Vous êtes sur la page 1sur 43

21

BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN KREDIT
2.1. Pengertian dan Unsur-Unsur Jaminan Kredit
Istilah Jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu
Zakerheid , sedangkan istilah Zakerheidsrecht digunakan untuk
hukum jaminan atau hak jaminan. Namun istilah hukum jaminan ternyata
mempunyai makna yang lebih luas dan umum serta bersifat mengatur
dibandingkan dengan hak jaminan seperti halnya hukum kebendaan yang
mempunyai ruang lingkup yang lebih luas dan mempunyai sifat mengatur
dari pada hak kebendaan.
Sedangkan istilah kredit berasal dari bahasa Yunani, yaitu
Credere , yang jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi kredit,
yang artinya ialah kepercayaan. Seseorang atau badan hukum yang
memberikan kredit percaya bahwa si penerima dimasa mendatang akan
sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah diperjanjikan. Dengan
demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa dasar diberikan kredit ialah
kepercayaan. Apabila dilihat dari sudut ekonomi, kredit adalah penundaan
pembayaran. Maksud dari penundaan pembayaran ialah pengembalian atas
penerimaan uang atau barang yang tidak dilakukan bersama pada saat
menerimanya tetapi pengembaliannya dilakukan pada masa yang telah
ditentukan.
22
Ada beberapa pengertian jaminan dan kredit yang terdapat di
dalam literatur hukum, yaitu :
1. Mariam Darus Badrulzaman merumuskan jaminan sebagai suatu
tanggungan yang diberikan oleh seorang debitur dan atau pihak ketiga
kepada kreditur untuk menjamin kewajibannya dalam suatu perikatan.
1
2. Thomas Suyatno, ahli perbankan menyatakan bahwa jaminan adalah
penyerahan kekayaan atau pernyataan kesanggupan seseorang untuk
menanggung pembayaran kembali suatu hutang.
2
3. Hartono Hadisaputro menyatakan jaminan adalah sesuatu yang diberikan
debitur kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur
akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul
dari suatu perikatan.
3
4. J. Satrio berpendapat bahwa hukum jaminan adalah peraturan hukum
yang mengatur tentang jaminan-jaminan piutang seorang kreditur
terhadap seorang debitur.
4
5. Sri Soedewi Masjhoen Sofwan berpendapat bahwa hukum jaminan
adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan
hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan
pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.
5

1
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Cet. 2, (Bandung : PT. Alumni, 2005),
hal. 12.
2
Thomas Suyatno, Dasar-Dasar Perkreditan, (Jakarta : PT. Gramedia, 1989), hal. 70.
3
Frieda Husni Hasbullah, Hukum Kebendaan Perdata Jilid 2, (Jakarta : Ind - Hil Co,
2002), hal. 6.
4
J. Satrio, Hukum Jaminan. Hak-hak Jaminan Kebendaan, (Bandung : PT. Citra Aditya
Bakti, 1991), hal. 3.
5
Indrawati Soewarso, Aspek Hukum Jaminan Kredit, (Jakarta : Institut Bankir Indonesia,
2002), hal. 9.
23
6. Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
pada Pasal 1 ayat 11 yang berbunyi kredit adalah penyediaan uang atau
tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka
waktu dengan pemberian bunga.
6
7. J.A. Levy menyatakan bahwa pengertian kredit adalah menyerahkan
secara sukarela sejumlah uang dipergunakan secara bebas oleh penerima
kredit, penerima kredit berhak mempergunakan pinjaman itu untuk
keuntungannya dengan kewajiban mengembalikan jumlah pinjaman itu
di belakang hari.
7
Dari beberapa pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan
bahwa pengertian jaminan kredit atau kredit garansi adalah bentuk
penanggungan dimana seseorang penanggung (perorangan) menanggung
untuk memenuhi hutang debitur sebesar sebagaimana tercantum dalam
perutangan pokok. Sedangkan dalam praktek perbankan, jaminan kredit atau
kredit garansi disebut dengan istilah jaminan perseorangan / orang, personal
guaranty adalah perjanjian antara kreditur dan penanggung, dimana seorang
mengikatkan diri sebagai penanggung untuk memenuhi hutang debitur, baik
itu karena ditunjuk oleh kreditur (tanpa sepengetahuan atau persetujuan
debitur) maupun yang diajukan oleh debitur atas perintah dari kreditur.

6
Indonesia, Undang-Undang Perbankan, UU No. 10 Tahun 1998, Pasal 1 ayat 11.
7
Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Cet. 1, (Bandung : Alumni, 1989),
hal. 24.
24
Unsur-unsur dari jaminan kredit adalah :
8
1. Adanya kaidah hukum
Kaidah hukum dalam bidang jaminan, dapat dibedakan menjadi 2
macam, yaitu kaidah hukum tertulis dan kaidah hukum tidak tertulis.
Kaidah hukum jaminan tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang
terdapat dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan
yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum jaminan hukum tidak tertulis
adalah kaidah-kaidah hukum jaminan yang tumbuh, hidup, dan
berkembang dalam masyarakat. Hal ini terlihat pada gadai tanah dalam
masyarakat yang dilakukan secara lisan.
2. Adanya pemberi dan penerima jaminan
Pemberi jaminan adalah orang-orang atau badan hukum yang
menyerahkan barang jaminan kepada penerima jaminan. Yang bertindak
sebagai pemberi jaminan adalah orang atau badan hukum yang
membutuhkan fasilitas kredit. Penerima jaminan adalah orang atau
badan hukum yang menerima barang jaminan dari pemberi jaminan.
Yang bertindak sebagai penerima jaminaan ini adalah orang atau badan
hukum.

