus Puskesmas Kampus terletak di pusat Kota Palembang tepatnya di komplek perumahan kampus. Pengunjung/pemakai jasa puskesmas pada umumnya masyarakat dari kelas ekonomi yang kurang mampu maupun menengah. Puskesmas memberikan pelayanan yang mempunyai motto Kepuasan anda adalah tekad dan tujuan pelayanan kami. Waktu pelayanan mulai Senin s .d. Kamis pukul 07.30 14.00 WIB, Jumat pukul 07.30 11.30 WIB, dan Sabtu pukul 07.30 12.30 WIB4.

Pelayanan Kesehatan Tingkat Puskesmas Puskesmas Kampus memberikan pelayanan kepada masyarakat

Kecamatan Ilir Barat I kelurahan lorok Pakjo dan masyarakat diperbatasan sekitarnya melalui enam program pokok Puskemas beserta 2 Program Spesifik yang ditentukan berdasarkan banyaknya permasalahan kesehatan masyarakat setempat serta tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Enam program pokok Puskesmas tersebut antara lain: 1. Promosi Kesehatan Meliputi penyebarluasan informasi kepada masyarakat wilayah binaan Puskesmas Kampus. Kegiatan tersebut adalah : Penyuluhan langsung Penyebaran leaflet-leaflet

Pemasangan spanduk

2. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular: Kegiatan imunisasi Pelacakan dan pengobatan DBD, TBC, Kusta, Diare dan ISPA 3. Pelayanan Kesehatan : 6. Gizi: Pemberian vitamin A dosis tinggi dan SF Pemberian makanan tambahan Konseling gizi Pengawasan dampak kekurangan gizi Pengobatan umum Pengobatan gigi Rujukan PKPS dan ASKES Emergency Laboratorium

4. Kesehatan Ibu dan Anak serta KB: Ibu hamil, nifas, dan KB Pemeriksaan tumbuh kembang anak Pelayanan kesehatan anak sehat sakit Konseling kesehatan ibu menyusui (buteki) WUS

5. Kesehatan Lingkungan: Pengawasan kesehatan TTU, rumah makan, industri sederhana Pengawasan dan pembinaan rumah yang memenuhi standar kesehatan Konseling kesehatan lingkungan

Seluruh program kegiatan tersebut di dalam gedung dan difasilitasi dengan adanya ruang dan peralatan yang memadai, program kerja, sumber daya manusia yang selalu ditingkatkan kemampuannya dan protap-protap sebagai standar pelayanannya. Fasilitas yang disediakan di Puskesmas Kampus adalah sebagai berikut: 1. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak a) Ibu hamil, b) Ibu yang telah bersalin, c) Ibu menyusui 2. Pelayanan Pengobatan a) Emergensi b) Pengobatan umum c) Pengobatan gigi d) Rujukan 3. Pelayanan Laboratorium a) Pemeriksaan urine rutin b) Pemeriksaan darah rutin c) Tes kehamilan d) Tes BTA untuk pasien suspek Tuberkulosis 4. Klinik Sehat Gilingan Mas a) Pelayanan Gizi i. ii. iii. iv. Pemberian Vit. A dan garam beryodium Konsultasi balita BGM dan Obesitas Konsultasi bayi / balita sakit Konsultasi gizi rujukan dari BP Umum/KIA

b) Pelayanan Imunisasi i. ii. iii. iv. v. BCG Polio DPT Hepatitis Campak

vi. vii.

TT calon pengantin Anti Tetanus Serum

c) Pelayanan Sanitasi i. Memberikan konsultasi/penyuluhan penyakit akibat faktor lingkungan ii. 5. Lain-lain a) Posyandu Balita di 17 Posyandu, b) Posyandu Lansia di 17 Posyandu c) UKS/UKGS di 10 SD/MI d) UKGMD di 17 Posyandu e) Serta melakukan kunjungan rumah pasien bagi pasien-pasien yang membutuhkan. Memberikan konsultasi tentang rumah sehat, jamban, dll

Gambaran Umum Puskesmas Kampus Palembang 1. Keadaan umum Puskesmas Kampus terletak di Kecamatan Ilir Barat I Kelurahan Lorok Pakjo dengan luas wilayah 227 Ha. Batas wilayah kerja Puskesmas Kampus sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Demang Lebar Daun, sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Bukit Lama, sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Demang Lebar Daun, dan sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan 26 Ilir DI.

