Vous êtes sur la page 1sur 9

ASKEP Disseminated intravascular coagulation (DIC)

A. DEFINISI
Disseminated Intravascular Coagulation (D.I.C.) adalah suatu keadaan dimana bekuanbekuan darah kecil tersebar diseluruh aliran darah, menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan berkurangnya factor pembekuan yang diperlukan untuk mengendalikan pendarahan. D.I.C dikarakteristikkan oleh akselerasi proses koagulasi di mana trombosis dan hemoragi terjadi secara simultan. Disseminated intravascular coagulation (D.I.C) adalah suatu keadaan hiperkoagulabilitas darah yang disebabkan oleh bermacam penyakit atau keadaan, dimana pada suatu saat darah merah bergumpal didalam kapiler diseluruh tubuh. Penggumpalan darah dapat terjadi dalam waktu singkat, beberapa jam sampai satu sampai dua hari (acute D I C) dan dapat juga dalam waktu yang lama, berminggu-minggu sampai berbulan-bulan (chronic D I C). B. ETIOLOGI Perdarahan terjadi karena hal-hal sebagai berikut 1. Hipofibrinogenemia 2. Trombositopenia ( merupakan penyebab tersering perdarahan abnormal, ini dapat terjadi akibat terkurangnya produksi trombosit oleh sum-sum tulang atau akibat meningkatnya penghancuran trombosit). 3. Beredarnya antikoagulan dalam sirkulasi darah 4. Fibrinolisis berlebihan. Penyakit- penyakit yang menjadi predisposisi DIC adalah sebagai berikut 1. Infeksi ( demam berdarah dengue, sepsis, meningitis, pneumonia berat, malaria tropika, infeksi oleh beberapa jenis riketsia). Dimana bakteri melepaskan endotoksin (suatu zat yang menyebabkan terjadinya aktivasi pembekuan) 2. Komplikasi kehamilan ( solusio plasenta, kematian janin intrauterin, emboli cairan amnion). 3. Setelah operasi ( operasi paru, by pass cardiopulmonal, lobektomi, gastrektomi, splenektomi). 4. keganasan ( karsinoma prostat, karsinoma paru, leukimia akut). 5. Penyakit hati akut ( gagal hati akut, ikterus obstruktif). 6. Trauma berat terjadi palepasan jaringan dengan jumlah besar ke aliran pembuluh darah. Pelepasan ini bersamaan dengan hemolisis dan kerusakan endotel sehingga akan melepaskan faktor-faktor pembekuan darah dalam jumlah yang besar kemudian mengaktivasi pembekuan darah secara sistemik. C. MANIFESTASI KLINIS Gejala yang sering timbul pada klien DIC adalah sebagai berikut

1. Perdarahan dari tempat tempat pungsi, luka, dan membran mukosa pada klien dengan syok, komplikasi persalinan, sepsis atau kanker. 2. Perubahan kesadaran yang mengindikasikan trombus serebrum. 3. Distensi abdomen yang menandakan adanya perdarahan saluran cerna. 4. Sianosis dan takipnea akibat buruknya perfusi dan oksigenasi jaringan. 5. Hematuria akibat perdarahan atau oliguria akibat menurunnya perfusi ginjal. 6. Trombosis dan pra gangrenosa di jari, genetalia, dan hidung D. PATOFISIOLOGI Tubuh mempunyai berbagai mekanisme untuk mencegah pembekuan darah dengan terdapatnya kecepatan aliran darah. Selain itu, aktifitas faktor pembekuan darah bisa dibawah normal hingga tidak menyebabkan pembekuan. Peranan hati membersihkan faktor-faktor pembekuan dan mencegah pembentukkan trombin, antara lain dengan anti trombin III. Dalam beberapa keadaan, misalnya aliran darah yang lambat atau oleh karena syok, kegagalan hati, dan hipoksemia dapat menyebabkan DIC. Dalam keadaan ini, terjadi fibrinolisis disebabkan plasminogen diubah menjadi plasmin dan terjadilah penghancuran fibrinogen. Akibatnya, faktor V dan VII yang menstabilkan darah dalam pembuluh darah tidak aktif, sehingga dapat terjadi DIC. Pada diatesis hemoragik, seluruh trombosit dan faktor koagulasi digunakan untuk bembekuan darah, sehingga tidak terdapat faktor yang mempertahankan integritas pembuluh darah sebagai akibatnya darah menembus keluar pembuluh darah. E. KOMPLIKASI Syok Edema Pulmoner Gagal Ginjal Kronis Gagal Sistem Organ Besar Konvulsi Koma Hipovolemia Hipoksia Hipotensi Asidosis Perdarahan intracranial Gastrointestinal Iskemia Emboli paru Penyakit kardiovaskuler Penyakit autoimun Penyakit hati menahun

