Mulawarman Scientifie, Volume 9, Nomor 1, April 2010 ISSN 1412-498X
FMIPA Universitas Mulawarman 17
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID PADA FRAKSI ETIL ASETAT DARI DAUN TUMBUHAN SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz & Pav) ISOLATION AND IDENTIFICATION FLAVONOID COMPOUNDS AT ETHYL ACETATE FRACTION FROM THE LEAF OF (Piper crocatum Ruiz & Pav) Daniel Jurusan Kimia FMIPA Universitas Mulawarman Jl. Barong Tongkok No.4 Kampus Gn. Kelua Samarinda. Telp. 0541-749152 ABSTRACT. The purpose of this research were for isolating flavonoid compound from the leaf of Piper crocatum Ruiz & Pav and identifying flavonoid compound with colour test, Rf, melting point, UV Vis spectrum and IR spectrum. Extraction of 250 gram powder of the leaf of Piper crocatum Ruiz & Pav with methanol yielded 44,9409 gram of deep brown of crude methanol extract. The crude methanol extract was fractionated with n-hexane and then ethyl acetate yielded gave 4,07 gram ethyl acetate fraction. Phytochemical testing of ethyl acetate fraction gave positive result for flavonoid compound. Separation of flavonoid compound in ethyl acetate fraction was chromatography on silica gel (35 70 mesh) column that solvent with that isocratic methode and gave 13 fractions. The 4 th fraction gave the one orange fluoroscence spot in UV lamp = 365 nm with spot appearance sitroborat acid. Purification by recrystallization of 4 th fraction gave the green crystal with retention factor (Rf) 0,24 that solvent n-hexane : ethyl acetate (20:80), whereas Rf in ethyl acetate 0,30 and methanol 0,35. Isolated compound has melting point at 150-156 o C, UV (MeOH) maks nm : 269; 418, IR maks cm -1 : 3070,68; 2924,09; 2854,65; 1728; 1604,77; 1265,30; 1118,71. This flavonoid compound is predictioned as auron group. Keywords : Piper crocatum Ruiz & Pav, Isolation, Flavonoid PENDAHULUAN Penggunaan bahan alam, baik sebagai obat maupun tujuan lain cenderung meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature serta krisis berkepanjangan yang mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat. Obat tradisonal atau tumbuhan obat banyak digunakan masyarakat menengah ke bawah terutama dalam upaya pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan (kuratif), pemulihan kesehatan (rehabilitatif) serta peningkatan kesehatan (promotif). Sementara ini banyak orang beranggapan bahwa penggunaan tumbuhan obat atau obat tradisonal relatif lebih aman dibandingkan obat sintesis. Walaupun demikian bukan berarti tumbuhan obat atau obat tradisonal tidak memiliki efek samping yang merugikan, bila penggunaannya belum tepat. Agar Daniel Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavanoid FMIPA Universitas Mulawarman 18 penggunaanya optimal, perlu diketahui informasi yang memadai tentang kelebihan dan kelemahan serta kemungkinan penyalahgunaan obat tradisonal atau tumbuhan obat. Dengan informasi yang cukup diharapkan masyarakat lebih cermat untuk memilih dan menggunakan suatu produk obat tradisional atau tumbuhan obat dalam upaya kesehatan (Pramono, 2004). Tumbuhan sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) termasuk dalam famili Piperaceae, tumbuh merambat dengan bentuk daun menyerupai hati dan bertangkai, yang tumbuh berselang-seling dari batangnya serta penampakan daun yang berwarna merah keperakan dan mengkilap. Dalam daun sirih merah terkandung senyawa fitokimia yakni alkoloid, saponin, tanin dan flavonoid (Manoi, 2007). Penggunaan sirih merah dapat digunakan dalam bentuk segar maupun ekstrak kapsul. Secara empiris sirih merah dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit seperti diabetes mellitus, peradangan akut pada organ tubuh tertentu, luka yang sulit sembuh, kanker payudara dan kanker