2. Tenaga kesehatan puskesmas a) b) Fasilitas kesehatan Jumlah Pustu Jumlah Posyandu Tenaga kesehatan Dokter Dokter gigi D3 perawat : 2 orang : 1 orang : 2 orang : 2 buah : 17 buah

Perawat Bidan Perawat gigi Sanitarian Pembantu ahli gizi Asisten apoteker SMAK LCPK Tenaga honor D3 perawat D3 analis kesehatan SMF

: 3 orang : 5 orang : 3 orang : 1 orang : 1 orang : 2 orang : : 1 orang

: 1 orang : 1 orang : : 23 orang

Total tenaga kesehatan

3. Fasilitas kesehatan di wilayah puskesmas kampus Bidan praktek swasta : 11 orang Rumah sakit : 2 Klinik swasta : 2

Struktur organisasi puskesmas kampus tahun 2012


Kepala Puskesmas

Koor. pel. Kes. Masy.

Koor. Pelkes.Perorangan

Pel. Kes. Wajib Promkes Kesling P2M/P2TM KIA serta KB Perbaikan Gizi Masyarakat -

Pel. Kes. Pengembangan Keperawatan kesehatan Kesehatan sekolah Kesehatan olahraga Tradisional Kesehatan kerja Kesehatan USILA -

Pel. Kes. Wajib KIA serta KB Perbaikan gizi masyarakat Pengobatan P2M/P2TM -

Pel. Kes. Pengembangan Keperawatan kesehatan Kesehatan mata Gigi dan Mulut Kesehatan Jiwa Kesehatan Usila

Pustu Puncak sekuning

Pustu Sei Sahang

Gambar 1. Bagan organisasi pelayanan di Puskesmas Kampus

3.2 Pendataan Angka Kematian Ibu Pendataan Angka Kematian Ibu dimasukkan sebagai salah satu bagian dari program upaya pokok puskesmas berupa program Kesehatan Ibu Dan Anak (KIA) yang dilakukan Puskesmas Kampus. Pendataan Angka Kematian Ibu dilaksanakan oleh tim KIA puskesmas yang dipimpin oleh Kepala Puskesmas bersama 1 orang bidan. Namun pada kenyataannya penyelenggaraan pendataan ini lebih dibebankan pada bidan yang juga bertugas sebagai penanggung jawab KIA yang merangkap juga

sebagai petugas Posyandu. Selain itu juga pendataan mengenai komplikasi selama kehamilan juga tidak terdata dengan baik.12 Tidak adanya data angka kematian ibu bisa di karenakan tidak adanya ibu yang meninggal selama proses kehamilan maupun saat persalinan. Bisa juga dikarenakan tidak adanya laporan dari masyarakat serta ketidak tahuan mengenai adanya kasus kematian ibu tersebut. Pelaksanaan untuk mengetahui angka kematian ibu ini ditunjang dengan adanya data pemetaan ibu hamil, kantong persalinan, dan buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di wilayah kerja Puskesmas Merdeka untuk mempermudah pembuatan laporan. Data pemetaan ibu hamil dan kantong persalinan didapatkan dari penilaian risiko pada ibu hamil melalui kartu skor Poedji Rohayati.5,12 Pelaksanaan pendatan angka kematian ibu juga dibantu dengan adanya data yang dihimpun oleh tim autopsi verbal di Puskesmas Kampus.

Gambar 3.1 Peta Wilayah Bumil Puskesmas Kampus dan Kantong Persalinan Puskesmas Kampus (Dokumentasi Penulis)

Gambar 3.2 Kartu Ibu di Puskesmas Kampus (Dokumentasi Penulis)

Kartu Skor Poedji Rochjati merupakan kartu skor untuk digunakan sebagai alat skrening antenatal berbasis keluarga guna menemukan faktor risiko ibu hamil, yang selanjutnya dilakukan upaya terpadu untuk menghindari dan mencegah kemungkinan terjadinya upaya komplikasi obtetrik pada saat persalinan. Setiap ibu hamil diberi skor dengan ketentuan sebagai berikut.24 1. Skor 2: Kehamilan Risiko Rendah (KRR) Untuk umur dan paritas pada semua ibu hamil sebagai skor awal 2. Skor 4: Kehamilan Risiko Tinggi (KRT) Untuk tiap faktor risiko 3. Skor 8: Kehamilan Risiko Sangat Tinggi (KRST) Untuk bekas operasi sesar, letak sungsang, letak lintang, perdarahan antepartum dan pre-eklamsia berat / eklamsia. Format kartu skor ini disusun dengan format kombinasi antara checklist dan sistem skor. Checklist dari 19 faktor resiko dengan skor untuk masing-masing tenaga kesehatan maupun non kesehatan PKK (termasuk ibu hamil, suami dan keluarganya) mendapat pelathan dapat menggunakan dan mengisinya. Ibu hamil

dengan SKOR 6 atau lebih, dianjurkan bersalin dengan tenaga kesehatan, sedangkan bila skor 12 atau lebih, ibu hamil dianjurkan bersalin di RS / SpOG.24

