Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
BAB I PENDAHULUAN
Pelaksanaan PRAKERIN tidak terbatas pada praktek kerja di laboratorium saja, tetapi juga praktek pengenalan lingkungan kerja yang sesungguhnya, termasuk pengaplikasian disiplin kerja dalam membangun kerja sama antar individu. Selain itu juga untuk menambah pengalaman kerja (keterampilan), menambah wawasan secara berdikari dibawah bimbingan yang terpantau. Adapun tempat pelaksanaan PRAKERIN adalah di balai-balai penelitian, instansi-instansi dan perusahaan-perusahaan industri yang berlangsung pada 14 januari 2013 sampai 12 April 2013.
Analisa yang dilakukan terhadap sampel bertujuan agar siswa prakerin dapat menganalisa senyawa yang terkandung dalam sampel sesuai dengan metode dan spesifikasi yang ditetapkan perusahaan. Bagi siswa yang telah melaksanakan Praktek Kerja Industri, siswa harus membuat laporan Praktik Kerja Industri yang isinya sesuai dengan apa yang telah dilakukan pada saat melaksanakan Praktek Kerja Industri. Adapun tujuan penulisan laporan ini sebagai berikut: 1. Memantapkan siswa dalam memahami dan mengembangkan ilmu yang didapat dari tempat siswa melaksanakan prakerin. 2. Siswa mampu mencari alternatif lain dalam pemecahan masalah analisis kimia lebih luas dan mendalam serta mengapresiasikan wawasannya dalam bentuk karya tulis. 3. Menambah koleksi perpustakaan sekolah, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan bagi diri penulis maupun bagi pembaca lainnya.
2. Penulis mengunjungi perpustakaan untuk mengumpulkan data tertulis yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam laporan baik dari sumber dokumen maupun buku. 3. Penulis melakukan wawancara dengan pihak instansi yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam laporan sehingga penulis mendapatkan referensi yang lebih luas dari berbagai sumber.
I. II. III.
Lembar Pengesahan Kata Pengantar Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan secara singkat tentang Latar Belakang, Tujuan, Batasan Masalah, Metodologi Penyusunan Laporan dan Sistematika Penyusunan Laporan.
BAB II URAIAN UMUM Bab ini secara singkat menjelaskan Sejarah Institusi, Visi dan Misi Puslitbang tekMIRA, Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi, Organisasi, Fasilitas Laboratorium, Deskripsi Tempat Kerja Industri, Publikasi, Kerjasama, Tata Kerja, Susunan Kepegawaian, Produk dan Jasa, Sentra Percontohan dan Kegiatan di Lini Industri.
BAB III TINJAUAN PUSTAKA Isi dari bab ini adalah uraian mengenai teori-teori yang berkaitan dengan sampel yang dianalisa maupun metode dan peralatan yang digunakan.
BAB IV METODE ANALISIS Bab ini berisi tentang prosedur dari penetapan yang dilakukan.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi hasil dari penetapan yang dilakukan dan pembahasan mengenai penetapan tersebut.
IV.
DAFTAR PUSTAKA
Pertambangan dan Energi No. 548 tahun 1976, tanggal 11 November 1976 Pusat Pengembangan Teknologi Mineral Bandung diresmikan, yang merupakan gabungan atas Akademi Geologi dan Pertambangan (AGP) dengan Balai Penelitian Tambang dan Pengolahan Bahan Galian (BPTPBG) yang telah berjalan sejak tahun 1960. Bergabungnya kedua balai ini menjadi Pusat Pengembangan Teknologi Mineral (PPTM) diresmikan pada tanggal 11 November 1976 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 548 tahun 1976. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 1092 tahun 1984 yang merupakan penyempuranaan atas Surat Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 132 tahun 1979, Pusat Pengembangan Teknologi Mineral adalah unit pelaksana teknis di bidang Pengembangan Teknologi Mineral di lingkungan departemen pertambangan dan energi yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur jenderal Pertambangan Umum. Selanjutnya, pada Surat Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 1748 tahun 1992, Pusat Pengembangan Teknologi Mineral (PPTM) dipecah menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral (PPPTM) dan Pusat Pengembangan Tenaga Pertambangan dan Energi No. 1748 tahun 1992. Pada tahun 2000 terjadi perubahan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, menyusul era reformasi yang diikuti oleh demokratisasi diberbagai bidang, dan pemberlakuan Undang Undang Nomor 22 tahun 1999 dan keputusan Presiden No. 165 Tahun 2000, Departemen Pertambangan Energi dan Sumber
Daya Mineral (DESDM). Atas dasar Keppres tersebut, selanjutnya dikeluarkan SK Menteri Energi dan Sumber daya Mineral Nomor 150 tahun 2000 dan Nomor 1915 Tahun 2000 yang keduanya mengatur organisasi di lingkungan DESDM. Restrukturisasi yang terus berlanjut, antara lain menghasilkan reaktualisasi visi dan misi DESDM, pembentukan Badan Litbang ESDM berikut visi dan misinya, serta pergantian nama menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batu Bara (PUSLITBANG tekMIRA) yang kini berada dibawah Badan Litbang ESDM.
mineral dan batubara yang UP TO DATE, efektif, efisien dan berwawasan lingkungan. Melakukan penelitian dan pengembangan, perekayasaan dan rancang bangun di bidang teknologi pengolahan dan pemanfaatan mineral dan batubara yang sesuai dengan kaidah GOOD MINING
PRACTICES.
Melaksanakan pengolahan keuangan, sumber daya manusia, sarana prasarana, program, kerjasama, dan sistem informasi yang sesuai dengan kaidah kepemerintahan/ kelembagaan yang baik (GOOD
GOVERNANCE)
Fokus kegiatan diarahkan kepada kegiatan litbang aspek teknologi penambangan, proses pengolahan, lingkungan pertambangan, dan pemanfaatan teknologi informasi. Sementara pelaksanaan terhadap fokus kegiatan diserahkan kepada kelompok-kelompok keahlian yang bersifat fungsional, yaitu : Kelompok Geoteknologi Tambang Kelompok Teknologi Penambangan Kelompok Lingkungan Pertambangan Kelompok Teknologi Pengolahan Mineral Kelompok Teknologi Pengolahan Dan Pemanfaatan Batu Bara Kelompok Tekno-Ekonomi Mineral Dan Batu Bara Kelompok Teknologi Informasi Pertambangan
Berbicara lebih jauh tentang fokus kegiatan, ada dua sasaran yang ingin dicapai, yaitu : 1. Optimalisasi pemanfaatan mineral, berupa peningkatan nilai tambah, teknologi proses dan peningkatan mutu mineral.
2. Optimalisasi pemanfaatan batu bara, baik sebagai bahan bakar langsung atau melalui konversi dan peningkatan mutu batu bara.
MISI DESDM
MASUKAN KEBIJAKAN MINERAL NASIONAL MENDUKUNG PENYEDIAAN BAHAN BAKU INDUSTRI MASUKAN KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL
PEMANFAATAN MINERAL
PEMANFAATAN BATUBARA
Teknologi Penambangan Geoteknologi Tambang Lingkungan Tekno-Ekonomi Teknologi Informasi Laboratorium, Pilot Plants Gambar 2.2. Bagan Visi dan Misi PUSLITBANG tekMIRA
2.3. Kedudukan
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara adalah pelaksana tugas Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral di bidang geoteknologi tambang, teknologi penambangan, eksploitasi air tanah, teknologi pengolahan mineral, teknologi pengolahan dan pemanfaatan batubara, teknologi lingkungan pertambangan, tekno-ekonomi mineral dan batubara dan teknologi informasi pertambangan serta pelayanan jasa
teknologi mineral dan batubara yang bertanggung jawab langsung kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral.
10
2.5. Organisasi
MENTERI ESDM
DITJEN MIGAS
DITJEN GSDM
BADIKLAT ESDM
PUSLITBANG tekMIRA
11
2. Laboratorium Kimia Fisika Analisis unsur atau senyawa kimia dan dari mineral (cara basa, AAS dan lain lain) Analisis air dan tanah serta udara untuk masalah lingkungan pertambangan Uji sifat fisik mineral dalam kaitannya dengan proses pengolahan
3. Laboratorium Pengolahan Mineral Uji konsentrasi gravimetric Uji konsentrasi flotasi Uji konsentrasi magnetic Uji semi kontinyu elektrostatik
4. Laboratorium Metalurgi Ekstraksi Uji ekstraksi cara piro Uji ekstraksi cara hydro Uji ekstraksi cara elektro Uji ekstraksi cara bio
5. Laboratorium Kimia Lingkungan Analisis air, tanah dan udara Desain proses dan peralatan untuk pengolahan limbah
6. Laboratorium Rancang Bangun dan Rekayasa Rancangan bangunan peralatan dan pabrik pengolahan atau ekstraksi mineral Rekayasa peralatan
8. Laboratorium Pilot Plant Pengolahan Mineral dan Metalurgi Uji Pengolahan system continue Uji pembuatan pellet Uji peleburan besi dan non besi
9. Laboratorium Simulasi Pengolahan Membuat suatu proses pengolahan mineral dengan bantuan computer. Memperkirakan proses yang terjadi Membantu perancangan peralatan
10. Laboratorium Tambang Uji fisik tanah dan batuan Uji desain tambang dan simulasi
11. Laboratorium Pengembangan Sistem-Sistem Informasi Fasilitas untuk pengembangan dan pemanfaatan system-system informasi geografi.
13
adalah melaksanakan analisis kimia mineral, pengujian kimia fisika mineral, karakteristik mineral dan analisis kimia lingkungan.
2.8. Publikasi
Bertujuan untuk menyebarluaskan hasil kegiatan yang telah dilakukan PUSLITBANG tekMIRA yang telah meliputi masalah penelitian, pengembangan, interprestasi, pengolahan, analisis, dan evaluasi data mineral beserta kaitannya, yang tertuang dalam bentuk tulisan, laporan, brosur, leafet, artikel, buletin, berita litbang teknologi mineral serta visualisasi dan lain sebagainya.
2.9. Kerjasama
Dalam kegiatannya, PUSLITBANG tekMIRA melakukan berbagai kerjasama, baik dalam negeri maupun luar negeri dalam rangka lebih mengoptimalkan fasilitas peralatan yang dimiliki dan kemampuan. Kerjasama dalam negeri, kerjasama ini dimaksudkan untuk lebih mendayagunakan fasilitas, kemampuan dan tenaga ahli yang dimiliki masing-masing instansi di dalam negeri sehingga dapat tercapai optimasi dan kecepatan dalam mencapai sasaran. Untuk mencapai maksud, PUSLITBANG tekMIRA membina kerjasama dengan berbagai instansi.
14
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI MINERAL DAN BATU BARA Dra. Retno Damayanti, DPL, Est.
BIDANG PENYELENGGARAAN DAN SARANA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Ir. Retno Wijayanti BIDANG AFILIASI DAN BIDANG PROGAM Drs. Ridwan Saleh INFORMASI Nanang Jumaruddin S.T.,M.T. KELOMPOK PELAKSANA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI EKSPLOITASI SUB BIDANG PENYELANGGARAA N PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Ir. sariman TAMBANG DAN SU BIDANG PENYIAPAN RENCANA Ir. Sudirman SUB BIDANG AFILIASI Erwina Sylvia J.,SH. PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELOMPOK PELAKSANA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENGOLAAN DAN PEMANFAATAN MINERAL KELOMPOK PELAKSANA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENGOLAAN DAN PEMANFAATAN BATUBARA
SUB BIDANG SUB IDANG SARANA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Maki Pria Utama,ST. ANALISIS DAN EVALUASI Tendi Rustendi, S.Si., M.Si. SUB IDANG INFORMASI Ir. Adang Setiawan, M.Sc
Jumlah karyawan Puslibang tekMIRA dengan bulan Desember 2010 tercatat 348 0rang, terdiri atas 232 orang dengan berbagai keahlian yang berkecimpung dalam kelitbangan dan 106 orang tenaga administratif.
| SMK-SMAK Makassar 2013
15
Jasa
Jasa teknologi merupakan salah satu bentuk pelayanan kepada masyarakat yang dilakukan oleh tekMIRA. Kegitan ini merupakan penunjang yang sangat penting untuk mendukung mandirinya institusi. Banyaknya pelayanan jasa yang dikerjakan merupakan salah satu tolak ukur kepercayaan masyarakat terhadap tekMIRA. Jenis pelayanan yang dapat diberikan tekMIRA kepada masyarakat meliputi: Jasa Pengujian Komposisi Kimia Mineral Jasa Pengujian Kimia Lingkungan Jasa Pengujian X-Ray Jasa Pengujian Mineralogi Jasa Pengujian Fisika Mineral Jasa Pengujian Ekstraktif Metalurgi Jasa Pengujian Kimia dan Fisika Batubara Jasa Pengujian Analisis Proksimat Jasa Pengujian Analisis Ultimat Jasa Pengujian Analisis Bentuk Belerang Jasa Pengujian Gas dan Cairan Batubara Jasa Pengujian Mekanika Batuan
16
Jasa Pengujian Geoteknologi Tambang Jasa Analisis dan Desain Geoteknologi Tambang Jasa Pengujian Mekanika Tanah Jasa Penyelidiikan/Survey Geofisika Tambang Jasa Teknologi Informasi Pertambangan Bimbingan Teknis
17
PEMINTA JASA
INTERN SWASTA INSTANSI LAIN
MANAGER ADMINISTRASI
MANAGER TEKNIS
LAB KIMIA LAB KIMIA LINGKUNGAN LAB KIMIA X-RAY LAB FISIKA LAB Keterangan: Jalur Sampel Masuk Jalur Sampel Keluar MINERALOGI
LAB PREPARASI
18
Contoh / Sampel
Arsip Contoh
Sampling
Drying
Crushing Pertama: Jaw Crusher I Jaw Crusher II (Ukuran yang dihasilkan 2-0,5 cm) Crushing Kedua: Roll Crusher (ukuran yang dihasilkan-10#)
Arsip Contoh
Sampling
Grinding: Ring Mill Ball Mill Rod Mill (Ukuran yang dihasilkan -150#) Contoh Siap Gambar 2.6. Proses Sampling di Laboratorium Preparasi
19
3.1 BATASAN MINERAL DAN PERKEMBANGANNYA Mineral merupakan batuan yang tersusun dari oksida logam maupun garamnya didalam kerak bumi. Dalam ilmu geologi unsur/senyawa tersebut sangat penting dan dibutuhkan dalam mengidentifikasi pembentukan batuan, susunan kandungan yang terdapat didalam mineral. Adapun ilmu yang mempelajari adalah mineralogi. Menurut definisi, mineral adalah
suatu zat padat homogen yang terjadi di alam secara ilmiah dengan suatu komposisi kimia tertentu (umumnya tidak tetap) dan memiliki susunan atom yang teratur, biasanya
Batasan mineral itu sendiri dapat dibagi menjadi dua, yang masing masing dikemukakan oleh: 1. Escer (1950), bahwa mineral adalah sebagian besar merupakan kristalin dalam kerak bumi, serta mempunyai sifat sifat kimia yang homogen. Artinya mempunyai sifat sifat yang sama pada satu jurusan bila dipandang dari sudut yang sembarang. 2. Berry dan Manson (1968), bahwa mineral merupakan benda padat homogen yang dibentuk di alam dengan proses anorganik dan mempunyai susunan kimia yang tertentu yang didalamnya terdapat suatu pengaturan atom atom atau ion ion yang teratur.