rahim, leukemia, TBC, radang pada lever, ambeien, jantung koroner, darah tinggi, dan asam urat (Sudewo, 2005). Hasil uji praklinis pada tikus dengan pemberian ekstrak hingga dosis 20 g/kg berat badan, aman dikonsumsi dan tidak bersifat toksik. Sirih merah banyak digunakan pada klinik herbal center sebagai ramuan atau terapi bagi penderita yang tidak dapat disembuhkan dengan obat sintesis. Potensi sirih merah sebagai tumbuhan obat multi fungsi sangat besar sehingga perlu ditingkatkan dalam penggunaannya sebagai bahan obat modern (Manoi, 2007). Dalam rangka usaha pengembangan dan pemanfaatan tumbuhan sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) sebagai obat tradisonal yang telah digunakan secara luas oleh masyarakat, maka perlu dilakukan penelitian untuk pendayagunaan potensi sumber daya alam. Penelitian ini didasarkan pada penelitian kromatogram (Uji pendahuluan) yang telah dilakukan oleh Andayana Puspita, Apt., dari Biologi Farmasi UGM Yogyakarta yang menguraikan bahwa terdapat senyawa metabolit sekunder Flavonoid pada daun tumbuhan sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav). Senyawa flavonoid dapat dimanfaatkan sebagai obat kanker, penyakit paru paru, ginjal, kanker, memperlancar peredaran darah dan menghambat pendarahan. Oleh karena itu perlu dilakukan isolasi senyawa flavonoid pada daun tumbuhan sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav), untuk mengetahui golongan flavonoid apa yang terdapat pada daun tumbuhan sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav), yang bertujuan untuk mengetahui metode isolasi senyawa flavonoid yang bersumber dari daun tumbuhan sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) pada fraksi etil asetat dan untuk mengetahui golongan senyawa flavonoid apakah yang terdapat pada daun tumbuhan sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav). METODOLOGI PENELITIAN A. Alat Alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol kaca gelap 2,5 Liter, pompa vakum, neraca analitik, shaker bath, rotary evaporator, corong pisah, oven, kolom kromatografi, vial, alat alat gelas, plat kromatografi lapis tipis, lampu UV 365 Mulawarman Scientifie, Volume 9, Nomor 1, April 2010 ISSN 1412-498X FMIPA Universitas Mulawarman 19 nm, Melting point apparatus, spektrofotometer Fourier Transform Inframerah spektrum 1000 dan spektrofotometer UV Vis. B. Bahan Bahan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav), serbuk Mg, asam klorida pekat, metanol, n- heksana, etil asetat, asam asetat glacial, asam sitroborat, iodin, silika gel 60 (35 70 mesh), silika gel 60 GF 254 , kertas saring, kapas, alumunium foil dan aquadest. C. Prosedur Penelitian Ekstraksi dan Fraksinasi Flavonoid Ekstraksi senyawa flavonoid yang terdapat dalam tumbuhan dengan sampel daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) yang telah dihaluskan sebanyak 250 gram dimaserasi yaitu direndam dengan menggunakan pelarut metanol 10 x 1000 mL dan disimpan ditempat yang terlindung cahaya matahari sambil sekali kali dikocok (Shaker). Maserasi dilakukan berulang kali sampai diperoleh larutan yang bening yang menandakan hasil yang negatif terhadap flavonoid. Hasil maserasi disaring dan dipekatkan dengan rotary evaporator. Ekstrak yang diperoleh disebut sebagai ekstrak pekat metanol. Kemudian dilakukan proses fraksinasi terhadap ekstrak pekat metanol tersebut berdasarkan pada perbedaan kepolaran pelarut organik. Fraksinasi untuk masing masing fraksi dilakukan berulang kali, sampai warna pelarut pada fraksi yang diinginkan bening. Caranya adalah sebagai berikut; ekstrak kasar (ekstrak pekat metanol) dilarutkan dalam pelarut metanol air (6 : 4), kemudian fraksinasi dengan pelarut n - heksana dengan perbandingan 1 : 1(v/v). Fraksinasi dilakukan