Vous êtes sur la page 1sur 11

BAB II PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN POLIOMIELITIS Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut, mengifeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sytem syaraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralisis). Kata Polio sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu , atau bentuknya yang lebih mutakhir , dari "abu-abu" dan "bercak". Virus Polio termasuk genus enteroviorus, famili Picornavirus. Bentuknya adalah ikosahedral tanpa sampul dengan genome RNA single stranded messenger molecule. Single RNA ini membentuk hampir 30 persen dari virion dan sisanya terdiri dari 4 protein besar (VP1-4) dan satu protein kecil (Vpg). Polio adalah penyakit menular yang dikategorikan sebagai penyakit peradaban. Polio menular melalui kontak antarmanusia. Virus masuk ke dalam tubuh melalui mulut ketika seseorang memakan makanan atau minuman yang terkontaminasi feses. Poliovirus adalah virus RNA kecil yang terdiri atas tiga strain berbeda dan amat menular. Virus akan menyerang sistem saraf dan kelumpuhan dapat terjadi dalam hitungan jam. Polio menyerang tanpa mengenal usia, lima puluh persen kasus terjadi pada anak berusia antara 3 hingga 5 tahun. inkubasi polio dari gejala pertama berkisar dari 3 hingga 35 hari. Polio dapat menyebar luas diam-diam karena sebagian besar penderita yang terinfeksi poliovirus tidak memiliki gejala sehingga tidak tahu kalau mereka sendiri sedang terjangkit. Setelah seseorang terkena infeksi, virus akan keluar melalui feses selama beberapa minggu dan saat itulah dapat terjadi penularan virus.

B. Jenis Polio
1. Polio non-paralisis
Polio non-paralisis menyebabkan demam, muntah, sakit perut, lesu, dan sensitif. Terjadi kram otot pada leher dan punggung, otot terasa lembek jika disentuh.

2. Polio paralisis spinal

Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan otot tungkai. Meskipun strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang dari satu penderita dari 200 penderita akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling sering ditemukan terjadi pada kaki. Setelah virus polio menyerang usus, virus ini akan diserap oleh pembulu darah kapiler pada dinding usus dan diangkut seluruh tubuh. Virus Polio menyerang saraf tulang belakang dan syaraf motorik yang mengontrol gerakan fisik. Pada periode inilah muncul gejala seperti flu. Namun, pada penderita yang tidak memiliki kekebalan atau belum divaksinasi, virus ini biasanya akan menyerang seluruh bagian batang saraf tulang belakang dan batang otak. Infeksi ini akan mempengaruhi sistem saraf pusat menyebar sepanjang serabut saraf. Seiring dengan berkembang biaknya virus dalam sistem saraf pusat, virus akan menghancurkan syaraf motorik. Syaraf motorik tidak memiliki kemampuan regenerasi dan otot yang berhubungan dengannya tidak akan bereaksi terhadap perintah dari sistem saraf pusat. Kelumpuhan pada kaki menyebabkan tungkai menjadi lemas kondisi ini disebut acute flaccid paralysis (AFP). Infeksi parah pada sistem saraf pusat dapat menyebabkan kelumpuhan pada batang tubuh dan otot pada toraks (dada) dan abdomen (perut), disebut quadriplegia.

3. Polio bulbar
Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga batang otak ikut terserang. Batang otak mengandung syaraf motorik yang mengatur pernapasan dan saraf kranial, yang mengirim sinyal ke berbagai syaraf yang mengontrol pergerakan bola mata; saraf trigeminal dan saraf muka yang berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot muka; saraf auditori yang mengatur pendengaran; saraf glossofaringeal yang membantu proses menelan dan berbagai fungsi di kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang mengatur pergerakan leher. Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat menyebabkan kematian. Lima hingga sepuluh persen penderita yang menderita polio bulbar akan meninggal ketika otot pernapasan mereka tidak dapat bekerja. Kematian biasanya terjadi setelah terjadi kerusakan pada saraf kranial yang bertugas mengirim perintah bernapas ke paru-paru. Penderita juga dapat meninggal karena kerusakan pada fungsi penelanan; korban dapat tenggelam dalam sekresinya sendiri kecuali dilakukan penyedotan atau diberi perlakuan trakeostomi untuk