20
Gabungan dari beberapa mineral adalah batuan, agar lebih mengenal jenis jenis batuan, perlu ditetapkan terlebih dahulu jenis mineral yang terkandung didalamnya. Untuk mengenal jenis batuan perlu diketahui : 1. Jenis mineral yang terkandung. 2. Ukuran dan bentuk kristal serta penyusun ruang antara mineral yang satu dengan mineral yang lain, sifat ini biasa disebut tekstur batuan. 3. Menetapkan secara kuantitatif kandungan mineralnya. 4. Komposisi kimia mineral.
Penggolongan mineral-mineral pada umumnya dilakukan berdasarkan pada kandungan senyawa senyawa kimia yang terkandung, seperti sulfida, oksida, silika, karbonat, fosfat dan sebagainya. Akan tetapi penamaan mineral tidak selalu berdasarkan kandungan senyawa-senyawa kimia yang terkandung, namun berdasar pada: 1. Sifat fisik atau kimia, diantaranya adalah warna, sifat magnetik, dan unsur dominan. 2. Nama tenpat ditentukan. 3. Nama seorang tokoh atau ahli mineral. Sebenarnya mineral telah dikenal sejak abad prasejarah, sejak manusia telah mengenal warna yang digunakan untuk melukis didalam gua gua. Diperkirakan bahwa penambangan dan peleburan mineral untuk mendapatkan logam logam telah ada sejak 400 tahun yang lalu atau lebih. Meskipun demikian kita tidak mempunyai bukti mengenai hal ini. Mineral mempunyai sifat-sifat yang dimilikinya diantaranya : Hardness (kekerasan) Derajat kekerasan merupakan salah satu sifat umum yang menjadi dasar identifikasi, hal ini merupakan ukuran terdapat goresan suatu mineral.
21
Kekerasan ini di uji berdasarkan skala kekerasan Mohs, yang menunjukan kekerasan mineral tertentu pada skala 1 10,skala itu adalah : Tabel 3.1. Skala Kekerasan Mohs Scale 1 Mineral Talc (Mg3Si4O10(OH)2) Gambar Scale 6 Mineral Orthoclase (KAlSi3O8) Gambar
Gypsum (CaSO42H2O)
Quartz (SiO2)
Calcite (CaCO3)
Fluorite (CaF2)
Corundum (Al2O3)
Apatite (Ca5(PO4)3(OH,Cl-,F-))
10
Diamond (C)
Prinsip dasar di balik skala ini adalah dimana zat yang memiliki bilangan lebih besar dapat menggores bilangan yang kecil. Luster (kilau) Merupakan penampakan permukaan mineral di dalam cahaya yang di pantulkan. Uji ini sangat sulit dilakukan jika permukaan kotor atau tidak rata, hasilnya akan menyimpang.
22
Pengujian sebaiknya dilakukan ketika melihat muka kristal besar. Kategori berbeda adalah metalik (merefleksikan cahaya), admantine (kemilau,seperti berlian yang di poles),vitreous (seperti kaca). Streak (coret) Streak (coret) merupakan warna residu mineral dalam keadaan bubuk. Alat yang di gunakan adalah pecahan kaca yang putih yang tidak berglazur. Pecahan ini memiliki kekerasan sekitar 6, alat ini tidak dapat digunakan pada mineral yang mempunyai kekerasan lebih dari 6. Warna coretan pada mineral diantaranya adalah: Tabel 3.2. Warna Coretan Pada Mineral Warna coretan Graphite Pryte Magnetite Chalcopyrite Galena Limonite Hematite Mineral
Cleavage (belahan) merupakan suatu kecenderungan mineral untuk terbagi sepanjang bidang tertentu. Fracture (patahan) Merupakan bentuk mineral pada saat hancur. Crystalline shape (bentuk kristal) Merupakan pola geometris yang dimiliki kristal tunggal suatu mineral. Specific gravity (massa jenis) Merupakan perbandingan massa jenis mineral terhadap massa jenis air (1g/cm3).
23
ditemukan di Les Baux didekat Avignon, Perancis Selatan. Kemudian A.Liebrick (1892) menggunakan istilah ini dalam cakupannya yang lebih luas meliputi pemerkayaan karena pelapukan mineral-mineral gibbsit pada batuan basal yang diamati di daerah Vogelsberg, Jerman.
Gambar 3.2. Bauksit
Dalam perkembangan selanjutnya, istilah bauksit digunakan orang untuk batuan sedimen yang mempunyai kadar Al nisbi tinggi, kadar Fe rendah, dan tidak atau sedikit mengandung kwarsa (SiO2) bebas. Dengan demikian bauksit dengan susunan terutama dari oksida aluminium.
1.2 Proses Pembentukan Bauksit Bijih bauksit terjadi di daerah sub tropika dan tropika yang memungkinkan pelapukan yang sangat kuat. Bauksit terbentuk dari batuan sedimen yang mempunyai kadar Al nisbi tinggi, kadar Fe rendah dan kadar SiO2 bebas rendah bahkan tak mengandung sama sekali. Batuan tersebut antara lain nepheline, rshale, limestone, dan phonolite. Batu batuan di atas mengalami proses laterisasi,yaitu proses yang terjadi karena pertukaran suhu secara terus menerus sehingga batuan mengalami pelapukan dan terpecah pecah. Pada musim hujan, air memasuki rekahan rekahan dan menghanyutkan unsur unsur yang mudah larut, sementara unsur unsur yang
| SMK-SMAK Makassar 2013
24
sukar/ tidak larut tertinggal dalam batuan induk, seperti Na, K, Mg, dan Ca dihanyutkan oleh air, residu yang ditinggalkan (disebut laterit) menjadi kaya dengan hidro oksida aluminium [Al(OH)3)] yang kemudian oleh dehidrasi akan mengeras menjadi bauksit. Kondisi kondisi utama yang memungkinkan terjadinya endapan bauksit secara optimun adalah: 1. Adanya batuan yang mudah larut dan menghasilkan batuan sisa yang kaya aluminium. 2. Adanya vegetasi dan bakteri yang mempercepat proses pelapukan. 3. Porositas batuan yang tinggi, sehingga sirkulasi air berjalan dengan mudah. 4. Adanya pergantian musim (cuaca) hujan dan kemarau (kering). 5. Adanya bahan yang tepat untuk pelarutan. 6. Relief (bentuk permukaan) yang relatif rata,yang mana memungkinkan terjadinya pergerakan air dengan tingkat erosi minimum. 7. Waktu yang cukup untuk terjadinya proses pelapukan. Untuk menggali bauksit, dilakukan dengan metode land clearing (mengupas pohon dan semak di permukaan tanah atau pengupasan tanah penutup). Alat-alat berat seperti buldozer, biasa dipakai untuk melakukan pengupasan tersebut. Sementara lapisan bijih bauksit digali dengan shovel, diangkut dengan dump truck untuk dimasukkan kedalam instalasi pencucian. Setelah dicuci (desliming) yang berfungsi memisahkan bijih bauksit dari unsur lain seperti pasir atau lempung kotor, maka dilakukan proses penyaringan (screening). Bersamaan dengan itu dilakukan pemecahan (size reduction) dari butiran butiran yang berukuran lebih dari 3 inchi dengan jaw crusher. Selanjutnya, memasuki tahap pengolahan dengan proses bayer (teknik pemurnian bauksit)
25
1.3 Pengolahan Bauksit Menjadi Aluminium Proses yang digunakan untuk mengolah bauksit sehingga menjadi alumunium adalah proses Bayer (Ditemukan oleh Karl Bayer). Mulanya bauksit diolah dengan suhu rendah (140-170 C) kemudian pada suhu tinggi (200-400 C), sehingga menjadi alumina (A12O3). Untuk menghasilkan satu ton alumina, dibutuhkan sekitar 2,5-2,7 ton bauksit kering. Alumina yang mengandung alumunium sekitar 52,9 % kemudian dipanaskan hingga titik leburnya (2035 C) sampai dihasilkan logam alumunium.
1.4 Daerah-Daerah Endapan Endapan Di Dunia dan Indonesia Sebaran sumber bauksit di dunia terbagi atas delapan wilayah utama, yaitu: a. Amerika Selatan : Guyana Shild dan Brazilian Shild. b. Afrika Barat dan Tengah : Guinean Shild dan Cameroons. c. Australia dan Asia Selatan : Australia, India, Malaysia dan Indonesia. d. Amerika Utara : Wilayah Arkansas e. Wilayah Karibiyah (Caribion Region) f. Wilayah Mediterania (Mediterian Region) g. Ural Tengah (Central Urals) : Wilayah Khazakhistan h. Wilayah Cina Tengah (Central Cina Region)
| SMK-SMAK Makassar 2013
26
Adapun daerah-daerah endapan di Indonesia, yaitu : a. Pulau Bintan : Tembelin, Pulau Angkut, Pulau Kalong, Pulau Dendang, Dan Pulau Wacopek b. Kalimantan Barat : Kandawungan- Air Upas, Sandai- Jago Dan Sungai Kapuas (Tayan, Munggu Pasir, Pantas, Simpang Dua). c. Pulau Bangka d. Kepulauan Riau
1.5 Kandungan Pada Bauksit Bahan galian ini terdapat pada lapukan (residual soil) dari batuan yang mengandung oksida alumunium monohidrat dan oksida besi yang membentuk mineral di aspal (Al2O3OH) dan gipsit (Al2O3H2O). Secara umum bauksit mengandung Al2O3 sebanyak 45-65%, SiO2 1-12%, Fe2O3 2-25%, TiO2 >3%, dan H2O 14-36%.
1.6 Penggunaan Bauksit Bauksit merupakan bahan baku pembuatan alumina. Sekitar 90% alumina yang dihasilkan dari biji bauksit digunakan untuk peleburan alumina. Sisanya sebanyak 10% digunakan untuk keperluan non metalurgis, seperti batu tahan panas(repractories), industri gelas, keramik, bahan penggosok dan industri kimia. Penggunaan logam aluminium yang terbanyak adalah dalam bidang kontruksi, pengangkutan (transportasi), pengemasan dan pelistrikan. Dalam beberapa tahun terakhir, dibidang transportasi darat terjadi perkembangan logam aliminium yang semakin naik. Hal ini dimaksudkan untuk meringankan bobot kendaraan, sehingga dapat menghemat penggunaan bahan bakar, sebaiknya peranan aluminium dalam pelistrikan menurun karena rasio harga tembaga (Cu) dengan aluminium (Al) makin mengecil.
1.7 Penggolongan Mutu Bauksit Pulau Bintan Tidak semua bauksit dari pulau Bintan dan sekitarnya mempunyai komposisi yang sama. Bauksit dari pulau Bintan dan sekitarnya dapat
| SMK-SMAK Makassar 2013
27
digolongkan atas dasar komponen komponen SiO2 total dan Al2O3 menjadi 4 golongan, seperti terlihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 3.3 Penggolongan Bauksit pulau Bintan Golongan A C D E %SiO2 7,9 7,9-13 13 13 %Al2O3 50 48-50 40-48 33-40 Keterangan
Sumber : Laporan Perjalanan Dinas Ke Unit Pertambangan Bauksit Kijang P.N. Aneka Tambang.
Golongan A dan C, biasa disebut bauksit mutu tinggi (Upgrade bauksit), sedang D dan E mutu rendah (Low Grade Bauksit). Percampuran A dan C merupakan golongan sendiri (B), untuk memenuhi standar mutu bauksit, yang biasanya ditetapkan antara P.N aneka Tambang dengan pihak pembeli dan secara tidak langsung untuk menaikkan tenaga dari bauksit itu sendiri.
2. ABU BATUBARA 2.1 Pengertian Abu Batubara Batubara adalah endapan fosil tumbuh-tumbuhan yang telah mengalami perubahan bentuk dari asalnya, ini disebabkan oleh bekerjanya mikrobiologis, tekanan panas, waktu dan pengaruh lingkungan. Dengan adanya proses geokimia, maka terjadi pembusukan pada sisa tumbuhan, dimana akan diubah menjadi endapan hitam kecoklatan yang disebut Batubara. Dalam batubara juga terdapat unsur anorganik dan unsur nitrogen serta Belerang yang merupakan unsur pengotor dimana pada saat pembakaran akan tersisa abu.