dengan corong pisah, sehingga diperoleh 2 fraksi, yaitu fraksi n heksana dan fraksi metanol - air. Kemudian dilanjutkan dengan fraksinasi antara fraksi metanol air dengan pelarut etil asetat dengan perbandingan 1 : 1. Sehingga dihasilkan 3 fraksi, yaitu fraksi metanol air, fraksi etil asetat dan fraksi n heksana. Pada fraksi etil asetat dilakukan uji fitokimia untuk mengetahui ada tidaknya senyawa flavonoid, kemudian fraksi etil asetat ini dipekatkan dengan rotary evaporator. Pemisahan dan Pemurnian Flavonoid Dari hasil uji fitokimia yang dilakukan, dapat diketahui pada fraksi etil asetat mengandung senyawa flavonoid. Kemudian fraksi etil asetat dilakukan uji KLT untuk mencari komposisi eluen yang baik dengan cara melihat hasil pemisahan noda yang ada. Komposisi dari eluen yang digunakan, dan penampak noda yang digunakan adalah uap iodin. Penampak noda iodin merupakan pereaksi lokasi umum untuk senyawa organik, untuk senyawa tak jenuh akan memberikan noda noda yang tak berwarna, tetapi banyak senyawa organik yang jenuh akan menimbulkan noda noda berwarna coklat. Semua warna ini akan cepat hilang dibiarkan diatmosfer (Sastrohamidjojo, 2001). Dimana komposisi eluen tersebut akan digunakan sebagai fase gerak pada proses selanjutnya, yaitu n-heksan 100 %, n-heksana dan etil asetat dengan perbandingan 90:10; 80:20; 70:30; 60:40; 1;1; 40:60; 30:70; 20:80; 10:90 dan etil aetat 100% pada kromatografi kolom. Daniel Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavanoid FMIPA Universitas Mulawarman 20 Fraksi etil asetat lalu dikromatografi kolom dengan fase gerak n-heksana : etil asetat (20:80) dan fase diam silika gel 60 (35 70 mesh). Silika gel disuspensikan lebih dahulu dengan n heksana : etil asetat (20:80) dimasukkan ke dalam kolom yang dasarnya telah diberi kapas. Kemudian didiamkan selama satu malam. Ekstrak dari fraksi etil asetat dilarutkan dengan sedikit etil asetat, yang kemudian disebut preadsorbsi. Hasil preadsorbsi dimasukkan ke dalam kolom, dielusi dengan n heksana dan etil asetat (20:80) secara bertahap (Hostettmann, 1995). Hasil dari kromatografi kolom yang telah didapatkan ditampung didalam vial masing masing 10 mL, selanjutnya diamati dengan KLT dengan eluen n heksana : etil asetat (20:80) dan penampak noda digunakan asam sitroborat dan diamati dengan lampu UV = 365 nm (Pramono, 1989). Dengan adanya fraksi yang memberikan noda dengan harga Rf yang sama dapat digabungkan. Fraksi gabungan diangin anginkan selama seminggu agar pekat dan mudah terdeteksi pada saat KLT. Fraksi yang positif mengandung senyawa flavonoid dan memberikan noda tunggal pada kromatogram, dimurnikan melalui rekristalisasi. Hasil rekristalisasi diamati dengan KLT menggunakan berbagai eluen. Pelarut dari kristal yang telah diperoleh dipisahkan dan kristal disimpan dalam desikator. Identifikasi Senyawa Flavonoid Senyawa flavonoid yang diperoleh dikarakterisasi dengan titik leleh, Spektroskopi UV Vis dan IR. Penentuan titik leleh, Spektroskopi FT IR dan spektroskopi UV Vis dari senyawa isolat dikirim ke Laboratorium Kimia Organik UGM Yogyakarta. Titik leleh dari kristal dapat ditentukan dengan pemanasan kristal. Kristal ditempatkan pada alat yang telah tersedia kemudian suhu dari kristal disaat mulai meleleh diamati sampai suhu dimana semua kristal telah habis meleleh. Spektrum senyawa isolat untuk UV Vis ditentukan dalam larutan etil asetat. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Ekstraksi daun tumbuhan sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) dilakukan dengan cara maserasi 250 gram serbuk daun tumbuhan sirih merah kering menggunakan pelarut metanol, sehingga diperoleh ekstrak kasar metanol. Ekstrak kasar metanol difraksinasi menggunakan pelarut metanol air, etil asetat, n-heksana. Kemudian dihasilkan tiga fraksi, yaitu fraksi metanol air, fraksi etil asetat dan fraksi n-heksana. Setelah itu dilakukan penentuan perbandingan eluen untuk kromatografi kolom dengan uji KLT dan didapatkan pemisahan terbaik pada perbandingan eluen (20 : 80) n- heksana dan etil asetat. Sebanyak 2 gram ekstrak dari daun tumbuhan sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) dari fraksi etil asetat di kromatografi kolom dengan metode Isokratik dan diperoleh 155 vial. Vial vial tersebut masing masing dimonitoring dengan KLT menggunakan eluen n-heksana : etil asetat (20 : 80) dan diamati dibawah lampu UV, = 365 nm setelah diberi penampak noda asam sitroborat. Vial vial yang memiliki Rf yang sama digabungkan ke dalam satu fraksi sehingga diperoleh 13 fraksi. Fraksi 4 memberikan satu flurosensi warna orange setelah diberi penampak noda asam sitroborat yang menunjukkan adanya senyawa flavonoid dan memiliki hasil sebesar 0,02 Mulawarman Scientifie, Volume 9, Nomor 1, April 2010 ISSN 1412-498X FMIPA Universitas Mulawarman 21 gram. Setelah dimurnikan diperoleh kristal senyawa isolat berwarna hijau sebesar 0,01 gram. Pada uji KLT senyawa isolat memiliki nilai Rf 0,24 dengan eluen n-heksana : etil asetat (20 : 80) sedangkan nilai Rf pada metanol 0,35 dan Rf pada etil asetat 0,30. Titik leleh senyawa flavonoid hasil isolasi adalah 150 156 0 C. Hasil spektrum UV Vis kristal senyawa hasil isolasi memberikan serapan pada panjang gelombang 269 nm dan 418 nm. Sedangkan hasil spektrum inframerah memberikan serapan pada angka gelombang (cm -1 ) : 740,67; 802,39; 933,55; 972,12; 1033,85; 1118,71; 1165,00; 1265,30; 1373,32; 1458,18; 1512,19; 1604,77; 1728,22; 2723,49; 2854,65; 2924,09; 3070,68; 3387,00. Ekstraksi dan Fraksinasi Senyawa Flavonoid Serbuk daun sirih merah kering sebanyak 250 gram diekstraksi dengan cara maserasi. Cara ini merupakan metode yang mudah digunakan untuk menarik komponen komponen yang terkandung dalam sampel dengan menggunakan alat yang sederhana, cukup meredam sampel dengan pelarut. Perendaman sampel tumbuhan akan mengakibatkan pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara didalam dan diluar sel sehingga metabolit sekunder yang berada di dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat diatur perendaman yang dilakukan (Darwis, 2000). Sampel dimaserasi dengan pelarut metanol sebanyak 10 L pada suhu ruang selama 3x24 jam sambil sesekali dikocok dengan shakerbath. Metanol digunakan sebagai pelarut awal karena metanol memiliki struktur molekul yang kecil sehingga mampu menembus semua jaringan tumbuhan untuk menarik senyawa aktif keluar. Metanol dapat melarutkan hampir semua senyawa organik, baik polar maupun non-polar, metanol mudah menguap sehingga mudah dipisahkan dari ekstrak (Waji RA, 2009). filtrat yang diperoleh diuapkan pelarutnya dengan cara vakum menggunakan rotavapor pada suhu 40 0 C sampai semua metanol menguap sehingga diperoleh ekstrak kasar metanol berwarna coklat tua sebanyak 44,9409 gram. Evaporasi dilakukan pada suhu 35 40 o C untuk menghindari kerusakan senyawa metabolit sekunder karena beberapa senyawa metabolit sekunder mudah rusak pada suhu tinggi (Robinson, 1995). Ekstrak kasar metanol kemudian difraksinasi bertahap dengan tujuan menyederhanakan senyawa metabolit sekunder yang terekstraksi. Fraksinasi dilakukan berdasarkan kepolarannya. Semua bahan yang diinginkan akan larut dalam satu pelarut, dan semua bahan yang tidak diinginkan akan larut dalam pelarut yang lain (Underwood, 1981). Flavonoid merupakan senyawa polar (Markham, 1988). Fraksinasi ini menggunakan pelarut metanol-air, n-heksana dan etil asetat secara berturut turut (partisi cair cair). Ekstrak kasar metanol yang diperoleh dilarutkan kembali dengan