menyedot cairan yang disekresikan sebelum masuk ke dalam paru-paru. Namun trakesotomi juga sulit dilakukan apabila penderita telah menggunakan paru-paru besi (iron lung). Alat ini membantu paru-paru yang lemah dengan cara menambah dan mengurangi tekanan udara di dalam tabung. Kalau tekanan udara ditambah, paru-paru akan mengempis, kalau tekanan udara dikurangi, paru-paru akan mengembang. Dengan demikian udara terpompa keluar masuk paru-paru. Infeksi yang jauh lebih parah pada otak dapat menyebabkan koma dan kematian. Tingkat kematian karena polio bulbar berkisar 25-75% tergantung usia penderita. Hingga saat ini, mereka yang bertahan hidup dari polio jenis ini harus hidup dengan paruparu besi atau alat bantu pernapasan. Polio bulbar dan spinal sering menyerang bersamaan dan merupakan sub kelas dari polio paralisis. Polio paralisis tidak bersifat permanen. Penderita yang sembuh dapat memiliki fungsi tubuh yang mendekati normal.

D. Tanda-Tanda Dan Gejala-Gejala Dari Polio


Tanda-tanda dan gejala-gejala dari polio berbeda tergantung pada luas infeksi. Tandatanda dan gejala-gejala dapat dibagi kedalam polio yang melumpuhkan (paralytic) dan polio yang tidak melumpuhkan (non-paralytic). Pada polio non-paralytic yang bertanggung jawab untuk kebanyakan individuindividu yang terinfeksi dengan polio, pasien-pasien tetap asymptomatic atau

mengembangkan hanya gejala-gejala seperti flu yang ringan, termasuk kelelahan, malaise, demam, sakit kepala, sakit tenggorokan, dan muntah. Gejala-gejala, jika hadir, mungkin hanya bertahan 48-72 jam, meskipun biasanya mereka bertahan untuk satu sampai dua minggu. Paralytic polio terjadi pada kira-kira 2% dari orang-orang yang terinfeksi dengan virus polio dan adalah penyakit yang jauh lebih serius. Gejala-gejala terjadi sebagai akibat dari sistim syaraf dan infeksi dan peradangan sumsum tulang belakang (spinal cord). Gejalagejala dapat termasuk:

sensasi yang abnormal, kesulitan bernapas, kesulitan menelan, retensi urin, sembelit,

mengeluarkan air liur (ileran), sakit kepala, turun naik suasana hati, nyeri dan kejang-kejang otot, dan kelumpuhan.

Kira-kira 5%-10% dari pasien-pasien yang mengembangkan polio yang melumpuhkan seringkali meninggal dari kegagalan pernapasan, karena mereka tidak mampu untuk bernapas sendiri. Itulah sebabya mengapa sangat mendesak bahwa pasien-pasien menerima evaluasi dan perawatan medis yang tepat. Sebelum era vaksinasi dan penggunaan dari ventilatorventilator modern, pasien-pasien akan ditempatkan dalam "iron lung" (ventilator bertekanan negatif, yang digunakan untuk mendukung pernapasan pada pasien-pasien yang menderita polio yang melumpuhkan).

E. SIKLUS HIDUP VIRUS POLIO DAN CARA PENULARAN


1. Satu virus polio mendekatisebuah sel saraf melalui aliran darah. 2. Reseptor-reseptor sel saraf menempel pada virus. 3. Capsid (kulit protein) dari virus pecah untuk melepaskan RNA (materi genetik) ke dalam sel. 4. RNA polio bergerak menuju sebuah ribosom-stasiun perangkai protein pada sel. 5. RNA polio menduduki ribosom dan memaksanya untuk membuat lebih banyak RNA dan capsid polio. 6. Capsid dan RNA polio yang baru bergabung untuk membentuk virus polio baru. 7. Sel inang membengkak dan meledak, melepaskan ribuan virus polio baru kembali ke aliran darah. Polio disebabkan virus poliomyelitis. Satu dari 200 infeksi berkembang menjadi kelumpuhan. Sebanyak 5-10 persen pasien lumpuh meninggal ketika otot-otot pernapasannya menjadi lumpuh. Kebanyakan menyerang anak-anak di bawah umur tiga tahun (lebih dari 50 persen kasus), tapi dapat juga menyerang orang dewasa. Pencegahan dengan vaksinasi secara berkala, idealnya pada masa kanak-kanak. Penularan penyakit poliomyelitis: A Virus masuk ke tubuh melalui mulut, bisa dari makanan atau air yang tercemar virus. B Virus ditemui di kerongkongan dan memperbanyak dirinya di dalam usus. C Menyerang sel-sel saraf yang mengendalikan otot, termasuk otot yang terlibat dalam pernapasan.