28
Batu bara merupakan batuan hidrokarbon padat yang berbentuk dari tumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen, serta terkena pengaruh tekanan dan panas yang berlangsung sangat lama. Proses pembentukan (coalification) memerlukan jutaan tahun, mulai dari awal pembentukan yang menghasilkan gambut, lignit, subbituminus, bituminous dan akhir terbentuk antrasit. Besar kecilnya kadar abu turut menentukan mutu dari batubara tersebut. Abu belerang adalah bagian dari abu bakar berupa bubuk halus dan ringan yang diambil campuran gas tungku pembakaran yang mempergunakan bahan bakar. Abu terbang adalah bagian dari abu bakar berupa bubuk halus dan ringan yang dibakar. Mutunya sangat berbeda satu dengan yang lainnya, tergantung pada sumber batu bara yang digunakan, efisiensi dari pulverisasi suhu pembakaran, serta cara pengendapan abu dari gas pembakaran. Komposisi abu terbang mengandung SiO2, Al2O3, SO42-, Mg, dan Fe2O3. Abu terbang digunakan untuk bahan agregat ringan, pembuatan keramik, pengerjaan jalan, bahan baku pasta semen, mineral aluminium dan pemisahan besi serta bahan-bahan yang sukar dibakar. Secara kimia abu batabara merupakan mineral alumino silikat yang banyak mengandung unsur unsur Ca, K, dan Na di samping juga mengandung sejumlah kecil unsur C dan N. Bahan nutrisi lain dalam abu batubara yang diperlukan dalam tanah diantaranya ialah B, P dan unsur unsur kelumit seperti Cu,
29
Zn, Mn, Mo, dan Se. Abu batubara sendiri dapat bersifat sangat asam (pH 3-4) tetapi pada umumnya bersifat basa (pH 10-12). Secara fisika abu batubara tersusun dari partikel berukuran silt yang mempunyai karakteristik kapasitas pengikatan air sedang sampai tinggi, sifat-sifat pembentuk semen yang dapat menghambat perkembangan akar tanaman. Di Indonesia, endapan batubara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan Kalimantan), pada umumnya endapan batu bara tergolong usia muda, yang dapat dikelompokan sebagai batu bara berumur Tersier Bawah dan Tersier Atas. 2.2 . Karakteristi Abu Terbang 1. Warna Warna dari batubara dipengaruhi waktu pembakaran pada tungku pembakaran yang menggunakan bahan bakar batubara. Apabila warna abu terbang batubara makin mudah berwarna abu abu dan biasanya bervariasi sampai hitam.
2. Komposisi Kimia Sesuai dengan ASTM C.618-71, komposisi abu terbang harus mengandung minimum 70% oksida-oksida seperti SiO2, Al2O3, dan Fe2O3. Sulfat yang terkandung maximum 5%, alkalis diharapkan maximum 3% dan oksida Magnesium maximum 3%.
3. Hilang Pijar Hilang pijar disebabkan adanya batubara dan karbon yang tidak terbakar. Makin besar hilang pijarnya, efektivitas sebagai bahan pozolan akan berkurang. Abu terbang yang mempunyai hilang pijar lebih dari 10% jarang dipergunakan untuk pembuatan keton.
30
4. Sifat Fisik Abu Terbang Abu terbang batubara mepunyai bentuk yang sangat unik, sebagian berbentuk bulat, sifat butirannya berpori dan bewarna hitam. Densitas abu terbang batubara besarnya bervariasi bergantung pada besarnya butirnya, juga dari besarnya hilang pijar.
5. Pemakaian Abu Terbang Berdasarkan sifat-sifat fisik dan kimia yang terkandung dalam abu terbang batubara, maka pemanfaatannya dapat dirinci sebagai berikut: a. Bahan untuk pembuatan agregat ringan. b. Pembuatan keramik. c. Pengerjaan jalan, seperti untuk pengisi block product. d. Sumber bahan bahan kimia seperti untuk bahan baku pasta semen, mineral Alumunium dan pemisahan besi serta bahanbahan yang sukar dibakar.
3. BIJIH BESI
3.1 Pengertian Bijih Besi Bijih besi adalah batuan dan mineral dari mana logam besi dapat diekstraksi secara ekonomis. Bijih biasanya kaya besi oksida dan mempunyai warna yang bervariasi mulai dari abu-abu gelap, kuning terang, ungu dan berkarat merah. Besi itu sendiri biasanya ditemukan dalam bentuk magnetit (Fe3O4), bijih besi (Fe2O3), goethite (FeO(OH)), limonit (FeO(OH) dan siderite (FeCO3). Bijih besi juga dikenal sebagai "bijih alam" dimana nama ini mengacu pada tahun-tahun awal pertambangan besi. Bijih besi merupakan bahan baku yang digunakan untuk membuat besi babi, yang merupakan salah satu bahan baku utama untuk membuat baja. Dari semua besi, 98% dari bijih besi yang ditambang digunakan untuk membuat baja. Sesungguhnya, telah dinyatakan sebelumnya bahwa bijih besi adalah bagian terbesar dari integral ekonomi global dibandingkan dengan komoditi lainnya, kecuali mungkin minyak. Logam besi hampir tidak dikenal di permukaan bumi kecuali sebagai besi-nikel paduan dari meteorit dan sangat
| SMK-SMAK Makassar 2013
31
langka dalam bentuk mantel xenoliths. Oleh karena itu, semua sumber zat besi yang digunakan oleh industri manusia dieksploitasi dari besi oksida mineral yang merupakan bentuk utama yang digunakan dalam industri bijih besi.
Proses terbentuknya bahan galian sangatlah kompleks yaitu lebih dari satu proses bekerja bersama-sama. Meskipun dari satu jenis bahan galian logam, apabila terbentuk oleh proses yang berbeda-beda, maka akan menghasilkan tipe endapan yang berbeda pula. Beberapa proses pembentukan bijih besi antara lain: 1. 2. 3. 4. Diferensiasi magmatik Larutan hidrotermal Proses sedimentasi Proses pelapukan
Dari proses di atas, tiap-tiap proses akan menghasilkan endapan bijih besi yang berbeda dalam hal mutu, besar cadangan, maupun jenis mineral ikutannya. Dengan mengetahui proses pembentukan besi di atas, maka akan sangat membantu dalam pencarian, penemuan ataupun pengembangannya.
3.2 Sebaran Bijih Besi 3.2.1 Besi Primer (Ore Deposits) Proses terjadinya cebakan bahan galian bijih besi berhubungan erat dengan adanya peristiwa tektonik pra-mineralisasi. Akibat peristiwa tektonik, terbentuklah struktur sesar, struktur sesar ini merupakan zona lemah yang
| SMK-SMAK Makassar 2013
32
memungkinkan terjadinya magmatisme, yaitu intrusi magma menerobos batuan tua. Akibat adanya kontak magmatik ini, terjadilah proses rekristalisasi, alterasi, mineralisasi dan penggantian (replacement) pada bagian kontak magma dengan batuan yang diterobosnya. Perubahan ini disebabkan karena adanya panas dan bahan cair (fluida) yang berasal dari aktivitas magma tersebut. Proses penerobosan magma pada zona lemah ini hingga membeku umumnya disertai dengan kontak metamorfosa. Kontak metamorfosa juga melibatkan batuan samping sehingga menimbulkan bahan cair (fluida) seperti cairan magmatik dan metamorfik yang banyak mengandung bijih.
3.2.2 Besi Sekunder (Endapan Placer) Cebakan mineral alochton dibentuk oleh kumpulan mineral berat melalui proses sedimentasi, secara alamiah terpisah karena gravitasi dan dibantu pergerakan media cair, padat dan gas/udara. Kerapatan konsentrasi mineralmineral berat tersebut tergantung kepada tingkat kebebasannya dari sumber, berat jenis, ketahanan kimiawi hingga lamanya pelapukan dan mekanisma. Dengan nilai ekonomi yang dimilikinya para ahli geologi menyebut endapan alochton tersebut sebagai cebakan placer. Jenis cebakan ini telah terbentuk dalam semua waktu geologi, tetapi kebanyakan pada umur Tersier dan masa kini, sebagian besar merupakan cadangan berukuran kecil dan sering terkumpul dalam waktu singkat karena tererosi. Kebanyakan cebakan berkadar rendah tetapi dapat ditambang karena berupa partikel bebas, mudah dikerjakan dengan tanpa penghancuran; dimana pemisahannya dapat menggunakan alat semi-mobile dan relatif murah. Penambangannya biasanya dengan cara pengerukan, yang merupakan metoda penambangan termurah.
33
Berdasarkan pada jenis contoh bahan galian yang di analisis, maka preparasi contoh dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu : a. Preparasi contoh bahan galian mineral logam b. Preparasi contoh bahan galian mineral industri Yang membedakan kedua jenis preparasi contoh tersebut hanyalah urutan tahap pengeringan (drying) contoh. Namun secara umum kedua jenis preparasi tersebut adalah melalui tahap-tahap sebagai berikut : 1. Pengeringan (Drying) Pada umumnya contoh yang diterima adalah dalam bentuk batuan, lempung, lumpur atau dalam bentuk pasir. Apabila contoh tersebut dalam basah maka langkah pertama pengerjaan yaitu pengeringan terlebih dahulu dengan cara, yaitu : dijemur di bawah matahari dan pengeringan dalam oven pada suhu 100110oC. 2. Peremukan (Crushing) Peremukan adalah proses mereduksi ukuran yang relatif lebih kasar (biasanya berupa bongkahan) menjadi ukuran kurang lebih 5 cm dengan menggunakan alat jaw crusher. Peremukan dilakukan dengan mesin-mesin dimana permukaan pemecahnya (breaking face) secara mekanis dan tidak terjadi kontak antara elemen-elemen breaking face. Sebelum di lakukan sampling, biasanya ukuran diperkecil lagi sampai kurang lebih 10 mesh dengan alat roll crusher. 3. Sampling Sampling merupakan proses pengecilan/pengambilan contoh dari contoh yang banyak dan tidak merubah komposisinya dan mewakili (bersifat representatif). Contoh yang diambil untuk analisa biasa nya kurang lebih 50 gram. Proses sampling dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya: 1. Cone and Quartering (perempatan), yaitu membagi contoh menjadi 4 bagian dengan mengambil 2 bagian yang diagonal. 2. Quoning, sama halnya dengan cone quartering, hanya pada quoning contoh tidak dibagi 4, tetapi diambil secara melingkar sampai didapatkan jumlah contoh yang diinginkan.
| SMK-SMAK Makassar 2013
34
3.
Random Sampling, yaitu mengambil contoh secara acak di beberapa sudut yang akhirnya disatukan. Biasanya untuk mengambil contoh pada suatu lahan yang luas.
4.
Splitting, yaitu membagi contoh menjadi 2 bagian apabila contoh dalam jumlah banyak dengan mengambil satu bagian dengan menggunakan alat splitter.
5. 6.
Grap Sampling, yaitu membagi 4 bagian yang berbeda . Hexa sampling, yaitu membagi contoh menjadi delapan bagian dengan alat yang bergetar dengan mengambil 4 bagian. Biasanya untuk contoh yang besar.
7.
Hand packing, yaitu pengambilan contoh menggunakan tangan terhadap batuan yang mengalir diatas conveyer. Cara ini tidak dianjurkan karena operator cenderung memilih batuan, sehingga contoh kurang representatif.
8.
Rotary sampling, yaitu pengambilan contoh dengan menggunakan wadah yang dipasang dibawah chute crossbelt guna memperkecil jumlah contoh yang diperoleh. Rotary sampling terdiri dari 6-8 wadah yang berputar secara teratur.
Alat-alat Sampling 1. Plat Siku Pembatas, alat yang digunakan untuk membagi sampel menjadi 4 bagian pada saat melakukan sampling cone and quartering. 2. Pipa Besi Ujung Runcing, alat yang digunakan untuk menusuk kumpulan sampel homogen yang digunakan pada saat grab sampling. 3. Splitter, alat yang digunakan untuk membagi sampel menjadi 2 bagian atau kelipatannya, sehingga diperoleh sampel dengan 2 bagian yang hampir sama. 4. Sekop dan Cangkul, alat sederhana yang digunakan untuk pengambilan contoh secara acak.
35
5.
Jaw Crusher I, mesin yang digunakan untuk menghancurkan sampel yang masih berupa bongkahan dengan ukuran 10-15 cm menjadi 1 cm.
6.
Jaw Crusjer II, mesin yang digunakan untuk menghancurkan sampel yang berukuran 1 cm menjadi 0,5 cm (lanjutan dari jaw crusher I).
7.
Ring Mill, mesin yang digunakan untuk menghaluskan sampel menjadi ukuran 150#. Prinsip kerja mesin ini yaitu pengerusan sampel menggunakan satu cincin baja dan satu batang tabung baja yang berada dalam wadah baja yang saling beradu ketika alat ring mill dijalankan.
menghasilkan material pada ukuran maksimum 20 mesh atau lebih halus. Penggerusan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu : a. Penggerusan kasar, produk yang dihasilkan berukuran maksimum 6-20 mesh. b. Penggerusan sedang, produk yang dihasilkan berukuran antara 28-78 mesh. c. Penggerusan halus, produk yang dihasilkan paling kasar 100 mesh.
36
baik digunakan untuk melarutkan mineral-mineral karbonat, gips, fosfat dan mineral-mineral oksida. Pelarutan dengan HNO3 Asam nitrat bukan hanya dapat melarutkan mineral karbonat, tetapi juga dapat digunakan untuk melarutkan mineral-mineral sulfida. Dalam analisa batuan, asam nitrat penting sekali terutama pada penetapan belerang yang terdapat dalam sulfidanya. Kegunaan lainnya yaitu untuk penetapan logam berat yang terdapat dalam/sebagai mineral sulfida, seperti : tembaga, kobalt, seng dan timbal. Asam ini sering ditambahkan untuk melarutkan unsur besi dan unsur lainnya menjadi unsur yang bervalensi tinggi. Pelarutan dengan aquaregia (HCl-HNO3) Pelarutan ini digunakan untuk melarutkan mineral-mineral yang sukar larut dan memerlukan oksidasi, misalnya untuk melarutkan logam-logam yang kurang aktif, seperti emas, platina, tembaga, timbal dan raksa. Pelarutan dengan asam campur (HF-HClO4-HNO3) Digunakan untuk mineral-mineral yang sukar larut dalam asam biasa, memerlukan oksidasi dan banyak mengandung silikat yang mengganggu analisis selanjutnya. Pelarutan dengan asam campur (H2SO4-HCl-HNO3) Untuk melarutkan mineral lempung yang sukar larut, misalnya zeolit, kaolin, bentonit dan pasir besi.
