Vous êtes sur la page 1sur 15

BAB II

TINJUAN TEORI
ISOLASI SOSIAL
A. Konsep dasar
1. Pengertian
Isolasi sosial adalah individu yang mengalami ketidak mampuan untuk
mengadakan hubungan dengan orang lain dan dengan lingkungan sekitarnya
secara wajar dalam khalayaknya sendiri yang tidak realistis (Dalami, dkk, 2009).
Isolasi sosial adalah pengalaman kesendirian dari seorang individu yang
diterima sebagai perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi yang negatif atau
mengancam. (Wilkinson, 2007)
B. Psikodinamika (Etiologi, proses, komplikasi)
1. Etiologi (Dalami dkk, 2009, hal. 6)
Setiap tahap tumbuh kembang individu terdapat tugas perkembangan
yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan hubungan sosial. Setiap individu
harus melewati masa bayi yang sangat bergantung pada orang lain untuk setiap
kebutuhan hidupnya, masa pra sekolah mulai memperluas hubungan sosialnya
diluar lingkungan keluarga khususnya ibu.
Masa sekolah anak mulai mengenal hubungan yang lebih luas khususnya
sekolah. Masa remaja masa dimana dekat dengan teman-temannya, tetapi remaja
mengembangkan keinginan orang tua dan tuntutan teman-temannya. Masa
dewasa muda adalah independent dengan teman atau orang tua individu
belajar menerima dan sudah matang dan mempunyai rasa percaya diri
sehingga sudah menjalin hubungan dengan orang lain. Masa dewasa tua masa
dimana individu akan merasa terbuka karena kehilangan dan mulai
menyembunyikan perasaan terkait dengan budaya. Sistim keluarga yang
terganggu dapat menunjang perkembangan respon sosial maladatif.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa individu yang mempunyai
masalah ini adalah orang yag tidak berhasil memisahkan dirinya dari orang
tua. Kegagalan perkembangan dapat mengakibatkan individu tidak percaya
diri, tidak percaya orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap
hubungan dengan orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan dan merasa
tertekan. Keadaan ini dapat menimbulkan prilaku tidak ingin berkomunikasi
dengan orang lain, menghindar dari orang lain, menyukai berdiam diri,
kegiatan sehari-hari terabaikan.
Kejadian kehidupan yang pernah stress seperti kehilangan yang
mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain
menyebabkan ansietas. Menurunnya stabilitas unit keluarga, berpisah dari
orang yang berarti dalam kehidupannya misalnya karena dirawat dirumah
sakit. Ansietas tinggi karena tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat
atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan.
2. Proses terjadinya masalah (Stuart and Sundeen 1998 dalam Dalami,dkk
2009, hal. 10)
Salah satu gangguan berhubungan sosial diantarnya prilaku menarik
diri atau Isolasi sosial yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga yang bisa
dialami klien dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan,
ketegangan, kekecewaan dan kecemasan.
Perasaan tidak berharga menyebabkan klien makin sulit dalam
mengembangkan berhubungan dengan orang lain. Akibatnya klien menjadi
regresi atau mundur, mengalami penurunan dalam aktivitas dan kurangnya
perhatian terhadap penampilan dan kebersihan diri. Klien semakin tenggelam
dalam perjalinan dan tingkah laku masa lalu serta tingkah laku yang tidak
sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut halusinasi.
3. Komplikasi (Keliat, 2006)
Komplikasi yang mungkin ditimbulkan pada klien dengan Isolasi
sosial antara lain :
a. Defisit perawatan diri
b. Resiko terjadinya gangguan sensori persepsi halusinasi
C. Rentang Respon (Stuart and Laraia, 2005, hal. 424)
Respon Adaptif Respon Maladatif
Solitade Kesepian Manipulasi
Otonomi Menarik diri Implusif
Kebersamaan Ketergantungan Narkisisme
Saling ketergantungan
Keterangan Rentang respon
1. Respon adaptif adalah respon yang diterima oleh norma sosial dan kultural
dimana individu tersebut menjelaskan masalah dalam batas normal. Adapun
respon adatif tersebut :
a. Solitude
Respon yang dibutuhkan untuk menentukan apa yang telah dilakukan
dilingkungan sosial dan merupakan satu cara mengawasi diri dan
menentukan langkah berikutnya.
b. Otonomi
Suatu kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide-ide,
pikiran.
c. Kebersamaan
Suatu keadaan dalam hubungan interpersonal dimana individu tersebut
mampu untuk memberi dan menerima.
d. Saling ketergantungan.
Saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam hubungan
interpersonal.
2. Respon maladatif adalah respon yang dilakukan individu dalam
Menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial
dan kebudayaan suatu tempat. Karakteristik dari prilaku maladatif tersebut
adalah sebagai berikut :
a. Kesepian.
Keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan dalam membina
hubungan secara terbuka dengan orang lain.
b. Menarik diri
Gangguan yang terjadi apabila seseorang memutuskan untuk tidak
berhubungan dengan orang lain untuk mencari ketenangan sementara
waktu.
c. Ketergantungan
Individu gagal mengembangkan rasa percaya diri dan kemampuan yang
dimiliki.
d. Manipulasi
Adalah hubungan yang terdapat pada individu yang menganggap orang
lain sebagai obyek dan berorientasi pada diri sendiri atau pada tujuan,
bukan berorientasi pada orang lain. Individu tidak dapat membina
hubungan sosial secara mendalam.
e. Impulsif
Ketidakmampuan merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari
pengalaman, tidak dapat diandalkan, mempunyai penilaian yang buruk dan
cenderung memaksakan kehendak.
f. Narkisme
Harga diri yang rapuh, secara terus menerus berusaha mendapatkan
penghargaan dan pujian, memiliki sikap egosentres, pecemburu dan marah
jika orang lain tidak mendukung.
D. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian keperawatan
a. Faktor predisposisi (Dalami, dkk, 2009, hal. 11)
1) Faktor perkembangan
Kemampuan berperan serta dalam proses hubungan diawali
dengan kemampuan tergantung pada masa bayi dan berkembang pada
masa dewasa dengan kemampuan saling tergantung, berikut teori
perkembangan menurut Erik Ericson :
a) Masa Bayi (0-1 tahun) : bayi sangat tergantung pada orang lain
dalam pemenuhan kebutuhan biologis dan psikologisnya.
Kegagalan dalam tahap ini akan mengakibatkan rasa tidak percaya
pada diri sendiri dan orang lain serta menarik diri.
b) Toddler (1 3 tahun) : mengembangkan otonomi dan awal prilaku
mandiri.
c) Masa pra sekolah (3 6 tahun) : mulai memperluas hubungan
sosialnya di luar lingkungan keluarga khususnya ibu atau
pengasuh. Anak menggunakan kemampuan berhubungan yang
telah dimiliki untuk berhubungan dengan lingkungan diluar
keluarga. Kegagalan dalam hal ini anak membutuhkan dukungan
dan bantuan dari keluarga. Kegagalan dalam berhubungan dengan
lingkungan disertai respon keluarga yang negative akan
mengakibatkan anak menjadi tidak mampu mengontrol diri, tidak
mandiri, ragu, menarik diri dari lingkungan kurang percaya diri,
pesimis dan takut prilakunya salah.
d) Masa sekolah (6 12 tahun) : Anak mulai mengenal hubungan
yang lebih luas khususnya lingkungan sekolah. Pada usia ini anak
mulai mengenal bekerja sama, kompetisi, kompromi. Kegagalan
dalam membina hubungan dengan teman sekolah kurangnya
dukungan guru dan pembatasan serta dukungan yang kurang
konsisten dari orang tua mengakibatkan anak frustasi terhadap
kemampuannya, putus asa, merasa tidak mampu dan menarik diri
dari lingkungan.
e) Masa remaja (12 20 tahun) : Pada usia ini anak mengembangkan
hubungan intim dengan teman sebaya dan sejenis dan umumnya
mempunyai sahabat karib. Kegagalan membina hubungan dengan
teman dan kurangnya dukungan orang tua akan mengakibatkan
keraguan akan identitas ketidakmammpuan mengidentifikasi karir
dan rasa percaya diri kurang.
