Vous êtes sur la page 1sur 5

Metodologi Percobaan 1. Metodologi Percobaan Identifikasi Pemalsuan Jamu Sampel jamu diamati organoleptik dan pemeriannya.

Sampel kemudin diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 400x. Sebanyak 500 gram sampel jamu ditimbang, Kemudian dilarutkan dalam 5 mL metanol. Larutan sampel kemudian dikocok dan disaring dengan menggunakan kertas saring. Obat pembanding di larutkan dengan konsentrasi 25 mg dalam 5 mL metanol. Pembanding yang digunakan dalam percobaan ini adalah asetosal, antalgin, deksametason. Fasa gerak dibuat dengan cara mencampurkan kloroform dan metanol dengan perbandingan 7:3. Eluen dijenuhkan dengan cara melingkarkan kertas saring mengikuti permukaan luar gelas hingga seluruh kertas terbasahi. Tutup dengan kaca arloji atau cawan penguap agar tidak ada pertukaran udara ke dalam dan keluar gelas. Elusi KLT dalam eluen yang telah dijenuhkan hingga mencapai batas yang telah ditentukan. Kromatogram yang dihasilkan diamati pada UV254 nm dan UV-365 nm.

2. Metodologi Sidik Ragam dengan metode KLT satu arah dan KLT sirkular Serbuk Rhei radix ditimbang sebanyak 2,5 gram, lalu ditambahkan metanol sebanyak 10 mL dan dipanaskan selama 5 menit. Larutan kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring dan filtratnya ditampung. Aloe dipotong pada bagian ujungnya hingga cairan berwarna kuning dihasilkan. Tampung cairan di dalam gelas kimia, lalu cairan tersebut dilarutkan dalam 5 mL etanol. Larutan dipanaskan selama 5 menit, kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring. Kedua larutan masing-masing ditotolkan pada KLT satu arah dan KLT sirkular. Eluen dibuat dengan mencampurkan etilasetatmetanol-air dengan perbandingan 100:17:13. Kromatogram yang dihasilkan diamati pada UV-254 nm dan UV-365 nm. Kemudian kromatogram disemprot dengan larutan KOH 5% dalam etanol. Hasil diamati.

KLT Sirkular

Pembahasan Pada percobaan identifikasi pemalsuan sampel jamu diawali dengan mengamati sampel jamu berdasarkan organoleptik dan pemeriannya. Karena dari organoleptiknya kita bisa melihat apakah jamu tersebut memiliki tanda-tanda jamu yang dipalsukan atau tidak dengan cara membandingkan jamu tersebut dengan jamu yang tidak dipalsukan. Berdasarkan organoleptiknya jamu tersebut berwarna coklat kehijauan dan tidak menunjukkan adanya tanda-tanda pemalsuan secara organoleptik. Pengamatan secara mikroskopik dilakukan dengan perbesaran 400x. Berdasarkan hasil pengamatan secara mikroskopik tidak terlihat adanya kristal-kristal yang mengindikasikan jamu tersebut dipalsukan Setelah dilakukan pengamatan secara organoleptik, pemerian dan mikroskopik, dilakukan pengamatan dengan metode KLT. Sebanyak 500 gram sampel jamu ditimbang, kemudian dilarutkan dalam 5 mL metanol. Karena kita tidak mengetahui zat apa saja yang terdapat dalam sampel jamu, maka kita harus memilih pelarut yang dapat melarutkan seluruh zat aktif yang terdapat di dalamnya. Pelarut metanol dipilih karena metanol merupakan pelarut yang universal karena dapat melarutkan zat yang bersifat polar, semi polar, dan non polar. Metanol memiliki gugus hidroksi yang mengandung atom O yang dapat membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa ynag bersifat polar tetapi terdapat atom karbon yang dapat membentuk ikatan van der walls dengan senyawa yang bersifat semi polar atau non polar. Sehingga berdasarkan metanol dipilih untuk dapat melarutkan setiap zat aktif yang ada pada jamu tersebut.

Gambar 1. Struktur kimia metanol Larutan sampel kemudian dikocok untuk membantu proses pelarutan dan disaring dengan menggunakan kertas saring. Filtrat ditampung di dalam gelas kimia. Obat pembanding di larutkan dengan konsentrasi 25 mg dalam 5 mL metanol. Seperti pada pemilihan pelarut untuk jamu, pada pembanding metanol digunakan karena merupakan pelarut universal. Pembanding yang digunakan dalam percobaan ini adalah asetosal, antalgin, deksametason.