Virus ditularkan infeksi droplet dari oral-faring (mulut dan tenggorokan) atau tinja penderita infeksi. Penularan terutama terjadi langsung dari manusia ke manusia melalui fekaloral (dari tinja ke mulut) atau yang agak jarang melalui oral-oral (dari mulut ke mulut). Fekal-oral berarti minuman atau makanan yang tercemar virus polio yang berasal dari tinja penderita masuk ke mulut manusia sehat lainnya. Sementara itu, oral-oral adalah penyebaran dari air liur penderita yang masuk ke mulut manusia sehat lainnya. Virus polio sangat tahan terhadap alkohol dan lisol, namun peka terhadap formaldehide dan larutan chlor. Suhu tinggi cepat mematikan virus, tetapi pada keadaan beku dapat bertahan bertahun-tahun. Ketahanan virus di tanah dan air sangat bergantung pada kelembapan suhu dan mikroba lainnya. Virus itu dapat bertahan lama pada air limbah dan air permukaan, bahkan hingga berkilo-kilometer dari sumber penularan.

Meski penularan terutama akibat tercemarnya lingkungan oleh virus polio dari penderita yang infeksius, virus itu hidup di lingkungan terbatas. Salah satu inang atau mahluk hidup perantara yang dapat dibuktikan hingga saat ini adalah manusi

D.KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling berat adalah kelumpuhan yang menetap. Kelumpuhan terjadi sebanyak kurang dari 1 dari setiap 100 kasus, tetapi kelemahan satu atau beberapa otot, sering ditemukan. Kadang bagian dari otak yang berfungsi mengatur pernafasan terserang polio, sehingga terjadi kelemahan atau kelumpuhan pada otot dada. Beberapa penderita mengalami komplikasi 20-30 tahun setelah terserang polio. Keadaan ini disebut sindroma postpoliomielitis, yang terdiri dari kelemahan otot yang progresif, yang seringkali menyebabkan kelumpuhan. Selain itu ada juga komplikasinya yaitu: Hiperkalsuria, Melena, Pelebaran lambung akut, Hipertensi ringan, Pneumonia, Ulkus dekubitus dan emboli paru, Psikosis.

F.DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Untuk memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan terhadap contoh tinja untuk mencari poliovirus dan pemeriksaan terhadap darah untuk menentukan titer antibodi.Pembiakan virus diambil dari lendir tenggorokan, tinja atau cairan serebrospinal. Pemeriksan rutin terhadap cairan serebrospinal memberikan hasil yang normal atau tekanan, protein serta sel darah putihnya agak meningkat.

G.PENANGANAN POLIOMEILITIS

DAN

PENCEGAHAN

PENYAKIT

Perawatan Polio
Tidak ada penyembuhan untuk polio, jadi pencegahan adalah sangat penting. Pasienpasien dengan polio non-paralytic perlu dimonitor untuk kemajuan pada polio paralytic. Pasien-pasien dengan polio paralytic perlu dimonitor untuk tanda-tanda dan gejala-gejala dari kegagalan pernapasan, yang mungkin memerlukan terapi-terapi penyelamatan nyawa seperti dukungan pernapasan. Sebagai tambahan, sejumlah perawatan-perawatan tersedia untuk mengurangi beberapa dari gejala-gejala yang kurang parah. Ada obat-obat untuk merawat infeksi-infeksi urin dan retensi urin dan rencana-rencana manajemen nyeri untuk kejangkejang otot. Sayangnya, hanya ada tindakan-tindakan pendukung yang tersedia untuk merawat gejala-gejala dari polio paralytic. Pasien-pasien yang pulih dari polio mungkin memerlukan terapi fisik, penunjang-penunjang tungkai, atau bahkan operasi orthopedic untuk memperbaiki fungsi fisik.