f) Masa dewasa muda (20 40 tahun) : Pada usia ini individu
mempertahankan hubungan interdefenden dengan orang tua dan
teman sebaya, belajar mengambil keputusan dengan
memperhatikan saran dan pendapat orang lain. Kegagalan
indidvidu dalam melanjutkan sekolah, pekerjaan, perkawinan akan
mengakibatkan individu menghindari hubungan intim menjauhi
orang lain, putus asa akan karir.
g) Masa dewasa tengah (40 64 tahun) umumnya telah pisah tempat
tinggal dengan orang tua khususunya individu yang telah menikah.
Individu yang perkembangannya baik akan dapat mengembangkan
hubungan dan dukungan yang baru. Kegagalan pisah tempat
dengan orang tua, membina hubungan yang baru dan mendapat
dukungan dari orang lain akan mengakibatkan perhatian hanya
tertuju pada diri sendiri, produktifitas dan kreativitas berkurang,
perhatian pada orang lain berkurang.
h) Dewasa lanjut (> 65 tahun) : Individu akan mengalami kehilangan,
baik kehilangan fungsi fisik, kegiatan, pekerjaan, teman hidup,
anggota keluarga. Kegagalan individu untuk menerima kehilangan
yang terjadi pada kehidupan serta menolak bantuan yang
disediakan untuk membantu akan
mengf0baanri menarik diri.
2) Faktor genetik
Terjadinya penyakit jiwa pada individu juga dipegaruhi oleh
keluarga dibanding dengan individu yang tidak mempunyai riwayat
penyakit terkait.
3) Faktor sosiokultural
Hal ini diakibatkan oleh norma yang tidak mendukung terhadap
pendekatan orang lain, tidak mempunyai anggota masyarakat yang
kurang produktif. Isolasi dapat terjadi karena mengadopsi norma,
prilaku, dan sistem nilai yang berbeda dari yang dimiliki budaya
mayoritas. Sosial dalam keluarga : Komunikasi dalam keluarga dapat
mengantar seseorang dalam gangguan berhubungan. Adanya dua pesan
yang bertentangan disampaikan pada saat yang bersamaan
mengakibatkan anak enggan berkomunikasi dengan orang lain
b. Faktor Presipitasi (Stuart and Laraia, 2005, hal. 431)
1) Stressor sosiokultural.
Dapat timbul dalam keluarga yang memiliki masalah seperti
perceraian, pindah tempat, kontak yang kurang dalam satu keluarga,
berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupannya.
2) Stressor psikologi
Teori psikologi menyatakan rasa cemas yang berlebihan dapat
mengakibatkan gangguan dalam hubungan dengan orang lain.
c. Manifestasi klinis / prilaku (Keliat, 2006, hal. 6)
Adapun tanda dan gejala dari prilaku Isolasi sosial yang dapat dilihat
(data objektif) adalah : apatis, afek tumpul, lebih sering menyendiri,
komunikasi kurang atau tidak ada, tidak ada kontak mata, klien menolak
berhubungan dengan orang lain, klien lebih sering menunduk dan berdiam
diri dikamar, tidak melakukan kegiatan sehari-hari, posisi tidur meniru
posisi janin. Sedangkan untuk data subjektif sukar didapat jika klien
menolak komunikasi, beberapa data subjektif adalah menjawab dengan
singkat kata-kata tidak, ya dan tidak tahu.
d. Mekanisme Koping (Stuart and Laraia 2005, hal. 432)
Individu yang mengalami respon sosial maladative menggunakan
berbagai mekanisme dalam upaya untuk mengatasi rasa khawatir dan
kesendirian. Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian
antara lain : proyeksi dan menarik diri
e. Sumber Koping (Stuart and Laraia, 2005, hal. 432)
Sumber koping yang berhubungan dengan respon sosial maladatif
meliputi keterlibatan dalam hubungan keluarga, teman, hewan, dan
melalui media seni (musik), membaca, menulis, berolah raga,tabungan dan
keahlian (kemampuan individu).