Pelarutan dengan KBr-Br2-HNO3 Pelarutan ini dipakai untuk melarutkan mineral-mineral belerang dan senyawaannya, juga untuk mengoksidasikan semua belerang dalam bentuk apapun menjadi bentuk sulfat. Larutan KBr-Br2, yaitu 160 gram KBr + 400 mL air, setelah larut ditambahkan 100 mL Br2 dan diencerkan sampai 1 liter, aduk dan biarkan sampai 1 minggu.
Pelarutan dengan KClO3-HNO3 Pelarutan ini digunakan untuk melarutkan mineral-mineral belerang dan senyawanya, juga untuk mengoksidasi semua bentuk belerang (S0, S2-, S organik) menjadi bentuk sulfit (SO32-).
| SMK-SMAK Makassar 2013
37
38
perbandingan antara sampel dengan Na2O2 adalah 1:5. Hasil peleburan dilarutkan kembali dengan HCl 1:1.
pencucian, pemijaran, pendinginan dan penimbangan. Untuk mendapatkan hasil yang baik, maka endapan yang terbentuk harus mempunyai syarat: 1. Endapannya murni.
39
2. 3. 4.
Usaha-usaha yang dapat dilakukan agar hasil analisis secara gravimetri mendekati kebenaran diantaranya: 1. Pemilihan pereaksi pengendap yang tepat sehingga endapan yang didapatkan hanya unsur yang ditetapkan. 2. 3. 4. 5. Memilih pereaksi pengendap yang kelarutannya tinggi. Mengatur situasi dan kondisi lingkungan (pH). Memperhatikan suhu pada waktu pengendapan. Penambahan pereaksi pembantu jika diperlukan, seperti larutan penyangga. 6. Menambah pereaksi pengendapan berlebih, agar pengendapan sempurna dan memperkecil kelarutan endapan.
3.6.2 Metode Titrimetri Titrimetri adalah suatu cara analisis yang berdasarkan pengukuran volume larutan yang diketahui konsentrasinya secara teliti (titran/penitar/larutan baku) yang direaksikan dengan larutan sampel yang akan ditetapkan kadarnya. Pelaksanaan pengukuran volume ini disebut juga titrasi, yaitu larutan penitar diteteskan setetes demi setetes ke dalam larutan sampel sampai tercapai titik akhir. Berdasarkan jenis reaksi yang terjadi pada pelaksanaan titrasi, maka titrasi dapat dibagi sebagai berikut: 1. Reaksi Metatetik Suatu reaksi berdasarkan pertukaran ion tanpa adanya perubahan bilangan oksidasi. Jenis titrasi yang termasuk reaksi metatetik, yaitu: 1. Titrasi Asam-Basa Reaksi dasar dalam titrasi asam-basa adalah netralisasi, yaitu reaksi asam dan basa yang dapat dinyatakan:
| SMK-SMAK Makassar 2013
40
H+ + OH-
H2O
Bila larutan asam dengan kepekatan tertentu digunakan sebagai penitar maka titrasi ini disebut asidimetri, sedangkan bila yang diketahui sebagai penitarnya adalah basa, maka titrasi ini disebut alkalimetri. 2. Titrasi Pengendapan (Presipitimetri) Dasar penitaran pengendapan adalah reaksi-reaksi yang
menghasilkan endapan yang sukar larut. Yang termasuk titrasi golongan ini antara lain argentometri, yaitu penitaran dengan menggunakan AgNO3 sebagai penitar. 3. Titrasi Kompleksometri Titrasi kompleksometri disebut juga khelatometri, yaitu
pembentukan senyawa rangkai (kompleks) yang mantap dan larut dalam air, bila larutan baku bereaksi dengan kation-kation yang ditetapkan kadarnya. Sampel pereaksi pengkomplek yang banyak digunakan adalah Na-EDTA (Natrium Etilena Diamina Tetra Asetat). 2. Reaksi Redoks Dalam reaksi ini terjadi perpindahan elektron atau perubahan bilangan oksidasi. Jenis titrasi yang termasuk dalam reaksi redoks, antara lain: 1) Titrasi Permanganimetri Sebagai penitar dipakai larutan kalium permanganat. Dalam lingkungan asam dua molekul permanganat dapat melepaskan 5 atom oksigen. 2 KMnO4 + 3 H2SO4 K2SO4 + 2 MnSO4 + 3 H2O + 5 O Karena larutan KMnO4 mempunyai warna tersendiri, maka tidak diperlukan penunjuk (indikator). Titik akhir ditunjukkan dengan terbentuknya larutan berwarna merah muda seulas.
41
2)
Titrasi Iodo/Iodimetri Yang dimaksud dengan golongan ini adalah penitaran dengan Iod (Iodimetri) atau Iod dititar dengan Natriumtiosulfat (Iodometri). Zat-zat yang bersifat pereduksi dapat langsung dititar dengan iod, sedangkan zat-zat yang bersifat pengoksidasi dalam larutan asam akan membebaskan iod dari KI yang kemudian dititar dengan Natriumtiosulfat. Pada cara titrasi ini digunakan larutan kanji sebagai penunjuk, yang dengan iod akan menghasilkan warna biru.
3)
Cerimetri Sebagai pengoksidasi dipakai larutan Ce(SO4)2. Serium merupakan zat pengoksidasi yang kuat, yang mengalami reaksi tunggal. Ion serium dipakai dalam larutan yang berkeasaman tinggi karena dalam larutan yang berkonsentrasi hidrogennya rendah terjadi pengendapan akibat hidrolisis. Titrasi ini jarang dipakai karena selain kurang ekonomis juga memerlukan indikator redoks.
4)
Dikromatometri Sebagai penitar digunakan larutan kalium dikromat. Penggunaan utama adalah titrasi besi dalam larutan asam. Senyawa Na/Badifenilaminasulfonat merupakan indikator yang sesuai bila besi dititrasi dalam suasana asam sulfat-asam fosfat.
Beberapa syarat yang harus dipenuhi pada penitaran: 1. Reaksi berlangsung sempurna, tunggal dan menurut persamaan reaksi yang jelas. Dengan demikian semua sampel bereaksi dengan penitar, tidak ada yang tersisa. 2. Reaksi berjalan cepat, reaksi yang cepat akan mempertajam perubahan warna yang terjadi pada titik akhir. 3. 4. Ada indikator yang sesuai. Ada larutan baku.
42
Berdasarkan jalannya reaksi yang terjadi, titrasi dapat dibedakan atas : 1. Titrasi langsung (Direct titration), yaitu larutan sampel dapat langsung dititrasi dengan larutan standar/ baku. 2. Titrasi tidak langsung (Indirect titration), yaitu larutan sampel direaksikan dulu dengan pereaksi yang jumlah kepekatannya tertentu, kemudian hasil reaksi dititrasi dengan larutan standar/ baku. 3. Titrasi kembali (Back titration), cara ini dilakukan bila sampel tidak bereaksi dengan larutan baku atau reaksinya lambat. Dalam hal ini ditambahkan zat ketiga yang telah diketahui kepekatannya dan jumlahnya diukur tetapi berlebihan dan kelebihannya dititrasi dengan larutan baku. 4. Titrasi penggantian (Displacement titration), cara ini dilakukan bila analat atau unsur yang akan ditetapkan tidak bereaksi langsung dengan larutan baku, tidak bereaksi secara stokiometri dengan larutan baku, dan tidak saling mempengaruhi (not interact) dengan larutan penunjuk.
3.6.3 Metode Instrumental Analisis instrumental adalah cara analisis yang didasarkan pada gabungan alat - alat elektronik dan optik serta sifat-sifat kimia fisika untuk menggantikan ketajaman mata/ indra penglihat. Analisis instrumental yang biasa dilakukan di laboratorium kimia Mineral Puslitbang tek-MIRA diantaranya cara spektrofotometri dan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA/ AAS). Kedua cara analisis di atas berdasarkan pada hukum Lambert-Beer. 1. Hukum Lambert Lambert (1760) menyelidiki hubungan antara intensitas cahaya mulamula (Io) dengan intensitas cahaya yang dipancarkan (It) terhadap tebal dan memberikan suatu hukum yang berbunyi : Bila suatu cahaya melalui suatu media yang transparan maka bertambah turunnya intensitas cahaya yang dipancarkan sebanding dengan bertambah tebalnya media (t)
43
Rumus yang diperoleh dari hasil pengintegralan : t k .t o t log k .t o t log k .t o log 2. Hukum Beer Beer (1852) menyelediki hubungan antara intensitas cahaya mula-mula dan cahaya yang dipancarkan terhadap kepekatan media dan memberikan hukum yang berbunyi: Bila suatu cahaya melalui suatu bidang/ media yang transparan maka bertambah turunnya intensitas cahaya yang dipancarkan sebanding dengan bertambah turunnya kepekatan media (c) Rumus yang diperoleh dari hasil pengintegralan : log t o k .t
t k .t o
Karena adanya kesamaan kedua hukum tersebut, maka keduanya digabungkan dan berbunyi: Bila suatu cahaya melalui suatu media yang trasnparan maka bertambah
turunnya intensitas cahaya yang dipancarkan sebanding dengan bertambah turunnya ketebalan dan kepekatan media Rumus yang diperoleh dari hasil pengintegralan: log t k. k . c. t o
44
Karena k dan k merupakan tetapan maka dapat diganti menjadi : log t o . c. t t o log o o t
log t
A = T. C. T
Keterangan: k. k = tetapan =tetapan pengganti k dan k yang besarnya tergantung pada panjang gelombang cahaya dan jenis senyawanya Io It T A = intensitas cahaya mula-mula = intensitas cahaya yang dipancarkan = transmisi = absorban
Spektrofotometri
45
Spektrofotometri adalah suatu cara analisis jumlah yang berdasarkan kenyataan bahwa tua mudanya suatu larutan yang berwarna tergantung kepada kepekatannya. Teori kolorimetri didasarkan atas hubungan antara besarnya penyerapan suatu cahaya dengan tebal media dan kepekatan larutan. Setiap zat akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu tergantung pada senyawaan dan warna yang ada.
Bagian-bagian terpenting dari spektrofotometer : a) Sumber cahaya, sebagai sumber cahaya dapat digunakan lampu wolfram yang menghasilkan sinar dengan panjang gelombang di atas 375 m, lampu hidrogen yang mempunyai panjang gelombang di bawah 375 m. Dengan salah satu dari kedua sinar tersebut, dapat dilakukan penetapan pada daerah sinar tampak atau daerah sinar ultraviolet. b) Monokromator, berfungsi untuk mendapatkan cahaya yang
untuk mendapatkan
cahaya yang monokromatis, yaitu prisma dan grating. c) Kuvet, berfungsi untuk menyimpan sampel yang akan diperiksa. Kuvet yang baik mempunyai syarat-syarat: Tidak berwarna. Permukaannya secara optik sejajar. Tidak boleh rapuh. Bentuknya sederhana. d) Detektor, berfungsi mengubah cahaya menjadi arus listrik. Sebagai detektor dapat dipakai Photo Tube, Photo Multiplier Tube, atau Barrier Layer Cell.
46
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam analisis dengan spektrofotometer: 1. Pembentukan Warna Dalam pembentukan warna dari zat yang dianalisis digunakan pereaksi pembentuk warna. Pereaksi ini harus mempunyai syarat, yaitu: a. Harus selektif artinya pereaksi hanya bereaksi dengan unsur yang dianalisis serta menghasilkan warna yang spesifik. b. Reaksinya peka artinya pereaksi dapat membentuk warna dan bereaksi walaupun zat yang dianalisis ada dalam konsentrasi yang kecil sekali. 2. Pemilihan Panjang Gelombang Dalam memilih panjang gelombang yang optimal biasanya dibuat spektrum absorban yaitu berupa kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang. 3. Pembuatan Kurva Kalibrasi Dalam pembuatan kurva kalibrasi dilakukan pengukuran absorbansi terhadap konsentrasi larutan standar pada panjang gelombang yang sama. 4. Penentuan kadar Setelah absorbansi larutan contoh terukur, kemudian diplotkan pada kurva kalibrasi seri larutan standar maka konsentrasi contoh dapat diketahui.
47
Spektrofotometri Serapan Atom biasa dikenal dengan nama AAS (AtomicAbsorbtion Spectrofotometry) adalah suatu teknik yang berdasarkan atas absorbansi sinar yang spesifik oleh atom bebas pada panjang gelombang tertentu. Cara lain ini diperkenalkan untuk pertama kalinya oleh Walsh pada tahun 1953. Sekarang cara ini telah berkembang dengan pesat dan telah menjadi suatu cara analisis yang dikerjakan secara rutin. AAS menjadi pilihan utama dalam analisis unsur karena mempunyai kelebihan, antara lain : 1. Dapat mendeteksi kadar logam/ unsur dari suatu campuran yang sangat kompleks dan kepekatan tinggi. 2. Dapat mendeteksi kadar logam tertentu dalam kepekatan yang relatif rendah walaupun ada unsur lain yang tingkat kepekatannya lebih tinggi tanpa dilakukan pemisahan terlebih dulu. 3. Dapat mendeteksi kadar logam dari kepekatan rendah sampai tinggi
Telah diketahui bahwa penetapan dengan cara AAS ini didasarkan atas penyerapan sinar oleh atom bebas, atom-atom bebas ini selain dapat menyerap energi sinar juga dapat mengabsorbsi panas. Atom bebas dari unsur logam akan menyerap energi cahaya pada suatu tingkat energi tertentu dan pada panjang gelombang tertentu. Besarnya cahaya yang diserap berbanding lurus dengan konsentrasi atom dalam sampel tersebut dan sesuai dengan hukum Lambert Beer. Bagian-bagian terpenting dari Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) adalah:
1.