Vaksin Untuk Mencegah Polio


Sejarah dari vaksin polio adalah benar-benar sejarah sukses kedokteran. Ia masih belum selesai karena polio masih menyebabkan penyakit yang signifikan pada area-area yang kurang berkembang dari dunia seperti di India and Afrika. Selama paruh terakhir dari abad ke 19 dan kedalam paruh pertama dari abad ke 20, polio adalah epidemik global. Bahkan presiden masa depan Amerika, Franklin D. Roosevelt, mendapat polio paralytic pada tahun 1921. Presiden Franklin D. Roosevelt adalah cukup berpengaruh dalam meningkatkan keduanya kesadaran publik dan penelitian ilmiah yang berdedikasi pada pembasmian penyakit. Pada tahun 1938, setelah mendirikan National Foundation for Infantile Paralysis (March of Dimes), ada usaha yang signifikan untuk mengembangkan vaksin untuk mencegah polio. Ini membuahkan hasil pada tahun 1955 ketika Dr. Jonas Salk mengembangkan vaksin polio yang tidak diaktifkan yang dapat disuntikan atau injectable inactivated polio vaccine (IVP) yang segera didistribusikan dan disuntikan pada anak-anak diseluruh Amerika dan Kanada. Vaksin polio yang tidak

diaktifkan sekarang ini telah ditingkatkan melalui waktu, namun sejak tahun 1999, ia telah menjadi bentuk dari vaksin polio yang direkomendasikan di negara-negara maju. Pada tahun 1961, vaksin oral virus yang hidup terhadap polio (OVP) dikembangkan oleh Albert Sabin yang menjadi tersedia dan digunakan secara luas dari tahun 1963 ke tahun 1999 di negara-negara maju dan pada saat ini di negara-negara berkembang. Vaksin oral virus ini masih direkomendasikan untuk mengontrol pandemik polio diseluruh dunia disebabkan oleh pemasukannya yang mudah (tidak ada jarum-jarum yang diperlukan). Kedua vaksin-vaksin telah dikembangkan untuk anak-anak karena mereka adalah kelompok yang umumnya nampak berada pada risiko yang paling tinggi. Bagaimanapun, vaksin oral (OVP) harus tidak diberikan pada anak-anak yang adalah immunodepressed karena mereka dapat mengembangkan vaccine-associated paralytic poliomyelitis (VAPP). Vaksin yang disuntikan yang paling baru adalah vaksin polio yang tidak diaktifkan yang ditingkatkan yang adalah lebih immunogenic (menghasilkan respon sistim imun yang kuat) daripada IVP sebelumnya dan digunakan di Amerika; ia tidak menyebabkan VAPP. Original OVP (juga diistilahkan tOVP) adalah vaksin oral trivalent (virus-virus polio tipe-tipe 1-3) namun menyebabkan respon imun yang dapat diukur pada hanya kira-kira 40%-50% dari rang-orang yang memperolehnya. Sayangnya, vaksin oral trivalent ini seringkali adalah tidak cukup cepat immunogenic untuk menahan pelemahan atau pengeluaran dari sitim pencernaan oleh diare kronis yang ada pada banyak pasien-pasien. OVP dimodifikasi pada tahun 2005 ke monovalent (hanya virus polio tipe 1) yang diistilahkan mOVP1. Perubahan ini menyebabkan vaksin menjadi tiga kali lebih immunogenic daripada original trivalent OVP dan menghasilkan respon imun pada lebih dari 80% dari orang-orang yang memperoleh vaksin oral ini. Vaksin oral yang lebih baru ini digunakan pada banyak negara-negara berkembang dimana tidak ada jarum-jarum atau personal yang terlatih tersedia dan dimana diare kronis lebih jauh mengurangi keefektifan dari original trivalent OVP. Monovalent OVP lain (contohnya, mOVP3, yang digunakan untuk perjangkitan-perjangkitan yang jarang dari polio tipe 3) adakalanya digunakan. Sekarang ini, empat dosis-dosis dari vaksin polio yang tidak diaktifkan atau inactivated polio vaccine (IPV) direkomendasikan untuk anak-anak ketika mereka berumur 2 bulan, 4 bulan, 6-18 bulan, dan akhirnya pada umur 4-6 tahun. Karena program-program vaksinasi, telah ada sangat sedikit kasus-kasus dari polio di negara-negara barat sejak tahun 1970an, dan meskipun program-program pembasmian sekarang ini diseluruh dunia terus menerus sukses, masih ada pekerjaan yang harus dilakukan untuk membasmi polio di negara-negara yang sedang berkembang.