Pohon masalah :
Resiko tinggi gangguan sensori persepsi halusinasi
Isolasi sosaial (core problem)

Harga diri rendah
Sumber: (Keliat, 2006, hal. 4)
2. Diagnosa keperawatan :
Diagnosa keperawatan yang muncul yaitu Isolasi sosial, defisit
perawatan diri, harga diri rendah, gangguan persepsi halusinasi (Dalami, dkk,
2009, hal. 12)
2. Perencanaan keperawatan
a. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa keperawatan 1 : Isolasi sosial Tujuan Umum Klien dapat
meningkatkan interaksi sosial dengan orang lain secara optimal.
Tujuan khusus 1 Klien dapat membina hubungan saling percaya
dengan perawat. Kriteria Evaluasi Klien dapat menunjukkan ekspresi
wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau
menjabat tangan, mau menyebut nama, mau menjawab salam, klien mau
duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang
dihadapi. Intervensi : Bina hubungan saling percaya, salam terapeutik,
perkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang
tenang, buat kontrak yang jelas, beri kesempatan untuk mengungkapkan
perasaannya tentang penyakit yang diderita, sediakan waktu untuk
mendengarkan klien, katakan pada klien bahwa ia adalah seorang yang
berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri.
Tujuan Khusus 2 : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan
aspek positif yang dimiliki : aspek intelektual, aspek sosial budaya, aspek
fisik, aspek emosional, atau kepribadian yang dimiliki klien. Kriteria
Evaluasi : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki, aspek
positif keluarga dan aspek lingkungan yang dimiliki klien. Intervensi :
Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien, beri
reinforcement terhadap aspek positif klien.
Tujuan Khusus 3 : Klien mampu menyebutkan keuntungan
berhubungan sosial dan kerugian menarik diri. Kriteria Evaluasi : Klien
dapat menyebutkan keuntungan berhubungan sosial misalnya : banyak
teman, tidak kesepian, bisa diskusi, saling menolong. Intervensi :
Tanyakan pada klien tentang manfaat hubungan sosial kerugian menarik
diri.
Tujuan Khusus 4 : Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara
bertahap. Kriteria Evaluasi : Klien dapat melaksanakan hubungan sosial
secara bertahapa dengan : perawat, perawat lain, klien lain, kelompok.
Intervensi : Observasi prilaku klien saat berhubungan sosial, beri motifasi
dan bantuan klien untuk berkenalan / berkomunikasi dengan perawat lain,
klien lain, kelompok, libatkan klien dalam TAK.
Tujuan Khusus 5 : Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi
sakit dan kemampuan Kriteria Evaluasi : Klien dapat melakukan
kegiatan sesuai dengan kondisi dan kemampuan. Intervensi : Beri
kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan,
beri pujian atas keberhasilan klien, diskusikan kemungkinan pelaksanaan
dirumah.
Tujuan khusus 6 : Klien dapat memanfaatkan sistim pendukung yang
ada. Kriteria Evaluasi: Klien dapat memanfaatkan sistim pendukung
yang ada. Intervensi: berikan pendidikan kesehatan pada keluarga tentang
cara merawat klien harga diri rendah, bantu keluarga memberi dukungan
selama klien dirawat, bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah.
Tujuan khusus 7 : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
Kriteria Evaluasi : Klien menyebutkan: manfaat minum obat, kerugian
tidak minum obat, nama, warna, dosis, efek terapi dan efek samping obat :
diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat,
nama, warna, dosis, cara, efek terapi dan efek samping pengggunaan obat.,
pantau klien saat penggunaan obat.
b. Penatalaksanaan Medis
1) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaaan penunjang yang dilakukan pada klien dengan Isolasi sosial :
a) Somatoterapi (melalui badan organobiolplasmik)
Fisioterapi menggunakan energi listrik atau tanpa alat :
Biofeedback therapy, Elektro sleep theraphy, Photo therapy, dan
Elektro convulsi therapy.
b) Psikotherapi (Stuart, Laraia 2005)
Therapi binalaku (behavior modification) untuk menanggulangi
kebiasaan buruk, therapi kelompok (group therapy) untuk
kelompok bermasalah), therapi keluarga, untuk keluarga yang
bermasalah, Therapi disensitasi untuk penderita cemas dan takut,
therapi ventilasi (sadar) dan abstraksi (bawah sadar) untuk perasaan
sedih, kecewa, putus asa, kesal, dendam dan sebagainya .
c. Penatalaksanaan keperawatan. (Keliat, 2005)
Penatalaksanaan pada pasien isolasi sosial, klien di libatkan dalam aktifitas
kelompok (TAK) :
1) Klien mampu memperkenalkan diri.