48
digunakan lampu katoda yang terbuat dari gelas yang membungkus katoda dan sebuah anoda yang cocok. Kedua elektroda diselubungi gas neon pada tekanan rendah. Apabila dihubungkan sumber tegangan maka ion gas yang bermuatan positif akan memakan katoda dan mengusir atom dari unsur pada katoda. Atom ini akan tereksitasi dan dapat menghasilkan sinar emisi yang mempunyai panjang gelombang yang khas.
2.
Bagian Atomisasi Pada bagian ini larutan sampel diubah menjadi bentuk atom-
atomnya setelah melalui spray chamber dengan bantuan gas pembakar untuk diatomisasi.
3.
Sistem Optik Dalam AAS maksud utama dari sistem optik adalah mengumpulkan
cahaya dari sumber cahaya, melewatkannya melalui sampel lalu ke monokromator. Sistem optik pada AAS dapat single beam (satu berkas cahaya) atau double beam (dua berkas cahaya). Pada single beam harga Io selalu tetap selama pengukuran sinar yang ditransmisikan (It). Pada sistem double beam secara periodik disisipkan cermin datar pada jalannya sinar dari nyala masuk ke dalam monokromator, sehingga Io dapat diukur.
4.
dihasilkan oleh lampu katoda. Jadi apabila terdapat beberapa panjang gelombang cahaya, maka yang dilewatkan ke detektor hanyalah panjang gelombang tertentu sesuai keinginan.
5.
49
kemudian
diteruskan
ke
amplifier
lalu
ke
sistem
pembacaan
(galvanometer).
Gangguan-gangguan yang timbul pada penetapan dengan menggunakan AAS diantaranya: 1. Gangguan Ionisasi Keberadaan logam-logam lain dapat mengganggu keseimbangan jumlah atom yang stabil dengan terionisasi. Terbentuknya elektronelektron dari logam-logam tersebut akan memperbesar jumlah atom pada nyala sehingga absorbansi makin tinggi. Gangguan ini dapat diatasi dengan penambahan pereaksi, seperti untuk pengukuran kalsium dan magnesium perlu penambahan stronsium dan litium.
2. Pengaruh Anion Keberadaan anion dapat mempersulit pembentukan atom bebas karena terbentuknya senyawa yang relatif sulit untuk diatomisasi. Keadaan ini dapat dihindari dengan beberapa cara, antara lain: a. Penambahan pereaksi pengkelat yang dapat membentuk senyawa kompleks. b. c. Pemakaian suhu tinggi. Ditambahkan kation yang dapat mengikat anion (ion pembebas).
3. Gangguan Sinar Emisi Di dalam bagian atomisasi disamping terdapat atom yang stabil, juga terjadi eksitasi atom-atom yang menghasilkan sinar emisi dengan panjang gelombang yang sama dengan sinar katoda, sehingga sulit dibedakan oleh monokromator. Hal ini dapat menambah sinar yang ditransmisikan sehingga akan memperkecil kadar. Gangguan semacam ini dapat diatasi dengan penggunaan sistem modulasi, yaitu: a. Chopper (mechanically modulation)
50
b.
4. Gangguan Fisika Gangguan fisika seperti kekentalan dan tegangan permukaan sangat berpengaruh terhadap kesempurnaan proses atomisasi contoh. Keadaan ini dapat dikurangi dengan peningkatan suhu pembakar.
5. Perhitungan Kadar Dengan AAS Perhitungan kadar dapat dihitung dengan salah satu cara cara sebagai berikut: bs. ampel bs. tandar ppm standar fp bobot sampel (mg)
Kadar nsur
51
4.1.2 CARA SAMPLING SPLITTER Prosedur : 1. 2. Siapkan alat splitter dan 3 wadah plat besi, bersihkan dengan kuas. Susun alat splitter dengan 2 wadah plat besi dibawahnya, dan masukkan sampel yang akan disampling kedalam wadah plat besi lainnya. 3. Ratakan permukaan sampel yang akan disampling, lalu dituangkan kedalam alat splitter yang telah disiapkan. Pada saat menuangkan
52
sampel, kedua ujung wadah plat besi berisi sampel tersebut harus menempel dengan kedua ujung dari alat splitter. 4. Sampel telah terbagi menjadi 2 bagian, untuk selanjutnya dapat dilanjutkan sesuai dengan bagian yang diperlukan. Sampling metode splitter ini anya berlaku untuk pembagian dengan kelipatan 2 (1/2, 1/4 dan seterusnya).
53
1.
Pelarutan contoh dengan Aquaregia Sulfat (HCl-HNO3-H2SO4) a. Prinsip: Contoh bauksit akan larut dengan baik dalam HCl, kecuali SiO2 tidak larut.
b. Prosedur : 1. Ditimbang contoh 0,5 gram kedalam gelas kimia lalu tambahkan sedikit aquades. 2. Ditambahkan 15 mL HCl , 5 mL HNO3 , dan 10 mL H2SO4 1:1 , ditutup dengan kaca arloji dan dipanaskan sampai kering. 3. 4. Tutup dibuka, pemanasan dilanjutkan sampai keluar asap putih SO3. Didinginkan lalu ditambahkan 10 mL HCl p.a, dipanaskan dan ditambahkan lagi 100 mL aquades, dipanaskan kembali. 5. Disaring dengan kertas saring whatman 40, filtrat ditampung ke dalam labu ukur 250 mL (larutan induk). Endapan untuk penetapan SiO2 total.
2. Penentuan SiO2 Total a. Prinsip : Silikat dan senyawa lain yang tidak larut pada pelarutan dengan asam dipisahkan dengan jalan penyaringan. Dengan penambahan H2SO4 1:1, senyawaan yang tidak larut tersebut diubah menjadi senyawaan sulfat yang larut, sehingga pada saat pemijaran akan diubah menjadi oksidaoksidanya. Dengan penambahan HF, maka SiO2 akan membentuk SiF4 yang akan menguap pada saat pemijaran. Kadar SiO2 dapat dihitung dari selisih berat yang hilang pada saat pemijaran.
b. Reaksi :
54
c. Prosedur : 1. Endapan hasil penyaringan dicuci dengan air panas beberapa kali sampai bersih. 2. Kertas saring dan endapan yang sudah bersih dilipat dan dimasukkan kedalam cawan platina, diarangkan kemudian di pijarkan dalam tanur selama 1 jam, didinginkan dalam desikator dan ditimbang (A gram). 3. Sisa pemijaran dibasahi dengan sedikit air, ditambahkan H2SO4 1:1 sebanyak 2 tetes dan HF p.a. sebanyak maksimal 3 x 3 mL. 4. Diuapkan perlahan-lahan di atas pembakar, kemudian dipijarkan lagi dalam tanur selama 1 jam. Didinginkan dalam desikator lalu ditimbang kembali (B gram) 5. Dilebur sisa pemijaran tersebut dengan K2S2O7 dan dilarutkan dengan HCl encer, dipanaskan diatas hot plate sampai larut. 6. Larutan pada cawan disatukan dengan larutan induk dan dihimpitkan dengan aquades, lalu dihomogenkan. d. Perhitungan : i Keterangan : A B W = Berat platina + endapan sebelum di HF (gram) = Berat platina + endapan setelah di HF (gram) = Bobot sampel (gram) ( B) gram gram
3.
Penentuan SiO2 Reaktif a. Prinsip : Silika yang berikatan dengan unsur lain akan terpecah dan larut menjadi SiF4 pada penambahan HF dan menguap pada saat pemanasan. Penambahan H3BO3 berfungsi untuk mengikat HF agar membentuk suatu senyawa baru yang tidak berbahaya. Hasil dari pelarutan tersebut akan
| SMK-SMAK Makassar 2013
55
menyisakan endapan yang merupakan silika bebas. Endapan hasil penyaringan diarangkan dan dipijarkan dan dilarutkan menggunakan HF.
b. Reaksi : SiO2 + 6HF H2SiF6 + 2H2O H2SiF6 c. Prosedur : 1. Ditimbang 1,000 g contoh, dibasahkan sedikit dengan aquades ditambahkan 30 mL H2SO4 1:1, ditutup dengan kaca arloji. 2. Dipanaskan di atas hot plate sampai contoh larut (macak-macak), didinginkan dan ditambahkan 100 mL aquades dan dididihkan kembali diatas meker. 3. Ditambahkan HF sebanyak 10 mL, Dipanaskan kembali dan biarkan mendidih selama 60 detik. Kemudian ditambahkan 30 mL larutan H3BO3 jenuh, diaduk. 4. Disaring dalam keadaan panas dengan kertas saring Whatman no 40. Kertas saring dilipat dan dimasukkan ke dalam cawan platina. 5. Dipanaskankan dan diarangkan kertas saring pada pembakar meker kemudian dipiijarkan pada suhu 900oC selama 1 jam dalam furnace. Didinginkan dalam desikator dan ditimbang (A gram). 6. Dibasahkan sedikit dengan aquades, ditambahkan H2SO4 1:1 sebanyak 2 tetes dan HF sebanyak 3 x 3 mL, diuapkan perlahanlahan di atas hot plate. 7. Dipijarkan kembali dalam furnace selama 30 menit, didinginkan dalam desikator , lalu ditimbang (B gram). SiF4 (g) + 2HF(g)
56
Keterangan : A B W = Berat platina + endapan sebelum di HF (gram) = Berat platina + endapan setelah di HF (gram) = Bobot sampel (gram)
4.
Penentuan Kadar Al2O3 Secara Kompleksometri a. Prinsip : Fe3+ dalam sampel diendapkan dalam suasana basa kuat, lalu dipisahkan agar tidak bereaksi dengan EDTA, kelebihan EDTA dititrasi dengan larutan ZnSO4 menggunakan indikator EBT hingga terjadi perubahan warna dari biru ke ungu.
b.
Reaksi : Fe2+(aq) + 3OH- (aq) Al3+(aq) + 4OH-(aq) Al(OH)3(aq) + H2Y2H2Y2- + Zn2+(aq) Zn2+ + HIn2-(aq) Fe(OH)3(s) Al(OH)3(aq) AlY- (aq) + 2H2O + 2OHZnY2-(aq) + 2H+(aq) ZnIn-(aq) + H+(aq)
c.
Prosedur : 1. Dipipet 10 mL laurtan induk, dimasukkan ke dalam gelas kimia 100 mL. 2. Ditambahkan NaOH pellet 5 buah, diencerkan sampai 100 mL dan dipanaskan sampai terbentuk endapan Fe(OH)3 sempurna. 3. Disaring dengan kertas saring teknis, filtrat hasil penyaringan ditampung di dalam labu Erlenmeyer 250 mL. 4. Dicuci dengan air panas sampai volume larutan filtrat sebanyak 100 mL. 5. 6. Ditambahkan EDTA 0,02 M sebanyak 15 mL. pH diatur antara 8 9 dengan menambahkan ind. phenolptalein, kemudian ditambahkan HCl p.a. hingga tidak berwarna. Setelah
| SMK-SMAK Makassar 2013
57
itu, ditambahkan NH4OH 1:2 sampai warna merah lagi. Setelah itu, ditambahkan kembali 5 tetes HCl 1%. 7. 8. Ditambahkan 50 mg indikator EBT. Dititrasi dengan larutan ZnSO4 0,0125 M sampai berubah warna dari biru jernih ke merah anggur.
d.
Perhitungan : l ( )
Keterangan : V1 M1 V2 M2 Fp W Ar Al fk = Volume EDTA (mL) = Molaritas EDTA (mmol/mL) = Volume ZnSO4 (mL) = Molaritas ZnSO4 (mmol/mL) = Faktor pengenceran = Berat sampel (mg) = 27 mg/mmol = 1,8889
5.
Penentuan Kadar TiO2 secara spektrofotometri a. Prinsip : Senyawa titan dalam suasana asam sulfat direaksikan dengan larutan H2O2 membentuk senyawa kompleks yang berwarna kuning, kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada gelombang maksimum 400 nm. Adanya unsur besi dapat mengganggu penetapan, karena besi(II) dengan HCl akan membentuk besi(III) yang berwarna kuning juga. Untuk menghilangkannya ditambahkan asam sulfat dan asam posfat sehingga terbentuk kompleks besi posfat yang tak berwarna.
58
b. Reaksi : Fe3+ + Cl2 FeCl3 + 3 H2SO4 Fe3+ + H3PO4 Ti2+ + 2 H2O2 + 2 SO42c.
Prosedur : 1. Dipipet 10 mL dari larutan hasil pengendapan pada penentuan besi, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL. 2. Ditambahkan 2,5 mL H2SO4 1:1 + 1,5 mL H3PO4(p) + 2,5 mL H2O2 3%. 3. 4. Dihimpitkan dan dihomogenkan, biarkan selama 15 menit. Diukur absorbannya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 400 nm.
d.
6.
Penentuan % Fe2O3 metode AAS a. Prinsip : Kondisi larutan contoh dengan kondisi larutan standar harus sama. Dalam hal ini baik larutan contoh maupun standar mengandung La3+yang berfungsi untuk mengatasi gangguan kation.
b.
2.
3.
Diencerkan
dan
ditanda
bataskan
dengan
aquades.
Dihomogenkan. 4. Diukur serapannya dengan SSA, menggunakan lampu untuk mengukur Fe pada 48 nm.
4.2.2 ANALISA ABU BATUBARA Senyawa yang dianalisa diantaranya: SiO2 total, SO3, P2O5, TiO2, K2O, Na2O, MgO, Fe2O3, MnO, CaO, Al2O3, H2O- dan LOI. Alat dan Bahan : ALAT Gelas kimia 300 mL Gelas teflon Labu ukur 100 mL Labu ukur 25 mL Corong dan batang pengaduk Hot plate Kaca arloji, spatula, dan kuas Neraca analitik Cawan platina Pembakar bunsen Tanur Pupet skala Gegep Hot plate Corong Kertas saring whatman no. 40 Spektrofotometer Uv-Vis
AAS
BAHAN -
HNO3(p) HF(p) HClO4 HCl(p) H2SO4 1:1 K2S2O7 BaCl2 10% Amonium vanadat 0,25% Amonium molibdat 5% HNO3 1 : 24 H3PO4(p) H2O2 3% Larutan Sr2+ Larutan Li+ Aquades
60
1.