metanol-air dengan perbandingan 6 : 4 (Lopes, 2004). Ekstrak difraksinasi dengan n-heksana terlebih dahulu untuk menarik semua senyawa metabolit sekunder yang bersifat non-polar. Fraksinasi dengan n-heksana dilakukan hingga larutan hasil fraksinasi dengan n-heksana sudah tidak berwarna lagi. Fraksinasi yang berulang ulang bertujuan agar senyawa metabolit sekunder benar benar terpisah. Kemudian fraksinasi dengan cara yang sama dilanjutkan dengan etil asetat untuk menarik semua senyawa metabolit sekunder yang bersifat semipolar. Dari hasil fraksinasi diperoleh tiga fraksi yaitu fraksi n-heksana, fraksi etil asetat dan fraksi metanol air. Daniel Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavanoid FMIPA Universitas Mulawarman 22 Tiap tiap fraksi diuji fitokimia untuk mengetahui ada tidaknya senyawa flavonoid. Uji senyawa flavonoid dilakukan dengan cara menambahkan sedikit serbuk Mg dan 3 tetes HCl pekat dan uji senyawa flavonoid dinyatakan positif jika reaksi yang terjadi menghasilkan warna merah, kuning atau jingga (Harbone, 1987). Dari uji fitokimia, ekstrak etil asetat positif mengandung flavonoid karena pada penambahan pereaksi warna tersebut terjadi perubahan yang khas untuk flavonoid. Perubahan warna yang terjadi diduga ekstrak etil asetat mengandung senyawa flavonoid golongan auron. Fraksi etil asetat yang diperoleh diuapkan pelarutnya secara vakum menggunakan rotavapor pada suhu 40 o C sampai seluruh pelarut teruapkan. Dari hasil rotarvapor diperoleh ekstrak sebesar 4,07 gram pada fraksi etil asetat. Terhadap ekstrak etil asetat ini selanjutnya dilakukan uji pemisahan dan pemurnian. Pemisahan dan Pemurnian Senyawa Flavonoid Pada fraksi etil asetat yang positif flavonoid ini dilakukan kromatografi lapis tipis (KLT) untuk mencari fase gerak yang memberikan pemisahan terbaik. Setelah memperoleh fase gerak yang terbaik dilakukan kromatografi kolom untuk memisahkan komponen komponen yang ada pada fraksi etil asetat. Dari berbagai fase gerak yang digunakan, fase gerak n-heksana : etil asetat (20 : 80) yang memberikan pemisahan terbaik, dengan memberikan 5 buah noda setelah diuapi iodin sebagai penampak noda. Sehingga fase gerak ini yang digunakan dalam kromatografi kolom. Dari data hasil KLT, fraksi etil asetat dikromatografi kolom untuk memisahkan beberapa senyawa yang ada di dalam fraksi etil asetat menjadi senyawa yang murni. Metode yang dipilih pada kromatografi kolom adalah metode Isokratik yang didasarkan pada uji pendahuluan dalam pemilihan eluen yang baik dalam pemisahan senyawa senyawa metabolit sekunder. Eluen tersebut kemudian digunakan dalam proses isolasi. Terhadap 2 gram fraksi etil asetat dilakukan proses pemisahan dengan menggunakan fase diam silika gel 60 (35 70 mesh) 100 gram (panjang kolom 45 cm, diameter 3 cm), menggunakan fase gerak n-heksana : etil asetat (20 : 80). Silika gel disuspensikan lebih dahulu dengan eluen (20 : 80) n-heksana : etil asetat lalu dimasukkan ke dalam kolom yang dasarnya telah diberi kapas dan didiamkan semalam untuk memadatkan kolom (Ratnasari, 2008). Setelah itu 2 gram fraksi etil asetat dilarutkan dengan sedikit etil asetat dan dimasukkan ke dalam kolom. Kemudian dielusi dengan menggunakan metode Isokratik. Hasil kromatografi kolom adalah 155 vial (tiap fraksi 10 mL). Vial vial yang diperoleh diangin anginkan selama seminggu agar pekat dan mudah terdeteksi pada waktu KLT. Selanjutnya 155 vial diuji dengan KLT untuk penggabungan menggunakan eluen n-heksana : etil asetat (20 : 80) dan penampak noda asam sitroborat lalu diamati dengan lampu UV = 365 nm. Penampak noda asam sitroborat dengan senyawa flavonoid diduga dapat membentuk ikatan pada kedudukan yang lain dengan campuran asam borat dan asam sitrat pada pemanasan. Sampai saat ini