2) Klen mampu berkenalan dengan anggota kelompok
3) Klien mampu bercakap dengan anggota kelompok.
4) Klien mampu menyampaikan dan membicarakan topik percakapaan.
5) Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi pada
orang lain.
6) Klien mampu bekerjasama dalam permainaan sosialisasi kelompok.
7) Klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan
TAKS yang telah dilakukan.
d. Prinsip keperawatan pada klien dengan Isolasi sosial.
Prinsip keperawatan pada klien dengan Isolasi sosial yaitu :
1) Menerapkan tekhnik komunikasi terapeutik
2) Melibatkan keluarga
3) Kontak sering tapi singkat
4) Peduli
5) Empati
6) Jujur dan menepati janji
7) Memenuhi kebutuhan sehari-hari
8) Melindungi dari prilaku yang membahayakan diri
9) Melibatkan klien dalam TAK.
4. Pelaksanaan keperawatan
Pelaksanaan keperawatan merupakan langkah keempat dari proses
keperawatan. Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan perawat harus
bekerjasama dengan pasien atau keluarga dan petugas kesehatan lainnya.
Tahapan atau kegiatan yang dilakukan antara lain melanjutkan pengumpulan
data dan pengkajian, melaksanakan intervensi, keperawatan,
mendokumentasikan asuhan keperawatan, memberikan laporan keperawatan.
SP Untuk klien :
1. SP 1 : Mengidentifikasi penyebab Isolasi sosial, berdiskusi dengan klien
tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain, berdiskusi dengan
klien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan
klien cara berkenalan dengan satu orang, menganjurkan klien memasukkan
kegiatan latihan berbincang-bincang dengan orang lain dalam kegiatan
sehari-hari.
2. SP 2 : Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien, memberikan
kesempatan pada klien memperaktekkan cara berkenalan dengan satu
orang, membantu klien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan
orang lain sebagai salah satu kegiatan harian.
3. SP 3 : Mengevaluasi jadawal kegiatan harian klien, memberikan
kesempatan kepada klien berkenalan dengan dua orang atau lebih,
menganjurkan klien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.
SP Untuk keluarga :
1. SP 1 : Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluaraga dalam merawat
klien, menjelaskan pengertian tanda dan gejala Isolasi sosial yang dialami
klien beserta proses terjadinya, menjelaskan cara-cara merawat klien
Isolasi sosial.
2. SP 2 : Melatih keluarga memperaktekkan cara merawat klien dengan
Isolasi sosial, melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada
klien dengan Isolasi sosial.
3. SP 3 : Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk
minum obat, menjelaskan follow up klien setelah pulang.
5. Evaluasi keperawatan (Dalami, 2009, hal. 16)
Evaluasi keperawatan adalah membandingkan efek atau hasil dari
suatu tindakan keperawatan, dengan kriteria yang sudah dibuat. Evaluasi
merupakan tahap akhir dari proses keperawatan.
Evaluasi yang diharapkan pada Isolasi sosial tidak terjadinya
perubahan sensori persepsi halusinasi diantaranya klien dapat membina
hubungan saling percaya, klien dapat mengetahui penyebab menarik diri ,
klien mengetahui keuntungan berinteraksi dengan orang lain serta kerugian
tidak berinteraksi dengan orang lain, klien mampu berkenalan secara bertahap,
klien dapat berhubungan dengan orang lain, dapat mengungkapkan
perasaannya, klien dapat memperdayakan sistem pendukung diRumah Sakit
atau dirumah, klien dapat menggunakan obat secara teratur dan benar.

Vous aimerez peut-être aussi