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG Hasil pemeriksaan darah menunjukan hipofibrinogemia, terjadinya peningkatan produk hasil degradasi fibrin (D-dimer yang paling sensitif), trombositopenia dan waktu protrombrin yang memanjang (long prothrombin time). Diagnosis DIC tidak dapat ditegakan hanya berdasarkan satu tes laboratorium, karena itu biasanya digunakan beberapa hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan berdasarkan kondisi klinik pasien. Dalam praktik klinik diagnosis DIC dapat ditentukan atas dasar temuan yaitu : 1. Adanya penyakit yang mendasari terjadinya DIC. 2. Pemeriksaan trombosit kurang dari 100.000/mm. 3. Pemanjangan waktu pembekuan (PT, aPTT). 4. Adanya hasil degradasi fibrin di dalam plasma (ditandai dengan peningkatan D-dimer). 5. Rendahnya kadar penghambat koagulasi (Antitrombin III) Rendahnya trombosit pada DIC menandakan adanya aktivasi trombin yang terinduksi dan penggunaan trombosit. Memanjangnya waktu pembekuan menandakan menurunnya jumlah faktor pembekuan yang tersedia seperti vitaminK. Pemeriksaan kadar penghambat pembekuan (AT III atau protein C) berguna untuk memberikan informasi prognostik. Pemeriksaan hasil degradasi fibrin seperti D-dimer, akan membantu untuk membedakan DIC dengan kondisi lain yang memiliki gejala serupa, pemanjangan waktu pembekuan dan turunnya trombosit, seperti pada penyakit hati kronik. Rekomendasi KonNas Tatalaksana DIC pada Sepsis tahun 2001 Kriteria minimal untuk diagnosis DIC adalah didapatkan keadaan atau gambaran klinik yang dapat menyebabkan DIC dengan manifestasi perdarahan, tromboemboli atau keduanya, disertai dengan pemeriksaan laboratorium trombositopenia dan gambaran eritrosit sel Burr atau D-dimer positif. Bilamana fasilitas laboratorium memungkinkan dapat digunakan kriteria menurut Bick atau berdasarkan skor DIC dari ISTH 2001. Kriteria Laboratorium DIC menurut KonNas Tatalaksana DIC pada sepsis 2001 1. Hitung trombosit : trombositopeni pada 98% DIC 2. PT : memanjang pada 50-70% DIC 3. aPTT : memanjang pada 50-60% DIC 4. Masa Trombin : memanjang 5. Fibrinogen : menurun 6. sFM (soluble fibrin monomer) 7. D-dimer : meningkat 8. FDP : meningkat 9. Antitrombin : menurun

Kriteria Laboratorium DIC menurut Bick 1. Aktivasi prokoagualan : PF1+2, TAT, D-dimer, fibrinopeptide 2. Aktivasi fibrinolitik : D-dimer, FDP, plasmin, PAP 3. Konsumsi inhibitor : AT III, TAT, PAP, Protein C & S 4. Kerusakan/kegagalan organ : LDH, kreatinin, pH, pO2 Sistem Skor DIC (ISTH 2001) 1. Penilaian risiko: apakah terdapat penyebab DIC? (jika tidak ada, penilaian tidak dilanjutkan) 2. Uji Koagulasi (trombosit, PT, D-dimer, fibrinogen) 3. Skor: Trombosit : > 100000 =0 50000-100000 =1 <50000 =2 D-dimer : < 500 =0 500-1000 =1 >10000 =2 PT memanjang : <3 detik =0 4-6 detik =1 >6 detik =2 Fibrinogen : <100mg/dl =1 >100 mg/dl =0 4. Jumlah skor: 5 : sesuai DIC : skor diulang setiap hari < 5 : sugestif DIC : skor diulang dalam 1-2 hari.
G.

PENATALAKSANAAN

1. Atasi penyakit primer yang menimbulkan DIC 2. Tindakan pendukung seperti oksigen suplemen dan cairan IV untuk mempertahankan tekanan darah. 3. Pemberian heparin. Heparin dapat diberikan 200 U/KgBB IV tiap 4-6jam. Kenaikan kadar fibrinogen plasma nyata dalam 6-8 jam, setelah 24-48 jam setelah mencapai nilai normal. 4. Terapi pengganti. Darah atau PRC diberikan untuk mengganti darah yang keluar, tranfusi trombosit, dan plasma beku segar untuk mengontrol perdarahan. Dalam pengobatan yang maksimal bila dalam jangka waktu seminggu masih terjadi perdarahan terus maka keadaan ini perlu diberikan platelet concentrate. 5. Obat penghambat fibrinolitik (amicar) yang memblok akumulasi produk degradasi fibrin dan harus diberikan setelah terapi heparin. 6. Dapat diberikan plasma yang mengandung faktor VIII, sel darah merah, dan trombosit.

H.