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN POLIOMIELITIS A. Pengkajian a. Data dasar ; nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, alamat, golongan darah, penghasilan b. Riwayat kesehatan ; apakah klien pernah terpajan zat zat kimia tertentu, riwayat tumor pada keluarga, penyakit yang mendahului seperti sklerosis TB dan penyakit neurofibromatosis, kapan gejala mulai timbul c. Aktivitas / istirahat, Gejala : kelemahan / keletihan, kaku, hilang keseimbangan. Tanda : perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadriplegi, ataksia, masalah dalam keseimbangan, perubaan pola istirahat, adanya faktor faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, cemas, keterbatasan dalam hobi dan dan latihan d. Sirkulasi, Gejala : nyeri punggung pada saat beraktivitas. Kebiasaan : perubahan pada tekanan darah atau normal, perubahan frekuensi jantung. e. Integritas Ego, Gejala : faktor stres, perubahan tingkah laku atau kepribadian, Tanda : cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan impulsif. f. Eliminasi : Inkontinensia kandung kemih/ usus mengalami gangguan fungsi. g. Makanan / cairan , Gejala : mual, muntah proyektil dan mengalami perubahan sklera. Tanda : muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia) h. Neurosensori, Gejala : Amnesia, vertigo, synkop, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling dan baal pad aekstremitas, gangguan pengecapan dan penghidu. Tanda : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental, perubahan pupil, deviasi pada mata ketidakmampuan mengikuti, kehilangan penginderaan, wajah tidak simetris, genggaman lemah tidak seimbang, reflek tendon dalam lemah, apraxia, hemiparese, quadriplegi, kejang, sensitiv terhadap gerakan i. Nyeri / Kenyamanan, Gejala : nyeri kepala dengan intensitas yang berbeda dan biasanya lama. Tanda : wajah menyeringai, respon menarik dri rangsangan nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa istirahat / tidur. j. Pernapasan, Tanda : perubahan pola napas, irama napas meningkat, dispnea, potensial obstruksi. k. Hormonal : Amenorhea, rambut rontok, dabetes insipidus. l. Sistem Motorik : scaning speech, hiperekstensi sendi, kelemahan m. Keamanan , Gejala : pemajanan bahan kimia toksisk, karsinogen, pemajanan sinar matahari berlebihan. Tanda : demam, ruam kulit, ulserasi

n. Seksualitas, Gejala: masalah pada seksual (dampak pada hubungan, perubahan tingkat kepuasan) o. Interaksi sosial : ketidakadekuatan sistem pendukung, riwayat perkawinan (kepuasan rumah tangga, dukungan), fungsi peran. B. Diagnosa Keperawatan 1. Perubahan nutrisi dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, mual dan muntah. 2. Hipertermi b/d proses infeksi. 3. Resiko ketidakefektifan pola nafas dan ketidakefektifan jalan nafas b/d paralysis otot. 4. Nyeri b/d proses infeksi yang menyerang syaraf. 5. Gangguan mobilitas fisik b/d paralysis. 6. Kecemasan pada anak dan keluarga b/d kondisi penyakit. C. Intervensi 1 Perubahan nutrisi dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, mual dan muntah. intervensi: 1. Kaji pola makan anak. 2. Berikan makanan secara adekuat. 3. Berikan nutrisi kalori, protein, vitamin dan mineral. 4. Timbang berat badan. 5. Berikan makanan kesukaan anak. 6. Berikan makanan tapi sering. rasional: 1. Mengetahui intake dan output anak. 2. Untuk mencakupi masukan sehingga output dan intake seimbang. 3. Mencukupi kebutuhan nutrisi dengan seimbang. 4. Mengetahui perkembangan anak. 5. Menambah masukan dan merangsang anak untuk makan lebih banyak. 6. Mempermudah proses pencernaan. 2. Hipertermi b/d proses infeksi. intervensi: 1. Pantau suhu tubuh. 2. Jangan pernah menggunakan usapan alcohol saat mandi/kompres. 3. Hindari mengigil. 4. Kompres mandi hangat durasi 20-30 menit. rasional: 1. Untuk mencegah kedinginan tubuh yang berlebih. 2. Dapat menyebabkan efek neurotoksi.