Gambar 3.3 Kartu Skor Poedji Rochyati24

Petugas dapat langsung menemukan kasus kematian maternal-perinatal atau melalui informasi masyarakat, kader, bahkan rumahsakit. Setiap informasi diikuti oleh otopsi verbal. Hasilnya dikirim ke puskesmas dan diberikan kepada koordinator program KIA puskesmas. Hasil yang tidak lengkap semestinya dikembalikan dan dilakukan pembinaan. Koordinator melakukan kunjungan rumah untuk melengkapi data yang tidak diperoleh dari petugas pembuat otopsi verbal dan melakukan kunjungan rumah.

BAB IV ANALISIS DAN PENYELESAIAN MASALAH

4.1. Analisis Masalah Rumusan masalah pertama pada makalah ini adalah kendala apa yang dihadapi pada pelaksanaan mendeteksi jumlah angka kematian ibu dan resiko tinggi dalam kehamilan di Puskesmas Kampus Palembang. Pelaksanaan pendataan AKI di wilayah kerja Puskesmas Kampus tidak ditemukan data tentang adanya kematian ibu diwilayah kerja Puskesmas pada tahun 2012. Namun dalam pelaksanaannya masih terdapat hambatan yang menjadi masalah dalam pelaksanaanya. Penyebab masalah bisa berasal dari man, money, material, methode. Berikut ini analisis dari tiap komponen tersebut dalam pelaksanaan mendeteksi jumlah Angka Kematian Ibu dan resiko tinggi dalam kehamilan di Puskesmas Kampus Palembang : a. Man (Ketenagaan) Upaya mendeteksi AKI di Puskesmas Kampus dilaksanakan oleh staf KIA Puskesmas yang dipimpin oleh Kepala Puskesmas bersama 2 orang bidan.

Namun, pada kenyataannya penyelenggaraan mendeteksi AKI ini lebih dibebankan pada bidan yang juga bertugas sebagai penanggung jawab tugas pokok mendeteksi AKI, petugas penanggung jawab KIA dan sebagai petugas posyandu yang sering dikirim untuk melaksanakan kegiatan ponyandu. Padahal, seharusnya pelaporan atas autopsi verbal mengenai komplikasi resti dan komplikasi selama kehamilan yang dapat menyebabkan kematian ibu dikerjakan oleh tim khusus yang melaksanakan autopsi verbal dan kunjungan rumah. Bila ditinjau dari aspek kuantitas, jumlah anggota yang mendeteksi komplikasi dalam kehamilan di Puskesmas Kampus yang aktif masih kurang yaitu hanya 1 orang bidan yang juga merangkap tugas lain. Seharusnya pada pemeriksaaan antenatal care dan autopsi verbal juga beranggotakan bidan dan perawat puskesmas pembantu yang ditempatkan pada masing-masing kelurahan

tenaga kerja sehingga dapat dilakukan pembagian tugas yang jelas dalam pelaksanaan pendataan AKI tingkat Puskesmas. b. Money (Pendanaan) Sistem pendanaan autopsi verbal dan kunjungan rumah belum berasal dari dana BOK (bantuan operasional kesehatan) dan dana retribusi puskesmas. Namun, program pelaksanaan pendataan AKI dan pendataan komplikasi tidak berjalan dengan optimal terutama pada kunjungan pelayanan maternal perinatal ke lapangan dan pelayanan autopsi verbal. Hal ini tidak jauh berbeda untuk dibeberapa puskesmas lain. Penggunaan dana untuk pelaksanaan audit maternal perinatal pun tidak jelas, seperti dana untuk kegiatan pertemuan di puskesmas, dana untuk kegiatan monitoring dan supervisi bagi dokter dan koordinator KIA dan dana untuk kegiatan pelatihan yang dibutuhkan.19 c. Material Dalam pelaksanaannya, Puskesmas Kampus menyiapkan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk penyelenggaraan kegiatan pendataan AKI di Puskesmas Kampus, seperti formulir pemberitahuan kematian maternal