PATHWAY

ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN Kaji adanya faktor- faktor predisposisi Septikemia Komplikasi obstetrik Sindrom distres pernafasan dewasa / ARDS Luka bakar berat dan luas Neoplasia Gigitan ular Penyakit hepar Bedah kardiopulmonal Trauma Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan hal-hal dibawah ini Perdarahan Hematuria Rembesan darah dari sisi pungsi vena dan luka Epistaksis Perdarahan GI tract ( hematemesis melena)

1. a. b. c. d. e. f. g. h. i. 2. a.

b. Kerusakan perfusi jaringan Serebral : perubahan pada sensorium, gelisah, kacau mental, atau sakit kepala Ginjal : penurunan pengeluaran urine Paru-paru : dispnea, ortopnea Kulit : akrosianosis ( ketidakteraturan bentuk bercak sianosis pada lengan perifer atau kaki ) 3. Pemeriksaan diagnostik

Jumlah trombosis rendah PT (Protombin time) dan PTT memanjang Degradasi produk fibrin meningkat Kadar fibrinogen plasma darah rendah B. DIAGNOSA 1. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hemoragi sekunder terhadap DIC 2. Resiko cidera berhubungan dengan perubahan status koagulasi, trombositpeni. 3. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan defisit volume intravaskuler, trombosis. C. INTERVENSI 1. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hemoragi sekunder terhadap DIC Setelah dilakukan tindakan keperawatan perfusi jaringan dapat adekuat Tidak ada manifestasi syok Tetap sadar dan berorientasi Tidak ada perdarahan Nilai laboratorium dalam rentang normal Intervensi Keperawatan a. Pantau hasil pemeriksaan koagulasi, tanda-tanda vital dan perdarahan baru. b. Waspadai perdarahan. c. Kolaborasi pemberian : Terapi heparin perhatikan pembentukan tanda-tanda antibodi antitrombosit oleh penurunan tiba - tiba dari jumlah trombosit. Berikan transfusi darah sesuai dengan prosedur dan evaluasi dengan ketat terhadap manifestasi reaksi transfusi. Hentikan transfusi bila terjadi reaksi. d. Jelaskan tentang semua tindakan yang diprogramkan dan pemeriksaan yang akan dilakukan e. Lakukan pendekatan secara tenang dan beri dorongan untuk bertanya serta berikan informasi yang dibutuhkan dengan bahasa yang jelas. 2. Resiko cidera berhubungan dengan perubahan status koagulasi, trombositpeni. Tujuan Bleeding precautions & bleeding reduction. Surveillance safety Intervensi Keperawatan a. Monitor perdarahan dan identifikasi penyebab perdarahan. b. Monitor status cairan c. Monitor hasil laboratorium untuk PT, PTT, Fibrinogen, FDP, AT d. Pertahankan tirah baring selama perdarahan aktif e. Intruksikan klien untuk meningkatkan intake makanan yang mengandung vitamin K dan menghindari aspirin/antikoagulan lain. f. Monitor gangguan fisik/kognitif yang dapat mendorong perilaku tidak aman. g. Tentukan tingkat pengawasan yang dibutuhkan klien.

a. b. c. d.

h. Sediakan pengawasan untuk monitoring klien dan tindakan terapeutik. 3. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan defisit volume intravaskuler, trombosis. Tujuan Circulatory care Intervensi keperawatan a. Kaji derajat ketidaknyamanan/ nyeri b. Lakukan pengkajian komperhensif terhadap sirkulasi perifer ( nadi perifer, edema, warna, dan temperatur ekstrimitas ). c. Dorong latihan ROM selama tirah baring d. Ganti posisi pasien tiap 2 jam e. Pertahankan hidrasi adekuat f. Monitor status cairan.

KESIMPULAN Berdasarkan makalah diatas, dapat disimpulkan bahwa Disseminated intravascular coagulation (D.I.C) adalah suatu keadaan hiperkoagulabilitas darah yang disebabkan oleh bermacam penyakit atau keadaan, dimana pada suatu saat darah merah bergumpal didalam kapiler diseluruh tubuh. Gangguan DIC ini disebabkan oleh hipofibrinogenemia, rombositopenia, beredarnya antikoagulan, dalam sirkulasi darah, fibrinolisis berlebihan, Infeksi, komplikasi kehamilan, setelah operasi, trauma berat, keganasan. Bila penyakit sudah parah dapatterbentuk banyak bekuan yang menyebabkan hambatan aliran darah di semua organ tubuh. Dapat terjadi kegagalan organ yang luas. Angka kematian lebih dari 50 %.

DAFTAR PUSTAKA Handayani, wiwik, dan Haribowo, sulistyo Andi.2008.Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Salemba Medika : Jakarta. Kumala, poppy.1998.Kamus kedokteran Dorland. EGC : Jakarta. Muttaqin, arif.2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular dan Hematologi.Salemba Medika : Jakarata. Waterbury, Larry.1998. buku saku hematology edisi 3. EGC : Jakarta.

Vous aimerez peut-être aussi