8
Salim, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, (Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2007), hal. 7.
25
3. Adanya jaminan
Pada dasarnya, jaminan yang diserahkan kepada kreditur adalah jaminan
material dan immaterial. Jaminan material merupakan jaminan yang
berupa hak kebendaan, seperti jaminan atas benda bergerak dan benda
tidak bergerak. Jaminan immaterial merupakan jaminan non kebendaan.
4. Adanya fasilitas
Pembebanan jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan bertujuan
untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau lembaga keuangan
lainnya.
2.2. Sumber-Sumber Hukum Jaminan Kredit
Pada dasarnya sumber hukum dapat dibedakan menjadi dua
macam yaitu sumber hukum materiil dan sumber hukum formal. Sumber
hukum materiil ini merupakan faktor yang membantu pembentukkan
hukum, misalnya hubungan sosial, kekuatan politik, situasi sosial ekomomi,
tradisi (pandangan keagamaan dan kesusilaan), hasil penelitian ilmiah, dan
keadaan geografis. Sumber hukum formal merupakan tempat memperoleh
kekuatan hukum. Ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan
peraturan hukum formal berlaku. Contoh dari sumber hukum formal adalah
undang-undang, perjanjian antar negara, yurisprudensi, dan kebiasaan.
Sumber hukum formal dapat digolongkan menjadi dua macam
yaitu sumber hukum formal tertulis dan tidak tertulis. Dengan hal ini, maka
sumber hukum jaminan dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu sumber
26
hukum jaminan tertulis dan tidak tertulis. Yang dimaksud dengan sumber
hukum jaminan tertulis adalah tempat ditemukannya kaidah-kaidah hukum
jaminan yang berasal dari sumber tertulis. Umumnya sumber hukum
jaminan tertulis terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat,
dan yurisprudensi. Sedangkan sumber hukum jaminan tidak tertulis adalah
tempat ditemukannya kaidah hukum jaminan yang berasal dari sumber tidak
tertulis, seperti terdapat dalam hukum kebiasaan. Adapun yang menjadi
sumber hukum jaminan tertulis antara lain :
9
1. Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata merupakan ketentuan hukum
yang berasal dari produk Pemerintah Hindia Belanda, yang diundangkan
pada tahun 1848. Diberlakukan di Indonesia berdasarkan asas
konkordasi. KUH Perdata terdiri atas 4 buku, yaitu Buku I tentang
Orang, Buku II tentang Hukum Benda, Buku III tentang Perikatan, dan
Buku IV tentang Pembuktian dan Kadaluarsa. Jaminan-jaminan yang
masih berlaku dalam Buku II KUH Perdata hanyalah gadai (pand) dan
hipotek kapal laut. Gadai diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan 1160
KUH Perdata dan hipotek diatur dalam Pasal 1162 sampai 1232 KUH
Perdata. Sedangkan ketentuan tentang hipotek atas tanah kini sudah
tidak berlaku lagi karena telah diganti oleh Undang-Undang Nomor 4
tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, dan ketentuan yang masih berlaku

9
Ibid., hal. 14.
27
hanya ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan hipotek kapal laut,
yang beratnya 20 m
3
(dua puluh meter kubik) ke atas.
2. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUH Dagang)
KUH Dagang diatur dalam Staatsblad 1847 Nomor 23. KUH Dagang
terdiri atas 2 buku, yaitu Buku I tentang Dagang pada umumnya dan
Buku II tentang Hak-hak dan Kewajiban yang timbul dalam Pelayaran.
Pasal-pasal yang erat kaitan dengan jaminan adalah pasal-pasal yang
berkaitan dengan hipotek kapal laut. Pasal-pasal yang mengatur hipotek
kapal laut adalah Pasal 314 sampai dengan Pasal 316 KUH Dagang.
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria (UUPA)
Ketentuan-ketentuan yang erat kaitannya dengan jaminan adalah Pasal
51 dan Pasal 57 UUPA. Pasal 51 UUPA berbunyi Hak Tanggungan
yang dapat dibebankan pada hak milik, hak guna usaha, dan hak guna
bangunan tersebut dalam Pasal 25, 33, dan 39 diatur dengan undang-
undang . Sedangkan dalam Pasal 57 UUPA berbunyi Selama undang-
undang mengenai Hak Tanggungan tersebut dalam Pasal 51 belum
terbentuk, maka yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan mengenai
hypotheek tersebut dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Indonesia dan Credietverband tersebut dalam Staatsblad (Stb). 1908-542
sebagaimana telah diubah dengan Staatsblad 1937-190.
28
4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas
Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.
Undang-undang ini mencabut berlakunya hipotek sebagaimana yang
diatur dalam Buku II KUH Perdata, sepanjang mengenai tanah dan
ketentuan mengenai Credietverband dalam Stb. 1908-542 sebagaimana
telah diubah dalam Stb. 1937-190. Tujuan pencabutan ketentuan yang
tercantum dalam Buku II KUH Perdata dan Stb. 1937-190 adalah tidak
sesuai lagi dengan kebutuhan kegiatan perkreditan, sehubungan dengan
perkembangan tata perekonomian Indonesia.
5. Undang-Undang Nomor 42 Tv ahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
Ada tiga pertimbangan lahirnya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999,
yaitu : pertama kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi
dunia usaha atas tersedianya dana, perlu diimbangi dengan adanya
ketentuan hukum yang jelas dan lengkap yang mengatur mengenai
lembaga jaminan, kedua jaminan fidusia sebagai salah satu bentuk
lembaga jaminan sampai saat ini masih didasarkan pada yurisprudensi
dan belum diatur dalam peraturan perundang-undangan secara lengkap
dan komprehensif, ketiga untuk memenuhi kebutuhan hukum yang dapat
lebih memacu pembangunan nasional dan untuk menjamin kepastian
hukum serta mampu memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang
berkepentingan, maka perlu dibentuk ketentuan yang lengkap mengenai
jaminan fidusia dan jaminan tersebut perlu didaftarkan pada Kantor
Pendaftaran Fidusia.
29
6. Pasal 49 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran.
Dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang
Pelayaran yang berbunyi ayat pertama kapal yang telah didaftar dapat
dibebani hipotek, ayat kedua ketentuan sebagaimana yang dimaksud
dalam ayat pertama diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Peraturan Pemerintah tentang penjabaran Pasal ini sampai saat ini belum
ada, namun di dalam Penjelasan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992
ditentukan substansi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah tersebut,
yang meliputi syarat dan tata cara pembebanan hipotek. Sedangkan
pelaksanaan pembebanan hipotek atas kapal dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
2.3. Sifat Perjanjian Jaminan Kredit
Dalam hukum perdata terdapat berbagai pembedaan perjanjian
sebagaimana yang terkait dengan hukum perikatan. Perjanjian dapat
dibedakan satu dengan yang lainnya. Perbedaan yang sering dikemukakan
adalah mengenai adanya perjanjian pokok dan perjanjian accessoir
(perjanjian buntut atau perjanjian turutan). Kedua jenis perjanjian tersebut
terutama ditemukan dalam suatu kegiatan pinjaman uang.
10
1. Perjanjian Pokok
Perjanjian Pokok adalah perjanjian yang mendasari atau
mengakibatkan dibuatnya perjanjian lain. Perjanjian lain tersebut adalah