individual, formulir daftar kematian maternal di Puskesmas, formulir daftar rekapitulasi kematian maternal di Puskesmas, formulir otopsi verbal kematian maternal, formulir rekam medis kematian, formulir rekam medis kematian ibu perantara, formulir pengkaji maternal, dan formulir ringkasan pengkaji maternal. Namun hal yang sering dikeluhkan petugas adalah tidak adanya transportasi khusus petugas ke rumah warga yang mereka kunjungi. Selama ini, petugas memakai kendaraan masing-masing ke rumah warga yang terkadang tidak diberi biaya transportasi. d. Metode Di Puskesmas Kampus kegiatan pendataan komplikasi kehamilan masih belum bekerja sama dengan kader kesehatan di puskesmas pembantu, pejabat terkait, seperti ketua RT dan lurah dan tenaga medis di wilayah kerja Puskesmas Kampus, seperti dokter kandungan, dokter anak, bidan, perawat. Hal ini menyebabkan pelaporan kematian maternal dan neonatal di wilayah kerja

puskesmas berasal dari Dinas Kesehatan Kota Palembang yang diperoleh melalui laporan langsung atau sms dari warga serta laporan dari tetangga korban sehingga proses audit sering kali berjalan lambat dan tidak optimal. Di puskesmas pada daerah yang terpencil, AKI sulit untuk dihitung secara akurat dan kadang kala kurang reliabel. Hal ini disebabkan oleh lemahnya sistem registrasi yang merupakan tantangan tersendiri bagi dinas kesehatan dalam mengumpulkan data, misalnya kematian ibu yang terjadi saat persalinan dengan dukun kampung sering tidak dilaporkan, wanita yang pulang kerumah setelah perawatan di Rumah Sakit atau layanan kesehatan lain lalu meninggal atau mengalami komplikasi sering juga tidak dilaporkan. Di pesisir selatan Sumatera Barat, program autopsi verbal untuk neonatal dan balita diselenggarakan oleh bidang P2M. Padahal, seharusnya program ini dilakukan oleh bidang KIA.19

Selain itu, untuk mencari akar penyebab masalah dapat menggunakan Fishbone diagram seperti tertera dalam gambar berikut:
Manusia
Petugas belum paham apa saja yang dilakukan untuk pendataan AKI Petugas KIA merangkap tugas lain

Metode
Kerjasama tim yg ditunjuk utk melakukan pendataan dengan pihak tenaga medis, pejabat daerah, dan kader kesehatan kurang

Transportasi khusus ke rumah warga tidak ada

Belum dimasukkannya anggaran dana kunjungan rumah pada dana BOK

Sikap warga sekitar yang tidak acuh terhadap kematian maternal.

Masih adanya hambatan dalam pelaksanaan mendeteksi Angka Kematian Ibu di wilayah kerja Puskesmas Kampus

Dana puskesmas untuk kegiatan terbatas

Sarana

Dana

Lingkungan

Gambar 4.1 Fishbone diagram permasalahan pendataan AKI di Puskesmas Kampus

Penyelesaian Masalah Berikut ini merupakan tabel penyelesaian masalah mengenai pendataan Angka Kematian Ibu di Puskesmas Kampus Tabel 4.2 Tabel Cara Penyelesaian Masalah Prioritas Masalah Masih adanya hambatan dalam pelaksanaan pendataan AKI di wilayah kerja Puskesmas Penyebab Masalah Kurangnya petugas dalam pelaksaan pendataan AKI akibat petugas merangkap pekerjaan lain. Alternatif Penyelesaian Masalah Membentuk tim untuk pendataan AKI dengan kunjungan kerumah. Kepala Puskesmas melakukan evaluasi bulanan/triwulan terhadap pelaksanaan pendataan AKI dan pendataan komplikasi serta resiko tinggi pada ibu hamil. Menyediakan folmulir guna pendataan ibu dengan komplikasi kehamilan baik yang datang ke puskes dan yang tidak datang ke puskes. Penyelesaian Masalah Terpilih Membentuk tim untuk pendataan AKI. Menggunakan kader di setiap RT yang ada diwilayah kerja Puskesmas untuk mendeteksi dini faktor resiko terhadap ibu hamil.