3. Mengurangi penguapan tubuh. 4. Dapat membantu mengurangi demam. 3. Resiko ketidakefektifan pola nafas dan ketidakefektifan jalan nafas b/d paralysis otot. intervensi: 1. Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman. 2. Auskultasi bunyi nafas. 3. Tinggikan kepala tempat tidur, letakkan pada posisi duduk tinggi atau semi fowler. 4. Berikan tambahan oksigen. rasional: 1. Pengenalan dini dan pengobatan ventilasi dapat mencegah komplikasi. 2. Mengetahui adanya bunyi tambahan. 3. Merangsang fungsi pernafasan atau ekspansi paru. 4. Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru.

4. Nyeri b/d proses infeksi yang menyerang syaraf. intervensi: 1. Lakukan strategi non farmakologis untuk membantu anak mengatasi nyeri. 2. Libatkan orang tua dalam memilih strategi. 3. Ajarkan anak untuk menggunakan strategi non farmakologis khusus sebelum nyeri. 4. Minta orang tua membantu anak dengan menggunakan srtategi selama nyeri. 5. Berikan analgesic sesuai indikasi. rasional: 1. Teknik-teknik seperti relaksasi, pernafasan berirama, dan distraksi dapat membuat nyeri dan dapat lebih di toleransi. 2. Karena orang tua adalah yang lebih mengetahui anak. 3. Pendekatan ini tampak paling efektif pada nyeri ringan. 4. Latihan ini mungkin diperlukan untuk membantu anak berfokus pada tindakan yang diperlukan. 5. Mengurangi nyeri. 5. Gangguan mobilitas fisik b/d paralysis. intervensi: 1. Tentukan aktivitas atau keadaan fisik anak. 2. Catat dan terima keadaan kelemahan (kelelahan yang ada).

3. Indetifikasi factor-faktor yang mempengaruhi kemampuan untuk aktif seperti pemasukan makanan yang tidak adekuat. 4. Evaluasi kemampuan untuk melakukan mobilisasi secara aman. rasional: 1. Memberikan informasi untuk mengembangkan rencana perawatan bagi program rehabilitasi. 2. Kelelahan yang dialami dapat mengindikasikan keadaan anak. 3. Memberikan kesempatan untuk memecahkan masalah untuk mempertahankan atau meningkatkan mobilitas. 4. Latihan berjalan dapat meningkatkan keamanan dan efektifan anak untuk berjalan.

6. Kecemasan pada anak dan keluarga b/d kondisi penyakit. intervensi: 1. Kaji tingkat realita bahaya bagi anak dan keluarga tingkat ansietas (mis.renda, sedang, parah). 2. Nyatakan retalita dan situasi seperti apa yang dilihat keluarga tanpa menayakan apa yang dipercaya. 3. Sediakan informasi yang akurat sesuai kebutuhan jika diminta oleh keluarga. 4. Hindari harapan harapan kosong mis ; pertanyaan seperti semua akan berjalan lancar. rasional: 1. Respon keluarga bervariasi tergantung pada pola kultural yang dipelajari. 2. Pasien mungkin perlu menolak realita sampai siap menghadapinya. 3. Informasi yang menimbulkan ansietas dapat diberikan dalam jumlah yang dapat dibatasi setelah periode yang diperpanjang. 4. Harapanharapan palsu akan diintervesikan sebagai kurangnya pemahaman atau kejujuran.

Vous aimerez peut-être aussi