10
M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, (Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 132.
30
perjanjian accessoir (perjanjian buntut atau perjanjian turutan). Salah
satu contoh perjanjian pokok adalah berupa perjanjian kredit yang dibuat
bank bersama debitur dalam rangka kegiatan usaha pemberian kredit
perbankan.
2. Perjanjian Accessoir
Perjanjian Accessoir adalah perjanjian yang dibuat berdasarkan
atau berkaitan dengan perjanjian pokok. Pejanjian accessoir timbul
(terjadi) karena adanya perjanjian pokok yang mendasarinya. Salah satu
perjanjian accessoir adalah berupa perjanjian pengikatan objek jaminan
kredit yang dibuat bank bersama debitur atau pemilik objek jaminan
kredit.
Beberapa hal yang perlu diketahui berkaitan dengan perjanjian
pokok dan perjanjian accessoir adalah sebagai berikut.
1. Tidak ada suatu Perjanjian accessoir bila sebelumnya tidak ada
perjanjian pokok. Perjanjian pengikatan jaminan hutang dibuat karena
adanya perjanjian uang. Perjanjian pengikatan objek jaminan kredit
dibuat berdasarkan perjanjian kredit yang telah ditandatangani oleh bank
dan debitur.
2. Bila perjanjian pokok berakhir maka perjanjian accessoir harus diakhiri.
Perjanjian pengikatan jaminan kredit harus diakhiri dengan berakhirnya
perjanjian kredit karena pinjaman debitur kepada bank telah dilunasinya
dan perjanjian kredit sudah berakhir.
31
Dengan adanya dua jenis perjanjian yang timbul dari kegiatan
peminjaman uang, hendaknya bank menyadari pentingnya perbuatan
perjanjian pengikatan jaminan kredit bagi kelengkapan pengamanan
pemberian kreditnya.
Sementara itu, dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku juga terdapat ketentuan yang menegaskan keterkaitan perjanjian
pengikatan jaminan hutang dengan perjanjian pinjaman uang atau perjanjian
pokok, misalnya dalam ketentuan Pasal 10 ayat (1) UU No. 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan
Dengan Tanah dan Pasal 4 UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Sifat dari accessoir dari hak jaminan dapat menimbulkan akibat
hukum antara lain sebagai berikut :
1. Adanya dan hapusnya perjanjian tambahan tergantung pada perjanjian
pokok.
2. Jika perjanjian pokok batal, maka perjanjian tambahan juga batal.
3. Jika perjanjian pokok beralih, maka perjanjian tambahan ikut beralih.
4. Jika perjanjian pokok beralih karena cessie, subrogasie maka perjanjian
tambahan juga beralih tanpa penyerahan khusus.
2.4. Macam-Macam Jaminan Kredit
Jaminan dapat dibedakan menjadi dua yaitu jaminan umum dan
jaminan khusus. Dalam Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUH Perdata) mencerminkan suatu jaminan umum. Sedangkan Pasal 1132
32
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) disamping sebagai
kelanjutan dan penyempurnaan Pasal 1131 yang menegaskan persamaan
kedudukan para kreditur, juga memungkinkan diadakannya suatu jaminan
khusus apabila diantara kreditur ada alasan-alasan yang sah untuk
didahulukan dan hal ini dapat terjadi karena ketentuan Undang-Undang
maupun karena diperjanjikan.
11
1. Jaminan Umum
Dalam Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH
Perdata) yang menyatakan bahwa Segala kebendaan si berhutang, baik
yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada
maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk
segala perikatan perseorangan . Sedangkan dalam Pasal 1132 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa Kebendaan
tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang
mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-
bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang
masing-masing kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-
alasan yang sah untuk didahulukan .
Dari isi pasal tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa
jaminan umum adalah jaminan yang diberikan bagi kepentingan semua
kreditur dan menyangkut semua harta kekayaan debitur. Hal ini berarti
benda jaminan tidak diperuntukkan bagi kreditur tertentu dan dari hasil

11
Frieda Husni Hasbullah, Op. Cit., hal. 8.
33
penjualannya dibagi diantara para kreditur seimbang dengan piutang-
piutang masing-masing.
Karena jaminan umum menyangkut seluruh harta benda debitur
maka ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata dapat menimbulkan dua
kemungkinan yaitu pertama adalah kebendaan tersebut sudah cukup
memberikan jaminan kepada kreditur jika kekayaan debitur paling
sedikit (minimal) sama ataupun melebihi jumlah hutang-hutangnya
artinya hasil bersih penjualan harta kekayaan debitur dapat menutupi
atau memenuhi seluruh hutang-hutangnya, sehingga semua kreditur akan
menerima pelunasan piutang masing-masing karena pada prinsipnya
semua kekayaan debitur dapat dijadikan pelunasan hutang.
Kemungkinan kedua adalah, harta benda debitur tidak cukup
memberikan jaminan kepada kreditur dalam hal nilai kekayaan debitur
itu kurang dari jumlah hutang-hutangnya atau bila pasivanya melebihi
aktivanya. Hal ini dapat terjadi mungkin karena harta kekayaannya
menjadi berkurang nilainya atau apabila harta kekayaan debitur dijual
kepada pihak ketiga sementara hutang-hutangnya belum dibayar lunas
atau dapat juga terjadi ada lebih dari seorang kreditur melaksanakan
eksekusi, sementara nilai kekayaan debitur hanya cukup untuk menutupi
satu piutang kreditur. Jika hanya ada satu kreditur saja, maka ia dapat
melaksanakan eksekusi atas kekayaan debitur secara bertahap sampai
piutangnya terlunasi semuanya atau sampai harta benda debitur habis
terjual.
34
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa jaminan
umum mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Para kreditur mempunyai kedudukan yang sama atau seimbang,
artinya tidak ada yang lebih didahulukan dalam pemenuhan
piutangnya dan disebut sebagai kreditur yang konkuren.
2. Ditinjau dari sudut haknya, para kreditur konkuren mempunyai hak
yang bersifat perorangan, yaitu hak yang hanya dapat dipertahankan
terhadap orang tertentu.
3. Jaminan umum timbul karena undang-undang, artinya antara para
pihak tidak diperjanjikan terlebih dahulu. Dengan demikian para
kreditur konkuren secara bersama-sama memperoleh jaminan umum
berdasarkan undang-undang.
2. Jaminan Khusus
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada pada jaminan
umum, Undang-Undang memungkinkan diadakannya jaminan khusus.
Hal ini tersirat dari Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUH Perdata) yang berbunyi Kebendaan tersebut menjadi jaminan
bersama-sama bagi orang yang mengutangkan padanya, pendapatan
penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu
menurut besar kecilnya piutang masing-masing kecuali apabila diantara
para piutang itu ada alasan-alasan yang sah didahulukan . Dengan
demikian Pasal 1132 mempunyai sifat mengatur / mengisi / melengkapi
35
(aanvullendrecht) karena para pihak diberi kesempatan untuk membuat
perjanjian yang menyimpang. Dengan kata lain ada kreditur yang
diberikan kedudukan yang lebih didahulukan dalam pelunasan
hutangnya dibanding kreditur-kreditur lainnya. Kemudian Pasal 1133
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberikan pernyataan yang
lebih tegas lagi yaitu Hak untuk didahulukan diantara orang-orang
berpiutang terbit dari hak istimewa, dari gadai, dan dari hipotek .
Jaminan Khusus dapat dibedakan menjadi dua yaitu jaminan
perorangan dan jaminan kebendaan. Jaminan perorangan dapat
dilakukan melalui perjanjian penanggungan misalnya borgtocht, garansi
dan lain sebagainya sedangkan jaminan kebendaan dapat dilakukan
melalui gadai, fidusia, hipotek, dan lain sebagainya.
Jaminan Perorangan adalah suatu perjanjian antara seorang
berpiutang atau kreditur dengan seorang ketiga yang menjamin
dipenuhinya kewajiban-kewajiban si berhutang atau debitur.
Adapun ciri-ciri dari jaminan perorangan antara lain :
1. Mempunyai hubungan langsung dengan orang tertentu.
2. Hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu.
3. Seluruh harta kekayaan debitur menjadi jaminan pelunasan hutang
misalnya borgtocht.
4. Menimbulkan hak perseorangan yang mengandung asas kesamaan atau
keseimbangan (konkuren) artinya tidak membedakan mana piutang
yang terjadi lebih dahulu dan mana piutang yang terjadi kemudian.
36
Dengan demikian tidak mengindahkan urutan terjadinya karena semua
kreditur mempunyai kekedukan yang sama terhadap harta kekayaan
debitur.
5. Jika suatu saat terjadi kepailitan, maka hasil penjualan dari benda-
benda jaminan dibagi diantara para kreditur seimbang dengan besarnya
piutang masing-masing.
Jaminan kebendaan ialah jaminan yang memberikan kepada
kreditur atas suatu kebendaan milik debitur untuk memanfaatkan benda
tersebut jika debitur melakukan wanprestasi.
Jika debitur melakukan wanprestasi maka dalam jaminan
kebendaan kreditur mempunyai hak didahulukan (preferent) dalam
pemenuhan piutangnya diantara kreditur-kreditur lainnya dari hasil
penjualan harta benda milik debitur. Dengan demikian jaminan kebendaan
mempunyai ciri-ciri yang berbeda dari jaminan perorangan.
Adapun ciri-ciri dari jaminan kebendaan antara lain :
1. Merupakan hak mutlak (absolut) atas suatu benda.
2. Kreditur mempunyai hubungan langsung dengan benda-benda tertentu
milik kreditur.
3. Dapat dipertahankan terhadap tuntutan oleh siapapun.
4. Selalu mengikuti bendanya ditangan siapapun benda itu berada (droit
de suite / Zaaksqevolg).
37
5. Mengandung asas prioritas, yaitu hak kebendaan yang lebih dulu
terjadi akan lebih diutamakan daripada yang terjadi kemudian (droit de
preference).
6. Dapat diperalihkan seperti hipotek.
7. Bersifat perjanjian tambahan (accessoir).
2.5. Asas-Asas Hukum Jaminan Kredit
Berdasarkan hasil analisis terhadap berbagai peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang jaminan maupun kajian
terhadap berbagai literatur tentang jaminan, maka ditemukan 5 asas penting
dalam hukum jaminan, sebagaimana dipaparkan sebagai berikut :
12
1. Asas publicitet, yaitu asas bahwa semua hak, baik hak tanggungan, hak
fidusia, dan hipotek harus didaftarkan. Pendaftaran ini dimaksudkan
supaya pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda jaminan tersebut
sedang dilakukan pembebanan jaminan. Pendaftaran hak tanggungan di
Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten / Kota, pendaftaran
fidusia dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia pada Kantor
Departeman Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, sedangkan pendaftaran
hipotek kapal laut dilakukan di depan pejabat pendaftar dan pencatat
balik nama, yaitu syahbandar.