mekanisme yang terjadi pada flavonoid dan asam sitroborat belum diketahui pasti. Sedangkan flourosensi yang terbentuk adalah flourosensi kuning kuning kehijauan atau orange dibawah lampu UV = 365 nm (Pramono, 1989). Vial vial yang memiliki Rf sama digabungkan ke dalam satu fraksi gabungan. Setelah semua diuji KLT dilakukan diperoleh 13 fraksi gabungan seperti yang Mulawarman Scientifie, Volume 9, Nomor 1, April 2010 ISSN 1412-498X FMIPA Universitas Mulawarman 23 ditunjukkan pada tabel 1. Masing masing fraksi gabungan diuji kembali dengan KLT dengan eluen n-heksana : etil asetat (20 : 80) dan penampak noda yang digunakan asam sitroborat lalu diamati dibawah lampu UV = 365 nm. Fraksi 4 memberikan satu noda yang memiliki fluorosensi warna kuning sebelum disemprot penampak asam sitroborat dan warna orange sesudah disemprot asam sitroborat. Fraksi ini memiliki hasil sebesar 0,02 gram. Fraksi 4 berupa kristal berwarna hijau. Tabel 1. Fraksi gabungan hasil kromatografi kolom yang telah di uji KLT Fraksi Gabungan Nomor vial Noda +/- Senyawa flavonoid Tidak fluorosensi Fluorosensi 1 1 8 1 - - 2 9 17 2 - - 3 18 24 1 2 + 4 25 30 - 1 + 5 31 40 1 1 + 6 41 46 1 1 + 7 47 56 1 1 + 8 57 66 1 2 + 9 67 99 1 - - 10 100 125 - 1 + 11 126 134 1 - - 12 135 141 1 - - 13 142 155 1 - - Kemudian dilakukan rekristalisasi untuk memurnikan kristal fraksi 4 rekristalisasi dilakukan dengan cara melarutkan kristal pada fraksi 4 dengan pelarut n-heksana : etil asetat (20:80). Larutan yang diperoleh dipindahkan ke dalam vial baru dan ditaruh di dalam desikator sampai seluruh pelarut teruapkan. Kristal yang diperoleh dilarutkan kembali dengan etil asetat dan dipindahkan lagi ke dalam vial baru. Sehingga diperoleh dua fraksi yang larut dalam n-heksana dan etil asetat. Vial vial ini ditaruh didalam desikator sampai pelarut teruapkan (Ratnasari, 2008). Kemudian kedua fraksi tersebut diuji KLT menggunakan eluen n-heksana : etil asetat (20:80), pada uji KLT fraksi 4 n- heksana memperlihatkan noda tunggal berwarna hijau dan tidak berfluorosensi dibawah sinar UV = 365 nm. Sedangkan pada fraksi 4 etil asetat memperlihatkan fluorosensi dengan noda tunggal berwarna orange setelah disemprot asam sitroborat dibawah sinar UV = 365 nm yang menunjukkan positif senyawa flavonoid, dengan nilai Rf 0,24 pada eluen n-heksana:etil asetat (20:80), nilai Rf 0,30 pada eluen etil asetat, Rf 0,35 pada eluen metanol, nilai Rf 0 pada eluen n-heksana dan nilai Rf 0 pada eluen kloroform. Kemudian fraksi 4 etil asetat diuapkan, sehingga diperoleh kristal berwarna hijau muda sebanyak 0,01 gram. Identifikasi Senyawa Flavonoid Senyawa flavonoid diidentifikasi melalui titik leleh, spektrum UV Vis dan spektrum IR. Titik leleh dari senyawa isolat dapat ditentukan dengan pemanasan kristal. Kristal ditempatkan pada alat melting point apparatus kemudian suhu saat kristal mulai Daniel Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavanoid FMIPA Universitas Mulawarman 24 meleleh diamati sampai suhu dimana semua kristal telah habis meleleh. Titik leleh yang di peroleh dari hasil analisa adalah 150 156 0 C, dimana analisis dilakukan di laboratorium Kimia Organik UGM Yogyakarta. Senyawa yang benar benar murni memiliki jarak leleh paling tinggi adalah 2 3 0 C (Ratnasari, 2008). Sedangkan senyawa isolat memiliki jarak leleh hingga 6 0 C, sehingga dapat disimpulkan senyawa isolat belum murni. Pengukuran spektrum UV Vis pada senyawa isolat dikirim ke Laboratorium Kimia Organik UGM Yogyakarta. Dengan hasil analisa dengan panjang gelombang 269 nm dengan Absorbansi 1.875 dan panjang gelombang 418 nm dengan Absorbansi 0.215. Berdasarkan Data panjang gelombang absorpsi dan absorbansi dipaparkan pada tabel 4.3. Spektrum UV Vis dari isolat dalam etil asetat dihasilkan 