Pelarutan dengan HNO3-HF-HClO4 a. Prinsip : Mineral-mineral yang memerlukan oksidasi dan mineral-mineral silikat akan larut dalam asam campur ini.
b. Reaksi : SiO2 + 4 HF Logam + HNO3 Logam o + HClO SiF4 + 2 H2O garam nitrat + NO2 + H2O garam I
c. Prosedur : 1. Ditimbang 0.2000 gram contoh dimasukkan ke dalam teflon piala dan dibasahkan dengan aquades. 2. Ditambahkan 3 mL HNO3 pekat, 10 mL HF dan dipanaskan diatas hot plate sampai kering. 3. Ditambahkan 3 mL HNO3 pekat dan 3 mL HClO4 pekat, dipanaskan sampai macak-macak. 4. Ditambahkan 5 mL HNO3 pekat, dipanaskan sampai garamgaramnya larut dan diencerkan dengan aquades sampai kira-kira 40 mL, dipanaskan lagi sampai larut semua. 5. Didinginkan dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, dihimpitkan dan dihomogenkan (larutan induk).
2. Penentuan SiO2 Total Prinsip, reaksi, prosedur dan rumus perhitungan sama seperti kadar SiO2 Total sebelumnya.
3.
Penentuan Kadar SO3 a. Prinsip: Ion SO42- diendapkan dengan BaCl2 yang membentuk endapan yang berwarna putih, kemudian disaring. Endapan dipijarkan, didinginkan
| SMK-SMAK Makassar 2013
61
dan ditimbang sebagai BaSO4. Kadar SO3 dihitung setelah di koreksi fakor kimia. b. Reaksi : SO42- + BaCl2 BaSO4
(putih) +
2 Cl-
c. Prosedur : 1. Ditimbang 0,3 gram contoh ke dalam gelas kimia 250 mL kemudian bilas dengan sedikit aquades. Aduk hingga larutan tersuspensi. 2. Ditambahkan 10 mL HCl pekat kemudian dipanaskan sampai larut (tidak boleh kering). 3. Diencerkan sampai volume 100 mL dengan aquades, kemudian dipanaskan lagi sampai mendidih. 4. Disaring dengan kertas saring whatman no.40, filtrat di tampung kedalam gelas piala 400 mL dan endapan dicuci dengan air panas, kemudian filtrat di panaskan lagi. 5. Ditambahkan 10 mL BaCl2 10% hingga pengendapan sempurna, dididihkan lagi, angkat dan dibiarkan 1 malam. 6. Disaring dengan kertas saring whatman no. 42, dicuci dengan air panas hingga bebas Cl-. 7. Kertas saring yang berisi endapan dimasukkan kedalam cawan kosong yang telah diketahui bobotnya (A gram). 8. Diperarang diatas pembakar, kemudian dipijarkan dalam tanur selama 1 jam, didinginkan dalam desikator dan ditimbang (B gram).
d.
62
Keterangan : A B W = Berat cawan kosong yang telah dipanaskan (gram) = Berat residu setelah dipijarkan (gram) = Berat sampel ( gram )
0,3411 =
4.
Penentuan Kadar P2O5 Metode Spektrofotometri a. Prinsip : Ion ortophospat direaksikan dengan ammonium molybdat dan ammonium vanadat dalam suasana asam nitrat membentuk senyawa kompleks yang berwarna kuning. Warna kuning yang terbentuk diperiksa absorbannya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 460 nm, kadar P2O5 dalam contoh dapat dihitung setelah dibandingkan dengan kalibrasi seri larutan standar P2O5. b. Reaksi : H3PO4 + 12 (NH4)2MoO4 + 21 HNO3 (NH4)3PO4.12 MoO3 + 21 NH4NO3 + 12 H2O c. Prosedur : 1. Dipipet 10 ml larutan induk dari pelarutan HF-HNO3-HClO4 ke dalam labu ukur 25 mL. 2. Ditambahkan 1 mL HNO3, 2,5 mL amonium vanadat 0,25% dan 2,5 mL amonium molibdat 5%. lalu diimpitkan dengan HNO3 1 : 24. 3. Diperiksa dengan Spektrofotometer pada panjang gelombang 460 nm.
5.
Penentuan Kadar TiO2 Metode spektrofotometri Prinsip, reaksi, prosedur dan rumus perhitungan sama seperti penetapan TiO2 sebelumnya.
63
6.
Penetapan kadar K2O, Na2O, MgO, Fe2O3, MnO, CaO, dan Al2O3 metode AAS a. Prinsip : Kondisi larutan contoh dengan kondisi larutan standar harus sama. Dalam hal ini baik larutan contoh maupun standar mengandung Li+ 2000 ppm dan Sr2+ 3000 ppm yang berfungsi untuk mengatasi gangguan kation.
b. Prosedur : 1. 2. Dipipet 5 ml larutan induk kedalam labu ukur 25 mL dan 100 mL Kedalam labu ukur 100 mL masing-masing ditambahkan 20 mL larutan Li+ dan 10 mL larutan Sr2+ lalu kedalam labu 25 mL ditambahkan 5 mL larutan Li+ dan 2,5 mL larutan Sr2+. 3. Dihimpitkan dengan HNO3 1:24 lalu diperiksa dengan
spektrofotometer serapan atom. Penentuan H2O a. Prinsip : Air yang terkandung dalam sampel diuapkan di dalam oven pada suhu 100-105oC hingga diperoleh berat yang tetap atau konstan.
4.
b.
c.
Prosedur : 1. Dipanaskan cawan kosong dalam oven selama 15 menit. 2. Didinginkan dalam eksikator selama 15 menit dan ditimbang ( A gram). 3. Ditambahkan sampel sebanyak + 1 gram ( B gram). 4. Dipanaskan dalam oven selama 1 jam, lalu didinginkan kembali di dalam eksikator selama 15 menit. 5. Ditimbang kembali hasil pengeringan ( C gram).
64
d.
Perhitungan : % H2O- = Keterangan : A B C = Berat cawan kosong setelah dipanaskan (gram). = Berat cawan + sampel (gram). = Berat setelah dipanaskan dalam oven (gram).
x 100 %
5.
Penetapan LOI (Lost On Ignition) a. Prinsip : Pada umumnya batuan atau tanah mengandung air lembab, senyawa organik dan anorganik. Senyawa organik atau anorganik akan mengurai atau hilang bila dipijarkan pada suhu 900oC. Selisih bobot sebelum dan sesudah pemijaran, dihitung sebagai kadar LOI. b. Reaksi Sampel sampel + senyawa organik
c.
Prosedur : 1. Cawan berisi sampel bekas penetapan kadar air dipijarkan dalam furnace pada suhu 900 925oC selama 1-2 jam. 2. Didinginkan dalam desikator dan ditimbang (D gram).
d.
Perhitungan : % LOI =
x 100 %
Keterangan : A C = Bobot cawan kosong (gram). = Bobot cawan + sampel setelah dipanaskan dalam oven (gram).
65
4.2.3 ANALISA BIJIH BESI Senyawa yang dianalisis meliputi: SiO2 total, S total, Fe total, TiO2, MgO, CaO, Al2O3 dan LOI. ALAT Gelas kimia 300 mL Gelas teflon Labu ukur 100 mL Labu ukur 25 mL Corong dan batang pengaduk Hot plate Kaca arloji, spatula dan kuas Neraca analitik Cawan platina Pembakar bunsen Tanur Pupet skala Gegep Hot plate Corong Kertas saring whatman no. 40 Spektrofotometer Uv-Vis
AAS
BAHAN Na2CO3 Na2B4O7 HCl(p) H2SO4 1:1 HF K2S2O7 KClO3 HNO3 1:1 NH4OH Indikator MM BaCl2 10% AgNO3 SnCl2 10% HgCl 5% Asam campur (H2SO4 dan H3PO4)
66
1. Peleburan dengan Na2CO3 dan Na2B4O7 a. Prinsip : Sampel bijih besi larut sempurna dengan peleburan menggunakan Na2CO3 dan Na2B4O7 kecuali silika.
b.
Prosedur : 1. Ditimbang 0,2 gram sampel dan dimasukan ke dalam cawan platina yang telah di isi 7 gram Na2CO3 dan 1 gram Na2B4O7, lalu diaduk sampai benar-benar homogen dan ditutup dengan tutup platina. 2. Dilebur dalam furnace selama 2,5 - 3 jam dengan suhu 900oC, kemudian didinginkan. 3. Dimasukkan cawan platina beserta tutupnya kedalam gelas kimia 400 mL yang telah berisi 100 mL aquadest, ditambahkan 25 mL HCl(p) kedalam cawan platina, ditutup dengan kaca arloji. 4. Dipanaskan diatas hot plate setelah mulai terjadi reaksi aduk dengan memiringkan posisi cawan platina ke berbagai arah sampai larut sempurna. 5. Setelah larutan larut sempurna cawan platina diangkat lalu dibilas beberapa kali dengan aquadest begitu pun dengan tutup cawan platina (larutan untuk penetapan SiO2 total).
2.
Penentuan Kadar SiO2 Total a. Prinsip : Silikat dan senyawa lain yang tidak larut pada pelarutan dengan asam dipisahkan dengan jalan penyaringan. Dengan penambahan H2SO4 1:1, senyawaan yang tidak larut tersebut diubah menjadi senyawaan sulfat yang larut, sehingga pada saat pemijaran akan diubah menjadi oksidaoksidanya. Dengan penambahan HF, maka SiO2 akan membentuk SiF4 yang akan menguap pada saat pemijaran. Kadar SiO2 dapat dihitung dari selisih berat yang hilang pada saat pemijaran.
| SMK-SMAK Makassar 2013
67
b.
Reaksi : SiO2 + 6HF H2SiF6 H2SiF6 + 2H2O SiF4 (g) + 2HF (g)
c.
Prosedur : 1. Larutan hasil peleburan Na2CO3 dan Na2B4O7 dikeringkan diatas hot plate hingga kering kerontang dan didinginkan. 2. Ditambahkan 10 mL HCl(p) , larutan dipanaskan kembali diatas hot plate hingga larut dan diencerkan hingga volume 100 mL, dipanaskan selama 10 menit dan didinginkan. 3. Endapan disaring dengan kertas saring whatman 40, filtrat ditampung ke dalam labu ukur 250 mL (larutan induk). Endapan untuk penetapan SiO2 total. 4. 5. Endapan dicuci dengan air panas beberapa kali sampai bersih. Kertas saring dan endapan yang sudah bersih dilipat dan dimasukkan kedalam cawan platina, diarangkan diatas pembakar, kemudian dipijarkan dalam tanur selama 1 jam, didinginkan dalam desikator dan ditimbang (A gram). 6. Sisa pemijaran dibasahi dengan sedikit air, ditambahkan H2SO4 1:1 sebanyak 2 tetes dan HF sebanyak 3 x 3 mL. 7. Diuapkan perlahan-lahan di atas pembakar, kemudian dipijarkan lagi dalam tanur selama 1 jam. Didinginkan dalam desikator lalu ditimbang kembali (B gram) 8. Dilebur sisa pemijaran tersebut dengan K2S2O7 dan dilarutkan dengan HCl encer, dipanaskan diatas hot plate sampai larut. 9. Larutan pada cawan disatukan dengan larutan induk dan dihimpitkan dengan aquades, lalu dihomogenkan.
68
d.
Perhitungan : i Keterangan : A B W = Berat platina + endapan sebelum di HF (gram). = Berat platina + endapan setelah di HF (gram). = Bobot sampel (gram). ( B) gram gram
2.
Penentuan Kadar S Total a. Prinsip : Sulfur yang terkandung dalam sampel dioksidasi sepenuhnya oleh KClO3 dan HNO3 membentuk sulfat. Ion sulfat diendapkan oleh BaCl2 membentuk endapan berwarna putih dalam suasana HCl pada suhu panas, kemudian disaring. Endapan dipijarkan dan ditimbang sebagai BaSO4. Kadar S total dihitung menggunakan faktor kimia.
b.
c.
Cara Kerja : 1. 2. Ditimbang 1,0000 gram sampel dan dimasukan ke dalam gelas kimia 250 mL yang telah berisi 3 gram KClO3. Dibasahi dengan sedikit aquadest, lalu ditambahkan HNO3 1:1 sebanyak 50 mL dan ditambahkan HF 5 tetes dan didiamkan selama 15 menit. 3. 4. 5. Dipanaskan diatas hot plate yang telah dilapisi asbes hingga macak-macak dan didinginkan. Ditambahkan 10 mL HCl dan dipanaskan hingga tak berbuih. Diencerkan hingga volume 100 mL dan didihkan selama 10 menit.
69
6. 7. 8. 9.
Ditambahkan NH4OH berlebih dan dipanaskan sebentar. Disaring dengan kertas saring teknis dan filtratnya ditampung dalam gelas kimia 300 mL (residu dibuang) Ditambahkan indikator MM 2-3 tetes, lalu ditambahkan HCl hingga merah muda, dan dipanaskan. Ditambahkan BaCl2 5% sebanyak 10 mL dan dipanaskan selama 30 menit.
10. Didiamkan selama 1 malam, lalu disaring dengan kertas saring No. 42 hingga bebas Cl- (ditampung sedikit filtrat dalam tabung reaksi dan tambahkan beberapa tetes AgNO3 hingga tidak terjadi endapan putih) 11. Dimasukkan kertas saring ke dalam cawan porselen yang telah ditimbang kosong (A gram). 12. Dikeringkan, diarangkan dan diabukan dalam furnace selama 1 jam, didinginkan dan ditimbang kembali (B gram).
d.