12
Salim, Op. Cit., hal. 9.
38
2. Asas specialitet, yaitu bahwa hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotek
hanya dapat dibebankan atas percil atau atas barang-barang yang sudah
terdaftar atas nama orang tertentu.
3. Asas tak dapat dibagi-bagi, yaitu asas dapat dibaginya hutang tidak dapat
dibaginya hak tanggungan, hak fidusia, hipotek, dan hak gadai walaupun
telah dilakukan pembayaran sebagian.
4. Asas inbezittstelling, yaitu barang jaminan (gadai) harus berada pada
penerima gadai.
5. Asas horizontal, yaitu bangunan dan tanah bukan merupakan satu
kesatuan. Hal ini dapat dilihat dalam penggunaan hak pakai, baik tanah
negara maupun tanah hak milik. Bangunannya milik dari yang
bersangkutan atau pemberi tanggungan, tetapi tanahnya milik orang lain,
berdasarkan hak pakai.
2.6. Ruang Lingkup dan Obyek Jaminan Kredit
Ruang Lingkup dalam jaminan kredit meliputi jaminan umum
dan jaminan khusus. Jaminan Khusus dibagi menjadi dua macam, yaitu
jaminan kebendaan dan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan dibagi
menjadi jaminan benda bergerak dan tidak bergerak. Yang termasuk dalam
jaminan benda bergerak meliputi gadai dan fidusia, sedangkan jaminan
benda tidak bergerak meliputi hak tanggungan, hipotek kapal laut, dan
pesawat udara. Sedangkan jaminan perseorangan meliputi borg, tanggung-
menanggung (tanggung renteng), dan garansi bank.
39
Sebagaimana obyek jaminan hutang yang lazim digunakan dalam
suatu hutang-piutang, secara umum jaminan kredit dapat dikelompokkan
menjadi tiga kelompok, yaitu barang bergerak, barang tidak bergerak, dan
jaminan perorangan (penanggungan hutang). Berdasarkan ketentuan
Undang-Undang No. 42 Tahun 1999, barang bergerak terdiri atas yang
berwujud dan yang tidak berwujud.
Masing-masing kelompok jaminan kredit tersebut terdiri dari
bermacam jenis dan nama yang sulit untuk dirinci secara tegas. Barang
bergerak yang berupa barang berwujud, misalnya, adalah barang-barang
perhiasan, surat berharga, kendaraan bermotor, perlengkapan rumah tangga,
perlengkapan kantor, alat berat, alat transportasi laut dan sungai, alat
transportasi udara, barang persediaan, barang dagangan dan sebagainya.
Barang tidak bergerak dapat berupa tanah dan benda-benda yang
berkaitan (melekat) dengan tanah seperti rumah tinggal, gedung kantor,
gudang, hotel dan sebagainya. Barang yang tidak berwujud dapat berupa
tagihan, piutang, dan sejenisnya. Sementara itu penanggungan hutang dapat
berupa jaminan pribadi (personal guaranty) dan jaminan perusahaan
(company / corporate / guaranty). Sebagaimana penanggungan hutang itu
sendiri diatur oleh ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH
Perdata), Buku Ketiga. Penanggungan hutang lebih dikenal dalam
lingkungan perbankan dengan istilah borgtocht.
13