2 pita serapan, yaitu pita I terletak pada panjang gelombang 418 nm dan pita II terletak pada panjang gelombang 269 nm. Berdasarkan literatur, data spektrum UV Vis senyawa flavonoid golongan auron. Spektrum senyawa flavonoid golongan auron memberikan serapan daerah 230 270 dan 380 430 nm (Markham, 1988). O O CH A B 1 2 3 4 5 6 2 3 4 5 6 7 8 9 C Gambar 1 Struktur dasar senyawa golongan auron (Markham, 1988) Pada struktur senyawa flavonoid perubahan penyulihan pada cincin A cenderung tercerminkan pada serapan pita II, sedangkan perubahan penyulihan pada cincin B dan C cenderung lebih jelas tercermin pada serapan pita I (Markham, 1988). Cincin A merupakan cincin aromatik yang terbentuk dari benzena tersubtitusi alkil (ArCOR) dengan maks 246 nm untuk sistem induk dan 3 nm karena adanya residu cincin pada posisi orto. Jadi maks 249 nm tapi maks yang sebenarnya 269 nm. Sedangkan pada perhitungan cincin B, sistem induk benzena memiliki maks 256 nm, 30 nm karena adanya perpanjangan sistem terkonjugasi dan 10 nm untuk ikatan rangkap luar lingkar. Jadi maks yang terhitung adalah 296 nm, sedangkan maks yang sebenarnya 418 nm (Saleh, 2008). Perbedaan rentang maks yang dihitung dengan yang sebenarnya diperkirakan disebabkan oleh subtitusi lain pada cincin A ataupun cincin B yang belum bisa diketahui jika tidak dilakukan pengukuran spektrum dengan pereaksi geser (Ratnasari, 2008). Pada inti aromatik benzena dapat mengalami transisi dalam suatu elekton yaitu eksitasi elektron ke orbital * antibonding (*) yang berasal dari adanya ikatan rangkap dua dari inti aromatik benzena (Saleh, 2008). Gugus karbonil (C=O) akan menyebabkan eksitasi elektron n* yaitu eksitasi elektron yang berasal dari elektron sunyi oksigen karbonil ke orbital inti ikatan rangkap gugus karbonil sendiri (Mulja, 1995). Selain itu kepolaran pelarut yang digunakan dapat dipengaruhi panjang gelombang absorpsi, dimana kenaikan kepolaran pelarut untuk elektron yang bertransisi n* akan memberikan pergeseran biru atau hipokromik (penurunan panjang gelombang) yang disebabkan ikatan hidrogen dengan keadaan dasar elektron n yang lebih Mulawarman Scientifie, Volume 9, Nomor 1, April 2010 ISSN 1412-498X FMIPA Universitas Mulawarman 25 mantap dibandingkan keadaan *, namun sebaliknya untuk transisi elektron * dengan kenaikan polaritas pelarut akan menimbulkan pergeseran merah (kenaikan panjang gelombang) yang disebabkan oleh pelarut yang polar akan memantapkan keadaan *. Jadi karena pelarut yang digunakan pada proses analisis UV Vis adalah metanol (kenaikan kepolaran) maka untuk elektron yang bertransisi n* akan mengalami penurunan panjang gelombang, sedangkan untuk elektron yang mengalami transisi * akan mengalami kenaikan panjang gelombang (Mulja dan Suharman, 1995). Diduga pada cincin B terdapat subtitusi gugus yang mengakibatkan pergeseran absorpsi menuju ke panjang gelombang yang lebih panjang (pergeseran merah atau batokromik) (Sudjadi, 1983 dan Mulja, 1995). Pengukuran spektrum IR pada senyawa isolat dikirim ke Laboratorium Kimia Organik UGM Yogyakarta. Dari hasil analisa spektroskopi inframerah senyawa hasil isolasi memperlihatkan serapan kuat pada spektrum 3070,68 cm -1 yang menunjukkan adanya ulur C-H Sp 2 dan spektrum ini mengindikasikan adanya aromatik yang didukung adanya serapan medium pada spektrum 1604,77 cm -1 yang menunjukkan adanya ulur C=C. Dugaan ini diperkuat juga dengan adanya serapan lemah pada spektrum 802,39 cm - 1 dan 740 cm -1 yang diperkirakan ulur C-H sebagai corak subtitusi pada inti aromatik (Sudjadi, 1983). Serapan kuat pada 1728,22 cm -1 pada senyawa isolat mengindikasikan adanya ulur C=O karbonil. Pada serapan 1265,30 cm -1 menunjukkan adanya ulur C O dan serapan 1118,71 cm -1 menunjukkan adanya ulur