Dari tabel di atas prioritas penyelesaian masalah yang terpilih untuk pelaksanaan pendataan AKI di Puskesmas Kampus Palembang adalah membentuk tim pendataan yang melakukan pendataan mengenai ibu hamil yang mengalami komplikasi selama kehamilan setra ibu hamil yang mengalami faktor resiko dalam kehamilan. Sasarannya adalah semua ibu hamil, baik yang datang berkunjung ke

Puskesmas Kampus maupun yang datang ke sarana pelayanan kesehatan yang dibawah wilayah kerja Puskesmas Kampus. Pembentukan tim pendataan AKI dan seteksi faktor resiko serta komplikasi dalam kehamilan bisa juga dilakukan dengan bantuan kader yang ada disetiap RT agar melakukan pendataan dan pengecekan terhadap ibu hamil di wilayahnya. Pemilihan penyelesaian masalah ini dianggap lebih efektif baik dalam hal biaya dan juga waktu. Penyelesaian masalah ini juga diharapkan memiliki dampak yang lebih cepat dibandingkan penyelesaian masalah yang lainnya sehingga pelaksanaan pendataan AKI dan pendataan komplikasi dalam kehamilan di Puskesmas Kampus dapat berjalan dengan optimal. Sehingga bila terdeteksi ibu yang mengalami komplikasi selama kehamilan dapat ditanggulangi agar tidak terjadi kematian maternal.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil pengamatan, wawancara, dan data-data yang ada, pendataan mengenai AKI dan komplikasi dalam kehamilan di Puskesmas Kampus masih belum terlaksana dengan baik dan optimal walaupun cakupan pelaksanaannya (KF 1 dan KF 3) sudah melebihi target. 2. Faktor yang menyebabkan belum belum adanya data mengenai AKI bisa berasal dari man, money, material, dan method. Namun yang menjadi prioritas masalah ialah Petugas KIA yang merangkap berbagai tugas sehingga tidak bisa fokus mengenai pendataan AKI dan mendeteksi serta mencatat komplikasi dalam kehamilan. 3. Pemecahan masalah yang terpilih untuk menyelesaikan masalah tersebut adalah dengan cara menunjuk petugas yang khusus mengenai KIA. Agar dapat fokus dalam pendataan AKI dan mendeteksi komplikasi yang mungkun terjadi selama kehamilan.

4.2 Saran a. Bagi Puskesmas 1. Perlunya wawancara mendalam kepada ibu hamil pada saat ANC di Puskesmas, agar dapat terdata bila ada ibu hamil yang mengalami komplikasi dan faktor resti. 2. Menunjuk petugas dalam pendataan AKI dan mendeteksi faktor resti. 3. Melakukan penyegaran tentang bagaimana cara pengisian kartu skor Poedji Rochyati, formulir autopsi verbal, dan formulir lainnya petugas. 4. Kepala Puskesmas diharapkan melakukan evaluasi bulanan/triwulan terhadap pendataan AKI dan pendataan faktor resti pada ibu hamil. bagi

b. Bagi Masyarakat 1. Masyarakat diharapkan lebih proaktif dalam membantu pelaksanaan pendataan deteksi dini terhadap ibu hamil yang mengalami faktor resiko tinggi dan komplikasi dalam kehamilan. 2. Masyarakat diharapkan dengan cepat melaporkan kasus kematian maternal dan neonatal yang ada di sekitarnya kepada petugas.

a. Bagi Dinas Kesehatan 1. Memberikan pemahaman mengenai pentingnya kelengkapan data

mengenai ibu hamil yang mengalami komplikasi, faktor resti serta terdatanya angka kematian ibu. Termasuk penyegaran tentang cara pengisian kartu skor Poedji Rochyati, formulir autopsi verbal, dan formulir lainnya kepada petugas KIA di Puskesmas Kampus. 2. Peningkatan dukungan pada Puskesmas dalam pengembangan program deteksi faktor resti dan komplikasi agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai secara optimal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hilmiati, E. 2011. Program Kesehatan Ibu dan Anak. Semarang. (Diunduh pada tanggal 15 januari 2013 melalui