13
M Bahsan, Op. Cit., hal. 108.
40
2.7. Syarat-syarat dan Manfaat Benda Jaminan Kredit
Pada prinsipnya tidak semua benda jaminan dapat dijaminkan
pada lembaga perbankan dan lembaga keuangan nonbank, namun benda
yang dapat dijaminkan adalah benda-benda yang memenuhi syarat-syarat
tertentu. Syarat-syarat benda jaminan yang baik adalah :
14
1. Dapat secara mudah membantu perolehan kredit itu oleh pihak yang
memerlukannya.
2. Tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pencari kredit untuk melakukan
atau meneruskan usahanya.
3. Memberikan kepastian kepada si kreditur, dalam arti bahwa barang
jaminan setiap waktu bersedia untuk dieksekusi, bila perlu dapat mudah
diuangkan untuk melunasi hutangnya si penerima (pengambil) kredit.
Jaminan mempunyai kedudukan dan manfaat yng sangat penting
dalam menunjang pembangunan ekonomi. Karena keberadaan lembaga ini
dapat memberikan manfaat bagi kreditur dan debitur. Manfaat bagi kreditur
adalah :
1. Terwujudnya keamanan terhadap transaksi dagang yang tutup.
2. Memberikan kepastian hukum bagi kreditur.

14
J. Satrio, Op. Cit., hal. 4.
41
Bagi debitur dengan adanya benda jaminan dapat memperoleh
fasilitas kredit dari bank dan tidak khawatir dalam mengembangkan
usahanya. Keamanan modal adalah dimaksudkan bahwa kredit atau modal
yang diserahkan oleh kreditur kepada debitur tidak merasa takut atau
khawatir tidak dikembalikannya modal tersebut. Memberikan kepastian
hukum adalah memberikan kepastian bagi pihak kreditur dan debitur.
Kepastian bagi kreditur adalah kepastian untuk menerima pengembalian
pokok kredit dan bunga dari debitur. Sedangkan bagi debitur adalah
kepastian untuk mengembalikan pokok kredit dan bunga yang ditentukan.
Disamping itu, bagi debitur adalah adanya kepastian dalam berusaha.
Karena dengan modalnya yang dimilikinya dapat mengembangkan bisnisnya
lebih lanjut. Apabila debitur tidak mampu dalam mengembalikan pokok
kredit dan bunga, maka kreditur dapat melakukan eksekusi terhadap benda
jaminan.
2.8. Jenis-Jenis Jaminan Kredit
2.8.1 Hak Tanggungan
A. Pengertian Hak Tanggungan
Hak Tanggungan menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas
Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah
adalah Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah
sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5
42
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu
kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang tertentu, yang
memberikan kekedudukan yang diutamakan kepada kreditur
tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya.
15
B. Subyek Hak Tanggungan
Subyek hak tanggungan diatur dalam Pasal 8 sampai
dengan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan. Dalam Kedua Pasal itu ditentukan bahwa yang
dapat nenjadi subyek hukum dalam pembebanan hak tanggungan
adalah pemberi hak tanggungan dan pemegang hak tanggungan.
Pemberi hak tanggungan dapat perorangan atau badan hukum,
yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan
hukum terhadap obyek hak tanggungan. Pemegang hak
tanggungan terdiri dari perorangan atau badan hukum, yang
berkedudukan sebagai pihak berpiutang. Biasanya dalam praktek
pemberi hak tanggungan disebut dengan debitur, yaitu orang
meminjamkan uang di lembaga perbankan, sedangkan penerima
hak tanggungan disebut dengan istilah kreditur, yaitu orang atau
badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak berpiutang.


15
Indonesia, Undang-Undang Hak Tanggungan, UU No. 4 Tahun 1996, Pasal 1 ayat 1.
43
C. Obyek Hak Tanggungan
Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan
ketentuan mengenai Credietverband dalam Staatsblad 1908-542
sebagaimana telah diubah dengan Staatsblad 1937-190, telah
diatur tentang obyek hipotek dan Credietverband yang meliputi
Hak Milik (Eigendom), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak
Guna Usaha (HGU).
Obyek hipotek dan Credietverband hanya meliputi hak-
hak atas tanah saja tidak meliputi benda-benda yang melekat
dengan tanah, seperti bangunan, tanaman segala sesuatu di atas
tanah. Namun, dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996,
tidak hanya pada ketiga hak atas tanah tersebut yang menjadi
obyek hak tanggungan. Dalam Pasal 4 sampai 7 Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1996 telah ditunjuk secara tegas hak atas tanah
yang dapat dijadikan jaminan hutang. Ada lima jenis hak atas
tanah yang dapat dijaminkan dengan hak tanggungan, antara lain
Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai
baik hak milik maupun hak atas negara, dan hak atas tanah
berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau
akan ada merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut dan
merupakan hak milik pemegang hak atas tanah yang
pembebannya dengan tegas dan dinyatakan didalam akta
pemberian hak atas tanah yang bersangkutan.
44
D. Hapusnya Hak Tanggungan
Hapusnya hak tanggungan diatur dalam Pasal 18
sampai dengan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996.
Yang dimaksud dengan hapusnya hak tanggungan adalah tidak
berlakunya lagi hak tanggungan. Ada empat sebab hapusnya hak
tanggungan, yaitu :
1. Hapusnya hutang yang dijamin dengan hak tanggungan.
2. Dilepaskan hak tanggungan oleh pemegang hak tanggungan.
3. Pembersihan hak tanggungan berdasarkan penetapan
peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri.
4. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan.
E. Eksekusi Hak Tanggungan
Eksekusi adalah pelaksanaan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Yang dapat dieksekusi
adalah salinan putusan dan grosse akta (salinan pertama dari akta
autentik). Grosse akta dapat dieksekusi karena memuat titel
eksekutorial, sehingga grosse akta disamakan dengan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, yang
memuat titel eksekutorial dengan demikian dapat dieksekusi.
Eksekusi hak tanggungan diatur dalam Pasal 20 sampai
dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996. Latar
belakang lahirnya eksekusi adalah disebabkan pemberi hak
45
tanggungan atau debitur tidak melaksanakan prestasinya
sebagaimana mestinya, walaupun yang bersangkutan telah
diberikan somasi tiga kali berturut-turut oleh kreditur. Dalam
Pasal 20 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 diatur tentang
tata cara eksekusi hak tanggungan. Eksekusi hak tanggungan
dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu :
1. Hak pemegang hak tanggungan pertama untuk menjual hak
tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum.
Hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan
sendiri merupakan salah satu perwujudan dari kedudukan
diutamakan yang dipunyai oleh pemegang hak tanggungan
atau pemegang hak tanggungan pertama dalam hal terdapat
lebih dari pemegang hak tanggungan. Hak tersebut
didasarkan pada janji yang diberikan oleh pemberi hak
tanggungan.
2. Eksekusi atas eksekutorial yang terdapat dalam Sertifikat Hak
Tanggungan, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 14
ayat 2. Irah-irah (kepala keputusan) yang dicantumkan pada
sertifikat hak tanggungan dimaksudkan untuk menegaskan
adanya kekuatan eksekutorial pada sertifikat hak tanggungan.
3. Eksekusi di bawah tangan adalah penjualan obyek hak
tanggungan yang dilakukan oleh pemberi hak tanggungan,
46
berdasarkan kesepakatan dengan pemegang hak tanggungan,
jika dengan cara ini akan diperoleh harga yang tertinggi.
F. Pencoretan (Roya) Hak Tanggungan
Roya hak tanggungan diatur dalam Pasal 22 Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1996. Roya adalah pencoretan hak
tanggungan pada buku hak atas tanah dan sertifikat. Apabila hak
tanggungan hapus, maka Kantor Pertanahan melakukan roya
(pencoretan) catatan hak tanggungan pada buku tanah hak atas
tanah dan sertifikatnya. Sertifikat hak tanggungan tidak berlaku
oleh Kantor Pertanahan. Apabila sertifikat karena sesuatu sebab
tidak dikembalikan kepada Kantor Pertanahan, hal tersebut
dicatat pada buku tanah hak tanggungan.
Permohonan pencoretan dilakukan oleh pihak yang
berkepentingan dengan melampirkan, hal-hal sebagai berikut :
1. Sertifikat hak tanggungan yang telah diberi catatan oleh
kreditur bahwa hak tanggungan hapus karena piutangnya
telah lunas atau
2. Pernyataan tertulis dari kreditur bahwa hak tanggungan telah
hapus karena piutang yang dijamin dengan hak tanggungan
telah lunas atau kreditur melepaskan hak tanggungan yang
bersangkutan.
47
2.8.2 Jaminan Fidusia
A. Pengertian Jaminan Fidusia
Jaminan Fidusia menurut Pasal 1 angka 2 Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia adalah
Hak Jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun
yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya
bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan
sebagaimana yang dimaksud di dalam Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam
penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan uang
tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.
16
B. Obyek Dan Subyek Jaminan Fidusia
Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 42 Tahun
1999 tentang Jaminan Fidusia, maka yang menjadi obyek
jaminan fidusia adalah benda bergerak yang terdiri dari benda
dalam persediaan (inventory), benda dagangan, piutang, peralatan
mesin, dan kendaraan bermotor. Tetapi dengan berlakunya
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia,
maka obyek jaminan fidusia diberikan pengertian yang luas.