= Berat cawan kosong yang telah dipanaskan (gram). = Berat residu setelah dipijarkan (gram). = Berat sampel (gram).
0,1373 =
3.
Penentuan Fe total Metode Dikhromatometri a. Prinsip : Fe3+ direduksikan menjadi Fe2+ oleh SnCl2 berlebih, kelebihan SnCl2 dioksidasikan oleh HgCl2 membentuk Sn4+ dan terbentuk endapan putih Hg2Cl2. Lalu Fe2+ dititrasi dengan K2Cr2O7 dan menggunakan indikator Na-difenilaminsulfonat sampai warna titik akhir ungu.
| SMK-SMAK Makassar 2013
70
b. Reaksi :
2 FeCl3 + SnCl2berlebih SnCl2 + 2 HgCl2berlebih 6 Fe2+ + Cr2O72- + 14 H+ c. Prosedur : 1. Dipipet 100 mL larutan induk kedalam gelas kimia 400 mL, dan dipanaskan diatas hot plate. 2. Larutan diendapkan dengan amonia hingga pengendapan 2 FeCl2 + SnCl4 SnCl4 + Hg2Cl2 6 Fe3+ + 2 Cr3+ + 7 H2O
sempurna, dan dipanaskan kembali. 3. Endapan disaring dengan kertas saring teknis dan dicuci dengan air panas. 4. Residu yang terdapat dalam kertas saring dilarutkan kembali menggunakan HCl pekat (volume tidak boleh lebih dari 100 mL). 5. Larutan dipanaskan diatas hot plate, didinginkan dan dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL. 6. Dipipet 25 mL larutan, dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 300 mL. Ditambahkan 5 mL HCl pekat lalu dididihkan. 7. Ditambahkan larutan SnCl2 10% tetes demi tetes sampai warna kuning hilang dan ditambahkan lagi 3 tetes kelebihannya, dan didinginkan. 8. Ditambahkan 5-10 mL HgCl 5%, dibiarkan kurang lebih selama 5 menit hingga pengendapan sempurna. 9. Ditambahkan 5 mL asam campur (H2SO4 dengan H3PO4), dan 2-3 tetes indikator natrium difenilaminasulfonat. 10. Dititrasi dengan larutan K2Cr2O7 0,05 N sampai larutan menjadi ungu.
d.
Perhitungan : Fe total fp K r B Fe
71
Keterangan : fp V N BE W = = = = = Faktor pengenceran Volume penita K2Cr2O7 ( mL) Normalitas K2Cr2O7 ( mEq/mL) Bobot eqivalen ( mg/ mEq) Bobot sampel (mg)
4.
Penentuan Kadar TiO2 secara spektrofotometri Prinsip, reaksi, cara kerja , dan rumus perhitungan penetapan sama seperti TiO2 sebelumnya.
5.
Penetapan kadar MgO, CaO, Al2O3 Metode AAS a. Prinsip : Kondisi larutan contoh dengan kondisi larutan standar harus sama. Dalam hal ini baik larutan contoh maupun standar mengandung Li+ 2000 ppm dan Sr2+ 3000 ppm yang berfungsi untuk mengatasi gangguan kation.
b.
Prosedur : 1. 2. Dipipet 5 ml larutan induk kedalam labu ukur 25 mL dan 100 mL Kedalam labu ukur 100 mL masing-masing ditambahkan 20 mL larutan Li+ dan 10 mL larutan Sr2+ lalu kedalam labu 25 mL ditambahkan 5 mL larutan Li+ dan 2,5 mL larutan Sr2+. 3. Dihimpitkan dengan HNO3 1:24 lalu diperiksa dengan
72
73
5.2 PEMBAHASAN
Bauksit adalah batuan-batuan yang rupanya seperti lempung kering, putih kemerahan (tergantung pada campuran kotoran yang terdapat di dalamnya) yang mengandung 55%-65% Al sehingga merupakan biji aluminium. Dalam perkembangan selanjutnya, istilah bauksit digunakan orang untuk batuan sedimen yang mempunyai kadar Al nisbi tinggi, kadar Fe rendah, dan tidak atau sedikit mengandung kwarsa (SiO2) bebas. Dengan demikian bauksit dengan susunan terutama dari oksida aluminium. Batu bara merupakan batuan hidrokarbon padat yang berbentuk dari tumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen, serta terkena pengaruh tekanan dan panas yang berlangsung sangat lama. Proses pembentukan (coalification) memerlukan jutaan tahun, mulai dari awal pembentukan yang menghasilkan gambut, lignit, subbituminus, bituminous dan akhir terbentuk antrasit. Dalam batubara juga terdapat unsur anorganik dan unsur nitrogen serta Belerang yang merupakan unsur pengotor dimana pada saat pembakaran akan tersisa abu. Besar kecilnya kadar abu turut menentukan mutu dari batubara tersebut. Besi adalah batuan dan mineral dari mana logam besi dapat diekstraksi secara ekonomis. Bijih biasanya kaya besi oksida dan mempunyai warna yang bervariasi mulai dari abu-abu gelap, kuning terang, ungu, dan berkarat merah. Bijih besi juga dikenal sebagai "bijih alam" dimana nama ini mengacu pada tahun-tahun awal pertambangan besi. Bijih besi merupakan bahan baku yang digunakan untuk membuat besi babi, yang merupakan salah satu bahan baku utama untuk membuat baja.
74
Langkah awal dari suatu analisis mineral dan batuan adalah sampling dan preparasi contoh. Kedua hal tersebut sangat penting dan harus dilakukan dengan benar dan tepat. Agar contoh dapat dianalisis, harus memenuhi persyaratan tertentu, misalnya saja ukuran butiran contoh yang tepat, pemanasan atau pengeringan contoh yang sesuai, teknik sampling yang tepat. Hal-hal tersebut dapat dicapai atau dipenuhi jika preparasi contohnya dilakukan dengan baik. Metode analisis yang selalu digunakan di Laboratorium Kimia Mineral PUSLITBANG tekMIRA sampai saat ini adalah metode klasik/konvensional dan metode modern/instrumen. Metode klasik yang sering digunakan adalah gravimetri dan volumetri, meskipun memerlukan waktu yang relatif lama tetapi masih sering digunakan karena memiliki tingkat ketelitian yang tinggi, sedangkan metode analisis modern/instrumen yang sering digunakan adalah spektrofotometer dan AAS. Metode ini memiliki kelebihan dibandingkan dengan metode konvensional yaitu waktu analisa yang diperlukan lebih cepat, dapat langsung menentukan kadar unsur-unsur tanpa ada pemisahan, bisa mendeteksi kadar unsur yang rendah sampai yang tinggi. Analisis modern juga memiliki kekurangan/ kerugian diantaranya memerlukan biaya yang relatif mahal, kepekaan alat yang tinggi sehingga kesalahan yang kecil dapat berpengaruh besar pada hasil analisis. Penetapan kadar SiO2 pada sampel mineral atau batuan terdapat dua jenis penetapan yaitu kadar SiO2 insol dan kadar SiO2 total, insol adalah SiO2 dan zat zat lain yang tidak larut dalam pelarutan. Sedangkan SiO2 total adalah penentuan kadar silikanya saja. SiO2 insol ditetapkan menggunakan cawan porselen, sedangkan SiO2 total ditetapkan menggunakan cawan platina, karena setelah pemijaran, abu dilarutkan dengan HF (SiO2 larut sebagai H2SiF6 yang hilang pada saat pemanasan) dan residunya dilebur dengan K2S2O7. Penetapan kadar Al2O3 pada sampel bauksit ditetapkan secara volumetri menggunakan metode kompleksometri dengan titrasi secara tidak langsung, dimana sampel mula-mula diendapkan dengan basa kuat sehingga terbentuk endapan Fe(OH)3 lalu dididihkan agar terjadi pengendapan sempurna. Endapan Fe(OH)3 kemudian dipisahkan agar tidak bereaksi dengan EDTA. Sebelum larutan
| SMK-SMAK Makassar 2013
75
dititrasi kembali dengan larutan ZnSO4 pH larutan harus diatur sedemikian rupa sehingga pH larutan berada diantara pH 8-9 karena kesempurnaan reaksi tergantung pada pH larutan contoh. Indikator yang digunakan pada titrasi ini adalah indikator EBT karena indikator ini umumnya digunakan pada titrasi yang memberikan titik akhir pada pH 8-12 dengan perubahan warna dari biru menjadi merah. Penetapan kadar SO3 dari sampel abu batubara dilakukan secara gravimetri, dimana pengendapan BaSO4 dilakukan dalam suasana asam, karena jika dalam suasana basa CO2 dalam udara akan larut dan dengan Ba2+ membentuk endapan BaCO3 yang pada saat dipijarkan akan membentuk BaO yang akan menambah berat endapan BaSO4 tersebut. Sebelum diarangkan dan dipijarkan, endapan harus dicuci terlebih dahulu dengan air panas sampai bebas ion Cl-. Ion Cl- yang berasal dari asam tidak berpengaruh karena pada saat pemijaran akan menguap, sedangkan ion klorida yang berasal dari pereaksi pengendap BaCl 2 jika masih tersisa dalam endapan pada saat kering akan mengkristal lagi menjadi BaCl2 padat yang jika dipijarkan tetap sebagai kristalnya yang akan menambah berat endapan, sehingga kadar SO3 yang di dapat menjadi besar dari seharusnya (merupakan kesalahan analisis operasional akibat tidak memenuhi prosedur yang telah ada). Penetapan S total pada sampel bijih besi dikerjakan secara gravimetri dan hampir sama dengan pengerjaan kadar SO3 pada sampel abu batubara, perbedaannya hanya terletak pada pelarutan sampel karena pada penetapan S total sampel mula mula dioksidasi dengan KClO3 dan HNO3 1:1 pada suhu yang tidak terlalu panas sehingga semua sulfur yang terkandung dalam sampel di oksidasi sepenuhnya menjadi sulfat. Penetapan Fe total sampel bijih besi ditetapkan secara volumetri menggunakan metode dikhromatometri dimana larutan dalam suasan asam dan pada suhu yang panas Fe2+ direduksi menjadi Fe3+ menggunakan SnCl2 10 %. Sebelum larutan dititrasi dengan larutan standar K2Cr2O7 terlebih dahulu larutan diendapkan dengan HgCl2 5 % membentuk endapan putih Hg2Cl2 dan ditambahkan asam campur (H2SO4 dan H3PO4) dengan tujuan untuk
| SMK-SMAK Makassar 2013
76
mengaktifkan indikator difenisulfonat dan supaya titrasi redoksnya terjadi dalam suasana asam. Larutan kemudian dititrasi dengan larutan standar K2Cr2O7 menggunakan indikator difenilsulfonat, titik akhir ditandai dengan terbentuknya larutan berwarna ungu. Pereaksi pereaksi yang digunakan pada penetapan kadar TiO2 secara spektrofotometri yaitu asam sulfat sebagai pengasam, asam phosfat sebagai pengkompleks Fe jika ada dalam larutan, hidrogen peroksida sebagai pereaksi pewarna. LOI atau hilang pijar adalah penetapan kadar zat-zat yang hilang/ menguap pada saat pemijaran (pemanasan suhu 900 ), biasanya adalah garam garam karbonat, zat zat organik dan air kristal. Pada metode analisis menggunakan AAS, absorban contoh dibandingkan dengan absorban standar sehingga suasana larutan contoh dan larutan standar haruslah sama agar hasil analisis dapat berlangsung dengan baik. Suasana larutan tersebut misalnya saja suasana Li+ dan Sr3+ dimana kedua larutan tersebut berfungsi untuk mencegah gangguan kimia dari unsur lain dan mempercepat tercapainya harga absorban. Susasana tersebut tidak digunakan jika larutan mengandung sulfat karena stronsium tersebut diganti dengan larutan lantanum.
77
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan :
Setelah penulis melaksanakan Praktek Kerja Industri di PUSLITBANG tekMIRA maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut: 1. Praktek kerja industri ini memperluas dan menambah wawasan bagi siswa dalam pendidikan di dunia kerja. 2. Meningkatkan daya kreasi dan produktiktifitas sebagai persiapan dalam menghadapi dan memasuki dunia industri. 3. Menambah keterampilan dalam setiap praktek dan menerapkan langsung teori-teori yang telah didapatkan di sekolah. 4. Dapat mengaplikasikan kemampuan analisis yang dimiliki.
Dan setelah melakukan analisa sampel bahan galian pada laboratorium kimia mineral PUSLITBANG tekMIRA maka penulis dapat menyimpulkan bahwa: 1. Tugas rutin laboratorium kimia mineral PUSLITBANG tekMIRA yaitu melakukan analisis bahan galian yang mengandung mineralmineral dengan menggunakan metode gravimetri, volumetri dan instrumen. 2. Misi dari PUSLITBANG tekMIRA yaitu melakukan penelitian dan pengembangan, perekayasaan dan rancangan bangun dibidang teknologi pengolahan dan pemanfaatan mineral dan batubara yang
UP TO DATE, efektif, efisien dan berwawasan lingkungan, serta
memberikan bimbingan eksplorasi untuk meningkatkan partisipasi swasta nasional dalam sektor pertambangan dan energi. 3. Contoh geokimia terdiri dari padatan, cairan dan gas. Agar unsur unsur yang dikandung oleh suatu contoh dapat dilepas dari ikatannya, dan
78
mudah larut maka dilakukan dengan cara : pelarutan dengan asam kuat dan peleburan.
6.2 Saran :
Untuk Pihak Sekolah : Lebih mempersiapkan anak didiknya untuk memasuki dunia industri baik mempersiapkan mental maupun ilmu pengetahuan baik secara teori maupun praktek sehingga dapat menghasilkan lulusan yang kompoten dalam bidang analisis kimia, serta selalu menanamkan sikap disiplin, jujur dan penuh tanggung jawab sehingga nama baik sekolah tetap terjaga.