C O C (Sudjadi, 1983) Hasil analisa juga menunjukkan serapan pada spektrum 2924,09 cm -1 dan 2854,65 cm -1 yang merupakan ulur C H alifatik yaitu C-H Sp 3 streching karena pita pertama dihasilkan dari stretching asmetri (as) dimana ikatan C-H dari group metil memanjang sementara satu dari ketiga memendek (vibrasi as CH 3 ), sedangkan pita kedua terjadi dari stretching simetri (vibrasi s CH 3 ) dimana ketiga ikatan C-H memanjang dan memendek dalam fase sama (Chairul saleh, 2008). Hal ini diperjelas dengan adanya serapan pada 1458,18 cm -1 yang menunjukkan adanya CH 2 alifatik dan serapan pada 1373,32 cm -1 yang menunjukkan adanya CH 3 (Sudjadi, 1983). Tabel 2. Spektrum Inframerah Senyawa Isolat No. Gugus Keterangan 1. 2. 3. 4. 5. 6. Ulur C H (Sp 2 ) Ulur C H (alifatik) Ulur C=O (gugus karbonil) Ulur C=C (aromatik) Ulur C O Ulur C O C Serapan pada spektrum 3070,68 cm -1 Serapan pada spektrum 2924,09 cm -1 dan 2854,65 cm -1 Serapan pada spektrum 1728,22 cm -1 Serapan pada spektrum 1604,77 cm -1 Serapan pada spektrum 1265,30 cm -1 Serapan pada spektrum 1118,71 cm -1 Daniel Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavanoid FMIPA Universitas Mulawarman 26 Maka berdasarkan identifikasi, yaitu uji warna pada senyawa isolat dengan uji KLT menunjukkan positif flavonoid dengan flourosensi warna orange dibawah lampu UV = 365 nm dan penampak noda asam sitroborat, titik leleh senyawa isolat 150 156 o C, spektrum UV Vis pada puncak 269 nm dan 418 nm dan analisa IR yang terdapat ulur C H (Sp 2 ), C H (alifatik), ulur C=O (gugus Karbonil), ulur C=C (aromatik), ulur C O, dan ulur C O C diduga senyawa isolat adalah senyawa flavonoid golongan auron. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Senyawa flavonoid yang bersumber dari daun tumbuhan sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) pada fraksi etil asetat dapat diisolasi dengan cara diekstraksi melalui maserasi, fraksinasi, kromatografi dan rekristalisasi. Sehingga diperoleh kristal berwarna hijau dengan titik leleh senyawa isolat 150 156 o C dan nilai Rf yaitu 0,24 pada eluen n-heksana : etil asetat (20 : 80). Sedangkan Rf pada berbagai pelarut pada metanol 0,35 dan etil asetat 0,30. Pada daun tumbuhan sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) diduga terdapat golongan senyawa flavonoid auron. Saran Untuk dapat menentukan struktur senyawa golongan flavonoid dari isolat fraksi etil asetat daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) dengan dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mempergunakan metode spektrofotometri 1 H NMR, 13 C NMR dan MS. DAFTAR PUSTAKA Hostettmann, K., M. Hostettmann, dan A. Masron. 1995. Cara Kromatografi Preparatif (Pengggunaan Pada Isolasi Senyawa Alam). Terjemahan Kosasih Padmawinata. Bandung : ITB. Lopes, M.N, Andre C, Maria C. M, dan Vanderlan S. B. 2004. Flavonoids from Chiococca braquita (Rubiaceae). Jurnal of the Brazilian Chemical Society, 15 (4), 468 471. Manoi, F. 2008. Sirih Merah Sebagai Tanaman Multi Fungsi. Bogor : Balitro. Markham, K. R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavanoid. Terjemahan Kosasih Padmawinata. Bandung : ITB. Ratnasari, R. 2008. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavanoid Dari Umbi Tumbuhan Sarang Semut (Myrmecodia tuberosa). Skripsi Sarjana. Samarinda. Universitas Mulawarman. Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Terjemahan Kosasih Padmawinata. Bandung : ITB. Sastrohamidjojo, H. 1996. Sintesis Bahan Alam. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Sastrohamidjojo, H. 2001. Kromatografi. Yogyakarta : Liberty Sudewo, B. 2005. Basmi Penyakit Dengan Sirih Merah. Jakarta Agromedia Pustaka. Sudjadi, M. S. 1983. Penentuan Struktur Senyawa Organik. Bandung : Ghalia Indonesia.