16
Indonesia, Undang-Undang Jaminan Fidusia, UU No. 42 Tahun 1999, Pasal 1 angka 2.
48
Berdasarkan undang-undang ini, obyek jaminan fidusia dibagi
dua macam, yaitu :
1. Benda bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak
berwujud, dan
2. Benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak
dibebani hak tanggungan.
Yang dimaksud dengan bangunan yang tidak dibebani
hak tanggungan disini dalam kaitannya dengan bangunan rumah
susun, sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor
16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. Subyek dari jaminan
fidusia adalah pemberi dan penerima fidusia. Pemberi Fidusia
adalah orang perorangan atau korporasi pemilik benda yang
menjadi obyek jaminan fidusia, sedangkan penerima fidusia
adalah orang perorangan atau korporasi yang mempunyai piutang
yang pembayarannya dijamin dengan jaminan fidusia.
C. Hapusnya Dan Roya Jaminan Fidusia
Yang dimaksud dengan hapusnya jaminan fidusia
adalah tidak berlakunya lagi jaminan fidusia. Ada tiga sebab
hapusnya jaminan fidusia, yaitu :
49
1. Hapusnya hutang yang dijamin dengan fidusia. Yang
dimaksud hapusnya hutang adalah antara lain karena
pelunasan, dan bukti hapusnya hutang berupa keterangan
yang dibuat oleh kreditur.
2. Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia,
atau
3. Musnahnya benda yang menjadi obyek jaminan fidusia.
Musnahnya benda jaminan fidusia tidak menghapuskan klaim
asuransi.
Apabila hutang dari pemberi fidusia telah dilunasi
olehnya, menjadi kewajiban penerima fidusia, kuasanya, atau
wakilnya untuk memberitahukan secara tertulis kepada Kantor
Pendaftaran Fidusia mengenai hapusnya jaminan fidusia
disebabkan karena hapusnya hutang pokok. Pemberitahuan
dilakukan paling lambat 7 hari setelah hapusnya jaminan fidusia
yang bersangkutan dengan dilampiri dengan dokumen
pendukung tentang hapusnya jaminan fidusia. Dengan
diterimanya surat pemberitahuan tersebut, maka ada 2 hal yang
dilakukan Kantor Pendaftaran Fidusia, yaitu :
1. Pada saat yang sama mencoret pencatatan jaminan fidusia,
dan
50
2. Pada tanggal yang sama dengan tanggal pencoretan jaminan
fidusia dari buku daftar fidusia, Kantor Pendaftaran Fidusia
menerbitkan surat keterangan yang menyatakan Sertifikat
jaminan fidusia yang bersangkutan tidak berlaku lagi .
D. Eksekusi Jaminan Fidusia
Eksekusi Jaminan Fidusia diatur dalam Pasal 29 sampai
dengan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang
Jaminan Fidusia. Yang dimaksud dengan eksekusi jaminan
fidusia adalah penyitaan dan penjualan benda yang menjadi
obyek jaminan fidusia. Yang menjadi penyebab timbulnya
eksekusi jaminan fidusia ini adalah karena debitur atau pemberi
cedera janji atau tidak memenuhi prestasinya tepat pada
waktunya kepada penerima fidusia, walaupun telah diberikan
somasi. Ada 4 cara eksekusi benda jaminan fidusia, yaitu :
1. Pelaksanaan titel eksekutorial oleh penerima fidusia. Yang
dimaksud dengan titel eksekutorial (alas hak eksekusi), yaitu
tulisan yang mengandung pelaksanaan putusan pengadilan,
yang memberikan dasar untuk penyitaan dan lelang sita
(excecutorial verkoop) tanpa perantaraan Hakim.
51
2. Penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas
kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui pelelangan umum
serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan;
dan
3. Penjualan dibawah tangan yang dilakukan berdasarkan
kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara
demikian dapat diperoleh harga yang tertinggi yang
menguntungkan para pihak. Penjualan ini dilakukan setelah
lewat waktu 1 bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh
pemberi dan penerima fidusia kepada pihak yang
berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam 2 surat
kabar yang beredar didaerah yang bersangkutan (Pasal 29
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia).
Untuk melaksanakan eksekusi terhadap objek jaminan
fidusia maka pemberi fidusia wajib menyerahkan benda yang
menjadi objek jaminan fidusia. Apabila benda yang menjadi
objek jaminan fidusia terdiri atas benda perdagangan atau efek
yang dapat dijual dipasar atau di bursa, penjualan dapat
dilakukan ditempat-tempat tersebut sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Ada dua kemungkinan dari
hasil pelelangan atau penjualan barang jaminan fidusia, yaitu :
52
1. Hasil eksekusi melebihi nilai jaminan, penerima fidusia wajib
mengembalikan kelebihan tersebut kepada pemberi fidusia.
2. Hasil eksekusi tidak mencukupi untuk pelunasan hutang,
debitur atau pemberi fidusia tetap bertanggung jawab atas
hutang yang belum dibayar.
2.8.3 Hipotek
A. Pengertian Hipotek
Hipotek menurut Pasal 1162 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUH Perdata) adalah suatu hak kebendaan atas
benda-benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian
daripadanya bagi pelunasan bagi suatu perikatan.
B. Subyek dan Obyek Hipotek
Ada dua pihak yang berkaitan dalam perjanjian
pembebanan hipotek, yaitu pemberi hipotek (hypotheekgever)
dan penerima hipotek. Pemberi hipotek adalah mereka yang
sebagai jaminan memberikan suatu hak kebendaan / zakelijke
recht (hipotek), atas bendanya yang tidak bergerak, biasanya
mereka mengadakan suatu hutang yang terikat pada hipotek,
tetapi hipotek atas beban pihak ketiga. Penerima hipotek disebut
juga hypotheekbank, hypotheekhouder atau hypotheeknemer.
Hypotheekhouder atau Hypotheeknemer, yaitu pihak yang
53
menerima hipotek, pihak yang meminjamkan uang di bawah
ikatan hipotek. Biasanya yang menerima hipotek ini adalah
lembaga perbankan dan atau lembaga keuangan nonbank.
17
Hypotheekbank adalah lembaga kredit dengan jaminan
tanah, bank yang khusus memberikan pinjaman uang untuk
benda tidak bergerak, kapal laut, kapal terbang dan dari segi lain
yang mengeluarkan surat-surat gadai. Obyek hipotek diatur Pasal
1164 KUH Perdata. Obyek hipotek, yaitu :
18
1. Benda-benda tak bergerak yang dapat dipindahtangankan
beserta segala perlengkapannya.
2. Hak pakai hasil atas benda-benda tersebut beserta segala
perlengkapannya.
3. Hak numpang karang dan hak usaha.
4. Bunga tanah, baik yang dibayar dengan uang maupun yang
harus dibayar dengan hasil tanah.
5. Pasar-pasar yang diakui oleh pemerintah, beserta hak-hak asli
merupakan yang melekat padanya.
Yang termasuk benda-benda tak bergerak adalah hak
atas tanah, kapal laut, dan pesawat terbang. Hak atas tanah terdiri
dari Hak Milik, Hak Guna Bangunan, dan Hak Guna Usaha.
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang


17
Salim, Op. Cit., hal. 200.

18
Ibid
54
Hak Tanggungan, maka hipotek atas tanah tidak berlaku lagi,
tetapi yang digunakan dalam pembebanan hak atas tanah tersebut
adalah hak tanggungan. Sedangkan benda tidak bergerak, seperti
kapal laut tetap berlaku ketentuan-ketentuan tentang hipotek
sebagaimana yang diatur dalam Buku II Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUH Perdata). Ukuran kapal lautnya 20 m
3
(dua puluh meter kubik), sedangkan di bawah itu berlaku
ketentuan tentang jaminan fidusia. Benda-benda yang tidak dapat
dibebani hipotek :
1. Benda bergerak.
2. Benda dari orang yang belum dewasa.
3. Benda-benda dari orang yang berada di bawah pengampuan
dan
4. Benda dari orang-orang yang tak hadir selama penguasaan
atas benda-bendanya hanya dapat diberikan untuk sementara
waktu.
C. Asas-asas Hipotek
Ada dua asas yang terkandung di dalam Hipotek adalah
sebagai berikut :
1. Asas Publiciteit
Asas Publiciteit berarti bahwa pengikatan hipotek harus
didaftarkan dalam Register Umum agar masyarakat
55
khususnya pihak ketiga dapat mengetahuinya. Pendaftaran
yang dimaksud adalah pendaftaran akte hipotek pada Pejabat
Kantor Badan Pertanahan Nasional. Namun setelah
berlakunya Undang-Undang Hak Tanggungan otomatis
Hipotek tidak lagi didaftarkan pada Kantor Pertanahan
Nasional.
2. Asas Specialiteit
Asas Specialiteit yaitu asas yang menghendaki, bahwa
hipotek hanya dapat dijadikan atas benda-benda yang
ditunjukkan secara khusus untuk dipakai sebagai tanggungan.
D. Hapusnya Hipotek
Hapusnya hipotek adalah tidak berlaku lagi hipotek
yang dibebankan atas kapal laut. Di dalam Pasal 1209 KUH
Perdata diatur tentang hapusnya hipotek. Hapusnya hipotek
karena 3 hal, yaitu :
1. Hapusnya perikatan pokoknya.
2. Pelepasan hipotek oleh kreditur dan
3. Pengaturan urutan tingkat oleh pengadilan.
E. Pencoretan (Roya) Akta Hipotek Kapal Laut
Roya atas akta hipotek kapal laut erat kaitannya dengan
pelunasan kredit oleh debitur. Apabila kredit sudah dibayar /
56
lunas, kreditur mengajukan surat permohonan untuk dilakukan
roya kepada pejabat pendaftar dan pencatat balik nama kapal
yang menerbitkan akta hipotek tersebut. Misalnya, yang
membuat akta hipotek tersebut adalah Pejabat pendaftar dan
pencatat balik nama kapal yang berkedudukan di Mataram, maka
tempat royanya pun pada pejabat pendaftar dan pencatat balik
nama kapal yang berkedudukan di Mataram. Surat permohonan
tersebut harus dilampirkan dengan grosse akta hipotek asli.
Pelaksanaan roya adalah membuat catatan roya pada grosse akta
hipotek asli dan membuat catatan roya pada daftar induk.
2.8.4 Penanggungan (borg)
A. Pengertian Penanggungan
Penanggungan menurut Pasal 1850 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) adalah suatu perjanjian,
dimana pihak ketiga, demi kepentingan kreditur, mengikatkan
dirinya untuk memenuhi perikatan debitur, bila debitur itu tidak
memenuhi perikatannya.
B. Tujuan dan isi Penanggungan
Tujuan dan isi Penanggungan adalah memberikan
jaminan untuk dipenuhinya perutangan dalam perjanjian pokok.
Adanya penanggungan itu dikaitkan dengan perjanjian pokok,
57
mengabdi pada perjanjian pokok. Maka dapat disimpulkan
bahwa perjanjian penanggungan itu bersifat accessoir.
19
C. Sifat dari Penanggungan
Sifat dari perjanjian Penanggungan hutang adalah
bersifat accessoir (tambahan), sedangkan perjanjian pokoknya
adalah perjanjian kredit atau perjanjian pinjam uang antara
debitur dan kreditur. Di tinjau dari sudut cara pemenuhannya
adalah bersifat subsidair. Hal ini disimpulkan dari ketentuan
Pasal 1820 KUH Perdata yang menyatakan bahwa Penanggung
mengikatkan diri untuk memenuhi perutangan debitur, manakala
si debitur sendiri tidak memenuhinya .
D. Akibat-akibat Hukum antara Penanggung dan Kreditur
Pada prinsipnya, penanggung hutang tidak wajib
membayar hutang debitur kepada kreditur, kecuali jika debitur
lalai membayar hutangnya. Untuk membayar hutang debitur
tersebut, maka barang kepunyaan debitur harus disita dan dijual
terlebih dahulu untuk melunasi hutangnya (Pasal 1831 KUH
Perdata).