http://eprints.undip.ac.id/33317/1/elty_1.pdf) 2. Anonimous. 2011. SKDI 2007. Scribd. Jakarta. (Diunduh pada tanggal 15 November 2012 melalui http://id.scribd.com/doc/49660295/SDKI-2007) 3. Tim Dinas Kesehatan Kota Palembang. Profil Kesehatan Tahun 2010. Dinas Kesehatan Kota Palembang. 2010. Hlm. 17. 4. Direktur Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan. Pedoman Audit Material Perinatal (AMP). Kementerian Kesehatan. 2010. Hlm. 1-53. 5. Anonimous. 2012. Pelayanan Antenatal Care PDF. Usu Institutional Respiratory. Medan (diunduh pada tanggal 15 januari 2013 melalui http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5 &cad=rja&ved=0CDQQFjAE&url=http%3A%2F%2Frepository.usu.ac.id %2Fbitstream%2F123456789%2F33487%2F3%2FChapter%2520II.pdf& ei=k1SnUNsogrysB7vgbgD&usg=AFQjCNGO59MWJL1Jl1ija_NYfWev ibyDCA&sig2=PB_Z79XahzTgla5yZ17NpA) 6. Tim Puskesmas Kampus. Penilaian Kinerja Puskesmas Kampus Tahun 2012. Palembang: Puskesmas Kampus. 2012 7. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor128 Tahun 2004 Tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta; 2004. 8. Senewe FP, Wiryawan Y. Manajemen Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak Kota Sukabumi Tahun 2007. Pusat penelitian dan Pengembangan Ekologi dan Status Kesehatan, Badan penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta : 2010 9. Sumber : Statistik Indonesia http://www.datastatistik-

indonesia.com/content/view/450/450/

10. Departemen Kesehatan RI, 2003. Dirjen Binkesmas. Upaya Penurunan AKI di Indonesia. Makalah untuk Kelompok Kerja MDG. 11. Badan Pusat Statistik, Data dikalkulasi dari Susenas untuk Laporan MDG. 12. WHO in Indonesia, 2002. The Millennium Development Goals for Health: A review of the indicators, Jakarta. 13. Departemen Kesehatan RI, 2001. Rencana Strategis Nasional Making Pregnancy Safer di Indonesia 2001-2010, Jakarta. 14. Badan Pusat Statistik, 2002. Laporan Hasil Survey Konsumsi Garam Yodium Rumah Tangga 2002: Kerjasama BPS, Depkes dan Bank Dunia , Jakarta. 15. Dipresentasikan pada Kongres Ikatan Bidan Indonesia XII September 2003. 16. Pedoman Rumah Sakit Pelayanan Obstetri Komprehensif (Ponek) 17. Gunawan S, Meg EW, Endang A, Surekha C, Carine R. A district-based audit of the causes and circumstances of maternal deaths in South Kalimantan, Indonesia. Bulletin of the World Health Organization 2002;80:228-234. 18. Admin Dinas Kesehatan Kota Palembang. Pertemuan Audit Maternal Perinatal Tingkat Kota Palembang. 2011. Diunduh dari: Neonatal Emergensi

http://www.dinkes.palembang.go.id/?nmodul=berita&bhsnyo=id&bid=13 9, diakses pada tanggal 15 januari 2013.) 19. Satria W, Widodo W, Cahya P, Mubasysyir H. Otopsi Verbal Kematian Maternal-Perinatal Studi Kasus Menindaklanjuti Temuan-Temuan Lapangan Di Pesisir Selatan Sumatera Barat. Working Paper Series No. 9 Juli 2007, First Draft. Hlm. 1-9. 20. Zakaria. Pengembangan Sistem Informasi Audit Maternal dan Perinatal Berbasis Jaringan untuk Mendukung Pemantauan Kematian Ibu dan Bayi di Dinas Kesehatan Kabupaten Buton. Semarang. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. 2005. Hlm. 32-40

21. Dewiyana. 2010. PONED sebagai Strategi untuk Persalinan yang Aman. FKM UNAIR 2010 di Seksi Info & Litbangkes Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur 22. Cholil, Abdullah (1996) Menyongsong Diluncurkannya Gerakan Sayang Ibu sebagai Gerakan Nasional. Jakarta: Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita. 23. Tim Penyusun. 2010. Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu Dan Anak. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI. 24. Budi U. Uji Komparasi Skor Pengetahuan Kartu Skor Poedji Rochjati (KSOR) Dengan Metode Ceramah Interaktif Dan Simulasi Permainan. 2011. Diunduh dari: http://penelitian.unair.ac.id/artikel_dosen_UJI%20KOMPARASI%20SKO R%20PENGETAHUAN%20KARTU%20SKOR%20POEDJI%20ROCHJ ATI%20(KSOR)%20DENGAN%20METODE%20CERAMAH%20INTE RAKTIF%20DA_2166_1011, diakses pada tanggal 25 November 2012.

Vous aimerez peut-être aussi