Gambar 2. Struktur kimia deksametason

Gambar 3.Struktur kimia antalgin

Gambar 4.Struktur kimia aspirin Karena jamu yang akan diidentifikasi merupakan jamu pegel linu, sehingga bahan pembanding yang dipilih adalah zat aktif yang mungkin ditambahkan ke dalam jamu untuk memberikan efek atau khasiat yang dapat mengobati pegel linu. Karena itu pembanding yang dipilih adalah pembanding yang dapat mengobati pegel linu. Fasa gerak dibuat dengan cara mencampurkan kloroform dan metanol dengan perbandingan 7:3. Fasa gerak ini dipilih

dengan menggunakan metode trial and error. Berdasarkan percobaan didapatkan bahwa perbandingan pelarut yang sesuai adalah 7:3. Eluen dijenuhkan dengan cara melingkarkan kertas saring mengikuti permukaan luar gelas hingga seluruh kertas terbasahi. Tujaun penjenuhan ini adalah untuk menyeragamkan proses elusi plat KLT pada semua sisi secara bersama-sama agar hasil yang didapatkan akurat dan berakhir pada garis yang ditentukan secara bersama-sama. Tutup dengan kaca arloji atau cawan penguap agar tidak ada pertukaran udara ke dalam dan keluar gelas. Adanya pertukaran udara dapat menyebabkan elusi terganggu dan eluen menjadi tidak berada dalam kondisi yang jenuh. Elusi KLT dalam eluen yang telah dijenuhkan hingga mencapai batas yang telah ditentukan. Kromatogram yang dihasilkan diamati pada UV-254 nm dan UV-365 nm. Berdasarkan hasil pengamatan didpatkan bahwa Rf sampel adalah 0,8696, Rf pembanding BKO adalah 0,7826, Rf

Antalgin adalah 0,326, Rf Aspirin adalah 0,7174 dan Rf Deksametason adalah 0,7826. Dari hasil Rf didapatkan bahwa pembanding BKO memiliki nilai Rf yang sama dengan Rf deksametason. Dari hal ini kita dapat menyimpulkan bahwa zat kimia yang terdapat dalam bahan pembanding BKO adalah deksametason. Sedangkan dalam sampel jamu tidak terdapat nilai Rf yang sama dengan pembanding apapun. Sehingga kita bisa menyimpulkan bahwa dalam sampel jamu tidak terdapat bahan kimia obat yang ditambahkan ke dalamnya untuk memberikan khasiat tertentu. Selain bisa dilihat dengan menggunakan Rf, kita juga bisa melihat berdasarkan pola penotolan setelah dilakukan elusi di bawah sinar UV 254 dan 356. Berdasarkan penampakan bercak didapatkan bahwa berkas penotolan sampel jamu tidak ada bercak yang sama baik dengan pembanding BKO, antalgin, asetosal, ataupun deksametason. Sehingga jamu tersebut tidak diberikan tambahan bahan kimia obat. Serbuk Rhei radix ditimbang sebanyak 2,5 gram, lalu ditambahkan metanol sebanyak 10 mL dan dipanaskan selama 5 menit. Pemanasn bertujuan untuk mempercepat dan

menyempurnakan proses ekstraksi. Larutan kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring dan filtratnya ditampung. Aloe dipotong pada bagian ujungnya hingga cairan berwarna kuning dihasilkan. Tampung cairan di dalam gelas kimia, lalu cairan tersebut dilarutkan dalam 5 mL metanol. Larutan dipanaskan selama 5 menit, kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring. Kedua larutan masing-masing ditotolkan pada KLT satu arah dan KLT sirkular. Cara penotolan seperti biasa, untuk KLT sirkular dilakukan dengan melipat kertas menjadi 4 lalu didapatkan titik tengah plat, dan cairan ditotolkan di titik tengah tersebut. Lalu setelah penotolan, titik tengah dilubangi untuk memasukkan pilinan kertas saring yang dihubungkan ke pelarut untuk dielusi. Pelarut akan meresap melalui kertas saring dan bergerak ke atasberdasarkan prinsip kapilaritas. Hingga pada akhirnya akan smpai pada

titik penotolan dan membawa senyawa yang terkandung dalam totolan membentuk penyebaran berbentuk bulat. Eluen dibuat dengan mencampurkan etilasetat-metanol-air dengan perbandingan 100:17:13. Kromatogram yang dihasilkan diamati pada UV-254 nm dan UV-365 nm. Kemudian kromatogram disemprot dengan larutan KOH 5% dalam etanol untuk melihat perubahan warna. KOH merupakan penampak bercak yang bersifat spesifik untuk melihat senyawa tertentu. Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan bahwa terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah pada Rhei radiz dan tidak terjadi perubahan warna pada Aloe. Perubahan warna menjadi merah pada Rhei radix menunjukkan bahwa Rhei radix mengandung antrakuinon.

Gambar 5. Struktur kimia antrakuinon Reaksi antaraantrakuinon dengan KOH yang menyebabkan terjadi perubahan warna dari warna kuning menjadi warna merah. Karena hanya dapat mendeteksi senyawa tertentu seperti antrakuinon, karena itu KOH tergolong sebagai penampak bercak yang spesifik. Berdasarkan literatur kandungan senyawa yang terdapat dalam Rhei radix adalah Asam krisofanat, krisofanin, rien-emodin, aloe-emodin, reokristin, alizarin, glukogalin, tetrazin, katekin, saponin, tanin (11,80%), dan kuinon. Sedangkan kandungan kimia dalam aloevera adalah aloin, emodin, gum dan unsur lain seperti minyak atsiri. Senyawa-senyawa gula juga terdapat pada lidah buaya dalam bentuk mannosa, glukosa, serta sejumlah kecil silosa, arabinosa, galaktosa, ramnosa serta enzim-enzim oksidase. Karena tidak terdapat kuinon di dalamnya sehingga pada Rhei radix tidak terjadi perubahan warna kuning menjadi warna merah.

Vous aimerez peut-être aussi