19
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Op. Cit., hal. 81.
58
Penanggungan tidak dapat menuntut supaya barang
milik debitur lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi
hutangnya, jika
1. Ia (penanggung hutang) telah melepaskan hak istimewanya
untuk menuntut barang-barang debitur lebih dahulu disita dan
dijual.
2. Ia telah mengikatkan dirinya bersama-sama dengan debitur
utama secara tanggung menanggung dalam hal itu akibat-
akibat perikatannya diatur menurut asas-asas yang telah
ditetapkan untuk perutangan tanggung menanggung.
3. Debitur dapat mengajukan suatu eksepsi yang hanya
mengenai dirinya sendiri secara pribadi.
4. Debitur dalam keadaan pailit dan
5. Dalam hal penanggungan yang diperintahkan hakim.
E. Akibat-akibat Hukum antara Penanggung dan Debitur
Hubungan hukum antara penanggung dan debitur
adalah erat kaitannya dengan telah dilakukannya pembayaran
hutang debitur kepada kreditur. Untuk itu, pihak penanggung
menuntut kepada debitur supaya membayar apa yang telah
dilakukan oleh penanggung kepada kreditur. Di samping
penanggung hutang juga berhak untuk menuntut :
59
1. Pembayaran ongkos perkara yaitu ongkos perkara yang telah
dibayar oleh penggugat karena dia digugat oleh kreditur
untuk memenuhi hutang debitur.
2. Pembayaran bunga yaitu bunga terhadap hutang pokok yang
telah dibayar oleh penanggung.
3. Pembayaran kerugian yaitu penanggung berhak untuk
menuntut pengganti kerugian yang lain yang dideritanya
sebagai akibat pemenuhan perutangan dalam penanggungan.
F. Hapusnya Penanggungan
Hapusnya penanggungan hutang diatur dalam Pasal
1845 sampai dengan Pasal 1850 KUH Perdata. Di dalam Pasal
1845 KUH Perdata disebutkan bahwa perikatan yang timbul
karena penanggungan, hapus karena sebab-sebab yang sama
dengan menyebabkan berakhirnya perikatan lainnya.
20
Di dalam Pasal 1381 KUH Perdata ditentukan 10 cara
berakhirnya perjanjian penanggungan hutang, yaitu pembayaran;
penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau
penitipan; pembaruan hutang; kompensasi; pencampuran hutang;
pembebasan hutang; musnahnya barang yang terhutang;
kebatalan atau pembatalan; dan berlakunya syarat pembatalan.


20
Salim, Op. Cit., hal. 221.
60
2.9 2.8.5 Tanggung Menanggung
Pada perutangan tanggung menanggung atau perutangan
tanggung renteng terdapat hak yang bersifat memberi jaminan bagi
kreditur. Karena pada perutangan tanggung renteng di mana ada
beberapa debitur yang wajib membayar untuk seluruh prestasi
kreditur merasa terjamin pemenuhan piutangnya. Yang dimaksud
tanggung renteng yang bersifat memberi jaminan adalah tanggung
renteng yang pasif, yaitu di mana dalam perutangan tersebut dalam
terdapat beberapa orang debitur yang wajib berprestasi.
Kebalikannya ialah tanggung renteng aktif di mana dalam
perutangan tersebut terdapat beberapa kreditur yang berhak atas
prestasi. Perutangan tanggung renteng timbul karena diperjanjikan
atau karena ketentuan undang-undang.
Dalam tanggung renteng pasif menimbulkan dua macam
akibat hubungan hukum antara lain hubungan hukum yang bersifat
extern yaitu hubungan hukum antara para debitur dengan pihak lain
(kreditur). Dan hubungan hukum yang bersifat intern yaitu hubungan
hukum antara sesama debitur yang satu dengan lainnya.
21
Dalam hubungan hukum yang bersifat extern berakibat
bahwa masing-masing debitur bertanggung jawab untuk seluruh
prestasi terhadap kreditur. Kreditur berhak untuk meminta


21
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-Pokok Hukum
Jaminan Dan Jaminan Perorangan, (Yogyakarta : Badan Pembinaan Nasional Departeman
Kehakiman, 1980), hal. 71.
61
pemenuhan prestasi dengan memilih dari salah satu seorang debitur,
tetapi dapat juga menuntut pemenuhan prestasi dari semuanya.
Pemenuhan seluruh prestasi oleh salah seorang debitur
membebaskan debitur-debitur lainnya. Sedangkan hubungan hukum
intern antara sesama debitur, menimbulkan hak bagi debitur yang
telah memenuhi seluruh prestasi untuk menuntut pembayaran
kembali dari para debitur lainnya.
2.10 2.8.6 Perjanjian Garansi
Dalam perjanjian garansi sebagaimana diatur dalam Pasal
1316 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi
Seseorang boleh menanggung seorang pihak ketiga dan menjanjikan
bahwa pihak ketiga akan berbuat sesuatu, tetapi hal ini tidak
mengurangi tuntutan ganti rugi terhadap penanggung atau orang
yang berjanji itu, jika pihak ketiga tersebut menolak untuk
memenuhi perjanjian itu . Contoh perjanjian di mana si A berjanji
kepada B untuk menanggung bahwa pihak ketiga akan berbuat
sesuatu. Figur yang dimaksudkan ini adalah menanggung atau
menjamin pihak ketiga dan Zich voor een derde sterk maken of
instaan yaitu memperkuat atau bertanggung jawab guna
kepentingan pihak ketiga.
22


22
Ibid., hal. 74.
62
Contoh dari perjanjian garansi sebagaimana terdapat di
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) ialah dalam
Hukum Wesel (Pasal 108 KUHD). Di mana terdapat ketentuan
bahwa si penerbit wesel menanggung akseptasi dan pembayarannya.
Jadi dalam Pasal 1316 KUH Perdata dapat disimpulkan bahwa
tentang berbuat atau tidak berbuatnya pihak ketiga itu dapat dijamin /
ditanggung.

63

Vous aimerez peut-être aussi