Untuk Pihak Instansi : Kami harapkan pihak instansi dapat memberikan bimbingan yang lebih
baik kepada siswa prakerin sehingga siswa mendapatkan pengetahuan baru dan berkembang yang dapat diaplikasikan dalam dunia kerja.
79
DAFTAR PUSTAKA
Amri, Jamila, dkk. (2003). Laporan Praktek Kerja Lapangan. Analisis Bahan Galian. Bandung: SMAK Makassar. Day JR, R.A, dan A.L. Underwood. 1986. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga Harjadi, W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta : Gramedia Khopkar, S. M. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UIpress. Salim, Yusuf dkk. 2009. Kimia Analisis Gravimetri. SMAK Makassar Vogel, A.I. 1984. Analisis Kuantitatif Makro dan Semimikro. Jakarta : PT. Kalman Media Pustaka http://www.tekmira.esdm.go.id http://www.scribd.com http://www.wikipedia.org
80
3. Ruang Asam
81
4. Hot Plate
82
Lampiran 2. Data Pengamatan SiO2 total Sampel Bauksit Kode sampel 805 806 807 808 809 A Gram 24,6494 25,3365 34,2855 25,2297 25,3488 B Gram 24,5546 25,2737 34,1061 25,1850 25,2283 W (gram) % SiO2 18,98 12,56 33,88 8,94 24,1
0,5000
Lampiran 3. Data Pengamatan SiO2 total Sampel Abu batubara Kode sampel 1530 A 1530 B A Gram 24,6377 24,0378 B Gram 24,5573 23,9566 W (gram) 0,5000 % SiO2 16,08 16,24
Lampiran 4. Data Pengamatan SiO2 total Sampel Bijih Besi Kode sampel 1433 1434 A Gram 35,6476 35,1011 B Gram 35,6195 35,0666 W (gram) 0,5000 % SiO2 5,62 6,90
83
=18,98 %
Lampiran 5. Data Pengamatan Kadar SiO2 Reaktif Sampel Bauksit Kode sampel 805 806 807 808 809 A Gram 24,6936 25,3609 34,3439 25,1990 25,4858 B Gram 24,5549 25,2737 34,1026 25,1845 25,2274 W (gram) % SiO2 bebas 13,89 8,72 14,23 1,45 18,22 % SiO2 reaktif 5,07 3,84 21,7 7,49 5,88
1,0000
=13,89 %
%SiO2 Reaktif = % SiO2 Total - % SiO2 Bebas = (18,96 - 13,89 ) % = 5,07 %
Lampiran 6. Data Pengamatan Kadar Al2O3 sampel Bauksit Kode sampel 805 806 807 808 809 Vol. awal (mL) 11,50 9,90 0,00 13,60 11,60 Vol. akhir ( mL) 22,35 19,25 13,40 23,00 25,00 Vol EDTA (mL) M ZnSO4 M EDTA W (mg) Fp % Al2O3 41,9 46,7 33,8 46,6 33,8
84
15
0,0125
0,02
500
25
Perhitungan : l ( ( ) )
= 41,9 %
Lampiran 7. Data Pengamatan Kadar SO3 Sampel Abu Batubara Kode sampel 1530 A 1530 B A (gram) 21,1119 19,5351 B (gram) 21,1220 19,5459 W (gram) 0,3 % SO3 1,15 1,23
Contoh Perhitungan :
( = 1,15 %
Lampiran 8. Data Pengamatan Kadar S total Sampel Bijih Besi Kode sampel 1433 1434 A (gram) 16,5291 14,4577 B (gram) 16,5671 14,4630 W (gram) 1,0000 % S total 0,52 0,07
= 0,52 %
85
Lampiran 9. Data Pengamatan Kadar Fe Total Sampel Bijih Besi Kode sampel 1433 1434 Volume Awal (mL) 5,15 14,65 Volume Akhir (mL) 9,85 19,30 W (mg) 80 N K2Cr2O7 0,05 fp 4 % Fe total 65,62 64,92
= 65,62 %
Lampiran 10. Data Deret Standar TiO2 Metode Spektrofotometri Standard Std 1 Std 2 Std 3 Std 4 Std 5 Std 6 Std 7 Std 8 Std 9 Std 10
0.08 0.07 0.06 0.05 0.04 0.03 0.02 0.01 0 0 1
Konsentrasi (%) 0,5000 1,0000 1,5000 2,0000 2,5000 3,0000 3,5000 4,0000 4,5000 5,0000
Absorban 0,0042 0,0112 0,0190 0,0269 0,0336 0,0402 0,0477 0,0551 0,0619 0,0692
abs
2 3 konsentrasi Ti(%)
86
Lampiran 11. Data Pengamatan Kadar TiO2 Sampel Bauksit Metode Spektrofotometri Kode Sampel 805 806 807 808 809 Konsentrasi Ti (%) 0,6678 0,7000 0,6316 1,0496 1,0422 Absorban 0,0358 0,0376 0,0337 0,0578 0,0573 Fp Volume Induk (L) W (mg) % TiO2 1,11 1,17 1,15 1,75 1,74
2,5
0,25
5000
Lampiran 12. Data Pengamatan Kadar TiO2 Sampel Abu Batubara Metode Spektrofotometri Kode Sampel 1530 A 1530 B Konsentrasi Ti (%) 0,5888 0,5862 Absorban 0.0682 0,0679 Fp 2,5 Volume Induk (L) 0,25 W (mg) 2000 % TiO2 0,98 0,98
Lampiran 13. Data Pengamatan Kadar TiO2 Sampel Bijih Besi Metode Spektrofotometri Kode Sampel 1433 1434 Konsentrasi Ti (%) 0,4134 0,4478 Absorban 0,0032112 0,0037073 fp 2,5 Volume Induk (L) 0,25 W (mg) 2000 % TiO2 0,69 0,75
= 0,69 %
87
Lampiran 14. Data Kurva Deret Standar P2O5 Sampel Abu Batubara Metode Spektrofotometri Larutan Standar 1 Standar 2 Standar 3 Standar 4 Standar 5 Standar 6 Standar 7 Standar 8 Standar 9 Standar 10
0.4 0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 0 10 20 30 40 50 60
Konsentrasi (%) 5.0000 10.0000 15.0000 20.0000 25.0000 30.0000 35.0000 40.0000 45.0000 50.0000
Absorbansi 0.0366 0.0771 0.1120 0.1491 0.1862 0.2209 0.2573 0.2961 0.3321 0.3792
Absorbansi
Lampiran 15. Data Pengamatan P2O5 Sampel Abu Batubara Metode Spektrofotometri Kode Sampel 1530 A 1530 B Konsentrasi P(%) 0,3185 0,3144 Absorban 0,0241 0,0238 fp 0,25 Volume Induk (L) 0,1 W (mg) 200 % P2O5 0,24 0,24
88
Lampiran 16. Data Kurva Deret Standar Fe2O3 Sampel Bauksit Metode AAS
sampel ID Zero standard 1 standard 2 standard 3 standard 4 standard 5 standard 6 standard 7 standard 8 standard 9 standard 10 Konsentrasi (%) 0 0,4 0,8 1,2 1,6 2 2,4 2,8 3,2 3,6 4 Absorban 0,0024 0,0391 0,0729 0,1058 0,1351 0,1661 0,1969 0,224 0,2536 0,2835 0,3101
0.35 0.3 0.25 abs 0.2 0.15 0.1 0.05 0 0 1 2 3 4 5 y = 0.0763x + 0.0101 R = 0.9986
Lampiran 17. Data Pengamatan Fe2O3 Sampel Bauksit Metode AAS Kode Sampel 805 806 807 808 809 Absorban 0,2326 0,2099 0,1959 0,2777 0,2144 Bobot Sampel (gram) Volume (L) % Fe2O3 10,98 9,34 7,17 15,23 9,54
89
0,5
0,025
Lampiran 18. Data Kurva Deret Standar Fe2O3 Sampel Abu Batubara Metode AAS
Konsentrasi absorban (%) 0,0000 0,0013 0,2857 0,0112 0,5714 0,0227 1,1429 0,04 1,4286 0,0506
0.06 0.05 0.04 abs 0.03 0.02 0.01 0 0 0.5 1 konsentrasi Fe (%) 1.5 2 y = 0.0341x + 0.0018 R = 0.9982
Lampiran 19. Data Pengamatan Fe2O3 Sampel Abu Batubara Metode AAS Kode Sampel 1530 A 1530 B Absorban 0,0540 0,0530 Bobot Sampel (gram) 0,2 Volume (L) 0,01 % Fe2O3 21,64 21,44
90
Lampiran 20. Data Kurva Deret Standar K2O Sampel Abu Batubara Metode AAS
0.18 0.16 0.14 0.12 abs 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0 0 0.05 0.1 0.15 K onsentrasi K (%) 0.2 0.25 0.3 y = 0.5115x + 0.0078 R = 0.99
Lampiran 21. Data Pengamatan K2O Sampel Abu Batubara Metode AAS Kode Sampel 1530 A 1530 B Absorban 0,1354 0,1448 Bobot Sampel (gram) 0,2 Volume (L) 0,01 % K2O 0,66 0,67
91
Lampiran 22. Data Kurva Deret Standar Na2O Sampel Abu Batubara Metode AAS
0.45 0.4 0.35 0.3 abs 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 0 0.1 0.2 0.3 konsentrasi Na (%) 0.4 0.5 0.6 y = 0.7572x + 0.0058 R = 0.9993
Lampiran 23. Data Pengamatan Na2O Sampel Abu Batubara Metode AAS Kode Sampel 1530 A 1530 B Absorban 0,2010 0,1981 Bobot Sampel (gram) 0,2 Volume (L) 0,01 % Na2O 0,82 0,81
92
Lampiran 24. Data Kurva Deret Standar MgO Sampel Abu Batubara Metode AAS
0.3 0.25 0.2 abs 0.15 0.1 0.05 0 0 0.05 0.1 0.15 Konsentrasi Mg (%) 0.2 0.25 y = 1.3038x + 0.0026 R = 0.9995
Lampiran 25. Data Pengamatan MgO Sampel Abu Batubara Metode AAS Kode Sampel 1530 A 1530 B Absorban 0,1384 0,1551 Bobot Sampel (gram) 0,2 Volume (L) 0,01 % MgO 8,70 8,66
93
Lampiran 26. Data Pengamatan MnO Sampel Abu Batubara Metode AAS
2 konsentrasi Mn (%)
Lampiran 27. Data Pengamatan MnO Sampel Abu Batubara Metode AAS Kode Sampel 1530 A 1530 B Absorban 0,3366 0,3383 Bobot Sampel (gram) 0,2 Volume (L) 0,01 % MnO 0,38 0,38
94
Lampiran 28. Data Kurva Deret Standar CaO Sampel Abu Batubara Metode AAS
0.6 0.5 0.4 abs 0.3 0.2 0.1 0 0 1 2 konsentrasi Ca (%) 3 4 y = 0.1491x + 0.0042 R = 0.9998
Lampiran 29. Data Pengamatan CaO Sampel Abu Batubara Metode AAS Kode Sampel 1530 A 1530 B Absorban 0,5725 0,5802 Bobot Sampel (gram) 0,2 Volume (L) 0,01 % CaO 7,78 7,75
95
Lampiran 30. Data Kurva Deret Standar Al2O3 Sampel Abu Batubara Metode AAS
0.2 0.18 0.16 0.14 0.12 abs 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0 -0.02 0 10 20 30 40 50 60 y = 0.0036x - 0.0006 R = 0.9999
Konsentrasi Al (%)
Lampiran 31. Data Pengamatan Al2O3 Sampel Abu Batubara Metode AAS Kode Sampel 1530 A 1530 B Absorban 0,0768 0,0779 Bobot Sampel (gram) 0,2 Volume (L) 0,01 % Al2O3 10,30 10,44
96
Lampiran 32. Data Kurva Deret Standar MgO Sampel Bijih Besi Metode AAS
0.14 0.12 0.1 abs 0.08 0.06 0.04 0.02 0 0 0.05 0.1 konsentrasi Mg (%) 0.15 0.2 y = 0.9194x + 0.0019 R = 0.999
Lampiran 33. Data Pengamatan MgO Sampel Abu Batubara Metode AAS Kode Sampel 1433 1434 Absorban 0,0415 0,0408 Bobot Sampel (gram) 0,2 Volume (L) 0,025 % MgO 0,18 0,18
97
Lampiran 34. Data Kurva Deret Standar CaO Sampel Bijih Besi Metode AAS
0.2 0.18 0.16 0.14 0.12 abs 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0 0 0.2 0.4 0.6 0.8 konsentrasi Ca (%) 1 1.2 y = 0.1762x - 0.0033 R = 0.9987
Lampiran 35. Data Pengamatan CaO Sampel Bijih Besi Metode AAS Kode Sampel 1433 1434 Absorban 0,0470 0,0474 Bobot Sampel (gram) 0,2 Volume (L) 0,025 % CaO 0,24 0,25
98
Lampiran 36. Data Kurva Deret Standar Al2O3 Sampel Bijih Besi Metode AAS
0.18 0.16 0.14 0.12 0.1 abs 0.08 0.06 0.04 0.02 0 -0.02 0 10 20 30 konsentrasi Al (%) 40 50 y = 0.0041x - 0.0008 R = 0.9998
Lampiran 37. Data Pengamatan Al2O3 Sampel Bijih Besi Metode AAS Kode Sampel 1433 1434 Absorban 0,0295 0,0388 Bobot Sampel (gram) 0,2 Volume (L) 0,025 % Al2O3 1,75 2,29
99
Lampiran 38. Dat Pengamatan Kadar H2O- dan LOI sampel Abu Batubara Kode sampel 1530 A 1530 B A (gram) 16,1590 19,5341 B (gram) 17,1590 20,5341 C (gram) 17,1588 20,5339 D (gram) 17,1566 20,5310 % H2O0,02 0,02 % LOI 0,22 0,29
Contoh Perhitungan : H
= 0,02 %
= 0,22 %
100